Kaskus

Entertainment

Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

vellcAvatar border
TS
vellc
The Mapel (What You Learn What You Get)
agan2 semua.. numpang share nih..
ini ada sedikit tulisan pendek yang saya buat.. judulnya The Mapel..
Tulisan ini menceritakan tentang bagaimana keprihatinan saya sebagai seorang pelajar tentang kualitas pendidikan di Indonesia.. Check.check.check.. ^^

Berangkat

Tahukah kau seberat apa kehidupan yang kujalani ?
Hanya 17 tahun lalu aku mungkin baru dilahirkan, kematian yang dialami oleh hati ini sudah menjadi salah satu bagian kehidupanku. Kau tahu betapa besar penderitaan ini ?
Kehidupanku dimulai sekitar jam 3 sore pada hari selasa 16 April 1996, saat itu aku mungkin belum sadar tentang pertanyaan terpenting dalam kehidupan ini. Mengapa aku diciptakan ?
Untuk hidup, semua memang butuh proses yang panjang. Untuk menemukan tujuan dari kehidupan ini mungkin yang kubutuhkan hanya, MATI.
Apa aku harus mati ?
Tidak.
Kehidupan yang kumulai karena Tuhan seharusnya memiliki arti yang harus kutemukan saat nafasku masih mengalir. Namun, ketidak adanya kesiapan yang pasti dalam kehidupanku lah yang membuatku sering putus asa dalam perjalananku menemukan arti hidup ini.
Kau tahu ?
Apa yang terjadi padaku hari ini ?
Kehidupanku hari ini dimulai sekitar jam 6 pagi ditandai dengan berderingnya alarm dari HP konyolku yang sering menjadi pengganggu dalam keseharianku. Tidak seperti keseharian para jutawan, milyarder dan para pengumpul uang di dunia ini. Pagiku dimulai seperti seorang ratusan atau ribuan yang tidak memiliki ambisi sedikitpun untuk menemukan kehidupanku yang sesungguhnya. Pagiku dimulai dengan duduk diteras yang bahkan aku sudah mulai bosan menetapnya, dengan duduk bersila menatap burung konyol yang sedang memamerkan bokong kecilnya di balik daun-daun pohon dihadapanku, tidak ada perasaan lain selain kebosanan dihiasi dengan perasaan hangat karena cangkir yang berisi kopi hitam pekat hangat yang kurasa adalah minuman terenak dan termembosankan yang pernah masuk dalam mulutku.
Saat kujejakkan kakiku untuk berdiri burung dipohon tadi pun terbang entah kemana, kakiku yang kuanggap terlalu kecil dihiasi dengan jempol yang terlalu besar memang sangat konyol kalau dilihat secara cermat dan teliti.
Aku masuk ke kamar mandi yang baunya luar biasa busuk dan menyengat kemana-mana kalau pintunya terbuka sedikit saja. Aku masuk kedalam ruangan busuk tadi, kuplorotkan celanaku bersamaan dengan celana dalamku yang berwarna hijau tua itu. Aku berjongkok disebuah tempat yang berlubang kecil disudut kamar mandi itu. Aku diam sejenak dan sesuatu terasa keluar dari dalam tubuhku yang membuat tubuhku terasa lega dan sedikit bergetar. Mungkin sekitar 20 menit kumenongkrong ditempat itu dan sepertinya perasaan yang tadi membuatku tergesa-gesa untuk masuk ke kamar mandi itu sudah hilang.
Aku melepas kaos oblong yang kukenakan sekitar 2 hari yang lalu sampai sekarang juga belum kuganti. Kaos oblong memang luar biasa nyaman dipakai, apalagi di daerah yang bisa dibilang teramat panas ini. Kebetulan aku hanya memiliki 2 buah kaos oblong, kalau 1 minggu ada 7 hari maka, aku memakai setiap kaos oblong itu selama 3 hari dan 4 hari. Walaupun akan berbau agak sedikit konyol tapi apa boleh buat seorang ribuan sepertiku memang kurang pengalaman dalam memebeli busana, hal ini mungkin juga karena faktor keuangan yang pas untuk makan saja.
Aku telanjang bulat. Aku mengambil gayung berwarna biru tua yang sudah sedikit berlumut itu dan menggunakannya untuk mengambil air keruh yang tersedia di bak mandiku. Kusiramkan air itu keseluruh tubuhku yang mungkin tidak akan membersihkan tubuhku yang memang selalu kotor walaupun dibersihkan dengan air keruh itu. Aku merasa sedikit lega saat seluruh tubuhku sudah terbasuh dengan air bak mandi tadi, kuambil kaos oblogku tadi dan kujadikan lap uantuk mengeringkan tubuhku yang meneteskan air yang kurasa hampir membersihkan tubuhku.
Kunci pintu ruangan itu terbuat dari kayu balok konyol yang dipaku tidak terlalu kencang dan bisa diputar. Kuputar kunci konyol itu dan terbukalah pintu konyol itu. Kulangkahkan kakiku keluar dari ruangan busuk itu dengan sudah mengenakan pakaian yang kupakai tadi.
Kebetulan aku adalah seseorang yang sedang mencari sesuatu yang katanya bisa menjadi bekal hidupku. Aku seorang siswa di sebuah sekolahan kumuh, konyol nan jauh disana. Aku tidak pernah serius dalam mengikuti setiap pelajaran yang diberikan oleh orang-orang konyol yang disebut pahlawan tanpa tanda jasa itu. Namun, apa boleh dikata. Aku memang harus melakukan hal membosankan yang disebut belajar itu.
Aku masuk kedalam sebuah ruangan yang biasa kusebut dengan kandangku yang sudah banyak dihiasi dengan para spider monkey itu. Aku bagaikan memasukki hutan lebat saat memasukki ruangan konyol itu. Ibuku berada didapur saat itu. Yah.. Bisa dibilang aku hidup dalam keadaan pas-pasan. Pas mau beli buku ada, pas mau beli pensil ada, pas mau beli krupuk ada. Namun, kenapa pas mau beli kehidupan ini uangku tidak pernah cukup ?
Pertanyaan bodoh.
Aku kadang tidak pernah memikirkan banyak hal yang ada disekitarku, tetangga samping rumahku pun kadang aku sering lupa namanya. Maklum dia bekerja di negeri seberang dan tidak pernah kembali. Orang tuaku paling-paling aku perhatikan saat sedang sakit. Bahkan, kehidupanku sendiri. Sampai saat ini aku tidak pernah mengerti mengapa aku dilahirkan.
Aku keluar dari ruangan surga itu. Sebenarnya aku tidak ingin keluar dari ruangan itu. Karena, didalamnya apapun yang kumau sudah tersedia.
Apa yang kuamau ?
Kebebasan.
Kau tahu ? Berjalan keluar kamar adalah sesuatu yang tidak pernah ingin aku lakukan.
Akhirnya pintu kamarku pun tertutup dengan sendirinya saat aku melangkah keluar dari ruangan itu. Entah apa yang kupikirkan. Aku sudah terbiasa tidak pernah meminta ijin kepada ibuku untuk pergi kemana-mana. Aku rasa ibuku juga sudah terbiasa dengan hal itu.
Aku melewati tempat yang kugunakan untuk melihat bokong kecil sang burung tadi. Kulihat dipohon depan teras tidak ada lagi burung yang hinggap atau berkicau dirantingnya. Mungkin karena suatu hal, setiap jam 7 pagi setiap burung yang hinggap di pohon itu terbang entah kemana. Di samping pohon tadi ada sebuah gerbang kecil yang terkesan konyol yang kemudian aku melewatinya, menandakan bahwa aku telah keluar menuju tempat yang tidak seharusnya ku masukki.
Sekolah.
Sebuah tempat yang sering kusebut dengan neraka kehidupan itu, sudah menungguku sekitar 2 kilometer lagi. Memang terdengar tidak jauh. Namun, dengan menggungakan lagkah kecil dihiasi dengan perasaan bosan dan berbagai unek-unek yang tidak bisa kukeluarkan, rasanya seperti memutari daratan eropa dengan berjalan kaki.
Dengan umurku yang sudah beranjak 17 tahun, bisa dikatakan aku sudah menginjak kelas 2 sekolah slanjutan tingkat atas. Dengan predikat tingkat atas, seharusnya aku sudah mampu mengetahui hal-hal yang benar dan yang salah tidak seperti anak sekolah dasar yang hanya mengetahui permainan kalah dan menang. Namun, kalau dilihat dari kehidupanku ini, rasanya hampir seluruh kehidupanku dipenuhi dengan kesalahan.
Aku menatap gedung sekolah yang megah tak tergores sedikitpun. Aku rasa setiap orang yang melihatnya akan mengira bahwa sebuah kehidupan berpengetahuan ada didalam bangunan itu. Mungkin, itulah alasan orang tuaku memasukkan aku kedalam neraka bernama sekolah itu.
Sekolah yang kumasukki bisa dibilang adalah salah satu sekolah terfavorit untuk orang tua di daerahku. Dengan embel-embel konyol bernama kefavoritan inilah yang menjadi modal besar sekolah konyol itu untuk menjaring anak muda seusiaku untuk masuk kedalam toples besar yang pengap bernama sekolahan itu. Kadang, orang tua memang menganggap bahwa anaknya adalah dirinya dan hal itulah yang membuatku muak.
Kulangkahkan kakiku memasukki gerbang yang bisa dibilang cukup mewah untuk ukuran sekolahan konyol semacam itu. Dengan perasaan penuh duka lara, kumasukki neraka itu. Walaupun, aku terkadang berpikir betapa konyolnya aku karena memasukki neraka dengan kesadaran.
Aku melihat seorang cowok berseragam yang duduk disebuah kursi konyol di depan sebuah ruangan yang diatas pintunya tertulis “Kelas XI A”, tulisan itu sedikit kabur karena mungkin sudah 1 abad tidak diperbarui. Cowok tadi terlihat serius dengan kertas buhram yang dipegangnya, sesaat dia terlihat kebingungan dan kemudian kembali santai dan sedikit tersenyum.
Di sudut lain, aku melihat seorang cewek yang berseragam yang sedang duduk di depan sebuah ruangan yang diatas pintunya tertuliskan “Kelas XI B”, tulisannya masih terlihat jelas dan lumayan bagus. Cewek itu terlihat gelisah, seperti sedang menunggu seseorang yang mungkin memiliki andil besar untuk kehidupannya. Sesaat kemudian datang seorang cowok berseragam juga yang menghampiri cewek tadi, seketika kemudian aku melihat ekspresi wajah sang cewek pun berubah total, cewek itu terlihat sangat senang dan bahagia. Mungkin terdengar konyol walaupun, tebakanku sering mengalami kesalahan fatal namun, kali ini mungkin aku tidak akan salah kalau menebak bahwa cowok dan cewek tadi adalah sepasang muda-mudi yang memiliki hubungan spesial yang kuanggap konyol.
Aku palingkan pandanganku kearah depan sebuah ruangan yang diatas pintunya tertulis “Kelas XI C”, tulisannya masih bagus namun, berbeda warnanya dengan tulisan diatas pintu yang lain. Disana tidak terlihat adanya kehidupan, kalau boleh menebak lagi, kemungkinan besar seluruh penghuni ruangan itu masih tertidur pulas dirumah atau dijalan atau dikamar mandi atau diamana pun mereka berada.
Sesaat kemudian pandanganku teralihkan leh kegaduhan yang terjadi di depan dan di dalam sebuah ruangan yang diatas pintunya tertulis “Kelas XI D”, tulisannya masih baru, mungkin baru kemarin diperbarui. Entah apa yang mereka lakukan, bermain, diskusi pelajaran yang kurasa itu mustahil atau malah sedang merayakan sesuatu. Entahlah. Apa peduliku.
Dari semua ruangan tadi, yang paling menarik perhatianku adalah ruangan paling pojok yang diatas pintunya tertulis “Kelas XI E”, itu adalah ruanganku menuntut berbagai omong kosong tak terbukti yang disampaikan oleh para pendidik tunas bangsa itu. Seburuk apapun keadaan ruangan yang biasa kusebut kelas itu, tetap akan menjadi penjaraku untuk setidaknya selama setengah hari lebih ini.
Kulangkahkan kakiku menuju ruangan yang diatas pintunya tertulis “Kelas XI E” itu. Dalam setiap langkahku aku sering berpikir “apakah aku kemungkinan bisa mati hanya dengan melangkah ?”. Hatiku tidak pernah berhenti meracau tentang hal itu. Walaupun, mungkin aku sudah mengetahui jawabannya.
Kumasukki rusangan kelas konyol tadi, kuperhatikan setiap manusia yang menghuni ruangan itu. Mata mereka semua menuju kearahku. Walaupun, aku tidak tahu apakah ada diantara mereka yang memiliki kelainan mata. Hanya sesaat dan arah mata merekapun berbalik ke urusa mereka kembali.
Pandanganku dikagetkan dengan sebuah bangku kosong dipojok belakang ruangan itu. Padahal saat itu bisa dibilang sudah cukup siang dan seharusnya bangku belakang sudah penuh sesak oleh manusia tak beradab itu. Walaupun, bisa dibilang aku adalah salah satu dari manusia tak beradab itu.
Dengan hati sedikit ragu namun pasti, aku melangkah menuju tempat yang akan menjadi kerajaan kesengsaraanku selama satu hari ini.
Aku duduk dikursi reot yang hampir-hampir musnah tertelan jaman. Sedikit tidak nyaman. Namun, aku malah merasa tentram mendapatkan kerajaan itu. Aku meletakkan kedua tangan dan daguku diatas meja konyol itu. Aku sedikit terbayang tentang apa yang kulihat tadi.
Seorang cowok yang mengorbankan waktu bersenang-senangya hanya untuk belajar keras untuk mendapatkan nilai terbaik yang bagiku itu sama saja dengan bunuh diri. Namun, untuk mendapat sesuatu kita memang harus kehilangan sesuatu. Tanpa itu, hidup adalah omong kosong.
Disisi lain seorang cewek yang rela menunggu lama hanya untuk bertemu seseorang yang dia cintai. Walaupun, kurasa itu tidak berguna. Namun, kurasa rasa cinta adalah sesuatu yang harusnya dimiliki oleh semua orang yang hidup. Kurasa cewek tadi memiliki perasaan cinta terhadap sang cowok lebih dari dia mencintai orang tuanya atau bahkan Tuhannya. Tapi, kurasa itu adalah keadilan. Karena semua adil dalam cinta.
Di ruangan lain yang bahkan tidak tercium aroma kehidupan didalamnya, kurasa itu adalah sebuah joke ringan di pagi hari. Kurasa para pendidik tunas bangsa itu sering mengartikan lain terhadap hal ini. Kemalasan, kebodohan, kenakalan dan lain sebagainya, yang sudah menjadi ocehan sehari-hari dari mereka. Padahal tergesa-gesa dan berlebihan adalah suatu keburukkan yang nyata.
Sama seperti diruangan yang terletak di sebelah ruangan tanpa kehidupan tadi, sesuatu yang terlalu tenang akan menimbulkan kemalasan dan kebodohan. Dan itulah yang akan menjadi penyebab utama kehancuran dunia. Karena, suatu saat dunia ini akan hancur oleh manusia bukan karena kejahatan mereka namun, karena mereka tidak peduli.
Sedangkan diruangan tempatku melamun tentang berbagai kekonyolan dalam hidup ini mungkin, suatu saat akan melahirkan manusia-manusia yang akan membangun dunia ini atau mengahancurkannya.
Apa peduliku.
Biarlah semua terjadi.
Dan ijinkan aku memejamkan mataku sejenak sebelum penderitaan ini di mulai.
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 1 suara
Bagaimana Pendapat Agan-Agan Semua ?
Bagus
100%
Jelek
0%
Sangat Bagus
0%
Sangat Jelek
0%
0
1.2K
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan