Kaskus

Entertainment

aqhybAvatar border
TS
aqhyb
Cinta : Antara Cahaya Dan Kegelapan
Cinta : Antara Cahaya Dan Kegelapan
Salah satu kelalaian besar manusia di muka bumi ini ialah keterlupaannya akan “ mengenal diri ”, manusia seringkali tidak memperhatikan dirinya sebagai mahluk yang esensinya menyembah pada Sang Ilahiah. Sehingga hal demikian menjadi penghalang baginya dalam meraih kesempurnaan dirinya. Keterlupaan diri dan kesibukan akan hal yang berbauh materi semata,membuat manusia semakin jauh dari esensinya sebagai mahluk yang senantiasa menyembah (fitrah) dan bergerak pada ilahi. Bahwa cinta pada dunia tak akan mengantarkan manusia maraih kebahagaian sejati, selain hanya ilusi semata. Bahwa tiada yang pantas dan selayaknya di cintai selain hanya Allah semata, karena dalam hati yang satu tidak akan bisa berkumpul dua cinta; cinta ilahi sekaligus cinta yang lainnya – mustahil dua hal yang bertentangan dapat menyatu dalam satu wadah (hati). Jika manusia mencintai dunia maka, ia akan mendapatkannya, begitu pula jika ia mencintai ilahi maka ia pula akan mendapatkannya. Tapi, cinta keduanya tak akan bisa bersatu dalam satu hati.
Keterlupaan akan diri adalah keberhasilan setan dalam merayu manusia untuk tetap dalam kekuasannya, setan akan terus membisiki manusia untuk berbuat di luar perintah dan larangan ilahiah. Setan akan terus membisikan manusia dalam kondisi apapun dan di mana pun manusia itu berada, setan tidak akan membiarkan waktu terlewatkan baginya untuk membujuk manusia dalam melakukan kemaksiatan. Misalkan, mulah-mulah setan akan masuk kerelung hati manusia, kemudian menganjurkan agar manusia melakukan amalan-amalan, seperti zikir atau wirid dan semacamnya, dan pada waktu yang sama dia menunjukan kepada manusia perbuatan salah seorang ahli maksiat sesuai dengan keadaan kita, serta ia kan meyakinkan kita bahwa kita lebih baik dari pendosa itu menurut hukum akal maupun syariat, dan amalan kita seolah-olah telah menjamin keselamatan kita, dan Alhamdulillah, kita pun bersih dan bebas dari dosa. Dengan memperhatikan kondisi tersebut manusia telah terjebak dalam permainan setan dalam rayuannya, pertama setan telah membuat manusia tersebut berburuk sangka pada orang lain, dan kedua membuat kita merasa lebih baik dengan orang yang lain, pada kedua hal ini adalah pangkal kebinasaan dan kerusakan.
Kondisi demikian di atas, bagi manusia adalah karena kurannya perhatian dalam hal ini kesadaran manusia dalam merenungi setiap apa yang ia ingin lakukan. Manusia hendaknya memperhatikan setiap gerak dan tingkahnya dengan cermat, dan benar-benar mawas-diri terhadap perbuatannya. Tidak mematuhi angan-angan dan impian yang tak jelas, dan bergegaslah melakukan dalam pembenahan diri, memperbaiki ucapan dan perbuatan, lahir dan batin serta menyingkirkan sifat munafik.
Hal di atas memaksa manusia akan terus “ curika akan dirinya ”, manusia secepat mungkin memohon pada Allah untuk menjauhkan ia dari hal-hal yang akan menyesensarakan dirinya, baik di dunia ini lebih-lebih di akhirat kelak. Dengan memohon, berdoa pada ilahi semoga kita terhindar dari sifat-sifat yang menjauhkan diri kita dari cahaya-NYA. Doa dan zikir, dan memahami dengan baik makna-makna doa itu sendiri, seperti yang di ajarkan oleh para Nabi, para imam yang suci, maka ke kuatan jiwa kita meningkat dan roh ini seolah-olah menjadi ringan, dan memudahkan kita dalam meraih dan mungkin memudahkan kita dalam menyaksikan cahaya ilahiah.
Ketika cinta dunia itu sudah mengakar dalam diri manusia dan tidak secepatnya di rubah maka akan sangat sulit bagi manusia untuk merubahnya kelak, bukan hal tak mungkin – manusia akan terus dalam perangkap setan ini, namun juga hal yang sangat bisa manusia merubahnya, tentu dengan keadaan yang sangat sulit untuk merubahnya (butuh latihan yang keras). Ibaratnya kita menanam sebuah benih pohon, semakin ia tumbuh dan besar, akarnya juga akan semakin kuat. Jika manusia tidak sejak dini merubah tindakan buruknya dan mulai berhijrah pada cahaya kebenaran, maka sangat sulit untuk dapat merubah kebiasaan buruknya – bahkan cenderung tak dapat di rubah sampai ia kelak meninggal (jika hal demikian yang terjadi, maka di alam sana/barzakhi tak akan mungkin dapat di rubah lagi).
Namun kabar gembira bagi manusia, bahwa tiada satupun di alam ini yang tak bisa di rubah, selama manusia berusaha dan bersunggu-sunggu untuk hijrah dari cinta dunia pada cinta ilahiah, maka hal demikian akan tercapai. Karena di akhirat nanti – tempat penyesalan tak akan mampu menolong manusia dari perbuatan-perbuatan buruknya di dunia. Oleh karena itu sepatutnyalah kita bergegas diri untuk mencurahkan perhatian pada ilahiah semata dan meninggalkan hal-hal yang dapat menghambat penyembahan kita. Kita harus yakin bahwa tidak ada yang sia-sia yang di kerjakan oleh manusia dalam usahanya, apa lagi mendekatkan dan mensucikan diri kita karena Allah semata. Dan ketika hal itu kita sedang, dan mungkin sudah mengerjakannya maka, bertawakkallah, sesungguhnya Rahmat Allah bagi orang-orang yang bersunggu-sunggu berhijra ke pada-NYA.
Di sini usaha kita hanya semata-mata kerena Allah semata, zat yang mulia dan bukan karena mengharapkan yang lain, dalam artian bahwa manusia harus bisa melepaskan diri dari cinta diri itu sendiri dan cinta dunia, karena sebagaimana ungkapan di atas; mustahil satu hati ada dua cinta.
Cinta diri adalah pangkal dari kesombongan manusia dengan manusia yang lainnya. Salah satu dari kondisi cinta diri ialah merasa lebih hebat dari orang lain, alias kesombongan. Hal ini bisa jadi di sebabkan karena manusia sering kali memahami sesuatu, tapi karena ia belum meyakininya maka ia tak mengikutinya. Karena manusia akan melakukan sesuatu hal ketika keyakinannya sudah datang dan hadir pada dirinya. Hal yang sangat bagi manusia, yang kurang dan mungkin tidak menyadarinya, ketika ia melakukan tindakan yang terpuji menurut agama, misalnya, -- timbul dalam dirinya rasa berkorban. Rasa berkorban inilah menimbulkan dan mengasumsikan adanya “aku” dan “engkau”, sehingga timbul klaim dalam dirinya “akan berkorban untukmu”. Hal ini dalam pandangan kaum Arif merupakan bagian dari kesyirikan. Ketika kita tak memperhatikan hal demikian maka celakalah kita, oleh karena itu membiasakan diri bertafakkur-mengingat kebesaran Allah, tiada kuasa selain-NYA, dengan hal ini akan memunculkan sepercik rasa cinta dalam hati kita ke pada Sang Pencita Maha Tinggi.
Cinta diri adalah pelencengan fitrah manusia dari maujudnya, manusia esensinya kembali pada kebentuk “ fitrah aslinya ” untuk meraih kesempurnaan dan kesejatian hidupnya, manusia harus bersunggu-sunggu berhijrah dari hal-hal cinta diri atau pun cinta dunia, menuju cinta hanya pada Ilahiah semata. Berhijrah dengan punuh kesabaran. Karena, kesabaran adalah kunci keberasilan meraih kesempurnaan. Ketika kita masi berkeluh kesah, dengan musibah yang mungkin terjadi pada diri kita,hal demikian menunjukan ke imanan kita belum kuat dan kokoh.
Jika, perasaan keluh kesah ini tidak kita perhatikan, maka ibaratnya kita di timpa suatu penyakit yang sangat mematikan, namun karena kita tidak menyadari ataupun mengetahuinya
maka kita tidak pernah berusaha mengobatinya. Namun, ketika kita mengetahui bahwa kita mempunyai penyakit yang membahayakan, maka kita akan berusaha sekuat tenaga untuk mencari dan berobat demi ke sembuhan tubuh kita. Ini sama halnya dengan penghambaan kita pada ilahiah – manusia harus mengetahui apa yang harus ia lakukan dan tidak ia lakukan sebagai hamba Allah, agar kita selamat di ke hidupan kelak.
Jadi, hanya kepada Allah lah tempat kita bersandar demi mencapai kesempurnaan diri. Ikhlas dalam berniat dalam menempu perjalanan menuju ke ilahi. Barang siapa yang mengikhlaskan niatnya untuk Allah selama 40 hari, maka sumber-sumber hikma akan memancar dari lisan dan kalbunya. Inilah buah dari ke ikhlasan. Suatu ke ikhlasan juga sangat di bentuk oleh konsentrasi atau focus kalbu kita dalam mengerjakan suatu hal (beribadha,mendekatkan diri pada Sang Ilahi).
Melakukan suatu pensucian jiwa, bagi orang tertentu mungkin saja akan sangat berat dalam mengerjakannya. Karena membutuhkan suatu pengkondisian tertentu dari tindakan-tindakan yang mungkin merusak kesucian bagi diri kita. Salah satu syarat dari pensucian jiwa itu adalah pengkondisian diri, dari pengkondisian ini – kemudian kita melakukan suatu pengawasan tertentu pada jiwa atau diri kita selama dalam berlangsunnya pengkondisisan diri. Terakhir kita mulai menilai atau mengevaluasi dari apa yang kita kerjakan.
Diubah oleh aqhyb 08-09-2013 04:53
nona212Avatar border
nona212 memberi reputasi
1
1.8K
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan