- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
"Bunda beli barang di toko sebelah kembaliannya dikasi permen ayah....."


TS
intech03
"Bunda beli barang di toko sebelah kembaliannya dikasi permen ayah....."
"Bunda beli barang di toko sebelah kembaliannya dikasi permen ayah....."
Sudah beberapa kali hal ini menjadi hidangan telinga ketika bercanda bersama istriq tersayang dirumah. Sebenarnya secara pribadi bagi saya dan istri hal tersebut tidaklah menjadi masalah untuk keuangan kami. namun cukup menggelitik logika ketika hal yang sama terjadi berulang kali dan hampir selalu dilakukan pula oleh pelaku usaha. praktek ini lazim penulis temukan baik di supermarket maupun retail retail mini market yang tersebar di seantero daerah.

Selama penulis berdinas setidaknya praktek ini saya temukan di Jakarta, Bogor, Bandung, Samarinda, Tanah Grogot, dan Kota Halaman penulis yaitu Balikpapan. pertama kali mengalami fenomena ini secara langsung ketika penulis berada di Samarinda di sebuah retail mini market ternama. "Maaf pak uang recehnya tidak ada kami kebalikan dalam bentuk permen saja pak ya?" Penulis pun mengangguk untuk mempercepat proses jual beli. esoknya ketika kembali melakukan akad jual beli di tempat yang sama kali ini tidak ada kata kata tersebut diucapkan oleh Kasir yang melayani, harga barang tertera Rp.94.100,-, penulis membayar dengan selembar uang Rp 100.000,- namun hanya dua buah permen yang menemani selembar mata uang bergambar Tuanku Imam Bonjol dan koin rupiah senilai Rp 500,-.

Lebih lanjut fenomena ini bahkan telah diadopsi pula oleh toko kelontong yang tersebar di daerah pemukiman penulis saat ini yaitu kota Tanjung Selor.bahkan toko sebelah rumah kami juga mempraktekkan hal tersebut. Hasilnya seperti kalimat pembuka tulisan ini yang sering dinyanyikan merdu di telinga penulis.
Dalam kacamata Hukum Tindakan mengganti uang kembalian berupa permen dianggap pelanggaran dan dapat dipidanakan karena melanggar Undang-Undang Bank Indonesia (BI) yang menyatakan bahwa seluruh transaksi yang berlangsung di wilayah Indonesia haruslah menggunakan uang rupiah, sekecil apapun nilai transaksi tersebut.

Karenanya, pelaku usaha eceran seperti Supermarket, minimarket bahkan sampai ke level terkecil yaitu pedagang asongan yang melakukan praktik mengganti uang kembalian berupa permen dapat dikenakan sanksi seperti ditegaskan dalam UU No. 23 tahun 1999 Pasal 65, berupa kurungan sekurang-kurangnya 1 bulan dan paling lama 3 bulan serta denda sekurang-kurangnya Rp 2.000.000 (dua juta rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000 (enam juta rupiah) apabila melanggar UU No. 23 tahun 1999 Pasal 2 ayat 3 yang berbunyi "Setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan Peraturan Bank Indonesia"
Selain itu, Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan, "Hak konsumen adalah hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan/ atau jasa tersebut sesuai nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan". Oleh karenanya, konsumen dapat menolak pengembalian uang berupa permen dengan berdasarkan undang-undang tersebut.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Menyikapi praktik seperti ini, penulis sering berpesan pada pasangan penulis sarankan bunda supaya tidak segan-segan melapor ke Kantor Dinas Perdagangan atau lembaga perlindungan konsumen setempat. bisa pula melapor langsung kepada pihak kepolisian dikarenakan praktek tersebut secara de jure termasuk tindakan melawan hukum yang termasuk ranah perkara pidana dimana tindakan pelaku usaha bertentangan dengan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 jo UU no. 23 tahun 1999. Atau langsung memperkarakan secara perdata dikantor Pengadilan Umum dikarenakan kantor dimana penulis bertugas penulis yaitu Pengadilan Agama tidak dapat mengambil tindakan apapun karena tidak memiliki kekuasan yuridis untuk hal tersebut.
Diatas kertas untuk melapor sampai memperkarakan praktek ini memang terlihat terlalu ekstrim untuk ibu ibu rumah tangga. Ada baiknya untuk menyikapi praktek ini ketika dlakukan terhadap konsumen rumah tangga maupun konsumen lainnya cukup dengan bersikap menolak secara tegas dan menegur dengan kata kata sopan. namun bagaimana dengan pelaku usaha yang berpura pura tidak tahu atau bahkan bersikap keras untuk tetap memberi kembalian dengan selain uang rupiah. Anda bisa print tulisan ini dan berikan kepada pelaku usaha, tentunya dengan senyum manis menggoda dan juga tata laku bahasa yang baik.
apabila pelaku usaha masih ngotot untuk memberi kembalian permen maka anda sebagai masyarakat sadar hukum sudah memberi tahu dan mengingatkan. maka anda dapat melaporkan sesuai jalur yang telah penulis paparkan sebelumnya.
http://www.bi.go.id/biweb/html/uu231..._id/index.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_konsumen
Tiada repsol diantara kita tanpa link source
.
Sudah beberapa kali hal ini menjadi hidangan telinga ketika bercanda bersama istriq tersayang dirumah. Sebenarnya secara pribadi bagi saya dan istri hal tersebut tidaklah menjadi masalah untuk keuangan kami. namun cukup menggelitik logika ketika hal yang sama terjadi berulang kali dan hampir selalu dilakukan pula oleh pelaku usaha. praktek ini lazim penulis temukan baik di supermarket maupun retail retail mini market yang tersebar di seantero daerah.


Selama penulis berdinas setidaknya praktek ini saya temukan di Jakarta, Bogor, Bandung, Samarinda, Tanah Grogot, dan Kota Halaman penulis yaitu Balikpapan. pertama kali mengalami fenomena ini secara langsung ketika penulis berada di Samarinda di sebuah retail mini market ternama. "Maaf pak uang recehnya tidak ada kami kebalikan dalam bentuk permen saja pak ya?" Penulis pun mengangguk untuk mempercepat proses jual beli. esoknya ketika kembali melakukan akad jual beli di tempat yang sama kali ini tidak ada kata kata tersebut diucapkan oleh Kasir yang melayani, harga barang tertera Rp.94.100,-, penulis membayar dengan selembar uang Rp 100.000,- namun hanya dua buah permen yang menemani selembar mata uang bergambar Tuanku Imam Bonjol dan koin rupiah senilai Rp 500,-.

Lebih lanjut fenomena ini bahkan telah diadopsi pula oleh toko kelontong yang tersebar di daerah pemukiman penulis saat ini yaitu kota Tanjung Selor.bahkan toko sebelah rumah kami juga mempraktekkan hal tersebut. Hasilnya seperti kalimat pembuka tulisan ini yang sering dinyanyikan merdu di telinga penulis.
Dalam kacamata Hukum Tindakan mengganti uang kembalian berupa permen dianggap pelanggaran dan dapat dipidanakan karena melanggar Undang-Undang Bank Indonesia (BI) yang menyatakan bahwa seluruh transaksi yang berlangsung di wilayah Indonesia haruslah menggunakan uang rupiah, sekecil apapun nilai transaksi tersebut.

Karenanya, pelaku usaha eceran seperti Supermarket, minimarket bahkan sampai ke level terkecil yaitu pedagang asongan yang melakukan praktik mengganti uang kembalian berupa permen dapat dikenakan sanksi seperti ditegaskan dalam UU No. 23 tahun 1999 Pasal 65, berupa kurungan sekurang-kurangnya 1 bulan dan paling lama 3 bulan serta denda sekurang-kurangnya Rp 2.000.000 (dua juta rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000 (enam juta rupiah) apabila melanggar UU No. 23 tahun 1999 Pasal 2 ayat 3 yang berbunyi "Setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan Peraturan Bank Indonesia"
Selain itu, Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan, "Hak konsumen adalah hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan/ atau jasa tersebut sesuai nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan". Oleh karenanya, konsumen dapat menolak pengembalian uang berupa permen dengan berdasarkan undang-undang tersebut.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Menyikapi praktik seperti ini, penulis sering berpesan pada pasangan penulis sarankan bunda supaya tidak segan-segan melapor ke Kantor Dinas Perdagangan atau lembaga perlindungan konsumen setempat. bisa pula melapor langsung kepada pihak kepolisian dikarenakan praktek tersebut secara de jure termasuk tindakan melawan hukum yang termasuk ranah perkara pidana dimana tindakan pelaku usaha bertentangan dengan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 jo UU no. 23 tahun 1999. Atau langsung memperkarakan secara perdata dikantor Pengadilan Umum dikarenakan kantor dimana penulis bertugas penulis yaitu Pengadilan Agama tidak dapat mengambil tindakan apapun karena tidak memiliki kekuasan yuridis untuk hal tersebut.
Diatas kertas untuk melapor sampai memperkarakan praktek ini memang terlihat terlalu ekstrim untuk ibu ibu rumah tangga. Ada baiknya untuk menyikapi praktek ini ketika dlakukan terhadap konsumen rumah tangga maupun konsumen lainnya cukup dengan bersikap menolak secara tegas dan menegur dengan kata kata sopan. namun bagaimana dengan pelaku usaha yang berpura pura tidak tahu atau bahkan bersikap keras untuk tetap memberi kembalian dengan selain uang rupiah. Anda bisa print tulisan ini dan berikan kepada pelaku usaha, tentunya dengan senyum manis menggoda dan juga tata laku bahasa yang baik.
apabila pelaku usaha masih ngotot untuk memberi kembalian permen maka anda sebagai masyarakat sadar hukum sudah memberi tahu dan mengingatkan. maka anda dapat melaporkan sesuai jalur yang telah penulis paparkan sebelumnya.
http://www.bi.go.id/biweb/html/uu231..._id/index.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_konsumen
Tiada repsol diantara kita tanpa link source
.
Diubah oleh intech03 13-09-2013 10:11
0
2.8K
15


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan