AkuCintaNaneaAvatar border
TS
AkuCintaNanea
Tanda2 Krisis Ekonomi di Kalangan Bawah? ILO: Jumlah PRT di Indonesia Meningkat Tajam




ILO: Jumlah PRT di Indonesia Meningkat Tajam
Minggu, 08 September 2013 12:01 WIB

gambar berita warta ekonomi - ilo: jumlah prt di indonesia meningkat tajam
WE.CO.ID - Organisasi Buruh Internasional (ILO) memperkirakan jumlah pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia dalam dua tahun terakhir meningkat tajam, seiring dengan semakin membaiknya perekonomian dan peningkatan kelas menengah.

Proyek promote spesialis pengembangan Kapasitas ILO Irham Ali Saifuddin di Bandarlampung, Sabtu (7/9/2013), mengatakan kondisi tersebut tetap harus ditunjang dengan peningkatan keterampilan dan kemampuan pekerja rumah tangga di Indonesia agar mengarah ke profesional dengan perlindungan payung hukum yang mumpuni.

Dia menjelaskan, saat ini belum ada data valid dan resmi terkait jumlah tenaga pekerja rumah tangga di Indonesia, karena bidang pekerjaan tersebut masih masuk dalam sektor informal sehingga susah dilakukan pendataan.

"UU Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003 tidak mencakup PRT, artinya PRT tidak tercakup dalam perlindungan tenaga kerja dari UU tersebut," kata dia.

Hal itu menyebabkan PRT di Indonesia rentan terhadap pelecehan dan ekspolitasi, jam kerja berlebihan, upah tidak dibayar, dikurung dalam wilayah privat, pelecehan fisik dan seksual, kerja paksa dan menjadi korban kejahatan perdagangan manusia, katanya.

Selain itu, hampir tidak ada pekerja rumah tangga di Indonesia memiliki asuransi kesehatan dan perlindungan asuransi kecelakaan yang diberikan oleh majikannya.

Menurut Irham, hal tersebut bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan hampir di setiap negara di seluruh dunia.

ILO memperkirakan, lebih dari 60 persen dari jumlah PRT di seluruh dunia berada di Asia, yang meliputi negara Indonesia, Philipina, Srilanka, Bangladesh, Pakistan, Nepal, dan Vietnam.

Estimasi ILO pada tahun 2009 menyebutkan jumlah PRT di seluruh dunia sebanyak 50 juta orang dan kurang lebih 3 hingga 4 juta PRT bekerja di Indonesia.

Kerja Kayak Sementara menurut Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga, jumlah PRT di Indonesia 2009 diestimasi sebanyak 10 juta-an orang, dan lebih dari 67 persen rumah tangga kelas menengah dan menengah atas mempekerjakan PRT.

Pada 16 Juni 2011 ILO tekah mengeluarkan konvensi nomor 189 yang mengatur tentang kerja layak bagi pekerja rumah tangga.

Saat ini sudah ada delapan negara di seluruh dunia yang meratifikasi konvensi tersebut, termasuk Philipina sebagai satu-satunya negara dari Asia.

Aktivis Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) Maria Yohanista mendesak pemerintah agar segera ikut meratifikasi aturan tersebut untuk melindungi aktivitas PRT di Indonesia.

"Ratifikasi itu merupakan bukti bahwa pemerintah memiliki itikad baik melindungi PRT dari segala tindak kekerasan dan pelecehan, karena dengan adanya ratifikasi berarti ada dorongan untuk membuat Undang-undang," kata dia.

Selain itu, dia mengingatkan, bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah berjanji untuk melindungi pekerja rumah tangga domestik dan migran di Indonesia pada 2011, dan hingga saat ini belum terlaksana.
http://wartaekonomi.co.id/berita1629...kat-tajam.html

Malaysia Mulai Kena Dampak Krisis Ekonomi? Kurangi Tenaga Kerja Asing, Usir TKA Illegal!
Quote:


Dahlan Iskan : Krisis Sekarang Seperti 2008
JUM'AT, 23 AGUSTUS 2013 | 14:40 WIB

TEMPO.CO, Purwokerto - Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan mengatakan tekanan terhadap mata uang rupiah belakangan ini seiring dengan arus penarikan dolar Amerika Serikat ke negaranya. Dampaknya tak hanya ke rupiah saja, tapi sejumlah mata uang seperti ringgit Malaysia, Rupee India, dan peso Filipina juga mengalami depresiasi terhadap dollar Amerika. "Ini harus segera diatasi. Indonesia juga pernah mengalaminya tahun 2008," kata Dahlan saat memberikan kuliah umum di Universitas Jenderal Soedirman, Jumat, 23 Agustus 2013. Dia optimistis krisis tertangani, tapi tindakan cepat harus segera dilakukan.

Berbeda dengan krisis 2008, kata Dahlan, krisis kali ini jauh lebih ringan. Pada 2008, harga saham anjlok hingga 50 persen. Sedangkan tahun ini, harga saham turun hanya 20 persen. "Indonesia mempunyai pengalaman untuk keluar dari krisis ini," katanya
http://www.tempo.co/read/news/2013/0...g-Seperti-2008

Pertemuan G20 di Rusia tanpa solusi antisipasi krisis ekonomi negara berkembang
Minggu, 8 September 2013 08:21:00

Pemimpin negara-negara yang tergabung dalam forum G20 telah menyelesaikan pertemuan tingkat tinggi di Rusia. Tidak ada solusi atas permasalahan ekonomi yang kini menghantui negara-negara berkembang. Salah satu kesimpulan yang diambil, ekonomi negara maju tengah mengalami pemulihan. Sementara ekonomi negara berkembang justru sebaliknya, mengalami tekanan. Persis seperti kondisi ekonomi Indonesia akhir-akhir ini, di mana laju pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan, tekanan inflasi tinggi, anjloknya nilai tukar Rupiah, hingga melemahnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Presiden SBY mengatakan, hal itu terjadi karena sejumlah negara maju telah mulai melakukan recovery atau pemulihan ekonomi, seperti Amerika Serikat. "Namun, di tengah kemajuan negara maju, negara emerging country, seperti BRICS, ekonominya mengalami tekanan. Dengan demikian, tekanan ekonomi bukan hanya dihadapi oleh Indonesia," kata Presiden SBY seperti dikutip dari website sekretariat kabinet, Minggu (8/9).

Hal itu diungkapkan SBY saat menggelar jumpa pers didampingi oleh Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menlu Marty Natalegawa, Mensesneg Sudi Silalahi, Mendag Gita Wirjawan, Menkeu Chatib Basri, Menperin MS Hidayat, dan Mendikbud Mohammad Nuh, di Rusia. Yang menjadi bahasan utama dalam pertemuan KTT G20 adalah pertumbuhan ekonomi, investasi, lapangan kerja, stabilitas nilai tukar, dan aspek lainnya. Presiden menjelaskan, negara berkembang sekarang ini mengalami tekanan ekonomi baru.

Semisal Rusia yang ekonominya diperkirakan hanya tumbuh 3,3 persen. Namun, ada juga yang mengatakan kurang dari itu. India diramalkan hanya akan tumbuh 5,6-5,7 persen. Afrika Selatan juga diperkirakan tumbuh 2 persen. Indonesia diperkirakan akan tumbuh 5,8 persen. Jika pertumbuhan Indonesia sesuai perkiraan, SBY masih membanggakan ekonomi nasional yang tumbuh di bawah China. Selain itu, yang juga menjadi pokok bahasan penting adalah nilai tukar.

Nilai Rupiah saat ini tertekan -7,79 persen. Sedangkan, Rusia terdepresiasi hingga -12 persen, Brasil -15,51 persen, Turki -8,81 persen. "Artinya, Kita harus serius untuk mengantisipasi hal ini. Presiden Obama sampaikan bahwa perbaikan ekonomi AS ini dilakukan karena The Fed melakukan quantitave easing," ucap SBY. Sepulangnya dari G-20, SBY berjanji akan menangani pemulihan ekonomi secara intensif.
http://www.merdeka.com/uang/g20-tanp...erkembang.html

Pemerintahan SBY seperti orang kaya baru yang hobi foya-foya
Jumat, 6 September 2013 13:24:17

Kondisi ekonomi Indonesia saat ini tengah mengalami ujian di tengah gelombang ketidakpastian ekonomi dunia. Nilai tukar Rupiah yang sekarang berada di atas level Rp 11.000 per USD jadi perhatian utama karena tidak lepas dari kesalahan kebijakan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ekonom Didik Junaidi Rachbini menuturkan, awal mula krisis ini adalah kegagalan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan instansi pengambil kebijakan lainnya, yang tak mampu menekan defisit anggaran dan defisit neraca berjalan. "Biang kerok nilai tukar melemah ini kebijakan fiskal di mana biangnya itu politik, DPR, Kemenkeu dan puncaknya Presiden," kata Didik di Kadin, Jakarta, Jumat (6/9).

Menurut Didik, anggaran APBN ribuan triliun hanya digunakan untuk hal yang tidak menguntungkan bagi gerak perekonomian nasional. Semisal subsidi BBM yang besar. Subsidi BBM sendiri menjadi arena permainan politik yang membuat orang tidak percaya pada Indonesia karena buruknya fiskal. "Dulu pemerintah ingin menaikkan harga BBM ditahan sama DPR. DPR mengunci menteri dan presiden. Ketika masyarakat loyo dilempar ke presiden dan presiden tidak berani," katanya. Dengan demikian, dia menyebut pemerintah sekarang seperti orang kaya baru yang gemar hidup berfoya-foya dan boros. "Perilaku itu menjangkiti orang di kebijakan fiskal. Yang memimpin itu tidak beres," tegasnya.
http://www.merdeka.com/uang/pemerint...foya-foya.html

Jangan sampai pasar panik saat terjadi gejolak ekonomi
Sabtu, 7 September 2013 18:57:00

Meskipun Bank Indonesia sudah mengeluarkan kebijakan menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate ke level 7 persen, nilai tukar Rupiah belum juga bangkit dari keterpurukan. Kondisi ini harus segera dicarikan jalan keluar. Baik pemerintah maupun Bank Indonesia dituntut lebih maksimal dalam berkoordinasi menghadapi anjloknya nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. "Koordinasi itu bertujuan untuk tetap menjaga pasar agar tidak ada kepanikan ketika terjadi gejolak ekonomi," ujar CEO PT Saratoga Investama Sandiaga Uno di Jakarta, Sabtu (7/9).

Sandiaga masih melihat kondisi dan situasi perekonomian nasional cukup cerah. Prospek ekonomi dalam negeri juga masih bisa lebih baik lagi asalkan pemerintah dan pemangku kebijakan tidak terlambat merespon kondisi yang ada. "Pemerintah harus lebih cepat tanggap kepada gejolak ekonomi yang sedang terjadi di Indonesia," harapnya. Dalam pandangannya, langkah Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan menjadi 7 persen direspon positif oleh pelaku pasar.
http://www.merdeka.com/uang/jangan-s...k-ekonomi.html

Kadin: Krisis Ekonomi Bermula dari Ketidakpercayaan
Jum'at, 6 Sep 2013

Jakarta (Antara) - Ketua Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (LP3E Kadin) Didik J Rachbini mengatakan, krisis ekonomi bermula dari ketidakpercayaan baik para pelaku usaha maupun penanam modal kepada kebijakan-kebijakan yang ada. "Ekonomi Indonesia ini seperti gadis cantik yang diperbutkan, namun jika kebijakan fiskal, termasuk postur dan struktur anggaran tidak mendukung, akan muncul ketidakpercayaan yang akan menghambat itu semua," katanya saat diskusi yang bertajuk "Penyebab Krisis Nilai Tukar dan Dampaknya terhadap Ekonomi Nasional" di Jakarta, Jumat.

Menurut Didik, kebijakan fiskal saat ini belum cukup merespon kondisi ekonomi yang menunjukkan penurunan akhir-akhir ini yang dinilai bersumber dari subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Dia menyebutkan, defisit keseimbangan primer naik dari Rp40,1 triliun menjadi Rp111,7 triliun dan target penerimaan negara juga turun dari Rp1.529,7 triliun menjadi Rp1.502,0 triliun. "Ini menunjukkan ruang fiskal yang sempit karena besarnya impor yang mengurangi cadangan devisa," katanya.

Dia juga menyebutkan bahwa "tax ratio" turun dari 12,87 persen menjadi 12,21 persen, defisit anggaran terhadap produk domestik bruto (PDB) naik dari -1,65 persen menjadi -23,8 persen. Porsi subsidi energi, lanjut Didik, naik dari 23,8 persen menjadi 25,1 persen, sementara itu belanja modal justru turun dari 16 persen menjadi 15,7 persen dan realisasi penyerapan anggaran hingga akhir Mei 2013 baru mencapai 31,4 persen dan realisasi belanja modal 13,8 persen.
Dia juga menyebutkan defisit neraca perdagangan dari Januari hingga Mei 2013 mencapai 2,5 miliar dolar AS. "Defisit ini pertanda adanya tekanan impor karena kebijakan perdagangan belum tepat," katanya.

Dari sisi ekspor, Didik menyebutkan batu bara masih menjadi komoditi utama, yakni 17,2 persen diikuti minyak nabati 13,3 persen, tekstil dan produk tekstil 8,2 persen, alat listrik, ukur, fotografi dan lain-lain 7,3 persen. "Kalau pangsa ekspor itu turun, defisitnya akan lebih besar mengingat neraca perdagangan nonmigas rentan terhadap perubahan harga karena ekspor Indonesia mengandalkan komoditas primer," katanya. Ditambah dengan defisit ekspor nonmigas ke negara-negara, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Jerman dan Prancis. Dia mengimbau agar kebijakan ekonomi, terutama kebijakan fiskal tidak diputuskan secara politik menjelang Pemilu 2014. "Agar tidak mengorbankan rakyat banyak," katanya. Sementara itu, sebelumnya Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa meyakini Pemilu 2014 yang anggarannya mencapai Rp17 triliun tersebut akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. "Dampaknya sangat besar sekali. Jadi akan menggerakan ekonomi," katanya
http://id.berita.yahoo.com/kadin-kri...--finance.html

------------------------------

Bila terjadi krisis, orang berduit dan kaya seperti para pembisnis dan pejabat yang duitnya banyak, pastilah tidak akan terkena dampak menyakitkan itu karena mereka pandai menyelamatkan uang dan kekayaannya. Yang tersiksa itu pastilah kelompok penduduk kelas bawah (40% penduduk berpenghasilan paling rendah). Jumlah mereka itu cukup besarlah tentunya, sekitar 100 juta jiwa. Apalagi kalau ukurannya berpendapatan dibawah 2 dollar perharinya, bisa sampai 150 jutaan!

Kalangan bawah ini bila melihat peluang kerja di dalam negeri sulit, mereka akan pergi ke luar negeri. Masalahnya saat ini, negara-negara Asia Timur dan Tenggara seperti Taiwan, Korea, China, Singapore atau Malaysia, juga bermasalah dengan perekonomiannya yang terkena dampak krisis ekonomi di AS dan Eropa. Begitu halnya dengan negara-negara kaya Arab di Timur Tengah yang saat ini sedang dilanda revolusi dan peperangan di hampir di semua wilayah yang tadinya makmur itu.

Padahal kesanalah TKI kita selama ini mengadu nasib untuk mencari real, dollar, dan ringgit. Sikap negara G20 (padahal ada Indonesia disana) yang cuek dengan masalah krisis ekonomi yang terjadi di negara berkembang akibat baliknya modal dan uang panas ke AS dan Eropa kembali, menunjukkan bahwa yang bisa menolong negeri kita adalah bangsa kita sendiri. Oleh sebab itu, pemimpinnya jangan asyik pencitraan melulu karena mau mengejar ambisi kursi Presiden atau DPR semata, lalu menganggap remeh masalah krisis ekonomi yang mengancam keamanan nasional itu.


emoticon-Turut Berduka
Diubah oleh AkuCintaNanea 08-09-2013 10:25
0
3K
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan