motivationdayAvatar border
TS
motivationday
Because I Love Indonesia
Misi Agan, dan Aganwati ane numpang share tulisan ane ya emoticon-Malu (S)
Jangan lupa mampir dan comen ya emoticon-Kiss
Kritik dan saran agan2 semua sangat ane harapkan emoticon-Matabelo

Tahun ini adalah tahun terbaik bagi keluargaku setelah Mom berhasil mengembangkan bisnis waralaba ayam goreng hingga ke luar negeri. Dan sekarang kami tengah berada di negara Indonesia. Sebuah negara yang memiliki ragam budaya yang khas dan menarik. Seperti budaya batik yang pada tanggal 2 Oktober 2009 lalu disahkan oleh United Nations Education, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan budaya asli Indonesia. Dan juga alat musik gamelannya yang membuat para pendengar berdecak kagum kala mendengar nadanya yang lembut dan slow. Gamelan di Indonesia ada tiga yaitu Gamelan Jawa, Gamelan Sunda dan Gamelan Bali. Untuk Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut dan slow. Berbeda dengan Gamelan Bali yang rancak dan Gamelan Sunda yang sangat mendayu-dayu dan didominasi suara seruling.
Perbedaan itu wajar, karena Jawa memiliki pandangan hidup yang diungkapkan dalam irama musik gamelannya. Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelannya adalah keselarasan kehidupan jasmani dan rohani. Keselarasan dalam berbicara dan bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak serta mewujudkan toleransi antar sesama.
Bukan hanya gamelannya yang membuatku berdecak kagum baik saat mendengar suaranya atau bahkan setelah mengetahui filosofi penciptaan nada gamelan itu sendiri. Namun tari tradisional di Indonesia pun mampu membuat mataku enggan untuk berkedip ketika para penari mulai menarikan tarian dengan lembut nan lemah gemulai. Adat istiadatnya pun tak kalah hebat. Saat aku dan Mom berkunjung ke Daerah Istemewa Yogyakarta, warga disana sedang melakukan upacara Upacara Grebeg.

“Upacara Grebeg diselenggarakan selama tiga kali dalam setahun yang meliputi Grebeg Syawal, Grebeg Maulud dan Grebeg Besar. Upacara ini mampu menarik wisatawan asing untuk ikut memperebutkan gunungan bersama kami masyarakat asli Jogja. Dan pada umumnya Gunungan yang diperebutkan terdiri dari Gunungan Gepak (1 buah), Gunungan Lanang (2 buah), Gunungan Dharat (1 buah), Gunungan Wadon (1 buah), Gunungan Bromo (1 buah) dan Gunungan Pawuhan (1 buah),” ucap salah seorang warga saat aku bertanya perihal Upacara Grebeg yang sedang berlangsung.
Sebenarnya aku dan Mom pernah tinggal di Jawa. Tepatnya di kota Cepu, sebuah kota yang menjadi perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ya, aku dan Mom tinggal di Cepu bersama Grandma selama 18 tahun, sebelum Dad mengajak kami untuk pindah ke Amerika. Dan beliau memintaku untuk menuntut ilmu di negeri Paman Sam setelah menuntaskan pendidikan Sekolah Menengah di SMK Migas Cepu.
Selama hampir 18 tahun menetap di Indonesia banyak hal yang tak bisa kulupakan. Mulai dari toleransi yang dilakukan oleh teman-teman saat mempersilahkanku untuk melaksanakan perintah Tuhan dengan ruku’ di masjid. Atau mempersilahkan teman yang lain untuk bersimpuh di kuil dan atau melantunkan pujian di gereja. Semua diberikan toleransi untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan agama mereka masing-masing. Dan yang lebih membuatku kagum adalah ketika ada masalah, pihak yang bermasalah duduk bersama untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dengan pikiran tenang sehingga masalah bisa diselesaikan dengan baik.
Bukan hanya batik, gamelan, tari tradisional sampai adat istiadat saja yang menjadi ragam cerita hidup di Indonesia menjadi indah. Namun beragam agama dari mulai Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Katolik juga menjadi ragam cerita hidup di Indonesia yang membuat warga Indonesia dikenal sebagai warga yang santun dan ramah. Ya, dari berbagai perbedaan agama itulah yang membuat warga Indonesia memiliki sikap welas asih, toleransi dan juga saling mengerti satu sama lain. Sehingga membuat wisatawan rindu untuk kembali ketika mereka menginjakkan kaki pertama kali di Indonesia.
Meskipun aku tinggal di Amerika selama 4 tahun. Namun ragam cerita hidup warga Indonesia membuatku selalu rindu untuk untuk kembali ke negara kelahiranku ini. Dan, meski aku tak begitu paham dengan ragam cerita hidup di Amerika. Tapi setidaknya aku tahu bahwa pendiri waralaba ayam goreng adalah Kolonel Harland Sanders, seorang pensiunan angkatan darat Amerika di usia 66 tahun. Pensiunan angkatan darat Amerika ini tidak memiliki uang sepeser pun kecuali dari tunjangan hari tuanya, yang semakin menipis. Namun dia memiliki keahlian dalam memasak dan menawarkan resep masakannya ke lebih dari 1000 restoran di negaranya, barulah restoran ke 1008 yang akhirnya menerima resepnya. Kolonel Harland Sanders adalah pelopor Kentucky Fried Chicken atau KFC yang telah tumbuh menjadi salah satu yang terbesar dalam industri waralaba makanan siap saji.
“Saya pikir setiap kegagalan yang saya alami memberi kesempatan kepada saya untuk mulai kembali dan mencoba sesuatu yang baru,” itulah makna kegagalan bagi Kolonel Harland Sanders namun memiliki makna yang begitu luar biasa bagi sebuah keberhasilan.
Aku bahagia pernah tinggal di Indonesia dan Amerika. Indonesia dengan cerita hidup masyarakat yang beragam telah mengajariku arti toleransi, saling mengerti dan sikap welas asih. Sedang di Amerika aku mendapat cerita kehidupan yang memberi inspirasi dan motivasi agar tak mudah menyerah dalam mengupayakan keberhasilan.

Pagi ini Dad berjanji akan datang ke Indonesia. Karena dia ingin menemani kami untuk mencari tempat yang cocok dalam memasarkan bisnis waralaba ayam goreng.
“Hai Ded, how are you?” tanyaku sesaat setelah Dad tiba dibandara Internasional Soekarno Hatta.
“I’m fine my love. And you?” katanya sambil mencium keningku.
Kami sering menggunakan kata love untuk saling menyapa. Itu karena kebiasaan Dad yang pernah tinggal Leeds United, Inggris. Selama hampir 5 tahun Dad menuntut ilmu hukum di University of Leeds. Di Leeds kata love dipakai sebagai ungkapan sehari-hari untuk menyatakan keakraban. Bisa keakraban antara kedua orang tua bersama anaknya, dan sebaliknya. Atau bahkan keakraban antara dua orang sahabat.
“Fine too Dad.”
Sebenarnya Dad sudah bisa berbahasa Indonesia. Namun kebiasaan kami yang saling menyapa kata ‘love’ seolah melunturkan keahlian Dad dalam berbahasa Indonesia.
“Kita mau kemana sekarang?” kata Ded dengan aksen khas Amerika.
“Langsung ke cepu Dad.”
Aku sengaja menjemput Dad tanpa ditemani Mom. Karena Mom masih sibuk mencari tanah yang strategis.
Dari Bandara kami langsung pergi ke Stasiun Senin untuk naik kereta api jurusan Cepu. Dan kereta api Rajawali Express menjadi pilahan kami. Selain tempatnya yang nyaman, kereta api tersebut juga menawarkan waktu yang tak lama untuk sampai di Cepu. Hanya membutuhkan waktu kurang lebih 6 jam.

Stasiun kereta api kawasan Cepu yang terletak di Jalan Diponegoro No. 63 itu terlihat ramai dengan kerumunan orang-orang. Kami berjalan dengan resah sambil menyeret koper dan mencari keberadaan Mom ditengah keramaian.
“Hai, my love” teriak salah seorang wanita ditengah keramaian.
Cepat, aku memutar tubuh untuk mencari sumber suara itu. Sementara Dad masih sibuk mendengarkan musik di iPod-nya. Tubuhku terhenti saat aku melihat seorang wanita cantik dibalut kerudung berwarna putih berdiri sambil melambaikan tangan.
“Dad, itu Mom,” kataku sambil menepuk pundak Dad. Dan Dad melepas iPod-nya lalu berjalan menghampiri Mom.
Aku tak tahu pasti bagaimana kedua orang tuaku ini bisa menikah. Padahal sebelumnya, keduanya berbeda agama. Menurut cerita Grandma, pertemuan Mom dan Dad terjadi saat keduanya berlibur di Bali dua puluh tahun yang lalu. Waktu itu Dad beragama Kristiani sementara Mom beragama Islam. Grandma tak tahu bagaimana keduanya bisa saling jatuh cinta. Karena saat Mom pulang berlibur bersama teman-temannya, dia bersama Dad.
Ketika itu Grandma tak setuju saat Dad mengungkapkan keinginannya untuk melamar Mom. Hal itu dilakakukan karena keduanya berbeda agama. Hingga pada suatu hari Grandma berkata bahwa keduanya boleh menikah asal Dad mau menjadi mu’alaf. Dan Dad menyetujuinya.
Itulah cinta. Ia tak dapat dipisahkan hanya karena perbedaan. Justru cinta-lah yang menyatukan perbedaan.
“How are you my love,” kata Dad setelah berada didekat Mom.
“Oh I’m fine.”

Setelah Dad beristirahat di rumah selama satu hari. Mom mengajaknya untuk melihat tanah yang terletak di pinggir jalan kota Cepu. Tanah itu dinilai Mom cukup strategis, selain terletak dipinggir jalan juga letaknya dekat taman seribu lampu.
Sore itu saat keduanya hendak pergi ke tempat yang dimaksud. Aku menjadi sopir pribadi. Ya, aku diminta Dad untuk menyetir mobil, karena Dad masih sangat capek dan Mom belum bisa menyetir. Sebenarnya Dad sudah memintanya untuk belajar menyetir, namun Mom selalu saja menolak dengan alasan takut.
Saat kami sedang melihat keadaan tanah ditemani seorang arsitek yang akan merancang bangunan diatas tanah kami. Tiba-tiba rintik-rintik air hujan turun. Awalnya kami tetap meneruskannya, namun semakin lama air hujan itu semakin turun dengan lebatnya. Kami tak mungkin berlari menuju mobil, karena tampat parkir cukup jauh. Akhirnya kami memutuskan untuk berteduh di rumah seseorang yang terletak tak jauh dari tempat kami sekarang.
“Nyuwun sewu Bu, kulo nunut ngiyup nggeh?” (1) kata Mom pada salah seorang Ibu yang duduk didepan rumah.
“Enggeh Bu.” (2)
Tak lama setelah Ibu itu mengijinkan kami berteduh. Tiba-tiba dia masuk ke dalam rumah. Dan tak lama kemudian dia kembali membawa makanan yang diletakkan didalam bakul. Makanan itu terdiri dari beberapa umbi-umbian seperti singkong dan ketela rebus, ditambah sredek (3) dan grontol (4).
“Namung niki entene, monggo di dhahar” (5) kata Ibu itu sambil meletakkan bakulnya dihadapan kami.
“Enggeh Bu,” sahut Ibu.
Dad baru merasakan makanan khas Jawa ini dan dia merasa senang. Kemudian setelah mencicipi beberapa makanan yang disajikan. Dia merasa tersanjung dengan sambutan istemewa ini. Dan berkata akan memperkejakan anak-anak Ibu itu jika restoran kami sudah jadi. Dia juga ingin tinggal lebih lama lagi disini. Karena dia ingin merasakan kehangatan orang-orang Indonesia. Bahkan tak menutup kemungkinan Dad ingin menetap di Indonesia.
Saat aku bertanya, kenapa ia mau tinggal di Indonesia?
Dengan lantang dia berkata, “Because I Love Indonesia.”

Keterangan
1 Permisi Bu, saya numpang berteduh ya?
2 Iya Bu.
3 Singkong yang diparut memanjang kemudian direbus dan diberi kelapa.
4 Jagung yang direbus kemudian diberi kelapa.
5 Hanya ini adanya, silahkandimakan.

Terima kasih agan, dan aganwati emoticon-Malu (S)
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.1K
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan