nockqAvatar border
TS
nockq
Catatan Perjalanan Gn. Argopuro 3.088 mdpl Lewat Bremi (16 - 22 Pebruari 2009)
HARI I
Senin 16 Pebruari 2009, pukul 10.39 wib saya (Noko), Suta, dan Katik sudah selesai Packing. Kami bertiga menginap di rumah Suta untuk memudahkan koordinasi dan manajemen logistik pendakian. Kami bertiga akan melakukan pendakian ke Gunung Argopuro yang berada pada ketinggian 3.088 mdpl dan puncaknya berada pada Kab. Probolinggo, Jawa Timur dan berada dalam pengawasan Sub BKSDA wilayah Jember. Gunung Argopuro ini sebenarnya terletak di 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Jember, dan Kabupaten Situbondo.

Sebelum memulai perjalanan, saya akan sedikit bercerita tentang Gunung ini. Argopuro terkenal sangat angker, konon gunung ini menyimpan legenda Dewi Rengganis selir yang paling di sayangi Raja Majapahit, namun Sang Raja harus mengasingkan Dewi Rengganis ke sebuah puncak gunung karena ramalan seorang Empu yang menyatakan bahwa kerajaan Majapahit akan jatuh ke tangan Dewi Rengganis . Akhirnya sebuah istana dibangun lengkap dengan fasilitas bala tentara, dayang-dayang, dan juga hewan ternakdi sebuah puncak yang kini dikenal dengan puncak Rengganis. Hal ini yang kemudian menjadi asal nama Gunung Argopuro, arged artinya “tertinggi” dan puro adalah “istana”, sehingga Argopuro berarti “istana tertinggi”.

Gunung Argopuro merupakan salah satu gunung yang terletak di deretan pegunungan Hyang. Ada 14 puncak di jajaran pengunungan Hyang tersebut. Beberapa puncaknya mempunyai struktur geologi tua dan sebagian lainnya lebih muda. Puncak Gunung Argopuro adalah puncak tertinggi dipegunungan Hyang, dengan 2 puncak utama yaitu Puncak Rengganis dan Puncak Argopuro. Terdapat juga peninggalan bersejarah dari jaman Prasejarah hingga masa pendudukan Jepang. Jalur pendakian Argopuro adalah jalur pendakian terpanjang di Pulau Jawa . Untuk mendaki gunung ini terdapat 2 jalur utama pendakian yaitu :
1. Jalur Bremi (Probolinggo)
2. Jalur Baderan (Kec. Besuki, Situbondo)
Sebenarnya ada satu jalur lagi yaitu jalur Badean (Jember) namun jalur yang sering dipakai oleh pendaki adalah 2 jalur utama tadi. Kebanyakan pendaki yang mendaki Argopuro pasti akan lintas jalur supaya bisa mendapatkan pemandangan yang lengkap (savana, hutan lumut, dan danau).

Singkat cerita, pada pukul 12.14 wib kami bertiga sudah sampai di Stasiun Pasar Senen, kami diantar oleh Ibunya Suta, kami sudah membeli tiket kereta api Gaya Baru Malam selatan 3 hari sebelumnya. Awalnya saya tidak berencana untuk ikut dalam pendakian ini namun dikarenakan situasi mengharuskan saya untuk menemani Katik dan Suta yang hanya akan mendaki berdua saja maka saya putuskan untuk menjadi guide dalam pendakian Argopuro ini. Saya sudah pernah mendaki Gunung Argopuro ini pada bulan Agustus tahun 2008 melalui jalur Baderan. Dan pada pendakian kali ini kami bertiga sepakat mengambil jalur pendakian dari Bremi supaya lebih cepat.

Karakteristik kedua jalur pendakian tersebut sangat berbeda, jalur Baderan lebih cenderung landai namun sangat panjang, sekitar 4,2km jarak yang harus ditempuh pendaki dari start Polsek Sumber Malang, Baderan hingga Cikasur atau kurang lebih ditempuh selama 8-9jam. Tapi menurut informasi yang saya peroleh dari teman yang barusan turun dari Argopuro hari Senin kemarin (2 September 2013) sekarang sudah ada motor yang sering melintasi jalur pendakian Baderan, jadi dari pos KSDA Baderan sampai sungai kecil di Cikasur bisa ditempuh dengan naik motor. Berbeda dengan Jalur Bremi, Start dari Polsek Krucil hingga Puncak Rengganis secara hitungan matematika bisa ditempuh dalam waktu 11-12 Jam. Oleh karena itu, dengan pertimbangan bahwa kami bertiga berangkat dari Jakarta dan untuk mempersingkat waktu maka kami putuskan lewat Jalur Bremi.

Kembali ke laptop, di Stasiun Pasar Senen kami diantar juga oleh beberapa teman-teman sispala PASMA dari SMA 54 Jakarta, Katik dan Suta adalah senior di organisasi tersebut. Sedangkan saya membawa nama sispala ARISMADUTA dari SMA 1 Boyolangu, Tulungagung. Sekitar 15 menit kami mengecek kembali perlengkapan yang kami bawa dan tepat pukul 12.30 kereta Gaya Baru Malam Selatan sudah datang di Stasiun Pasar Senen. Usai berpamitan, kami langsung masuk ke kereta dan mencari tempat duduk sesuai dengan yg tertera di tiket. Yak, perjalanan dimulai, kurang lebih 14 jam kami dikereta menyusuri 784km panjangannya rute yang kami tempuh dari Jakarta menuju Surabaya. Dikereta kami mengisi waktu dengan canda tawa dan obrolan ringan hingga kami terlelap satu persatu.

Spoiler for Dokumentasi hari pertama:


HARI II
Selasa 17 Pebruari 2009, pukul 4.45 pagi kami terbangun dan ternyata kereta sudah sampai di stasiun Wonokromo, Surabaya. Waktu itu Suta ingat bahwa menurut informasi yang diperolehnya transportasi menuju terminal Bungurasih yang mudah adalah dari Stasiun Gubeng. Kenapa harus ke terminal, karena setelah sampai di surabaya, kami harus naik bis menuju Probolinggo supaya cepat. Sebenarnya ada kereta yang akan membawa kami dari Surabaya ke Probolinggi tapi berangkat siang, jadi untuk mempersingkat waktu kami harus naik bis. Di stasiun Wonokromo kami tidak turun walapun saya sempat tanya kepada salah satu penumpang dan dia memberitahu kami bahwa kalau mau ke terminal Bungurasih lebih cepat dan lebih mudah dari stasiun Wonokromo dari pada harus ke stasiun Gubeng dulu (setelah Saya kerja di Surabaya ternyata memang benar, kalau mau ke terminal Bungurasih dari Stasiun Gubeng itu kejahuan).

Akhirnya pukul 05.01 kami tiba di stasiun Gubeng, setelah melakukan ritual di pagi hari, kami bertiga sarapan. Kebetulan sekali begitu keluar dari stasiun ada warung nasi rawon dan nasi campur yang sudah buka. Saya melihat jam masih menunjukkan pukul 05.25 pagi, tapi karena kelaparan ya tidak hampir 5 menit kami menghabiskan sarapan nasi rawon itu. Setelah cukup istirahat, meregangkan otot, meluruskan punggung, dan menikmati matahari pagi, pukul 06.12 kami melanjutkan perjalanan. Sebelumnya kami bertanya dulu ke Ibu penjualan nasi, dan ibu tersebut memberitahukan bahwa kalau mau ke terminal Bungurasih kami harus naik bis kota dulu. Kami diberikan arah yang salah oleh Ibu penjual nasi tersebut (mungkin masih ngantuk ya beliau). Kami sempat menunggu selama kurang lebih setengah jam tidak ada satupun bis kota yang lewat. Akhirnya setelah memberanikan diri bertanya ke tukang becak, akhirnya kami diberi arahan yang tepat, tapi kami harus jalan kaki dulu sedikit lebih jauh, mungkin hampir 1km. Pukul 07.01 kami naik bis kota menuju terminal Bungurasih, salah satu terminal bis paling ramai di Indonesia. Sampai di terminal Bungurasih jam sudah menunjukkan hampir pukul 8 pagi. Perjalanan dari Surabaya ke Probolinggo kami tempuh kurang lebih 2,5 jam jadi pada pukul 10.30 kami sudah sampai di Terminal Bayu Angga, Probolinggo. Setelah itu kami naik angkot 15 menit dari terminal Bayu Angga menuju pool bis AKAS yang berada di samping Hotel Bromo Indah. Bus Akas inilah yang akan membawa kami menuju Bremi. Bus ini berangkat dua kali, yaitu pagi pukul 06.00 dan siang pukul 12.00. Sedangkan kembalai dari Bremi menuju Kota Probolinggo jam 08.00 dan 15.00 wib.

Untuk mengisi kekosongan waktu, saya dan Suta bertugas untuk belanja sayur-sayuran di Pasar yang terletak tidak jauh dari pool bis Akas tadi. Cukup dengan jalan kaki 5 menit kami sudah sampai di pasar tradisional itu. Setelah cukup membeli logistik tambahan berupa wortel, sawi, dll kami pun kembali ke pool bis. Disana Katik bertugas untuk menjaga tas. Waktu masih menunjukkan pukul 11.00 itu artinya masih ada 1 jam lagi untuk menunggu bis Akas ini berangkat. Kami habiskan waktu dengan mengobrol dan mendokumentasikan keadaang sekitar. Pukul 12.34 bus belum juga berangkat akhirnya setelah penumpang penuh pada pukul 13.06 bus mulai berangkat menuju Bremi.

Dari pool AKAS menuju Polsek Krucil ini memakan waktu kurang lebih 1,5-2 jam. Pada pukul 14.59 kami sudah selesai mengurus perijinan di Polsek Krucil dan bersiap melakukan pendakian. Tak lupa berdoa terlebih dahulu supaya selamat sampai tujuan dan pulang lagi dalam keadaan sehat walafiat. Tepat pukul 15.15 kami start jalan dari polsek Krucil turun ke pertigaan menuju arah perkebunan Ayer Dingin. Dengan melewati kebun penduduk yang kebanyakan ditanami jagung dan padi, selanjutnya kami memasuki kawasan perkebunan yang ditanamai kopi dan sengon. Jalur semakin menanjak dan memasuki kawasan hutan Damar. Setelah berjalan sekitar 2 jam kami memasuki batas Hutan Suaka. Dari batas Suaka Alam, hutan semakin lebat dan jalur semakin terjal. Kita perlu mewaspadai kawasan ini karena banyak dihuni oleh babi hutan, di kiri dan kanan jalur pendakian banyak terdapat bekas jejak babi hutan. Oleh karena tubuh masih dalam proses penyesuaian atau aklimatisasi maka pada pukul 17.00 kami memutuskan untuk istirahat. Pukul 17.05 kami lanjutkan perjalanan kembali, setelah satu jam berjalan langit mulai gelap dan kami mempersiapkan senter kami masing-masing. Tak lama kemudian hujan deras turun, kami memutuskan untuk tidak memakai mantel dikarenakan malas mengambilnya, hujan semakin deras kami semakin kesulitan karena medan bertambah licin. Jalur yang sebelumnya tanah berubah menjadi jalur aliran air sehingga sangat licin. Pada pukul 21.30 kami sampai pada puncak sebuah bukit, sesuai dari pengalaman saya, apabila sudah sampai di puncak bukit ini maka sudah dekat dengan Danau Taman Hidup. Kalau dari jalur Bremi apabila kita sudah sampai di puncak bukit tersebut kalau kita ingin ke Puncak maka lurus terus, tapi kalau ingin ke Danau Taman Hidup harus belok kanan. Setelah istirahat sebentar kami melanjutkan perjalanan ke Danau tersebut. Pukul 22.05 kami berhasil mendirikan tenda dan satu persatu dari kami ganti pakaian untuk tidur dan menjemur pakaian yang basah diluar tenda. Kami memutuskan untuk memasak mie instan karena untuk mempersingkat waktu mengingat beso pagi harus melanjutkan perjalanan panjang lagi, jadi setelah makan kami seger tidur. Tepatnya pukul 00.57 kami baru berangkat tidur.

Spoiler for Dokumentasi hari kedua:


HARI III
Rabu 18 Pebruari 2009, alarm disetel pukul 06.00 tapi saya sendiri bangung pukul 06.58, saya pun tidur kembali karena melihat Suta dan Katik masih tertidur pulas. Suta bangun pukul 08.03 disusul dengan Katik dan Saya. Untuk mempersingkat waktu pukul 08.19 kami mengambil air di Danau sambil mengabadikan pemandangan yang indah tersebut. Sayang, karena kami bangun kesiangan jadi kabut sudah menutupi cahaya matahari alias mendung lagi. Tepian danau ini sangat berbahaya yaitu berupa rawa berlumpur, sehingga untuk mengambil air kami harus melewati jembatan dermaga kayu. Konon katanya, saat cuaca cerah apabila kita berteriak maka kabut akan muncul dan mengelilingi danau, oleh karena itu danau ini dinamakan danau Taman Hidup. Danau Taman Hidup merupakan lokasi yang sangat luas sehingga bisa digunakan untuk membangun tenda cukup banyak, bisa sampai 6-8 tenda. Pukul 08.34 Suta dan Katik mulai masak untuk sarapan kami. Menu pertama yang siap disantap adalah kopi hitam panas, untuk menghangatkan badan dan menghilangkan sisa kantuk. Saya berniat membantu tapi tidak diperbolehkan, Katik dan Suta sepakat bahwa selama pendakian Argopuro ini saya tidak boleh ikut-ikut masak, entah kenapa, katanya alasannya adalah karena Saya sudah mau menjadi Guide untuk mereka. Ya sudah, saya berusaha menikmati suasana tersebut. Di belakang tenda kami terdapat 3 tenda yang saling berdekatan dan 1 tenda agak berjauhan. Setelah berkenalan, ternyata mereka adalah team penjemput yang telah menyiapkan kejutan bagi para yuniornya yang sedang melakukan pendidikan di Gunung Argopuro.

Pukul 09.20 masakan sudah jadi, kami menyantapnya dengan lahap. Saya akui, masakan Master Chef Suta dan Katik memang lezat. Setelah sarapan kami lanjut packing dan bersiap untuk melanjutkan perjalanan, namu sebelum itu pada pukul 10.56 kami menikmati terlebih dahulu suasana Danau Tamn Hidup. Setelah puas berfoto-foto dan sambil menunggu baju yang semalam kami pakai itu kering, akhirnya tepat pukul 12.39 kami sudah ready to go.
Medan yang selanjutnya kami lewati adalah Hutan Hujan Tropis yang terkenal dengan sebutan Hutan Lumut. Untuk melanjutkan perjalanan dari danau kami harus kembali ke arah semula menuju persimpangan dan belok ke kanan ke arah puncak. Jalur agak landai namun suasana hutan semakin lebat. Setelah berjalan sekitar 30 menit kami berjumpa dengan sungai kecil yang tidak terlalu banyak airnya. Kami istirahat sejenak sambil mengecek kondisi kaki, karena sepanjang jalur dari Batas Alam kemarin hingga hutan lumut ini banyak pacetnya. Sehingga kami harus hati-hati dan sesekali melihat kebawah. Kami memasuki kawasan hutan yang semakin gelap dan lembab, begitu dekatnya jarak antara pohon sehingga sulit bagi sinar matahari untuk menembusnya. Kawasan inilah yang disebut dengan Hutan Lumut karena semua pohon di areal ini ditutupi lumut. Kesan angker yang menyeramkan dan takut akan bianatang buas dan binatang aneh muncul ketika kami melewati daerah ini. Jejak kancil, Menjangan, Babi Hutan dan Macan dapat ditemukan di sepanjang jalur ini.

Sekitar 1 jam melintasi hutan lumut kami memasuki hutan yang jarak pohonnya tidak terlalu rapat, sehingga kelihatan agak terang. Namun banyak pohon yang tumbang sehingga menyulitkan kami ketika melewatinya. Tumbuhan herbal dan rumput pun tumbuh subur. Jalur ini menyusuri lereng bukit dengan sisi kiri berupa jurang. Rumput yang tumbuh begitu tinggi terkadang menutuoi jalur. Sesekali terdengar kicauan aneka jenis burung.
30 menit kemudian kami tiba di lereng yang banyak batu-batu besar. Disini banyak terdapat pohon tumbang juga sisa dari kebakaran hutan. Kemudian kami melintasi 3 buah sungai kering dengan cara turun jurang dan naik lagi ke atas bukit. Bukit-bukit yang berada di depan selanjutnya banyak ditumbuhi rumput dan pohon yang agak jarang. Sesekali terlihat belasan lutung-lutung bergantungan diatas pohon.

Sekitar 1 jam berikutnya kami sampai di lereng bukit yang banyak ditumbuhi rumput-rumput tinggi yang seringkali menutupi jalur pendakian sehingga sangat mengganggu. Di antara rerumputan, Edelweis mulai tumbuh. Pohon-pohon besar sisa kebakaran masih bertahan hidup dengan menumbuhkan daun-daun hijau yang baru. Dengan menempuh waktu 30 menit melintasi rerumputan yang mengililingi bukit kami selanjutnya tiba di sungai kecil yang airnya mengalir lancar, sungai ini dinamakan Kali Putih. Setelah melewati Kali Putih kami tiba di sebuah puncak bukit yang terdapat banyak pohon cemara, daerah ini dinamakan Cemara Lima, kami istirahat sejenak disini dan ketika akan melanjutkan perjalanan, kami disambut dengan tikus hutan yang berkeliaran disekitar tas kami.

Ada kejadian menarik ketika kami melewati jalur setelah cemara lima ini, melewati cemara lima sudah sulit ditemukan jalur yang bisa untuk mendirikan tenda. Kondisi waktu itu juga sudah malam, Suta berada paling depan disusul Katik kemudian Saya paling belakang. Sekitar pukul 19.30 jalanan semakin gelap, walaupun kami pakai senter namun sebelah kanan kami adalah jurang. Rasa takut bercampur dengan lelah membuat saya sering berhalusinasi. Pertama, saya mendengar ada yang memanggil nama panggilan saya yaitu Noko, suara perempuan tersebut terdengar sangat lembut dan memanggil saya 2x. Spontan saya langsung menepuk pundak Katik yang ada didepan saya, saya meminta untuk berhenti sejenak dan mendirikan tenda disekitar sini. Katik Menyampaikan pesan itu ke Suta dan Suta ternyata tidak setuju. Setelah kami berhenti sejenak, kami pun melanjutkan perjalanan kembali dengan formasi yang sama, saya paling belakang. Gangguan aneh yang pertama tadi saya anggap sebagai halusinasi belaka. Namun selang beberapa menit kami jalan, suara itu muncul kembali. Kali ini bukan memanggil nama saya melainkan seperti suara 2 orang cewek yang sedang bercanda dibelakang saya. Tidak pikir panjang lagi saya berhenti saat itu juga dan meminta tidak dilanjutkan lagi perjalanan malam itu dan segera mendirikan tenda disekitar situ. Ternyata kali ini Katik dan Suta mengerti. Akhirnya pukul 19.30 kami mendirikan tenda dipinggir jalur pendakian. Gangguan malam itu tidak cukup samapi disitu saja, saat tenda sudah berdiri, kami bertiga sedang bersiap masak untuk makan malam, ditengah-tengah kegiatan memasak saya mendengar ada suara Gamelan, suara itu sangat jelas sekali seperti diseberang bukit sumbernya. Namun ketika saya tanyakan ke Katik dan Suta mereka bilang bahwa tidak mendengar suara itu, saya curiga mereka sama-sama mendengarnya tapi pura-pura tidak tau. Akhirnya setelah selesai makan malam kami pun langsung istirahat untuk memulihkan tenaga.

Spoiler for Dokumentasi hari ketiga:


Lanjut di bawah gan..
Diubah oleh nockq 07-09-2013 05:20
0
28.4K
122
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan