hyuuga.uzumakiAvatar border
TS
hyuuga.uzumaki
(FanFiction#NarutoXHinata) I Love You, Because My Little Cat
I Love you, because my little cat

Story by : Hyugazumaki

Disclaimed : Masashi Kishimoto

Pairing : Naruto X Hinata

Warning : Ooc, Typo, Ide pasaran

I Love you, because my little cat

Ditengah hingar bingar tawa canda, juga gitar yang mengiringi nyanyian siswa 'Hi no kuni Gakuen' di depan api unggun itu menyamarkan suara teriakan permintaan pertolongan dari seorang gadis muda salah satu siswi 'Hi no kuni Gakuen'.

"Tolooong...lepaskan! lepaskan aku! dasar bajingan!" suara parau seorang wanita ditengah gelapnya sebuah tenda perkemahan yang hanya diterangi pantulan cahaya dari api unggun diluar sana, sipemilik suara itu memohon agar pemuda diatasnya yang mencengkeram kedua pergelangan tanganya melepaskan dirinya, tapi seolah tuli, pemuda bermata biru langit itu tetap mencengkeram tangan mungil tak bertenaga itu, dan sedetik kemudian berhasil mengoyak pakaian sang gadis yang masih terus berusaha melepaskan diri, pemuda 19 tahun berambut pirang ini kesetanan mendapati gadis yang tengah berusaha dirudapaksanya meronta, dan mulai menteskan bulir bening dari mata lavendernya yang unik.

"Aku mohon Naruto, jangan sakiti aku," tangis Hinata yang semakin ketakutan melihat pemuda yang notabene adalah teman sekolahnya itu menyeringai bagai binatang buas yang siap mengoyak tubuhnya, iris biru yang biasanya teduh itu kini tajam, nafas beraroma alkohol dari deru nafas Naruto semakin membuat nyali Hinata menciut.

"Aku mohon, lepaskan aku...aku mohon..." Hinata terus menangis, gerakan penolakanya semakin melemah dan kini 'amethyst'nya membelalak saat sesuatu dibawah sana menyakiti dirinya.

"Aaaaaa... 'itttaaaaaaaiiiiiii!'" tangis keputusasaan Hinata memecah malam.

Saat kumbang hinggap dan menghisap sari bunga dengan paksa, sang bunga pun layu...

Seringai wajah Naruto memancarkan kepuasan, saat dirinya berhasil menyakiti Hinata, dalam hatinya puas telah berhasil memberi pelajaran untuk gadis yang membuatnya gagal mewakili sekolah dalam olimpiade kimia se-Konoha.

Greep... sebuah tangan kekar yang lainya mencengkeram pundak kanan Naruto, dan secepat kilat membalikan tubuh Naruto menghadiahinya bogem mentah diwajah Naruto, tubuh Naruto terjatuh disamping Hinata, dan Hinata beringsut menutupi tubuhnya.

"Cih! dasar bodoh! brengsek!" tatap pria bermata gelap segelap malam itu tajam pada Naruto.

Terlambat...Naruto sudah berhasil menodai gadis yang tadinya masih suci itu.

"Teme?" Naruto terkejut melihat siapa yang memukulnya.

Satu tinju dilayangkan lagi kewajah Naruto, sampai wajahnya menghadap kesamping dan terdapat sedikit darah disudut bibirnya,perih.

"Hn" masih dengan tatapan membunuh, Sasuke tak menjawab Naruto, "Kau menjijikan Naruto!" suara 'baritone' Sasuke memenuhi tenda yang lumayan luas itu.

Naruto tak menyangka sahabatnya itu akan datang menghajar dirinya, "Dengarkan aku Sas-"

"Cepat bereskan pakaianmu, atau mereka akan segera datang membunuhmu," Sasuke memotong kalimat Naruto, dan berlalu keluar dari tenda begitu saja tidak memperdulikan Hinata yang masih terisak disudut tenda, Naruto bangkit dengan sedikit sempoyongan, alkohol yang tadi diminumnya ternyata masih memberikan efek pusing yang belum juga menghilang, sebelum dia benar-benar pergi meninggalkan Hinata, Naruto menoleh kearah Hinata yang masih ketakutan.

"Kau! wanita brengsek!" tatap Naruto penuh kebencian lalu pergi meninggalkan Hinata.

x0x

Hinata masih tidak mengerti, apa salahnya, kenapa pemuda terhormat seperti Naruto tega melakukan hal hina seperti itu kepada dirinya. Seumur hidupnya tidak pernah mengganggu Naruto, sedikitpun tidak mau berurusan dengan pemuda jabrik yang orang tuanya adalah penyumbang dana untuk memfasilitasi sekolah dimana ia belajar, bukan apa-apa, Hinata hanya takut dirinya akan dikeluarkan, walau dia tahu ayahnya Hiashi hyuuga tidak mungkin membiarkan itu terjadi, karena ayahnya juga orang kaya tak kalah seperti keluarga Namikaze.

"Hinata..." sapa lembut seorang gadis berambut pink yang entah sejak kapan sudah berada didalam tenda, sebuah syal melingkar dilehernya "Apa tubuhmu sudah pulih?" gadis bernama Sakura itu menyentuh kening sahabat indigonya yang meringkuk berselimutkan selimut tebal, memang sebelumnya Hinata izin untuk tidak mengikuti acara api unggun, tubuhnya lelah dan kemudian panas karena siang tadi kecapaian setelah mendaki gunung Kurama.

"Aku baik-baik saja Sakura," jawab Hinata lirih, tidak menoleh kearah Sakura sedikitpun menyembunyikan tangisnya, namun sahabat pinknya ini tidak percaya bahwa Hinata baik-baik saja, 'masih perlu banyak belajar untuk belajar berbohong Hinata' batin Sakura.

"Tubuhmu semakin panas Hinata, dan kau menangis." Sakura membelai lembut rambut indigo Hinata, "Siapa yang menyakitimu?" tanya Sakura penuh perhatian.

Hinata bengun dari tidurnya, tubuhnya terbungkus jaket besar, matanya sembab dan rambutnya berantakan, "Sakura..." suaranya parau, "Aku..." bulir mutiara kembali menetes diwajah putihnya, Sakura menatap sahabatnya dengan perhatian, "A-aku...hiks Sakura..." tangis Hinata kembali memecah saat ia tiba-tiba memeluk Sakura.

"Hinata..." Sakura tau sahabatnya kini hanya perlu menangis untuk meluapkan perasaanya.

"Sakura...aku ingin pulang..." tangis Hinata semakin menjadi.

"Tenanglah Hinata...tenanglah dulu." Sakura memeluk Hinata dengan perasaan khawatir, namun sakura tidak mau memaksa memberi tahu apa yang terjadi saat ini, karena Sakura sangat hafal sifat sahabatnya yang satu ini, dipaksa-pun Hinata saat ini tidak akan bercerita. Hinata akan menceritakan masalahnya jika perasaanya sudah kembali tenang. Yang dilakukan Sakura saat ini hanyalah berada disamping Hinata.

x0x

Sudah seminggu sejak kejadian menjijikan itu menimpa Hinata, gadis dengan rambut sehalus sutra itu belum juga berani menampakan dirinya keluar rumah dan bersekolah lagi. hal ini menimbulkan tanda tanya kebeberapa teman sekelasnya, karena tidak biasanya Hinata libur selama ini, surat keterangan tidak masuknya pun tidak ada.

"Sakura? sebenarnya ada apa dengan Hinata?" suara lembut dari depan bangku Sakura membuat Sakura menghentikan kegiatan mencatat pelajaran yang ada dipapan tulis dan menanggapi pertanyaan gadis bercepol dua yang tengah menatapnya serius.

"Hhh... aku juga tidak tahu Tenten," Sakura menghela nafas dan menghembuskanya berlahan, menundukan pandanganya yang terlihat sedih, "Beberapa kali aku mendatanginya tapi dia tidak pernah mau menemuiku, bahkan Neji sudah membujuknya, tapi...Hinata seperti bukan Hinata." lanjut Sakura.

"Sakura... semoga tidak terjadi apa-apa terhadap Hinata ya," Tenten mengusap tangan Sakura dengan lembut mencoba mengerti perasaan Sakura yang memang sangat menghawatirkan Hinata.

x0x

"Hinata makanlah dulu," pemuda berambut cokelat panjang itu mencoba membujuk Hinata yang masih belum bosan dengan kebiasaanya seminggu ini, yaitu meringkuk ditempat tidurnya, sudah ada kemajuan memang dibanding beberapa hari yang lalu, kini pintunya sudah tidak terkunci, membuat Neji sepupunya bisa masuk dan membujuknya makan.

"Aku tidak lapar 'Niisan'" jawab Hinata lembut.

"Makanlah, sedikit saja..." Neji terus membujuk adiknya, namun Hinata tetap diam. "Paman Hiashi besok akan pulang, kau tidak mau kan menyambutnya dengan badan yang kurus seperti itu?" perkataan Neji membuat Hinata melebarkan iris uniknya.

"'Tousan' pulang?" Hinata masih bertanya-tanya.

"Aku sangat menghawatirkanmu, aku memberi tahu paman Hiashi tentang keadaanmu, dan beliau memutuskan untuk pulang." jelas Neji.

Binar manik indigo itu menyiratkan kebahagiaan mendengar Tousan yang sudah lama tidak pulang kini akan segera datang, "Benarkah niisan?" Hinata meyakinkan dirinya, senyumnya tersungging diwajah pucatnya itu, anggukan Neji sudah cukup menjelaskan kebenaran. "Baiklah, aku mau makan Niisan,".

"Iya makanlah, dan mandi." Neji mengacak-acak rambut Hinata, dan menyuapi adik sepupu yang amat sangat ia sayangi.

x0x

"Kau kenapa dobe?" pemuda berambut 'raven' yang sedari tadi memainkan 'laptopnya' kini memperhatikan wajah sahabatnya yang kusut menatap keluar jendela apartemenya, "Kau menyesal telah menodai gadis Hyuu-"

"Aku tidak apa-apa teme!" potong Naruto menghentikan kalimat Sasuke.

"Kalau begitu, datang dan minta maaflah." Sasuke kembali bersuara.

"Tidak akan! teme"

"Kalau begitu nikmati saja rasa bersalahmu" masih dengan wajah datarnya, Sasuke kembali memainkan 'laptopnya', "Dan bersiaplah kau dihantui jika gadis itu memutuskan bunuh diri,".

"Eh?" mata Naruto melebar mendengar kata 'bunuh diri'. Sungguh pemuda pemilik tiga garis dikedua sisi pipinya itu tidak pernah berfikir bahwa gadis yang terlihat rapuh seperri Hinata pasti hanya bisa bunuh diri karena depresi.

"Kenapa? kau takut?" kalimat Sasuke semakin membuat Naruto memucat, "Dan kalau sampai hal itu terjadi, tidak perduli seberapa banyak harta kekayaan ayahmu, kau-!" Sasuke menatap tajam Naruto yang menundukan kepalanya "Akan membusuk dipenjara, dobe,".

Jlebb! seperti ada sebuah tombak yang mengarah pada dada pemuda bermarga Namikaze itu, Naruto melebarkan iris sebiru langitnya.

"Diam teme!" Naruto membalas tatapan tajam Sasuke, kedua tanganya mengepal.

"Hn?" Sasuke mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa? kau tidak pernah berfikirkan, bahwa tindakan bodohmu itu bisa membuat orang lain mengakhiri hidupnya?".

Naruto berdiri dari ranjangnya yang sedari tadi ia duduki, berniat meninggalkan Sasuke yang masih berbicara tidak-tidak menurut Naruto.

"Kau mau kemana?" Sasuke menghentikan langkah Naruto, "Aku berharap kau tidak akan mengakhiri hidupmu saat ini dobe?", lanjut Sasuke. Hal itu membuat Naruto berdecih kesal dan membanting pintu meninggalkan sahabat rambut pantat ayamnya yang kembali sibuk dengan laptopnya.

x0x

Menatari pagi menyusupkan sinarnya melalui celah jendela kamar bercat warna putih bersih dan bergaris ungu dibeberapa bagian, diranjang berukuran king masih terbaring sosok lemah yang beberapa hari lalu setia menunggui kamar kesayanganya itu.

Ketika sinar mentari mulai menyinari wajahnya, ia mengerjap-ngerjapkan iris lavendernya kemudian terbuka walau kedua alisnya menaut . Hinata lalu melirik jam ''waker' dimeja lampunya yang menunjukan pukul 07.05, ia hampir lupa bahwa hari ini akan menjemput ayahnya dibandara bersama Neji jam 08.00 nanti. 'belum terlambat' batinya lega. Tak mau membut kakak sepupunya menunggu Hinata bergegas mandi dab bersiap-siap.

Masih asik mandi menyabuni tubuhnya Hinata mendengar suara ketukan pintu kamar mandinya, 'Siapa pagi-pagi begini sudah mengganggunya' Hinata mendengus heran lalu menghentikan kegiatanya untuk mendengar siapa yang memanggilnya.

'Tok..tok..tok' "Hinata?" Suara yang tak asing bagi Hinata terdengar lagi.

"Iyaa nii-san" Hinata tau siapa yang mengetuk pintunya, Sembarangan sekali kakaknya itu masuk kekamarnya dan mengetuk pintu kamar mandinya, dia benar-benar lupa kalau Hinata kini sudah bukan lagi adik kecilnya yang dulu bahkan tidak malu jika harus mandi bersama Neji. Hinata mendengus sedikit kesal, namun bagaimanapun Hinata sangat menyayangi kakaknya itu.

"Cepatlah turun ada yang ingin menemuimu." Neji menjelaskan.

"Iyaaa sebentar lagi aku turun." Jawab Hinata yang meneruskan mandinya.

"Baiklah kakak keluar dulu," Neji meninggalkan kamar Hinata dan kembali turun kelantai satu menemani seseorang yang sudah duduk dimeja makan kediaman Hyuuga.

Dalam hati Hinata bertanya siapakah yang pagi-pagi begini ingin menemuinya, ah mungkin Sakura. Inikan hari minggu sekolah libur, pasti Sakura ingin menemuinya lagi, mengingat beberapa hari yang lalu ia menolak menemui Sakura, ah Hinata benar-benar merasa jahat telah membuat Sakura kecewa. Tapi mengapa Sakura tidak langsung masuk saja dikamarnya seperti biasa.

Setelah memakai bajunya, merapikan rambut dan menggunakan body lotion ketangan dan kakinya, Hinata memutuskan untuk segera menemui seseorang yang telah menunggunya, rok selutut yang berwarna merah, kemeja berwarna putih membuat Hinata terlihat segar dan manis.

Hinata melangkahkan kakinya keruang tamu, namun tidak ada siapapun. Hinata berjalan keruang keluarga dan mendengar suara yang tak asing dimeja makan, Hinata berlari tak sabar ingin segera memeluk siempunya suara.

"Tou-san?" Hinata mematung setelah sampai didekat ayahnya yang tersenyum kepada Hinata.

"Begitu sambutan seorang anak yang sudah satu tahun tidak bertemu dengan orang tuanya?" Sindir Hiashi yang melihat Hinata masih belum mendekatinya.

"Otou-san...hiks..." Hinata menghambur kepelukan Ayahnya yang sudah satu tahun tidak pulang keKonoha karena mengurus perusahaanya di Amerika. Memang Ayah Hinata kini tinggal di Amerika setelah terpukul atas kematian Ibu Hinata 3 tahun yang lalu. Bukanya tidak mau bertanggung jawab mengurus Hinata dan mengajaknya tinggal disana, tapi Hinata memilih menjaga rumah dan tinggal bersama sepupunya, Neji. Walau masih sedikit kecewa atas keputusan Hiashi meninggalkan Hinata sendirian bersama Neji, rasa rindu Hinata kepada ayahnya mengalahkan kekecewaan yang masih belum sepenuhnya termaafkan.

"Tou-san... Hinata kangen, hiks...Tou-san jahat.." Tangis Hinata pecah dipelukan ayahnya.

"Mafkan Tou-san Hinata, ayah terlalu sibuk sampai tidak sempat menengokmu." Hiashi mengelus rambut halus anak semata wayangnya.

"Sebagai gantinya 'tou-san' akan tinggal dijepang lebih lama," Lanjut Hiashi, rona kebahagian terpancar dari wajah Hinata.

"Terimakasih tou-san" Hinata memeluk ayahnya semakin erat, seakan tidak mau jauh lagi.

"Ehem.. biarkan paman Hiashi sarapan dulu Hinata, kau juga harus sarapan, setelah itu kau bisa bermanja-manja lagi." Ujar Neji yang sedikit merasa iri atas kedekatan Hinata dan ayahnya, dari kecil memang Neji tidak pernah merasakan kasih sayang orang tuanya yang sudah lama meninggal, Neji bayi terpaksa dikeluarkan dari rahim ibunya yang waktu itu sedang koma karena kecelakaan mobil bersama Hisashi ayahnya. Tapi sayang nyawa ibu Neji tak terselamatkan, Lalu Neji dirawat dan dibesarkan oleh ibu dan saudara kembar ayahnya, yaitu Hiashi Hyuuga. Walau perlakuan kedua orang tua Hinata kepada Neji tidak beda dari anak kandungnya, tetap saja Neji ingin merasakan kasih sayang orang tuanya.

Neji yang kini berumur 28 tahun sudah dipercaya Hiashi memegang perusahaanya diKonoha. Selanjutnya ia dan Hinata akan dijadikan pewaris atas kekayaan keluarga Hyuuga yang kaya raya itu.

Acara sarapan keluarga Hyuuga sangat terlihat akrab, benerapa 'maid' yang mengurusi segala kebutuhan keluarga tersebut juga terlihat bahagia atas kehangatan tuanya, lalu setengah jam berlalu mereka sudah menyelesaikan acara sarapan bersama.

x0x

Seorang wanita berambut merah indah sedang bersenandung sambil mencuci piring-piring kotor bekas makanan, entah darimana datangnya sepasang tangan kekar sudah memeluknya dari belakang dan mendaratkan ciumanya dipipi sang Habanero merah.

"Minato.." Kushina tau itu suami kuningnya yang sedang memeluknya.

"Selamat pagi..." Bisik Minato dengan senyumnya, Kushina memerah pipinya atas perlakuan suaminya.

"Kita sudah terlalu tua untuk bermesraan ditempat terbuka Minato.." Kushina mengingatkan Suaminya yang suka sembarangan memeluk dan mencium istrinya tercinta.

"Memangnya kenapa? kau istriku ke-" Suara Minato terputus,

"Tou-san, Kaa-san... selamat pagi?" Pemuda berambut kuning yang sedari tadi memperhatikan kemesraan orang tuanya itu terlihat berantakan, entah sejak kapan Naruto datang, kedua orang tuanya sampai tak mendengar.

"Aahaha... Naruto, sejak kapan kau datang? kaa-san tidak melihatmu" Kushina salah tingkah dan melepaskan pelukan suaminya,

"Kaa-san sibuk bermesraan dengan tou-san, jadi tidak mendengar suara mobil jelekku" Jawab Naruto.

"Naruto?" Minato agak mendelik saat Naruto lagi-lagi membahas mobilnya, Naruto hanya diam mengacak-acak rambutnya lalu berjalan malas menaiki tangga menuju kamarnya tanpa memperdulikan tatapan ayahnya.

"Dia masih marah..." Ucap Minato yang memperhatukan punggung anaknya yang semakin menjauh.

"Sudahlah... biar aku saja yang membujuknya." Kushina mengusap punggung suaminya yang wajahnya sangat tampan itu.

"Baiklah, aku mengandalkanmu Kushina." Jawab Minato, "Aku mau kopi" Lanjutnya sambil mencium pipi sang istri lagi.

x0x

Naruto menghempaskan tubuh tegapnya keranjang besar kamarnya, mengusap-usap wajahnya dengan kedua telapak tanganya, dia mengela nafas lalu menghembuskanya. Ia masih frustasi atas kejadian satu minggu lalu, ada setitik rasa bersalah didadanya.

"Hinata..." bisiknya lirih. Bayanganya menerawang, dia berfikir tidak seharusnya dia kelewatan terhadap Hinata, bagaimanapun niat awalnya tidak seperti itu. Naruto hanya ingin menggertak Hinata, tapi alkohol sialan itu membuat rencana awalnya berubah.

Tok..tok..tok.. Pintu kamar Naruto diketuk dari luar.

"Naruto? boleh kaa-san masuk?" Suara Kushina membuyarkan lamunan Naruto.

"Eh" Naruto menoleh kearah pintu yang belum dibuka, "Masuklah kaa-san tidak terkunci." jawab Naruto.

Kriieett... Suara pintu kamar Naruto terbuka, menampakan sesosok malaikat merah, yah setidaknya itulah julukan ibu Naruto saat ibunya tersenyum lembut seperti itu.

Naruto bangkit lalu duduk ditempat tidurnya, wajahnya masih kusut dan rambutnya berantakan tentu saja, sudah beberapa hari ini Naruto tidak mandi. Kushina mendekatinya dan duduk disamping Naruto.

"Kau masih marah kepada tou-san? kau terlihat tidak baik-baik saja." Kushina mengusap kepala Naruto.

"Tidak, aku benar-benar tidak apa-apa kaa-san" Jawab Naruto singkat, tapi tetap dengan wajah yang muram.

"Kau tidak bisa bohong dari kaa-san mu." Ucap ibu Naruto, tapi dalam hati Naruto menyatakan bahwa ibunya kali ini salah, bukan, bukan karena Naruto gagal dibelikan mobil baru, Mobil Ferrari 330 P4 dengan harga

5.290.000 $ yang diidamkanya,mobil yang tadinya akan dihadiahkan untuk Naruto jika bisa mewakili olimpiade kimia, bukan karena itu Naruto kini uring-uringan, melainkan karena gadis yang sudah membuatnya gagal yang membuat Naruto begitu frustasi. Memang tadinya Naruto sangat marah ketika ia gagal dalam seleksi olimpiade kimia, karena itu artinya ia juga akan kehilangan kesempatan memiliki mobil idamanya itu, sampai-sampai ia mengorbankan harga dirinya dengan melukai gadis yang tidak tau apa-apa. Tapi kini kenyataanya lain, setelah melukai gadis selembut itu, Naruto diselimuti rasa bersalah, tapi apa yang bisa ia lakukan? meminta maaf? ah itu sama saja membunuh dirinya sendiri. Lalu bagaimana jika gadis itu melapor?. fikiran Naruto benar-benar tidak fokus.

"Naruto?" Kushina membuyarkan pikiran kalut anak semata wayangnya itu.

"Kaa-san...aku, aku mau mandi dulu," Sebelum ibunya menanyai ini itu Naruto berpamitan untuk mandi.

"Baiklah... sebaiknya kau tinggal disini dulu, kau harus memperbaiki hubunganmu dengan Tou-san, " Kushina mengacak-acak rambut blonde anak kesayanganya itu, "Dan jangan lupa segeralah turun jika sudah selesai mandi, kaa-san buatkan kau ramen spesial." Ibu bersurai merahnya tersenyum, Naruto mengangguk lalu beranjak dari tempat tidurnya untuk mandi. 'maaf kaa-san aku tidak bisa jujur mengatakan semuanya saat ini.

TBC
0
48K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan