Gue adalah pelajar salah satu sekolah yang diarahasiakan keberadaanya. Nama SMAN 3. Sekolah gue cukup terkenal. Bahkan semua orang dikota gue pasti tau. Sekolah gue ini terkenal akan tingkat parkirannya yang sempit (Dahulu) hingga tidak ada parkiran (Sekarang). Kenapa sekolah gue nggak ada parkirannya..? Tak lain dan tak bukan iaalah karena Kepala Sekolah gue membangun kelas baru di tanah bekas parkiran itu. Gue nggak tau apa yang ada di pikirannya. Udah tau parkirannya sempit, malah bangun kelas baru. Bertingkat lagi. Gue kira, bangunan yang akan jadi kelas itu adalah parkiran sob. Eh ternyata PHP men. Itu bangunan jadi kelas. Dan parahnya, sekarang pos satpam yang dahulu begitu unyu, kini di hancurkan. Rata dengan tanah. Tapi diganti kok. Dengan bangunan pos satpam yang lebih kecil dari pada yang dahulu. Oh dear, kasihan sekali para satpam itu. Gue perihatin sob sama kalian. Satpam sekolah gue. Dan ini juga berbanding lurus dengan siswanya. Siswa disekolah gue ini umumnya frontal men. Gak ada basa-basi. Kalo ngomong langsung tajam menusuk relung jiwa yang paling dalam dan bisa bikin jantung panas luar dalam. Mereka semua telah mengerti tentang demokrasi. Yang fronetal. Tapi walaupun begitu paham demokrasi mereka relatif benar. Meskipun kadang khilaf. Tapi ini yang gue suka dari temen-temen gue. Mereka pandai dalam berdemokrasi. Makanya kalo ulangan PKN tentang demokrasi, gue dengan suka rela bakal nyontek mereka. Dengan demikian maka akan timbul simbiosis mutualisme. Gue untung mereka.... Untung. Tapi rugi dikit. Tapi yang jelas kita untung sama untung kok. Nggak ada yang korupsi. Nggak kayak para petinggi negara saat ini sukanya korup. Dan mungkin ini filosofi yang sangat bagus bagi negara kita. Pemimpin tertinggi nyatanya pemikirannya terkadang tak terlalu tinggi. Bahkan lebih rendah daripada pemikiran para manusia kalangan bawah. Pocong.