

TS
mBah Hari
[SHARE] Pengalaman Menjalani Operasi Jantung ByPass
Agan sekalian ane cuma mau sharing pengalaman seseorang yang setelah menjalani operasi jantung bypass, mungkin akan berguna bagi kita untuk selalu menjaga kesehatan kita ya gan. Dibaca ya gan..ceritanya agak panjang saolnya.. 
Hampir tiga bulan sudah saya menjalani operasi pembuluh darah jantung (by pass), tepatnya tanggal 2 Juli 2013 di RS Dr Karyadi Semarang. Suatu tindakan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya, mengingat tidak ada tanda-tanda yang menjurus ke arah tersebut. Dan mau tidak mau, tindakan tersebut harus saya lakukan, mengingat penyempitan pembuluh darah telah mencapai titik kritis, yaitu dari tiga pembuluh darah utama sudah di atas 80%, atau bahkan ada yang sudah mencapai 99%. Mengapa hal itu bisa terjadi? Padahal saya adalah termasuk orang yang ketat dalam menjaga kesehatan, mulai kontrol dokter, check laboratorium, konsumsi makanan, obat-obatan, dan olah raga rutin. Ini menunjukkan bahwa Allah telah menentukan nasib atau jalan hidup yang harus dialami oleh setiap hambanya.
Kronologis Kejadian
Rutinitas Kegiatan
Saya terlahir dari keluarga besar, saya anak ke lima dari delapan bersaudara. Baik orang tua, khususnya ayah dan saudara-saudara saya umumnya mempunyai kecenderungan tekanan darahnya tinggi. Apakah itu karena faktor keturunan ataukan dari pola makan orang Surabaya, yang lebih suka asin daripada manis, dan kurang menyukai sayur-sayuran.
Berbeda dengan saudara-saudara saya, saya termasuk anak yang ”cileren” (sakit-sakitan), terutama ketika waktu kecil sampai Sekolah Rakyat (SD). Sakit yang sering saya derita adalah malaria dan asma (bronchitis). Namun setelah menginjak remaja SMP bahkan SMA, saya merasa lebih sehat, terutama setelah saya mengikuti olah raga pencak silat, badan saya terasa sangat fit. Sehingga saya berkesimpulan bahwa olah raga sangat membantu kesehatan saya. Karenanya mulai saat itu, saya sangat senang berolah raga, walaupun sering kebablasan (berlebihan). Ketika kuliah di IPB Bogor, karena aktivitas perkuliahan, terutama pada semester-semester awal, yang sering tidak memungkinan untuk olah raga, maka olah raga saya ganti dengan berjalan kaki dari tempat pemondokan ke kampus (sekitar 8-10 km), sekalian ngirit ongkos. Setelah bisa mencari uang, maka saya bisa berolah raga yang membutuhkan dana. Olah raga yang saya lakukan adalah bulu tangkis, renang, jalan kaki, yang saya gilir setiap harinya. Sebagai contoh, Minggu bulu tangkis, Selasa renang, hari-hari lainnya jalan kaki atau bersepeda, khusus untuk hari Sabtu pagi saya berjalan kaki sampai satu jam lebih (biasanya hanya setengah jam). Adapun medan yang saya lalui cenderung berat, yaitu melewati tanjakan dan turunan, antara lain dari rumah (saya tinggal di Jalan Tegalsari Barat raya No. 7 Semarang) sampai ke RS Elizabet, lewat jalan kampung, yang turun naik. Itu saya lakukan rutin sekitar 8-10 tahun yang lalu. Namun saya tidak tahu awal penyebabnya, tiba-tiba saya kalau berjalan agak menanjak dada saya terasa sakit, sesak, sehingga saya tidak teruskan hanya jalan yang datar-datar saja itupun tidak bisa terlampau lama. Tidak hanya itu saja, ketika saya bersepeda bila melalui tanjakan juga mengalami hal yang sama. Dari pengalaman teman, mungkin karena malamnya makan berat ditambah lagi pada pagi hari setelah bangun tidur takaran minum yang terlampau banyak (1-2 gelas besar), sehingga lambung terasa penuh. Saya mencoba mengurangi takaran makan malam dan minum pagi, memang terasa ada dampaknya tapi tidak begitu signifikan. Saya konsul ke dokter jantung, dari hasil ECG (Electro Cardio Graph), jantung saya terjadi pembengkaan, itu terjadi tahun 2002. Hanya waktu itu diduga pembengkaan tersebut terjadi karena dampak masa lalu, yaitu penyakit bronkitis kronis ketika masa anak-anak, yang memperbesar paru-paru dan mendesak ke jantung, sehingga jantung bengkak. Atau mungkin karena tensi tinggi, sebagai ”warisan” keluarga (faktor keturunan), yang selama itu tidak terkontrol. Karenanya semenjak itu dokter memberikan obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi (140/100 mm Hg), yang harus diminum terus untuk menstabilkan tekanan darah.
Obat Alternatif
Seringnya membaca pengaruh obat-obat kimia terhadap organ tubuh, terutama ginjal, saya menjadi agak kawatir akan konsumsi obat-obatan tensi yang terus menerus tersebut. Berdasarkan saran dari teman-teman, saya mencoba menggantikan dengan obat herbal (jamu). Adapun obat kimianya pelan-pelan saya kurangi dosisnya sampai berhenti total. Namun substitusi obat-obat tradisional ini hanya pada awalnya saja sangat efektif, lama kelamaan ternyata tensi menjadi tidak terkendali, terutama diastolnya, yang mencapai 110 mm Hg. Sehingga harus kembali ke obat kimia lagi dengan peningkatan dosis aslinya, walaupun ini tidak serta merta tensi menjadi langsung stabil lagi. Karenanya setelah pengalaman tersebut saya tidak begitu percaya dengan obat herbal, kecuali untuk tujuan kebugaran atau meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.
Gejala Klinis
Seperti yang saya ceritakan di depan bahwa saya memang sering merasakan sesak nafas di dada sebelah kiri. Rasa tersebut biasanya terjadi ketika saya berjalan agak cepat, dan terutama setelah makan, tetapi apabila sudah bersendawa maka rasa sesak tersebut berkurang atau bahkan hilang. Dari pengalaman ini saya menjadi bimbang (confuse), apa penyebab penyakit (sesak nafas) saya tersebut, apakah karena jantung atau penyakit lain. Ketika saya konsul ke dokter selalu ditanya apakah rasanya nyeri? Saya jawab tidak, memang tidak nyeri, demikian pula apakah rasanya seperti dicengkeram, saya jawab tidak, memang bukan itu yang saya rasakan. Sehingga ketika dada saya terasa sesak, selalu saya rasakan dengan cermat apakah nyeri atau mencengkeram? Ternyata keluhan itu tidak pernah saya rasakan. Lebih lanjut, menurut dokter (spesialis penyakit dalam atau jantung), katanya tidak apa-apa dada sesak ketika beraktivitas selama sakitnya tidak lama, hanya obat tensinya terus diminum, sehingga saya cenderung tidak perlu khawatir. Walaupun demikian saya masih terus mencari penyebab sesak nafas tersebut. Karena hasil cek laboratorium yang cenderung rutin saya lakukan, yaitu meliputi kadar gula dalam darah, kolesterol total, HDL, LDL, trigliserit, fungsi ginjal (SGOT-SGPT), asam urat, setiap 3-6 bulan sekali, menunjukkan kondisinya normal atau”lulus” kalau menurut istilah dokter, yang menangani saya. Hanya asam urat yang kadang-kadang melebihi baku mutu, dan kadar HDL serta LDL-nya, yang selalu berlawanan, yang seharusnya rendah hasilnya melebihi baku mutu, sedangkan yang seharusnya tinggi justru rendah. Untuk ke-”abnormal”-an HDL-LDL, ini memang selama ini tidak pernah saya cermati, karena tidak ada warning dari dokter.
Asupan Gizi
Rutinitas saya untuk cek laboratorium adalah untuk menjaga kesehatan tubuh, khususnya kesehatan jantung. Hal ini saya sadari mengingat saya sering melakukan perjalanan ke luar kota, baik untuk tujuan survai, seminar atau rapat. Biasanya pada saat bepergian tersebut, makanan tidak bisa terkontrol, khususnya kandungan lemaknya. Terutama ketika rapat di hotel-hotel, makanan berlemak dan/atau yang kandungan kolesterolnya tinggi, sudah bisa dipastikan. Kondisi ini yang memungkinkan ketidak normalan kandungan lemak ”jahat” yaitu HDL-LDL, walaupun kandungan lemak totalnya cenderung normal. Untuk itu obat anti kolesterol, seperti Simvastatin, tidak pernah saya lupakan untuk dikonsum. Di samping itu chek lab, biasanya saya lakukan segera setelah saya bepergian jauh atau mengkonsum makanan berlemak yang cukup banyak, juga tidak pernah lupa saya lakukan. Sebagai tambahan, seperti yang saya katakan terdahulu, walaupun saya berasal dari Surabaya dan saudara-saudara saya tidak suka sayur, tetapi saya termasuk penggemar sayur mungkin karena lama (delapan tahun) tinggal di Bogor (Jawa Barat).
Confusing Syndrom
Terkait dengan sesak nafas, saya terus mencari penyebabnya. Apakah sesak nafas tersebut karena jantung ataukah akibat gejala lain. Berdasarkan hasil diskusi dengan teman-teman, saya disarankan untuk mencari second opinion, atau konsul dengan dokter specialis lain, yaitu ke dokter specialis lambung. Karena sesak nafas tidak hanya terjadi karena pengaruh jantung, tetapi bisa jadi karena faktor lain, antara lain peradangan atau luka di lambung. Kemudian saya konsul dengan dokter specialis lambung, yaitu pada akhir tahun 2005. Namun belum tuntas, saya naik haji sehingga konsul dengan dokter tersebut terhenti. Dan dari dokter haji, saya mendapat pengalaman baru, bahwa kejadian seperti yang saya alami tersebut, banyak dialami oleh jemaah calon haji, yaitu akibat stress, solusinya saya diminta pasrah. Memang dengan kepasrahan yang tinggi, rasa sesak nafas saya tidak saya alami ketika prosesi haji pada waktu itu. Sehingga sepulang dari haji konsultasi dengan dokter lambung tidak saya teruskan. Namun saya masih melakukan pemantauan kesehatan, khususnya tensi, yaitu berkonsul dengan dokter jantung. Untuk diketahui saya mempunyai kecenderung tekanan darah tinggi, namun karena tekanan tersebut terkontrol dengan meminum obat, tekanan darah saya cenderung normal yaitu sekitar systol 130-140 mm Hg dan diastol 80-90 mm Hg.
Mengingat rasa sesak nafas saya rasakan semakin berat, seperti mencuci mobil ketika tangan saya gerakkan untuk mengelap, dada saya terasa sesak. Demikian pula setelah makan, saya tidak bisa berjalan jauh. Bahkan beberapa waktu terakhir ini (sekitar satu tahun terakhir), rasanya tidak hanya sesak saja tetapi juga panas yang menjalar sampai ke lengan kiri. Namun setelah saya bersendawa, rasanya ringan atau longgar, tidak sesak lagi. Sehingga saya berkesimpulan kalau sakit saya bersumber dari perut, disebabkan karena produksi asam lambung yang berlebihan dan mendesak diafragma yang selanjutnya ke jantung. Sehingga saya lalu kembali konsul dengan dokter lambung lagi. Di sinilah mulai ”searching” penyakit lambung saya. Beliau menyarankan untuk melakukan ODS, indoscopy, untuk melihat adanya ”gangguan” atau luka pada dinding lambung. One Day Surgery (ODS) ini saya lakukan pada bulan 28 Februari, 2012. Dari hasil pemeriksaan, ternyata di dinding lambung saya ada luka yang disebabkan oleh bakteri Helicobacter pylori, yang menggerus dinding lambung, sehingga dinding lambung mengalami luka. Menurut beliau kalau ini tidak ditanggulangi atau disembuhkan, maka dinding lambung akan berlubang dan harus dipotong tentunya. Sebagai hasil samping dari penggerusan dinding lambung tersebut, maka ada produksi asam lambung yang berlebihan. Dengan pemberian obat anti biotik, alhamdulillah bakteri tersebut bisa dibasmi. Hal ini ditengarahi dari hasil pemeriksaan lanjutan dengan menggunakan tes UBT (Urea Breath Test) pada tanggal 4 Mei 2012, kandungan bakteri tersebut dinyatakan negatif, dan dengan asupan obat lambung, produksi asam lambung akhirnya lama-lama berkurang. Penyembuhan ini memberikan hasil positif, yaitu ketika kami melakukan kunjungan ke China, saya kuat naik Great Wall, tanpa keluhan. Sehingga saya begitu yakinnya, bahwa keluhan sesak nafas saya selama ini karena pengaruh asam lambung yang berlebihan sebagai akibat adanya bakteri Helicobacter pylori. Sebagai akibatnya kontrol terhadap jantung menjadi sedikit terlupakan, walaupun asupan obat tensi (Norvask 5 mg dan Aspilets) masih berlangsung, tetapi kontrol ke dokter sedikit terabaikan. Walaupun demikian saya masih sempat periksa kesehatan jantung melalui pemeriksaan Echo Cardio Graph, pada bulan 7 Agustus 2012. Dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui bahwa otot jantung saya mengalami penebalan. Menurut dokter, hal ini bisa ditanggulangi dengan obat-obatan, walaupun beliau sudah menyarankan kalau diperlukan bisa tindak lanjut untuk pemeriksaan treadmill. Namun hal tersebut sedikit saya abaikan, karena beberapa tahun sebelumnya, sekitar tahun 2002, infonya juga semacam itu, hanya istilahnya saja berbeda, yaitu pembengkaan jantung. Saya pikir itu sama saja, sehingga kasus tersebut saya ignoring atau abaikan, karena saya yakin bahwa sesak nafas saya cenderung lebih disebabkan oleh produksi asam lambung yang berlebih. Sehingga saya cenderung mentutaskan lambung saya dulu, baru kemudian intensif lagi ke jantung. Bahkan dengan melihat hasil laboratorium, yaitu kadar kolesterol dan trigliserit, yang cenderung normal, maka untuk menantisipasi kontradiktif asam lambung, maka obat seperti aspilet dikurangi, dari satu hari satu kali menjadi dua hari sekali. Namun apa yang terjadi, apa yang saya pikirkan berbeda dengan kenyataan. Ternyata tanpa saya sadari saya telah membangunkan harimau yang sedang tidur. Akibat dari ignoring kesehatan jantung tersebut, ternyata tiga pembuluh darah utama saya banyak timbunan lemak yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah, yang berakibat sesaknya nafas. Kondisi ini saya ketahui setelah secara tidak terprogram (sambil mengantar isteri yang sedang melakukan serangkaian uji kemungkinan OA atau Osteo Artritis karena kakinya sakit), saya konsul ke dokter ahli jantung untuk menindak lanjuti hasil echo saya dulu (Agustus 2012), ceritanya saya ingin melihat perkembangan dibalik penebalan otot jantung setelah konsumsi obat yang baru. Setelah pemeriksaan tersebut, dokter kemudian menganjurkan untuk melakukan treadmill. Ternyata hasil treadmill saya jelek, pada awal tindakan tensi saya normal yaitu 120/80 mm Hg, namun setelah speednya dinaikkan dengan posisi agak menanjak, maka tensinya mulai naik dan ritme grafiknya mulai acak-acakan. Sehingga dokter menganjurkan adanya tindak lanjut ke pemeriksaan kateterisasi, yaitu untuk melihat lebih jauh kemungkinan adanya penyempitan pembuluh darah jantung. Benar dugaan dokter, ternyata tidak tanggung-tanggung penyempitan ke tiga pembuluh darah sudah di atas 80%, bahkan salah satunya sudah mencapai titik kritis yaitu 99%. Sehingga tidak ada cara lain , selain by pass, oh my God, itu keluhan saya, suatu kejadian yang terus terang di luar dugaan saya.
Persiapan Operasi By Pass
Ketika dokter memutuskan bahwa tidak ada cara lain untuk mengatasi penyempitan pembuluh darah jantung selain by pass, maka tanpa persetujuan isteri langsung saran dokter saya setujui. Adapun kapan dan di mananya, masih dipertimbangkan. Namun yang jelas saya mengharapkan tindakan tersebut dapat dilakukan sesegera mungkin. Selanjutnya mengenai tempat saya sepakati dapat dilakukan di RS Dr Karyadi. Pada awalnya saya tidak tahu kalau operasi by pass bisa dilakukan di Semarang, sehingga saya menanyakan apakah hal itu harus dilakukan di RS Harapan Kita, Jakarta? Seperti yang pernah dialami oleh bapak mertua saya 30 tahun yang lalu. Walaupun anak saya tinggal di Jakarta, tapi faktor lokasi dan macet menjadi bahan pemikiran saya pada waktu itu, kalau harus dilakukan di RS Harapan Kita, Jakarta. Namun ketika saya diberi tahu kalau operasi by pass sudah biasa dilakukan di RS Dr Karyadi, Semarang, langsung saya setujui untuk dilakukan di RS karyadi di Semarang saja. Pada waktu itu pilihan dilakukan di RS Dr Karyadi hanya karena faktor kemudahan bagi keluarga yang menjaga saya. Adapun tentang kualitas dokternya tidak saya pikirkan, hanya menggandalkan bahwa dokter bedah yang akan menangani sudah belasan tahun menangani by pass di RS Karyadi. Sehingga saya yakin bahwa operasi saya akan berhasil. Di sisi lain, saya ingin meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit pemerintah, yang oleh sebagian masyarakat kita masih dipandang sebelah mata. Bahkan beberapa teman, termasuk dokter, ketika saya katakan bahwa operasi akan dilakukan di RS Dr Karyadi Semarang, mereka umumnya masih menyarankan untuk mencari second opinion, atau paling tidak mencari rumah sakit yang lebih bonafide, paling tidak di RS Harapan Kita Jakarta? Mengingat operasi jantung dalam hal ini adalah operasi yang beresiko sangat tinggi (very high risk). Namun saya sangat tetap kokoh pendirian tidak masalah dilakukan di RS Dr Karyadi, hanya yang menjadi ganjalan kami pada waktu itu adalah ruang atau kamar pasca operasi. Karena ruang kamar di RS Dr Karyadi sangat sedikit, sehingga kalau tidak dapat kamar akan menjadi masalah. Namun setelah ada garanti bahwa saya akan dapat kamar, kami semakin mantab.
Kalau dipikir lebih lanjut, sebenarnya keputusan yang saya ambil untuk melakukan tindakan operasi dipandang sebagai suatu keputusan yang terburu-buru. Namun saya mempunyai dasar pemikiran yang berbeda. Pertama, penyempitan sudah mencapai titik kritis, sehingga saya tidak mau ambil resiko terjadi kejadian seperti sudden death atau stroke, yang menurut saya lebih menyusahkan keluarga. Ke dua, saya tidak mau banyak masukan, seperti second opinion, yang banyak disarankan oleh orang-orang, baik itu tidak perlu by pass tapi cukup ring, atau dengan mengkonsumsi obat alternatif yang diketahui bisa melarutkan lemak yang menyumbat di pembuluh darah jantung. Saran semua teman saya terima, tetapi ketetapan saya tetap bulat, saya percaya pada dokter bahwa by pass is the best solution, dan saya tidak mau mengulur-ulur waktu lebih lama. Sehingga proses mulai treadmill sampai pelaksanaan tindakan operasi by pass tergolong sangat cepat. Untuk diketahui, check dokter saya lakukan pada hari Selasa, 18 Juni 2013, kemudian treadmill hari Rabu, 19 Juni 2013, masuk RS Dr Karyadi untuk persiapan hari Senin, 24 Juni 2013, sedangkan pelaksanaan kateterisasi sendiri hari Selasa, 25 Juni 2013. Begitu hasil kateterisasi jelek, yang mengharuskan tindakan operasi by pass, maka hari dan tanggalnya sangat tergantung pada waktu luangnya dokter bedah dan tim. Berdasarkan waktu luang dokter bedah dan tim, maka waktu tindakan operasi direncanakan hari Kamis, 4 Juli 2013. Satu hal yang perlu diinformasikan bahwa ketika sudah ketemu hari dan tanggal operasi, maka dokter bedah menyarankan agar obat penngencer darah, yaitu Aspilets, dihentikan dan digantikan oleh obat-obatan penguat jantung, antara lain Eturol dan Enervon C. Namun ternyata belakangan hari dan tanggal operasi diajukan menjadi hari Selasa, 2 Juli 2013. Untuk pelaksanaan tersebut, saya melakukan persiapan observasi kesehatan, seperti kesehatan gigi, THT, rehabilitasi medik (perisiapan untuk pasca operasi). Untuk itu saya harus sudah masuk (mondok) di RS Dr Karyadi mulai hari Sabtu, 29 Juni - 1 Juli 2013.
Lanjut di post ke 2.....

Quote:
TUHAN SUDAH MENENTUKAN NASIB HAMBANYA:
PENGALAMAN MENJALANI OPERASI JANTUNG BY PASS
Oleh: Supriharyono
PENGALAMAN MENJALANI OPERASI JANTUNG BY PASS
Oleh: Supriharyono
Hampir tiga bulan sudah saya menjalani operasi pembuluh darah jantung (by pass), tepatnya tanggal 2 Juli 2013 di RS Dr Karyadi Semarang. Suatu tindakan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya, mengingat tidak ada tanda-tanda yang menjurus ke arah tersebut. Dan mau tidak mau, tindakan tersebut harus saya lakukan, mengingat penyempitan pembuluh darah telah mencapai titik kritis, yaitu dari tiga pembuluh darah utama sudah di atas 80%, atau bahkan ada yang sudah mencapai 99%. Mengapa hal itu bisa terjadi? Padahal saya adalah termasuk orang yang ketat dalam menjaga kesehatan, mulai kontrol dokter, check laboratorium, konsumsi makanan, obat-obatan, dan olah raga rutin. Ini menunjukkan bahwa Allah telah menentukan nasib atau jalan hidup yang harus dialami oleh setiap hambanya.
Kronologis Kejadian
Rutinitas Kegiatan
Saya terlahir dari keluarga besar, saya anak ke lima dari delapan bersaudara. Baik orang tua, khususnya ayah dan saudara-saudara saya umumnya mempunyai kecenderungan tekanan darahnya tinggi. Apakah itu karena faktor keturunan ataukan dari pola makan orang Surabaya, yang lebih suka asin daripada manis, dan kurang menyukai sayur-sayuran.
Berbeda dengan saudara-saudara saya, saya termasuk anak yang ”cileren” (sakit-sakitan), terutama ketika waktu kecil sampai Sekolah Rakyat (SD). Sakit yang sering saya derita adalah malaria dan asma (bronchitis). Namun setelah menginjak remaja SMP bahkan SMA, saya merasa lebih sehat, terutama setelah saya mengikuti olah raga pencak silat, badan saya terasa sangat fit. Sehingga saya berkesimpulan bahwa olah raga sangat membantu kesehatan saya. Karenanya mulai saat itu, saya sangat senang berolah raga, walaupun sering kebablasan (berlebihan). Ketika kuliah di IPB Bogor, karena aktivitas perkuliahan, terutama pada semester-semester awal, yang sering tidak memungkinan untuk olah raga, maka olah raga saya ganti dengan berjalan kaki dari tempat pemondokan ke kampus (sekitar 8-10 km), sekalian ngirit ongkos. Setelah bisa mencari uang, maka saya bisa berolah raga yang membutuhkan dana. Olah raga yang saya lakukan adalah bulu tangkis, renang, jalan kaki, yang saya gilir setiap harinya. Sebagai contoh, Minggu bulu tangkis, Selasa renang, hari-hari lainnya jalan kaki atau bersepeda, khusus untuk hari Sabtu pagi saya berjalan kaki sampai satu jam lebih (biasanya hanya setengah jam). Adapun medan yang saya lalui cenderung berat, yaitu melewati tanjakan dan turunan, antara lain dari rumah (saya tinggal di Jalan Tegalsari Barat raya No. 7 Semarang) sampai ke RS Elizabet, lewat jalan kampung, yang turun naik. Itu saya lakukan rutin sekitar 8-10 tahun yang lalu. Namun saya tidak tahu awal penyebabnya, tiba-tiba saya kalau berjalan agak menanjak dada saya terasa sakit, sesak, sehingga saya tidak teruskan hanya jalan yang datar-datar saja itupun tidak bisa terlampau lama. Tidak hanya itu saja, ketika saya bersepeda bila melalui tanjakan juga mengalami hal yang sama. Dari pengalaman teman, mungkin karena malamnya makan berat ditambah lagi pada pagi hari setelah bangun tidur takaran minum yang terlampau banyak (1-2 gelas besar), sehingga lambung terasa penuh. Saya mencoba mengurangi takaran makan malam dan minum pagi, memang terasa ada dampaknya tapi tidak begitu signifikan. Saya konsul ke dokter jantung, dari hasil ECG (Electro Cardio Graph), jantung saya terjadi pembengkaan, itu terjadi tahun 2002. Hanya waktu itu diduga pembengkaan tersebut terjadi karena dampak masa lalu, yaitu penyakit bronkitis kronis ketika masa anak-anak, yang memperbesar paru-paru dan mendesak ke jantung, sehingga jantung bengkak. Atau mungkin karena tensi tinggi, sebagai ”warisan” keluarga (faktor keturunan), yang selama itu tidak terkontrol. Karenanya semenjak itu dokter memberikan obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi (140/100 mm Hg), yang harus diminum terus untuk menstabilkan tekanan darah.
Obat Alternatif
Seringnya membaca pengaruh obat-obat kimia terhadap organ tubuh, terutama ginjal, saya menjadi agak kawatir akan konsumsi obat-obatan tensi yang terus menerus tersebut. Berdasarkan saran dari teman-teman, saya mencoba menggantikan dengan obat herbal (jamu). Adapun obat kimianya pelan-pelan saya kurangi dosisnya sampai berhenti total. Namun substitusi obat-obat tradisional ini hanya pada awalnya saja sangat efektif, lama kelamaan ternyata tensi menjadi tidak terkendali, terutama diastolnya, yang mencapai 110 mm Hg. Sehingga harus kembali ke obat kimia lagi dengan peningkatan dosis aslinya, walaupun ini tidak serta merta tensi menjadi langsung stabil lagi. Karenanya setelah pengalaman tersebut saya tidak begitu percaya dengan obat herbal, kecuali untuk tujuan kebugaran atau meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.
Gejala Klinis
Seperti yang saya ceritakan di depan bahwa saya memang sering merasakan sesak nafas di dada sebelah kiri. Rasa tersebut biasanya terjadi ketika saya berjalan agak cepat, dan terutama setelah makan, tetapi apabila sudah bersendawa maka rasa sesak tersebut berkurang atau bahkan hilang. Dari pengalaman ini saya menjadi bimbang (confuse), apa penyebab penyakit (sesak nafas) saya tersebut, apakah karena jantung atau penyakit lain. Ketika saya konsul ke dokter selalu ditanya apakah rasanya nyeri? Saya jawab tidak, memang tidak nyeri, demikian pula apakah rasanya seperti dicengkeram, saya jawab tidak, memang bukan itu yang saya rasakan. Sehingga ketika dada saya terasa sesak, selalu saya rasakan dengan cermat apakah nyeri atau mencengkeram? Ternyata keluhan itu tidak pernah saya rasakan. Lebih lanjut, menurut dokter (spesialis penyakit dalam atau jantung), katanya tidak apa-apa dada sesak ketika beraktivitas selama sakitnya tidak lama, hanya obat tensinya terus diminum, sehingga saya cenderung tidak perlu khawatir. Walaupun demikian saya masih terus mencari penyebab sesak nafas tersebut. Karena hasil cek laboratorium yang cenderung rutin saya lakukan, yaitu meliputi kadar gula dalam darah, kolesterol total, HDL, LDL, trigliserit, fungsi ginjal (SGOT-SGPT), asam urat, setiap 3-6 bulan sekali, menunjukkan kondisinya normal atau”lulus” kalau menurut istilah dokter, yang menangani saya. Hanya asam urat yang kadang-kadang melebihi baku mutu, dan kadar HDL serta LDL-nya, yang selalu berlawanan, yang seharusnya rendah hasilnya melebihi baku mutu, sedangkan yang seharusnya tinggi justru rendah. Untuk ke-”abnormal”-an HDL-LDL, ini memang selama ini tidak pernah saya cermati, karena tidak ada warning dari dokter.
Asupan Gizi
Rutinitas saya untuk cek laboratorium adalah untuk menjaga kesehatan tubuh, khususnya kesehatan jantung. Hal ini saya sadari mengingat saya sering melakukan perjalanan ke luar kota, baik untuk tujuan survai, seminar atau rapat. Biasanya pada saat bepergian tersebut, makanan tidak bisa terkontrol, khususnya kandungan lemaknya. Terutama ketika rapat di hotel-hotel, makanan berlemak dan/atau yang kandungan kolesterolnya tinggi, sudah bisa dipastikan. Kondisi ini yang memungkinkan ketidak normalan kandungan lemak ”jahat” yaitu HDL-LDL, walaupun kandungan lemak totalnya cenderung normal. Untuk itu obat anti kolesterol, seperti Simvastatin, tidak pernah saya lupakan untuk dikonsum. Di samping itu chek lab, biasanya saya lakukan segera setelah saya bepergian jauh atau mengkonsum makanan berlemak yang cukup banyak, juga tidak pernah lupa saya lakukan. Sebagai tambahan, seperti yang saya katakan terdahulu, walaupun saya berasal dari Surabaya dan saudara-saudara saya tidak suka sayur, tetapi saya termasuk penggemar sayur mungkin karena lama (delapan tahun) tinggal di Bogor (Jawa Barat).
Confusing Syndrom
Terkait dengan sesak nafas, saya terus mencari penyebabnya. Apakah sesak nafas tersebut karena jantung ataukah akibat gejala lain. Berdasarkan hasil diskusi dengan teman-teman, saya disarankan untuk mencari second opinion, atau konsul dengan dokter specialis lain, yaitu ke dokter specialis lambung. Karena sesak nafas tidak hanya terjadi karena pengaruh jantung, tetapi bisa jadi karena faktor lain, antara lain peradangan atau luka di lambung. Kemudian saya konsul dengan dokter specialis lambung, yaitu pada akhir tahun 2005. Namun belum tuntas, saya naik haji sehingga konsul dengan dokter tersebut terhenti. Dan dari dokter haji, saya mendapat pengalaman baru, bahwa kejadian seperti yang saya alami tersebut, banyak dialami oleh jemaah calon haji, yaitu akibat stress, solusinya saya diminta pasrah. Memang dengan kepasrahan yang tinggi, rasa sesak nafas saya tidak saya alami ketika prosesi haji pada waktu itu. Sehingga sepulang dari haji konsultasi dengan dokter lambung tidak saya teruskan. Namun saya masih melakukan pemantauan kesehatan, khususnya tensi, yaitu berkonsul dengan dokter jantung. Untuk diketahui saya mempunyai kecenderung tekanan darah tinggi, namun karena tekanan tersebut terkontrol dengan meminum obat, tekanan darah saya cenderung normal yaitu sekitar systol 130-140 mm Hg dan diastol 80-90 mm Hg.
Mengingat rasa sesak nafas saya rasakan semakin berat, seperti mencuci mobil ketika tangan saya gerakkan untuk mengelap, dada saya terasa sesak. Demikian pula setelah makan, saya tidak bisa berjalan jauh. Bahkan beberapa waktu terakhir ini (sekitar satu tahun terakhir), rasanya tidak hanya sesak saja tetapi juga panas yang menjalar sampai ke lengan kiri. Namun setelah saya bersendawa, rasanya ringan atau longgar, tidak sesak lagi. Sehingga saya berkesimpulan kalau sakit saya bersumber dari perut, disebabkan karena produksi asam lambung yang berlebihan dan mendesak diafragma yang selanjutnya ke jantung. Sehingga saya lalu kembali konsul dengan dokter lambung lagi. Di sinilah mulai ”searching” penyakit lambung saya. Beliau menyarankan untuk melakukan ODS, indoscopy, untuk melihat adanya ”gangguan” atau luka pada dinding lambung. One Day Surgery (ODS) ini saya lakukan pada bulan 28 Februari, 2012. Dari hasil pemeriksaan, ternyata di dinding lambung saya ada luka yang disebabkan oleh bakteri Helicobacter pylori, yang menggerus dinding lambung, sehingga dinding lambung mengalami luka. Menurut beliau kalau ini tidak ditanggulangi atau disembuhkan, maka dinding lambung akan berlubang dan harus dipotong tentunya. Sebagai hasil samping dari penggerusan dinding lambung tersebut, maka ada produksi asam lambung yang berlebihan. Dengan pemberian obat anti biotik, alhamdulillah bakteri tersebut bisa dibasmi. Hal ini ditengarahi dari hasil pemeriksaan lanjutan dengan menggunakan tes UBT (Urea Breath Test) pada tanggal 4 Mei 2012, kandungan bakteri tersebut dinyatakan negatif, dan dengan asupan obat lambung, produksi asam lambung akhirnya lama-lama berkurang. Penyembuhan ini memberikan hasil positif, yaitu ketika kami melakukan kunjungan ke China, saya kuat naik Great Wall, tanpa keluhan. Sehingga saya begitu yakinnya, bahwa keluhan sesak nafas saya selama ini karena pengaruh asam lambung yang berlebihan sebagai akibat adanya bakteri Helicobacter pylori. Sebagai akibatnya kontrol terhadap jantung menjadi sedikit terlupakan, walaupun asupan obat tensi (Norvask 5 mg dan Aspilets) masih berlangsung, tetapi kontrol ke dokter sedikit terabaikan. Walaupun demikian saya masih sempat periksa kesehatan jantung melalui pemeriksaan Echo Cardio Graph, pada bulan 7 Agustus 2012. Dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui bahwa otot jantung saya mengalami penebalan. Menurut dokter, hal ini bisa ditanggulangi dengan obat-obatan, walaupun beliau sudah menyarankan kalau diperlukan bisa tindak lanjut untuk pemeriksaan treadmill. Namun hal tersebut sedikit saya abaikan, karena beberapa tahun sebelumnya, sekitar tahun 2002, infonya juga semacam itu, hanya istilahnya saja berbeda, yaitu pembengkaan jantung. Saya pikir itu sama saja, sehingga kasus tersebut saya ignoring atau abaikan, karena saya yakin bahwa sesak nafas saya cenderung lebih disebabkan oleh produksi asam lambung yang berlebih. Sehingga saya cenderung mentutaskan lambung saya dulu, baru kemudian intensif lagi ke jantung. Bahkan dengan melihat hasil laboratorium, yaitu kadar kolesterol dan trigliserit, yang cenderung normal, maka untuk menantisipasi kontradiktif asam lambung, maka obat seperti aspilet dikurangi, dari satu hari satu kali menjadi dua hari sekali. Namun apa yang terjadi, apa yang saya pikirkan berbeda dengan kenyataan. Ternyata tanpa saya sadari saya telah membangunkan harimau yang sedang tidur. Akibat dari ignoring kesehatan jantung tersebut, ternyata tiga pembuluh darah utama saya banyak timbunan lemak yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah, yang berakibat sesaknya nafas. Kondisi ini saya ketahui setelah secara tidak terprogram (sambil mengantar isteri yang sedang melakukan serangkaian uji kemungkinan OA atau Osteo Artritis karena kakinya sakit), saya konsul ke dokter ahli jantung untuk menindak lanjuti hasil echo saya dulu (Agustus 2012), ceritanya saya ingin melihat perkembangan dibalik penebalan otot jantung setelah konsumsi obat yang baru. Setelah pemeriksaan tersebut, dokter kemudian menganjurkan untuk melakukan treadmill. Ternyata hasil treadmill saya jelek, pada awal tindakan tensi saya normal yaitu 120/80 mm Hg, namun setelah speednya dinaikkan dengan posisi agak menanjak, maka tensinya mulai naik dan ritme grafiknya mulai acak-acakan. Sehingga dokter menganjurkan adanya tindak lanjut ke pemeriksaan kateterisasi, yaitu untuk melihat lebih jauh kemungkinan adanya penyempitan pembuluh darah jantung. Benar dugaan dokter, ternyata tidak tanggung-tanggung penyempitan ke tiga pembuluh darah sudah di atas 80%, bahkan salah satunya sudah mencapai titik kritis yaitu 99%. Sehingga tidak ada cara lain , selain by pass, oh my God, itu keluhan saya, suatu kejadian yang terus terang di luar dugaan saya.
Persiapan Operasi By Pass
Ketika dokter memutuskan bahwa tidak ada cara lain untuk mengatasi penyempitan pembuluh darah jantung selain by pass, maka tanpa persetujuan isteri langsung saran dokter saya setujui. Adapun kapan dan di mananya, masih dipertimbangkan. Namun yang jelas saya mengharapkan tindakan tersebut dapat dilakukan sesegera mungkin. Selanjutnya mengenai tempat saya sepakati dapat dilakukan di RS Dr Karyadi. Pada awalnya saya tidak tahu kalau operasi by pass bisa dilakukan di Semarang, sehingga saya menanyakan apakah hal itu harus dilakukan di RS Harapan Kita, Jakarta? Seperti yang pernah dialami oleh bapak mertua saya 30 tahun yang lalu. Walaupun anak saya tinggal di Jakarta, tapi faktor lokasi dan macet menjadi bahan pemikiran saya pada waktu itu, kalau harus dilakukan di RS Harapan Kita, Jakarta. Namun ketika saya diberi tahu kalau operasi by pass sudah biasa dilakukan di RS Dr Karyadi, Semarang, langsung saya setujui untuk dilakukan di RS karyadi di Semarang saja. Pada waktu itu pilihan dilakukan di RS Dr Karyadi hanya karena faktor kemudahan bagi keluarga yang menjaga saya. Adapun tentang kualitas dokternya tidak saya pikirkan, hanya menggandalkan bahwa dokter bedah yang akan menangani sudah belasan tahun menangani by pass di RS Karyadi. Sehingga saya yakin bahwa operasi saya akan berhasil. Di sisi lain, saya ingin meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit pemerintah, yang oleh sebagian masyarakat kita masih dipandang sebelah mata. Bahkan beberapa teman, termasuk dokter, ketika saya katakan bahwa operasi akan dilakukan di RS Dr Karyadi Semarang, mereka umumnya masih menyarankan untuk mencari second opinion, atau paling tidak mencari rumah sakit yang lebih bonafide, paling tidak di RS Harapan Kita Jakarta? Mengingat operasi jantung dalam hal ini adalah operasi yang beresiko sangat tinggi (very high risk). Namun saya sangat tetap kokoh pendirian tidak masalah dilakukan di RS Dr Karyadi, hanya yang menjadi ganjalan kami pada waktu itu adalah ruang atau kamar pasca operasi. Karena ruang kamar di RS Dr Karyadi sangat sedikit, sehingga kalau tidak dapat kamar akan menjadi masalah. Namun setelah ada garanti bahwa saya akan dapat kamar, kami semakin mantab.
Kalau dipikir lebih lanjut, sebenarnya keputusan yang saya ambil untuk melakukan tindakan operasi dipandang sebagai suatu keputusan yang terburu-buru. Namun saya mempunyai dasar pemikiran yang berbeda. Pertama, penyempitan sudah mencapai titik kritis, sehingga saya tidak mau ambil resiko terjadi kejadian seperti sudden death atau stroke, yang menurut saya lebih menyusahkan keluarga. Ke dua, saya tidak mau banyak masukan, seperti second opinion, yang banyak disarankan oleh orang-orang, baik itu tidak perlu by pass tapi cukup ring, atau dengan mengkonsumsi obat alternatif yang diketahui bisa melarutkan lemak yang menyumbat di pembuluh darah jantung. Saran semua teman saya terima, tetapi ketetapan saya tetap bulat, saya percaya pada dokter bahwa by pass is the best solution, dan saya tidak mau mengulur-ulur waktu lebih lama. Sehingga proses mulai treadmill sampai pelaksanaan tindakan operasi by pass tergolong sangat cepat. Untuk diketahui, check dokter saya lakukan pada hari Selasa, 18 Juni 2013, kemudian treadmill hari Rabu, 19 Juni 2013, masuk RS Dr Karyadi untuk persiapan hari Senin, 24 Juni 2013, sedangkan pelaksanaan kateterisasi sendiri hari Selasa, 25 Juni 2013. Begitu hasil kateterisasi jelek, yang mengharuskan tindakan operasi by pass, maka hari dan tanggalnya sangat tergantung pada waktu luangnya dokter bedah dan tim. Berdasarkan waktu luang dokter bedah dan tim, maka waktu tindakan operasi direncanakan hari Kamis, 4 Juli 2013. Satu hal yang perlu diinformasikan bahwa ketika sudah ketemu hari dan tanggal operasi, maka dokter bedah menyarankan agar obat penngencer darah, yaitu Aspilets, dihentikan dan digantikan oleh obat-obatan penguat jantung, antara lain Eturol dan Enervon C. Namun ternyata belakangan hari dan tanggal operasi diajukan menjadi hari Selasa, 2 Juli 2013. Untuk pelaksanaan tersebut, saya melakukan persiapan observasi kesehatan, seperti kesehatan gigi, THT, rehabilitasi medik (perisiapan untuk pasca operasi). Untuk itu saya harus sudah masuk (mondok) di RS Dr Karyadi mulai hari Sabtu, 29 Juni - 1 Juli 2013.
Lanjut di post ke 2.....

0
67.1K
Kutip
15
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan