Kaskus

News

leylam4ajnunAvatar border
TS
leylam4ajnun
LCGC bikin Inflasi, Impor BBM & Komponen Mobil Naik.Bertentangan dgn Paket Ekonomi
Produksi LCGC Bertentangan dengan Paket Ekonomi
Sabtu, 21 September 2013 | 18:11 WIB

inilah..com, Jakarta - Pengamat memandang rencana pemerintah mengembangkan mobil murah atau Low Cost Green Car (LCGC) bertolak belakang dengan paket kebijakan ekonomi yang sudah digulirkan untuk menghadapi gejolak ekonomi. "LCGC merupakan inkonsistensi dari paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan pemerintah. Meskipun LCGC diasumsikan irit BBM," ujar Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, kepada inilah..com di Jakarta, Sabtu (21/9/2013).

Menurut Enny, LCGC akan mengkonsumsi banyak bahan bakar minyak (BBM), alasannya LCGC berjalan lambat. Itu yang menyebabkan mobil tersebut akan mengkonsumsi BBM. Enny menambahkan, selain akan menambah impor BBM. Impor bahan baku LCGC tidak bisa dielakkan karena untuk memenuhi industri LCGC. "LCGC tidak ada garansi tidak pakai BBM subsidi. Jadi paket kebijakan ekonomi bisa berantakan," ucap Enny.

Meskipun demikian, Enny mengakui sedikitnya, industri LCGC nanti akan menyerap tenaga kerja. Namun yang disayangkan pasar LCGC menyasar pribadi bukan transportasi massal. "Padahal Gubernur DKI Jokowi lagi peremajaan transportasi umum, kenapa tidak itu saja diarahkan," tutur Enny. Kementerian perindustrian memprediksi setidaknya ada 7.000 tenaga kerja pada industri perakitan akan diserap. Lebih dari itu, 10.000 tenaga kerja lagi untuk jasa layanan purnajual. Terkait dengan LCGC, Kementerian Perindustrian akan menambahkan beberapa peraturan turunan. Satu peraturan turunan dari kebijakan tersebut adalah kewajiban penggunaan mesin yang mengonsumsi bahan bakar minyak (BBM) beroktan 92.
[url]http://web.inilah..com/read/detail/2031414/produksi-lcgc-bertentangan-dengan-paket-ekonomi#.Uj1_L1NU2QU[/url]

Inflasi Tinggi, BI Rate Tak Harus Naik
Sabtu, 3 Agustus 2013 | 17:00 WIB

inilah..com, Jakarta - Ekonom menilai, kenaikan inflasi tinggi mencapai 3,29% pada Juli 2013 dari bulan sebelumnya 1,03% tidak harus diikuti dengan kenaikan suku bunga acuan (BI Rate). "Tidak ada gunanya BI rate naik bahkan akan mempersempit pengucuran kredit," ujar Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati kepada inilah..com di Jakarta, Sabtu (3/8/2013). Menurut Enny, justru jika inflasi tinggi dihantam dengan BI Rate naik maka berimbas ke sektor riil. Hal itu karena masyarakat dapat kesulitan mendapatkan kredit. "Kalau BI Rate naik dari 6% ke 7%, berapa penurunan kredit ke sektor riil, costnya mahal," katanya.

Lagi pula Enny memandang urusan inflasi bukan diselesaikan dengan moneter. "Menghentikan inflasi bukan pada moneter itu keliru karena yang bermasalah sektor riil. Pangan yang dibenahi harganya," ucap Enny. Sementara itu, Analis PT Trust Securities, Reza Priyambada menuturkan, pencapaian tingkat inflasi cukup disayangkan. "Sebelumnya kami pernah sampaikan bahwa berdekatnya waktu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan bulan puasa-lebaran akan menciptakan ledakan inflasi karena biasanya jelang puasa-lebaran, harga-harga kebutuhan pokok akan mengalami kenaikan," kata Reza.

Apalagi ditambah dengan kenaikan harga BBM sehingga berimbas pada biaya transportasi dan berdampak terhadap harga pangan domestik. Oleh karena itu, Reza mengatakan, pemerintah diharapkan dapat mengimbangi imbas kenaikan harga BBM dengan menjaga pasokan pangan agar tidak terjadi lonjakan inflasi. Dalam riset Trust Securities, dampak kenaikan inflasi akan menaikkan tingkat suku bunga acuan. Meski demikian, langkah itu dinilai kurang tepat. Hal itu karena inflasi yang terjadi dipengaruhi kenaikan bahan pangan. "Kenaikan bahan pangan tersebut karena kurangnya pasokan ke masyarakat. Oleh karena itu, seharusnya, yang menjadi perhatian oleh pemerintah adalah kenaikan bahan pangan dapat diminalisir dengan menjaga pasokan bahan pangan dan bukan diatasi dengan kenaikan BI rate," tutur Reza.
[url]http://ekonomi.inilah..com/read/detail/2017013/inflasi-tinggi-bi-rate-tak-harus-naik#.Uj2AclNU2QU[/url]

Gubernur BI Harap Inflasi di Jakarta Terkendali
Jumat, 13 September 2013 | 10:10 WIB

inilah..com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengharapkan pemerintah provinsi DKI Jakarta dapat mengendalikan inflasi. Agus menuturkan, inflasi Jakarta sangat tinggi pada 2011-2012 yang di atas rata-rata nasional. Namun, inflasi DKI Jakarta membaik sepanjang 2013 ini. Namun, Agus belum dapat menjelaskan lebih detil angka inflasi DKI Jakarta. "Kajian dua kuartal 2013 inflasi DKI bisa lebih rendah dari nasional," ujar Agus, Jumat (13/9/2013). Selain itu, Agus menuturkan, pihaknya sebagai tim pengarah evaluasi dan arahan pengendalian inflasi DKI juga dapat bekerjasama dengan pemerintah provinsi DKI Jakarta. Kerja sama ini telah berlangsung lama. Kerja sama pengendalian inflasi untuk menjaga daya beli masyarakat. Apalagi DKI Jakarta menjadi barometer inflasi nasional.

Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi mencapai 1,12% pada Agustus 2013. Inflasi ini lebih rendah dari Juli yang mencapai 3,29%. Kepala BPS, Suryamin mengatakan, penopang inflasi berupa bawang merah dan cabai. Inflasi ini masih tinggi sejak 1999. Penyebab inflasi andil paling tinggi karena komponen bahan makanan. Secara kalender 7,94%, dan secara year on year (yoy) mencapai 8,79%, inflasi komponen inti 1,01% dan inflasi inti yoy 4,48%
[url]http://ekonomi.inilah..com/read/detail/2028921/gubernur-bi-harap-inflasi-di-jakarta-terkendali#.Uj2ChlNU2QU[/url]

Mobil Murah Tingkatkan Konsumsi BBM Bersubsidi

JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berasumsi produksi mobil murah dan ramah lingkungan atau low cost green car (LCGC) akan berpengaruh terhadap meningkatnya kuota konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tahun depan. “Pengaruhnya pasti ada. Tapi kita tidak juga boleh berandaiandai,” kata Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo di kantornya, Jakarta, kemarin. Menurut dia, adanya produksi LCGC yang didorong pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sudah didiskusikan di lintas kementerian. Namun dia mengakui peningkatan konsumsi BBM bersubsidi karena adanya produksi LCGC tersebut akan diatasi dengan manajemen pemerintah. “Pengaruh sifatnya manageable. Kalau bisa di-manage kenapa tidak dijalankan program LCGC,” imbuhnya.

Dia menjelaskan akan melihat kondisi apakah keberadaan LCGC nantinya berdampak signifikan terhadap konsumsi BBM atau tidak. “Kita lihat ke depan seperti apa,” imbuh Susilo. Sementara itu Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir tidak memungkiri bahwa keberadaan mobil murah nantinya berpengaruh terhadap konsumsi BBM bersubsidi. Sebab, dengan mobil murah, masyarakat akan jauh lebih mudah melakukan pembelian. “Populasi mobil akan meningkat drastis dan implikasinya akan membuat kebutuhan BBM bersubsidi meningkat,” paparnya. Karena itu, lanjut Ali, pemerintah perlu mengakomodasi kebutuhan kuota konsumsi BBM bersubsidi di tahun depan. “Ini akan kembali terjadi gap antara kuota pemerintah dengan pertumbuhan kendaraan,” tutur Ali. Lebih jauh Ali mengatakan, dengan adanya produksi LCGC, masyarakat menengah yang belum mempunyai mobil akan dengan mudah memiliki mobil murah.

Tidak menutup kemungkinan pula masyarakat yang sudah memiliki mobil juga akan menambah alat transportasinya. “Dengan bertambahnya pemakai mobil bisa jadi mereka semua menggunakan BBM bersubsidi. Otomatis kuota BBM bersubsidi juga akan meningkat. Konsekuensinya perlu adanya penetapan dalam kuota kembali dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” kata Ali. Seperti diketahui, beberapa agen pemegang merek (APM) telah meluncurkan sejumlah produk LCGC di dalam negeri. Kemenperin mengklaim program LCGC ini merupakan salah satu cara meningkatkan industri automotif nasional. Kehadiran LCGC memang terus mengundang pro-kontra. Menanggapi hal tersebut, Direktur Pelaksana Bank Dunia Sri Mulyani mengingatkan pemerintah untuk lebih fokus pada pembangunan infrastruktur.

Karena hal itulah yang lebih dibutuhkan masyarakat daripada sekadar mobil murah. “Investasi di bidang infrastruktur jauh lebih penting dalam hal fokus pemerintah,” tutur Sri Mulyani di sela-sela APEC Finance Minister Meeting (AFMM) 2013 di Nusa Dua, Bali, kemarin. Dia menambahkan, selain menjadi kebutuhan utama rakyat, pembangunan infrastruktur akan memiliki dampak yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Terlebih, infrastruktur selama ini menjadi salah satu hambatan besar pembangunan ekonomi Indonesia. Dalam jangka panjang, menurutnya, infrastruktur juga bisa menekan inflasi dan menekan defisit transaksi berjalan (current account) mengingat infrastruktur yang memadai bisa mengurangi biaya logistik yang besar. “Ini (infrastruktur) dianggap salah satu halangan Indonesia tumbuh tinggi untuk menimbulkan inflasi dan current account defisit,” papar mantan menteri keuangan Indonesia tersebut.
http://koran-sindo.com/node/331939

Bunga Kredit Naik, Investor Tahan Investasi
Sabtu, 14 September 2013 | 15:15 WIB

inilah..com, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef), memastikan iklim investasi di dalam negeri akan bergejolak pasca kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI). "Tentu yang terjadi investasi juga bergejolak khusus di bidang sektor riil. Sebab, perbankan nasional dipastikan akan menaikkan suku bunga kredit," kata Ekonom Indef, Ahmad Erani Yustika kepada inilah..com, di Jakarta, Sabtu (14/9/2013).

Erani menambahkan, investasi oleh sejumlah investor memperoleh sindikasi dana dari perbankan. Jika suku bunga kredit naik, maka dikhawatirkan juga para investor juga akan menahan untuk melakukan investasi. Selain itu, ia menilai kebijakan BI merespons dampak inflasi dan menghadapi lemahnya ekonomi nasional sangat tidak adil bagi para investor. "Jika para pengusaha ini menahan investasi maka yang terjadi justru tidak akan mendorong ekonomi kita. Sementara kegiatan ekonomi bergerak juga kontribusi besar dari investasi perusahaan manufaktur di bidang sektor riil," ujar Erani.

Sebelumnya BI juga memperkirakan suku bunga kredit perbankan nasioanal tidak berpengaruh terhadap keputusan lembaganya. GUbernur BI, Agus Martowardojo mengklaim, perbankan nasional punya kapasitas tertentu untuk menaikkan suku bunga kreditnya. "Menaikkan suku bunga kredit itu keputusan dari perusahaan tiap bank. Mereka punya batasan tertentu akan hal itu. Bisa saja suku bungan kredit itu tidak dinaikkan mereka," tutur Agus
[url]http://ekonomi.inilah..com/read/detail/2029286/bunga-kredit-naik-investor-tahan-investasi#.Uj2Ae1NU2QU[/url]

Pemerintah Perlu Stabilkan Harga Pangan
Sabtu, 3 Agustus 2013 | 14:30 WIB

inilah..com, Jakarta - Ekonom mengharapkan pemerintah dapat menstabilkan harga pangan. Hal itu mengingat inflasi Juli mencapai 3,29%, dan pangan juga menjadi salah satu penyumbang inflasi tertinggi. Inflasi Juli mencapai 3,29% meleset dari prediksi Pemerintah dan Bank Indonesia. "Terus terang pasti semua orang kaget. Ini di luar prediksi. Inflasi ini memang menjadi soal adalah pangan," ujar Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, kepada inilah..com di Jakarta, Sabtu (3/8/2013).

Enny mengatakan, memang pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) ada ke inflasi. Dampak kenaikan BBM terhadap sektor pangan pun dinilai signifikan. Akan tetapi, pemerintah dinilai hanya mengendalikan harga beras. Saat ini stabilisasi harga daging sapi, bawang merah dan cabai belum terlalu kelihatan. "Kini stabilisasi beras yang dilakukan Badan Urusan Logistik (Bulog) tidak berpengaruh ke lainnya. Kalau dulu sebelum tahun 2000 bisa, sekarang tidak lagi," ucapnya. Masyarakat tidak lagi terpaku pada sesuatu yang mengenyangkan lagi, lanjut Enny, tetapi lebih ke kualitas gizi. "Begitu ada gejolak harga bawang dan daging, sangat signifikan ke inflasi. Alasannya pola makan masyarakat sudah berubah," tuturnya
[url]http://ekonomi.inilah..com/read/detail/2016990/ekonom-pemerintah-perlu-stabilkan-harga-pangan#.Uj1_xVNU2QU[/url]

Pemerintah & BI Harus Perkuat Fundamental Ekonomi
Jumat, 20 September 2013 | 12:32 WIB

inilah..com, Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve menunda pengurangan stimulusnya (tapering) menjadi kesempatan Bank Indonesia (BI) dan pemerintah untuk memperkuat fundamental ekonomi Indonesia. Ekonom Standard Chartered, Eric Alexander menuturkan, pengetatan oleh bank sentral Amerika Serikat akan terjadi meski ada penundaan. Kemungkinan tapering dilakukan pada awal 2014, dan berakhir September 2014. Setelah quantative easing berhenti maka the Federal Reserve akan menaikkan suku bunga pada semester kedua 2015. Oleh karena itu, penundaan yang dilakukan oleh the Federal Reserve sekarang dapat dimanfaatkan oleh Bank Indonesia (BI) dan pemerintah untuk memperkuat fundamental ekonomi Indonesia. "Bank Indonesia dapat menghimpun cadangan devisa dengan menggunakan instrumen bilateral swap agreement, menambah devisa dalam bentuk dolar amerika serikat," ujar Eric, saat dihubungi inilah..com, Jumat (20/9/2013).

Selain itu, Eric menuturkan, ada kemungkinan suku bunga acuan (BI Rate) dapat kembali dinaikkan sekitar 25 basis poin (bps) pada kuartal keempat 2013. Portofolio investasi juga diharapkan dapat kembali masuk ke Indonesia. Eric mengatakan, pemerintah dan BI mendapatkan nafas sejenak dengan penundaan tapering, dan ke depan harus siap untuk mengantisipasi tapering. Paket kebijakan ekonomi pemerintah juga diharapkan dilaksanakan untuk mengantisipasi pelaksanaan tapering oleh bank sentral Amerika Serikat. "Paket kebijakan ekonomi diimplementasikan. Terutama mendorong industri dalam negeri agar kita tidak bergantung pada impor," ujar Eric.

Paket kebijakan ekonomi pemerintah yang digulirkan pemerintah antara lain paket pertama memperbaiki neraca transaksi berjalan dan menjaga nilai tukar Rupiah. Langkah yang dilakukan yaitu pertama, mendorong ekspor dan memberikan tambahan pengurangan pajak untuk ekspor padat karya yang memiliki ekspor minimal 30% dari total produksi, dan menurunkan impor minyak dan gas dengan mendorong penggunaan biodiesel. Kedua, menetapkan pajak impor barang mewah dari sekarang 75% menjadi 125%-150%. Ketiga, memperbaiki ekspor mineral dan memberikan relaksasi kuota. Paket kedua, menjaga pertumbuhan ekonomi dengan memastikan defisit fiskal tetap berada di kisaran 2,38% dan menambah pengurangan pajak untuk industri padat karya. Ketiga, menjaga daya beli masyarakat dan tingkat inflasi. Keempat, mempercepat investasi.
[url]http://ekonomi.inilah..com/read/detail/2031093/pemerintahbi-harus-perkuat-fundamental-ekonomi#.Uj2CVVNU2QU[/url]


Inilah Cara Kurangi Tekanan Global Versi BI
Jumat, 20 September 2013 | 19:07 WIB

inilah..com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo mengharapkan segera terjadi perbaikan untuk neraca pembayaran dan neraca transaksi berjalan. Tujuannya untuk mengurangi tekanan dari gejolak ekonomi global. Langkah tersebut merupakan bagian dari melakukan reformasi struktural guna menghadapi perubahan landscape ekonomi dunia. "Yang perlu kita lakukan adalah kita jangan menunda langkah-langkah reformasi struktural, dan itu mesti kita lakukan. Kita telah mengikuti dan melihat landscape ekonomi dunia itu akan ada perubahan dimana negara maju ekonominya akan pulih dan membaik sementara dengan berjalannya waktu ekonomi negara-negara berkembang kemungkinan bisa tertekan," kata Agus di Gedung BI Jakarta, Jumat (20/9/2013).

Agus melanjutkan, sebagai negara berkembang Indonesia pasti mengalami tekanan berat jika tidak diwaspadai dan disikapi dengan baik. Apalagi kondisi neraca pembayaran dan neraca transaksi berjalan yang belum sehat. "Kita mesti sikapi dan mewaspadai perubahan landscape ekonomi ini ke depan. Sebagai negara berkembang yang mempunyai neraca pembayaran kurang sehat atau neraca transaksi berjalan kurang sehat akan memperoleh tekanan yang lebih tinggi," katanya. Oleh karena itu, kata Agus, Indonesia harus bisa menggunakan waktu di mana The Fed masih menunda pengurangan stimulus untuk memperbaiki diri. "Kita harus segera memperbaiki dan mempersiapkan diri dengan baik. Reformasi struktural mutlak dilakukan, perbaikan aspek moneter dan aspek fiskal serta koordinasinya harus lebih ditingkatkan lagi," tutup Agus
[url]http://ekonomi.inilah..com/read/detail/2031245/inilah-cara-kurangi-tekanan-global-versi-bi#.Uj2C_VNU2QU[/url]

Cadangan devisa Indonesia 93 miliar dolar AS
Jumat, 6 September 2013 17:57 WIB

Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa cadangan devisa sampai akhir Agustus 2013 sebesar 93 miliar dolar AS, relatif stabil dibanding posisi akhir Juli 2013 yang sebesar 92,7 miliar dolar AS. Siaran pers BI di Jakarta, Jumat, menyebutkan, posisi cadangan devisa tersebut setara dengan 5,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Jika hanya untuk keperluan impor, posisi cadangan devisa tersebut setara dengan 5,2 bulan impor.

BI menilai jumlah cadangan devisa tersebut masih cukup untuk menghadapi tekanan pada neraca pembayaran. Namun demikian, masih tingginya tekanan dan ketidakpastian perekonomian global ke depan memerlukan langkah-langkah antisipasi baik dengan penguatan respon, bauran kebijakan maupun ketahanan dalam menghadapi gejolak eksternal, termasuk bantalan kecukupan cadangan devisa secara berlapis ("second line of defense").

Dalam kaitan itu, BI telah menandatangani perpanjangan Bilateral Swap Agreement (BSA) dengan Bank of Japan sebagai agen Menteri Keuangan Jepang sebesar 12 miliar dolar AS yang berlaku efektif 31 Agustus 2013. Pembahasan untuk kerjasama serupa juga sedang dilakukan dengan bank-bank sentral di kawasan lain.
http://www.antaranews.com/berita/394...iliar-dolar-as

Mobil Murah Dijual, Kuota BBM Bisa Jebol
Sabtu, 14 September 2013 — 09:42:49 WIB

PT PERTAMINA (Persero) memprediksi, hadirnya mobil murah ramah lingkungan (low cost green car/LCGC) tahun depan akan menyebabkan kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Solar dan Premium kembali jebol. "Dengan kebijakan ini (mobil LCGC) konsumsi BBM meningkat. Konsekuensi ini harus disadari dalam penetapan kuota APBN," ujar Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir, di Jakarta, Jumat (13/9).

Pertamina, kata Ali juga sadar, mobil LCGC pasti akan diborong oleh masyarakat mengingat harganya yang cukup terjangkau yaitu di kisaran Rp 95 juta-Rp 100 jutaan. "Harus disadari semua, ada LCGC yang harganya murah tentu kemampuan masyarakat untuk membeli mobil ini semakin banyak," ungkap Ali. Ditambahkan, selama pemerintah menyadari kebijakan yang dibuat dengan mengeluarkan mobil LCGC, Pertamina siap mengambil risiko jebol kuota BBM bersubsidi tahun depan. "Jika Ini sudah disadari pemerintah dan tentunya harus diakomodir dalam penetapan kuota BBM thn depan, ini akan kembali terjadi gap antara kouta pemerintah dengan pertumbuhan kendaraan," papar Ali. Sebelumnya diberitakan tribunnews.com, volume jatah BBM subsidi tahun depan tetap naik menjadi 50,5 juta kiloliter (KL), naik dibandingkan target APBN-P 2013 sebesar 48 juta KL
http://sentanaonline.com/detail_news...BBM-Bisa-Jebol

--------------------------------------

Bikin kebijakan kagak difikir jauh-jauh, asal kejar setoran jelang pemilu aja yang jadi pertimbangan utama. Akhirnya yaa ngawur begitu ... bertentangan dengan kebijakan untuk mengantisipasi semakin terpuruknya nilai rupiah. Defisit Neraca Perdagangan dan melemahnya cadangan devisa, pastilah rupiah semakin terpuruk


emoticon-Turut Berduka
Diubah oleh leylam4ajnun 21-09-2013 18:45
0
2.7K
19
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan