- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
42 thn NKRI Dipimpin Militer, Pilpres 2014 akan Didominasi 3 Jenderal lagi? Alamak!


TS
julianirani
42 thn NKRI Dipimpin Militer, Pilpres 2014 akan Didominasi 3 Jenderal lagi? Alamak!
Prabowo Dianggap Tokoh Pemimpin Dimata Masyarakat
Kamis, 05-09-2013 17:25


Prabowo Subianto
JAKARTA PESATNEWS - Direktur data Indonesia Network Election Survey (INES), Sutina mengatakan Prabowo Subianto merupakan tokoh yang dianggap paling punya gaya kepemimpinan yang dinginkan masyarakat dengan tingkat kesukaan sebesar 98,7 persen, yaitu tegas, jujur, tidak peragu, bersih dari korupsi, serta berpihak pada rakyat kecil. "Prabowo memiliki tingkat kepemimpinan sebesar 98,7 persen yang diinginkan masyarakat," ujar Sutisna di Galery Cafe, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2013).
Setelah itu disusul oleh Megawati Soekarno Putri (96,9 persen), Ahok (95,2 persen), dan Joko Widodo (93,7 persen). Dalam hasil survei juga disebutkan, Hatta Rajasa yang juga calon dari Partai Amanat Nasional (PAN) hanya sebesar 91,4 persen, sementara Aburizal Bakrie Capres dari Partai Golkar mempunyai tingkat leadership sebesar 90,8 persen. Sedangkan Gita Wiryawan sebesar 72,8 persen serta Endriarto Sutarto sebesar 69,6 persen.
Untuk tokoh wanita, yang punya leadership sangat tinggi atau mampu adalah Megawati Soekarno Putri. Hal ini tercermin dengan gaya kepemimpinan Megawati yang tanpa kompromi dengan pemerintahan SBY dengan tidak berkoalisi. Dalam survei kali ini, sampling frame adalah WNI yang sudah mempunyai hak pilih pada saat pemilu 2014. Sampel yang diambil sebanyak 8280 responden di 33 provinsi dengan margin of eror sekitar 1,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Pelaksanaan survei dilakukan pada 16 Agustus sampai dengan 30 Agustus 2013. Pengumpulan data dengan metode tatap muka langsung dengan menggunakan kuisioner sebagai instrumen pengumpulan informasi
http://www.pesatnews.com/read/2013/0...ata-masyarakat
Ancaman dan Tekanan Politik untuk Jokowi?
Pramono Eddhie Mulai Galang Dukungan Lewat Spanduk
Kamis, 05-09-2013 14:12



Pramono Edhi
JAKARTA, PESATNEWS- Mantan KSAD Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo mulai mencari dukungan. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu kini menebar spanduk capres di DPR. Spanduk-spanduk Pramono Edhie ini berjejer dipasang di pintu gerbang DPR. Dalam spanduk itu, mantan KSAD tersebut menyoroti masalah korupsi. Tagline Pramono di spanduk itu tertulis "Lebih banyak orang yang Korupsi, berarti lebih banyak pula orang yang Bodoh. Berarti untuk menurunkan tingkat kebodohan, hilangkan Korupsi dulu".
Di sisi kiri spanduk, terdapat foto Pramono dengan dilingkari berbagai warna. Lantas di bawah foto tersebut tertulis "Wibowo untuk Indonesia". Pramono juga kini mencantumkan alamat resmi sekretariatnya yakni di Jalan Jenderal Sudirman No.12 Jakarta Pusat. Pramono adalah salah satu kandidat capres dari konvensi Partai Demokrat. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu akan bersaing dengan kandidat lainnya seperti Anis Baswedan, Dahlan Iskan, Marzuki Alie, Irman Gusman, Ali Mahsan Musa, dan Hayono Isman
http://www.pesatnews.com/read/2013/0...-lewat-spanduk
Wiranto deklarasikan diri sebagai capres
2 Juli 2013 - 12:52 WIB


Wiranto
Ketua umum Partai Hanura yang juga merupakan petinggi militer pada masa orde baru, Wiranto hari Selasa (02/07) resmi mencalonkan diri sebagai calon presiden dari Partai Hanura. Mantan jendral TNI ini menggaet taipan media HaryTanoesoedibjo sebagai calon wakil presiden dari partai yang sama.
Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo resmi mendeklarasikan diri menjadi pasangan capres dengan mengusung slogan 'pasti maju Indonesia'.
Kedua pasangan mengklaim modal besar mencalonkan diri adalah pengalaman Wiranto memimpin TNI selama 35 tahun sementara sebagai pengusaha sukses Harry dianggap memahami persoalan ekonomi nasional.
Wiranto dan Hary Tanoe adalah pasangan kedua yang resmi mengumumkan pencalonan sebagai capres dan cawapres setelah Klik tahun lalu Aburizal Bakrie mencalonkan dari Partai Golkar, meski belum disertai pasangan calon wakilnya.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berit...o_capres.shtml
Kenangan 32 tahun dibawah rezim otoriter Soeharto:
Enak sekarang atau zaman Soeharto?
Jumat, 1 Maret 2013 07:03:00

Gambar di bak truk dan stiker itu seolah menyindir kondisi Indonesia setelah reformasi. Sosok Presiden kedua Republik Indonesia tersenyum. Di sebelahnya tertulis 'isih penak zamanku tho le?' Artinya masih enak zamanku kan nak? Sosok Soeharto masih menjadi kontroversi hingga saat ini. Rakyat kecil mengingatnya sebagai pahlawan yang menyediakan bensin murah dan beras yang bisa dijangkau. Mereka yang ketika itu tak bersentuhan dengan politik dan pergerakan, akan langsung mengangguk setuju jika ditanya zaman Soeharto lebih enak.
Sementara itu kalangan aktivis dan politikus mengingat Orde Baru sebagai masa represif bak mimpi buruk. Sedikit-sedikit enak saja aparat menangkap orang. Tuduhan subversif pada saat itu mungkin sama dengan menyeramkannya dengan cap teroris yang disematkan Densus 88 Polri saat ini. "Secara politik memang masyarakat tidak cukup puas dengan masa reformasi, terutama pada periode 2009-2014. Hal ini terjadi karena kondisi saat ini secara konstelasi politik sangat ekstrem, sehingga terkesan seperti ada wilayah tak bertuan. Dan harus kita akui, rezim Soeharto punya kelebihan, ekonomi makro dan stabilitas politik," ujar pengamat politik Charta Politika Yunarto Wijaya saat berbincang dengan merdeka.com.
Meski di zaman Orde Baru tidak ada demokrasi dan pemerintah sangat otoriter, masyarakat tidak pernah melihat hal itu. Rakyat lebih melihat pada stabilitas ekonomi dan juga rasa aman dan nyaman yang dibuat oleh rezim saat itu. Polemik soal gelar pahlawan bagi Soeharto pun masih penuh perdebatan. Sebagian setuju, sebagian menolak mentah-mentah. Sebagian menganggap Soeharto pahlawan pembangunan dan penyelamat Pancasila. Sebagian lagi menganggap Soeharto berlumuran darah atas berbagai aksi pembantaian selama peralihan Orde Lama ke Orde Baru dan seterusnya.
Di Bulan Maret ini, ada dua peristiwa yang sangat lekat dengan Soeharto. Yang pertama Serangan Oemom 1 Maret 1949. Inilah kali pertama Soeharto menyedot perhatian karena prestasinya memimpin serangan umum di Yogyakarta. Lalu ada Surat Perintah 11 Maret. Dua peristiwa yang saat ini masih menjadi kontroversi. Karena itu pula tim redaksi merdeka.com akan mengulas sosok Soeharto selama sebulan penuh. Bulan Maret kami sebut dengan Bulan Soeharto. Sama dengan saat kami menghormati Soekarno dengan menyebut Bulan Juni sebagai Bulan Soekarno.
Pastinya tak cuma polemik yang akan ditulis, tetapi juga keseharian sang jenderal yang murah senyum ini. Jika Soekarno punya seribu cerita menarik, Soeharto juga. Tentu bukan karena kami ingin Orde Baru kembali, maka kami menuliskan Soeharto. Tulisan Soeharto sekadar memperkaya pengetahuan akan sejarah seperti yang biasa merdeka.com sajikan. Sama seperti saat kami menulis soal Soekarno, Ali Sadikin, Jenderal Hoegeng, Tirto Adhi Soerjo, Mohammad Natsir dan lainnya. Selamat membaca.
http://www.merdeka.com/peristiwa/ena...-soeharto.html

%20b.jpg)
Era Soeharto vs Era SBY, Enak Mana?
BOLA politik digulirkan oleh lembaga penelitian Indo Barometer, yang menyebutkan bahwa mayoritas responden lebih puas terhadap zaman Soeharto ketimbang era SBY sekarang terutama di bidang ekonomi yang semakin meningkatnya pengangguran dan kemiskinan serta mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan. Berdasar hasil survei tersebut, publik menilai kehidupan di era Soeharto jauh lebih baik daripada era Presiden SBY. Sebesar 40,9% responden mempersepsikan bahwa Orde Baru lebih baik dibandingkan dengan Orde Reformasi yang hanya didukung 22,8% responden. Sikap publik yang dijaring melalui survei oleh Indo Barometer juga menyebutkan popularitas SBY terjun bebas.
Mungkin saja hasil survei itu kurang akurat, namun setidaknya hal tersebut sebagai bentuk akumulasi kekecewaan publik terhadap pemerintahan SBY selama dua periode yang belum membawa perubahan dan faktanya kehidupan yang dirasakan masyarakat lebih berat. Daya beli masyarakat terus menurun, disebabkan nilai ekonomis pendapatannya semakin kecil. Era Soeharto, rakyat masih bisa menyimpan duit dan makan teratur. Namun sekarang, cari duit tidak halal saja susah, apalagi yang halal, bahkan tiap hari harus makan tabungan alias menguras tabungan terus menerus dan melego barang-barang yang ada. Akibat keterpurukan ekonomi, kehidupan rakyat sengsara, akhirnya banyak yang memilih bunuh diri.
Bahkan, mantan tahanan politik orde baru Sri Bintang Pamungkas yang juga musuh politik Soeharto, ternyata mengaku bahwa era SBY tujuh tahun lebih “kejam” daripada zaman Soeharto 32 tahun. Di era SBY, kata dia, ada 15 ribu orang mati bunuh diri dalam tiga tahun terakhir ini karena ekonomi. Pelanggaran HAM di era SBY karena berbeda pendapat, lalu ditangkap tanpa atau dengan proses hukum, dan bahkan orang ditembak mati atau dibunuh dengan tuduhan teroris. Sedangkan di zaman Soeharto, korupsi hanya terbatas pada keluarga dan lingkaran Cendana. "Sekarang, korupsi dilakukan dari mulai Istana SBY, kepala daerah, DPR, DPRD. Jadi kalau dulu muak pada Soeharto, sekarang rakyat lebih muak lagi."
Memang zaman Orde Baru dulu marak KKN, tetapi dilakukan di bawah meja. Namun, era rezim SBY sekarang ini malah KKN dilakukan di atas meja dan bahkan mejanya ikut dikorupsi. Korupsi sekarang nekat bin kalap, sehingga kalau KPK boleh menangkap pelaku korupsi di bawah Rp 1 miliar, maka penuhlah hotel prodeo . Sehingga ada celetukan lucu dari Patrialis Akbar, sang Menteri Hukum HAM era SBY, bahwa korupsi di bawah Rp 25 juta tidak usah diproses hukum alias dilepas dari hukum pidana dengan alasan karena kemanusiaan dan penjara sudah penuh. He…he…hee…
SBY pun dinilai tidak tegas dalam setiap mengambil keputusan. Bahkan di bidang hukum, rasa keadilan rakyat sangat tidak puas. Awalnya, dalam kepemimpinan SBY diharapkan penegakan hukum bisa jauh lebih dari era Orde Baru. Ternyata. penegakan hukum diwarnai tebang pilih dan tidak menyentuh jaringan kekuasaan dan lingkaran Istana.
Hanya rakyat miskin kebanyakan dan kaum tak berduit yang diseret dan diproses hukum. Pisau hukum hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke bawah. Bahkan, penegakan hukum terkesan hanya pencitraan belaka. Khalifah Umar bin Khattab seorang pemimpin yang berwatak keras dan tegas, tetapi peka terhadap kesusahan rakyat serta memperhatikan nasib dan kesejahteraan rakyatnya. Ia dikenal sebagai pemimpin yang sangat disayangi rakyatnya karena perhatian dan tanggungjawabnya yang luar biasa pada rakyatnya. Salah satu kebiasaannya adalah melakukan pengawasan langsung dan sendirian berkeliling kota mengawasi kehidupan rakyatnya. Sang khalifah menjalankan tugasnya, turun tangan langsung untuk memastikan rakyatnya tidur dan hidup dengan tenang. Ia pun dikenal sebagai seorang pemimpin yang selalu melakukan perbuatan-perbuatan baik secara diam-diam.
Bagaimana dengan pemimpin di Indonesia sekarang? Dulu rakyat relatif tidak mengeluh dengan kimiskinan, pengangguran juga lebih kecil. Nampaknya, Soeharto lebih pintar memenuhi kebutuhan perut rakyatnya duluan. Setidaknya dengan terawatnya perut rakyat, maka kebutuhan utama sudah terpenuhi. Sekarang angka kemiskinan membengkak di pedesaan.
Padahal, kita negara agraris yang kaya raya akan sumber daya alam. Zaman Soeharto juga lebih menekankan swasbada dan mencintai buatan Indonesia. Sekarang dari garam dan cabe hingga pesawat terbang diimpor dari luar. Padahal, kita memiliki pesawat buatan IPTN yang dulu dimanfaatkan Soeharto untuk kebutuhan dalam negeri. Jadi, kebijakan sekarang berbeda dengan kebijakan orde baru. Kini, pemimpin kita lebih pro pemodal asing serta cenderung ke arah neoliberalisme (neolib) dan kapitalisme untuk menjadi budak atau jongos asing.
Memang banyak pula hal-hal jelek di bidang lain di zaman Soeharto yang tidak perlu kita ulangi. Namun, lepas dari kekurangan dan kebobrokan era Soeharto dalam bidang KKN, tapi rakyat kecil tidak terlihat mengalami kesusahan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Makanya, tidak heran kalau para kaum marjinal dan rakyat melarat sekarang jika disurvei akan banyak yang bilang bahwa era Soeharto lebih enak dan bisa makan tiga kali sehari.
Beras gampang didapat, biaya kesehatan tidak mahal dan pendidikan murah bisa terjangkau. Kini sebaliknya, bahkan harga-harga melonjak dan melambung tinggi. Untuk memenuhi makan saja banyak yang susah, sehingga tak heran marak berita bunuh diri karena tekanan ekonomi.
Survei Indo Barometer bisa saja tidak valid atau tak reliable dari segi pengambilan sample, tetapi hasil kesimpulan survei ini hendaknya bisa dijadikan koreksi dan cambuk bagi SBY agar tidak enak-enakan dalam menduduki kursi empuk di tampuk kekuasaan.
SBY tidak perlu protes dan merah telinga terhadap hasil survei tersebut. Demikian pula “orang-orang”-nya SBY tidak perlu mengecam hasil survei Indo Barometer dan menghujat kembali kekurangan Soeharto. Justeru yang harus dilakukan sekarang adalah bagaimana kerja keras dalam memperbaiki keadaan, pemulihan ekonomi, penegakan hukum yang serius dan jangan lagi melakukan pencitraan.
Yang penting, rakyat tidak mengeluh dengan berbagai kenaikan harga barang dan sudah tidak ada lagi orang bunuh diri akibat tekanan ekonomi, rakyat awam bisa mendapatkan keadilan, hukum tidak dipolitisasi, orang-orang dekat penguasa yang melanggar hukum dan korupsi harus diusut dulu sebelum pihak SBY ceramah anti korupsi, dan segera penuhi janji-janji kampanye. Ingat, pejabat seperti manca negara misalnya Jepang dan Korea akan mundur dari jabatannya begitu diberitakan terindikasi korupsi, tidak perlu membela diri dengan menghalalkan berbagai cara seperti kalangan pejabat kita. Penegakan hukum tebang pilih, kalangan dekat dan keluarga serta kroni-kroni penguasa diloloskan dari jerat hukum.
Benarkah penegakan hukum pasca reformasi khusunya era SBY berjalan sesuai amanat reformasi? Tengok saja kasus-kasus dugaan korupsi yang masih mangkrak dan tak jelas ujung pangkal penyelesaian dan muara rimbanya. Entah sengaja dilupakan dan dipetieskan, yang jelas publik tidak puas dengan pemberantasan korupsi sekarang yang tidak sesuai dengan janji-janji kampanye SBY.
Seperti tidak jelasnya penuntasan mega skandal Bank Century, mandegnya pengusutan kasus mafia pajak Gayus Tambunan, raibnya proses hukum kasus rekening gendut perwira tinggi Polri, misteriusnya tersangka/saksi kunci kasus Miranda-gate, lambatnya kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games yang diduga melibatkan petinggi Partai democrat, dugaan rekayasa kriminalisasi kasus Antasari Azhar, dan politisisi kasus hukum lainnya. Jangan sampai era reformasi dengan ongkos politik yang sangat mahal ternyata menghasilkan keadaan lebih jelek dari era Soeharto.
Memang hasil kesimpulan survei Indo Barometer bukan berarti publik merindukan sosok seperti Soeharto. Tapi menjadi bukti bahwa kehidupan rakyat dan pemenuhan kebutuhan ekonomi di era SBY jauh “tidak enak” bila dibanding zaman orde baru. Reformasi yang menelan banyak korban jiwa dan tenaga ternyata tidak sangat signifikan terhadap hasil capaiannya dalam pelaksanaan pemerintahaan sekarang. Korupsi masih marak dan mengurita, penegakan hukum masih tebang pilih, harga-harga barang malah melonjak tinggi, biaya pendidikan dan kesehatan super mahal.
Jadi, pengumuman hasil survei tersebut hendaknya dijadikan cambuk oleh pemerintah SBY untuk bekerja lebih serius dan sadar untuk tobat melakukan korupsi demi kemajuan bangsa dan mensejahterakan rakyat ini. Maaf, jangan tunggu lagi sampai ada hasil survei menyimpulkan: “Mayoritas rakyat ingin menurunkan rezim SBY”.
[url]http://www.jakartapress..com/detail/read/650/era-soeharto-vs-era-sby-enak-mana[/url]
-----------------------------
Kalau selama 42 tahun telah berlalu hanya dipimpin jenderal, nanti kalau presidennya dari milter lagi, alamat negeri ini akan dibawah jenderal selama 50 tahun atau setengah abad lebih!
Kalau begitu fenomenanya, kok akhirnya opini umum sama sepakat, yaaa tetap puenakkk kalo presidennya mas Jokowi aja! Setuju?


Kok saya ....
Kamis, 05-09-2013 17:25


Prabowo Subianto
JAKARTA PESATNEWS - Direktur data Indonesia Network Election Survey (INES), Sutina mengatakan Prabowo Subianto merupakan tokoh yang dianggap paling punya gaya kepemimpinan yang dinginkan masyarakat dengan tingkat kesukaan sebesar 98,7 persen, yaitu tegas, jujur, tidak peragu, bersih dari korupsi, serta berpihak pada rakyat kecil. "Prabowo memiliki tingkat kepemimpinan sebesar 98,7 persen yang diinginkan masyarakat," ujar Sutisna di Galery Cafe, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2013).
Setelah itu disusul oleh Megawati Soekarno Putri (96,9 persen), Ahok (95,2 persen), dan Joko Widodo (93,7 persen). Dalam hasil survei juga disebutkan, Hatta Rajasa yang juga calon dari Partai Amanat Nasional (PAN) hanya sebesar 91,4 persen, sementara Aburizal Bakrie Capres dari Partai Golkar mempunyai tingkat leadership sebesar 90,8 persen. Sedangkan Gita Wiryawan sebesar 72,8 persen serta Endriarto Sutarto sebesar 69,6 persen.
Untuk tokoh wanita, yang punya leadership sangat tinggi atau mampu adalah Megawati Soekarno Putri. Hal ini tercermin dengan gaya kepemimpinan Megawati yang tanpa kompromi dengan pemerintahan SBY dengan tidak berkoalisi. Dalam survei kali ini, sampling frame adalah WNI yang sudah mempunyai hak pilih pada saat pemilu 2014. Sampel yang diambil sebanyak 8280 responden di 33 provinsi dengan margin of eror sekitar 1,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Pelaksanaan survei dilakukan pada 16 Agustus sampai dengan 30 Agustus 2013. Pengumpulan data dengan metode tatap muka langsung dengan menggunakan kuisioner sebagai instrumen pengumpulan informasi
http://www.pesatnews.com/read/2013/0...ata-masyarakat
Ancaman dan Tekanan Politik untuk Jokowi?
Quote:
Pramono Eddhie Mulai Galang Dukungan Lewat Spanduk
Kamis, 05-09-2013 14:12



Pramono Edhi
JAKARTA, PESATNEWS- Mantan KSAD Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo mulai mencari dukungan. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu kini menebar spanduk capres di DPR. Spanduk-spanduk Pramono Edhie ini berjejer dipasang di pintu gerbang DPR. Dalam spanduk itu, mantan KSAD tersebut menyoroti masalah korupsi. Tagline Pramono di spanduk itu tertulis "Lebih banyak orang yang Korupsi, berarti lebih banyak pula orang yang Bodoh. Berarti untuk menurunkan tingkat kebodohan, hilangkan Korupsi dulu".
Di sisi kiri spanduk, terdapat foto Pramono dengan dilingkari berbagai warna. Lantas di bawah foto tersebut tertulis "Wibowo untuk Indonesia". Pramono juga kini mencantumkan alamat resmi sekretariatnya yakni di Jalan Jenderal Sudirman No.12 Jakarta Pusat. Pramono adalah salah satu kandidat capres dari konvensi Partai Demokrat. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu akan bersaing dengan kandidat lainnya seperti Anis Baswedan, Dahlan Iskan, Marzuki Alie, Irman Gusman, Ali Mahsan Musa, dan Hayono Isman
http://www.pesatnews.com/read/2013/0...-lewat-spanduk
Wiranto deklarasikan diri sebagai capres
2 Juli 2013 - 12:52 WIB


Wiranto
Ketua umum Partai Hanura yang juga merupakan petinggi militer pada masa orde baru, Wiranto hari Selasa (02/07) resmi mencalonkan diri sebagai calon presiden dari Partai Hanura. Mantan jendral TNI ini menggaet taipan media HaryTanoesoedibjo sebagai calon wakil presiden dari partai yang sama.
Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo resmi mendeklarasikan diri menjadi pasangan capres dengan mengusung slogan 'pasti maju Indonesia'.
Kedua pasangan mengklaim modal besar mencalonkan diri adalah pengalaman Wiranto memimpin TNI selama 35 tahun sementara sebagai pengusaha sukses Harry dianggap memahami persoalan ekonomi nasional.
Wiranto dan Hary Tanoe adalah pasangan kedua yang resmi mengumumkan pencalonan sebagai capres dan cawapres setelah Klik tahun lalu Aburizal Bakrie mencalonkan dari Partai Golkar, meski belum disertai pasangan calon wakilnya.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berit...o_capres.shtml
Kenangan 32 tahun dibawah rezim otoriter Soeharto:
Enak sekarang atau zaman Soeharto?
Jumat, 1 Maret 2013 07:03:00

Gambar di bak truk dan stiker itu seolah menyindir kondisi Indonesia setelah reformasi. Sosok Presiden kedua Republik Indonesia tersenyum. Di sebelahnya tertulis 'isih penak zamanku tho le?' Artinya masih enak zamanku kan nak? Sosok Soeharto masih menjadi kontroversi hingga saat ini. Rakyat kecil mengingatnya sebagai pahlawan yang menyediakan bensin murah dan beras yang bisa dijangkau. Mereka yang ketika itu tak bersentuhan dengan politik dan pergerakan, akan langsung mengangguk setuju jika ditanya zaman Soeharto lebih enak.
Sementara itu kalangan aktivis dan politikus mengingat Orde Baru sebagai masa represif bak mimpi buruk. Sedikit-sedikit enak saja aparat menangkap orang. Tuduhan subversif pada saat itu mungkin sama dengan menyeramkannya dengan cap teroris yang disematkan Densus 88 Polri saat ini. "Secara politik memang masyarakat tidak cukup puas dengan masa reformasi, terutama pada periode 2009-2014. Hal ini terjadi karena kondisi saat ini secara konstelasi politik sangat ekstrem, sehingga terkesan seperti ada wilayah tak bertuan. Dan harus kita akui, rezim Soeharto punya kelebihan, ekonomi makro dan stabilitas politik," ujar pengamat politik Charta Politika Yunarto Wijaya saat berbincang dengan merdeka.com.
Meski di zaman Orde Baru tidak ada demokrasi dan pemerintah sangat otoriter, masyarakat tidak pernah melihat hal itu. Rakyat lebih melihat pada stabilitas ekonomi dan juga rasa aman dan nyaman yang dibuat oleh rezim saat itu. Polemik soal gelar pahlawan bagi Soeharto pun masih penuh perdebatan. Sebagian setuju, sebagian menolak mentah-mentah. Sebagian menganggap Soeharto pahlawan pembangunan dan penyelamat Pancasila. Sebagian lagi menganggap Soeharto berlumuran darah atas berbagai aksi pembantaian selama peralihan Orde Lama ke Orde Baru dan seterusnya.
Di Bulan Maret ini, ada dua peristiwa yang sangat lekat dengan Soeharto. Yang pertama Serangan Oemom 1 Maret 1949. Inilah kali pertama Soeharto menyedot perhatian karena prestasinya memimpin serangan umum di Yogyakarta. Lalu ada Surat Perintah 11 Maret. Dua peristiwa yang saat ini masih menjadi kontroversi. Karena itu pula tim redaksi merdeka.com akan mengulas sosok Soeharto selama sebulan penuh. Bulan Maret kami sebut dengan Bulan Soeharto. Sama dengan saat kami menghormati Soekarno dengan menyebut Bulan Juni sebagai Bulan Soekarno.
Pastinya tak cuma polemik yang akan ditulis, tetapi juga keseharian sang jenderal yang murah senyum ini. Jika Soekarno punya seribu cerita menarik, Soeharto juga. Tentu bukan karena kami ingin Orde Baru kembali, maka kami menuliskan Soeharto. Tulisan Soeharto sekadar memperkaya pengetahuan akan sejarah seperti yang biasa merdeka.com sajikan. Sama seperti saat kami menulis soal Soekarno, Ali Sadikin, Jenderal Hoegeng, Tirto Adhi Soerjo, Mohammad Natsir dan lainnya. Selamat membaca.
http://www.merdeka.com/peristiwa/ena...-soeharto.html

%20b.jpg)
Era Soeharto vs Era SBY, Enak Mana?
BOLA politik digulirkan oleh lembaga penelitian Indo Barometer, yang menyebutkan bahwa mayoritas responden lebih puas terhadap zaman Soeharto ketimbang era SBY sekarang terutama di bidang ekonomi yang semakin meningkatnya pengangguran dan kemiskinan serta mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan. Berdasar hasil survei tersebut, publik menilai kehidupan di era Soeharto jauh lebih baik daripada era Presiden SBY. Sebesar 40,9% responden mempersepsikan bahwa Orde Baru lebih baik dibandingkan dengan Orde Reformasi yang hanya didukung 22,8% responden. Sikap publik yang dijaring melalui survei oleh Indo Barometer juga menyebutkan popularitas SBY terjun bebas.
Mungkin saja hasil survei itu kurang akurat, namun setidaknya hal tersebut sebagai bentuk akumulasi kekecewaan publik terhadap pemerintahan SBY selama dua periode yang belum membawa perubahan dan faktanya kehidupan yang dirasakan masyarakat lebih berat. Daya beli masyarakat terus menurun, disebabkan nilai ekonomis pendapatannya semakin kecil. Era Soeharto, rakyat masih bisa menyimpan duit dan makan teratur. Namun sekarang, cari duit tidak halal saja susah, apalagi yang halal, bahkan tiap hari harus makan tabungan alias menguras tabungan terus menerus dan melego barang-barang yang ada. Akibat keterpurukan ekonomi, kehidupan rakyat sengsara, akhirnya banyak yang memilih bunuh diri.
Bahkan, mantan tahanan politik orde baru Sri Bintang Pamungkas yang juga musuh politik Soeharto, ternyata mengaku bahwa era SBY tujuh tahun lebih “kejam” daripada zaman Soeharto 32 tahun. Di era SBY, kata dia, ada 15 ribu orang mati bunuh diri dalam tiga tahun terakhir ini karena ekonomi. Pelanggaran HAM di era SBY karena berbeda pendapat, lalu ditangkap tanpa atau dengan proses hukum, dan bahkan orang ditembak mati atau dibunuh dengan tuduhan teroris. Sedangkan di zaman Soeharto, korupsi hanya terbatas pada keluarga dan lingkaran Cendana. "Sekarang, korupsi dilakukan dari mulai Istana SBY, kepala daerah, DPR, DPRD. Jadi kalau dulu muak pada Soeharto, sekarang rakyat lebih muak lagi."
Memang zaman Orde Baru dulu marak KKN, tetapi dilakukan di bawah meja. Namun, era rezim SBY sekarang ini malah KKN dilakukan di atas meja dan bahkan mejanya ikut dikorupsi. Korupsi sekarang nekat bin kalap, sehingga kalau KPK boleh menangkap pelaku korupsi di bawah Rp 1 miliar, maka penuhlah hotel prodeo . Sehingga ada celetukan lucu dari Patrialis Akbar, sang Menteri Hukum HAM era SBY, bahwa korupsi di bawah Rp 25 juta tidak usah diproses hukum alias dilepas dari hukum pidana dengan alasan karena kemanusiaan dan penjara sudah penuh. He…he…hee…
SBY pun dinilai tidak tegas dalam setiap mengambil keputusan. Bahkan di bidang hukum, rasa keadilan rakyat sangat tidak puas. Awalnya, dalam kepemimpinan SBY diharapkan penegakan hukum bisa jauh lebih dari era Orde Baru. Ternyata. penegakan hukum diwarnai tebang pilih dan tidak menyentuh jaringan kekuasaan dan lingkaran Istana.
Hanya rakyat miskin kebanyakan dan kaum tak berduit yang diseret dan diproses hukum. Pisau hukum hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke bawah. Bahkan, penegakan hukum terkesan hanya pencitraan belaka. Khalifah Umar bin Khattab seorang pemimpin yang berwatak keras dan tegas, tetapi peka terhadap kesusahan rakyat serta memperhatikan nasib dan kesejahteraan rakyatnya. Ia dikenal sebagai pemimpin yang sangat disayangi rakyatnya karena perhatian dan tanggungjawabnya yang luar biasa pada rakyatnya. Salah satu kebiasaannya adalah melakukan pengawasan langsung dan sendirian berkeliling kota mengawasi kehidupan rakyatnya. Sang khalifah menjalankan tugasnya, turun tangan langsung untuk memastikan rakyatnya tidur dan hidup dengan tenang. Ia pun dikenal sebagai seorang pemimpin yang selalu melakukan perbuatan-perbuatan baik secara diam-diam.
Bagaimana dengan pemimpin di Indonesia sekarang? Dulu rakyat relatif tidak mengeluh dengan kimiskinan, pengangguran juga lebih kecil. Nampaknya, Soeharto lebih pintar memenuhi kebutuhan perut rakyatnya duluan. Setidaknya dengan terawatnya perut rakyat, maka kebutuhan utama sudah terpenuhi. Sekarang angka kemiskinan membengkak di pedesaan.
Padahal, kita negara agraris yang kaya raya akan sumber daya alam. Zaman Soeharto juga lebih menekankan swasbada dan mencintai buatan Indonesia. Sekarang dari garam dan cabe hingga pesawat terbang diimpor dari luar. Padahal, kita memiliki pesawat buatan IPTN yang dulu dimanfaatkan Soeharto untuk kebutuhan dalam negeri. Jadi, kebijakan sekarang berbeda dengan kebijakan orde baru. Kini, pemimpin kita lebih pro pemodal asing serta cenderung ke arah neoliberalisme (neolib) dan kapitalisme untuk menjadi budak atau jongos asing.
Memang banyak pula hal-hal jelek di bidang lain di zaman Soeharto yang tidak perlu kita ulangi. Namun, lepas dari kekurangan dan kebobrokan era Soeharto dalam bidang KKN, tapi rakyat kecil tidak terlihat mengalami kesusahan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Makanya, tidak heran kalau para kaum marjinal dan rakyat melarat sekarang jika disurvei akan banyak yang bilang bahwa era Soeharto lebih enak dan bisa makan tiga kali sehari.
Beras gampang didapat, biaya kesehatan tidak mahal dan pendidikan murah bisa terjangkau. Kini sebaliknya, bahkan harga-harga melonjak dan melambung tinggi. Untuk memenuhi makan saja banyak yang susah, sehingga tak heran marak berita bunuh diri karena tekanan ekonomi.
Survei Indo Barometer bisa saja tidak valid atau tak reliable dari segi pengambilan sample, tetapi hasil kesimpulan survei ini hendaknya bisa dijadikan koreksi dan cambuk bagi SBY agar tidak enak-enakan dalam menduduki kursi empuk di tampuk kekuasaan.
SBY tidak perlu protes dan merah telinga terhadap hasil survei tersebut. Demikian pula “orang-orang”-nya SBY tidak perlu mengecam hasil survei Indo Barometer dan menghujat kembali kekurangan Soeharto. Justeru yang harus dilakukan sekarang adalah bagaimana kerja keras dalam memperbaiki keadaan, pemulihan ekonomi, penegakan hukum yang serius dan jangan lagi melakukan pencitraan.
Yang penting, rakyat tidak mengeluh dengan berbagai kenaikan harga barang dan sudah tidak ada lagi orang bunuh diri akibat tekanan ekonomi, rakyat awam bisa mendapatkan keadilan, hukum tidak dipolitisasi, orang-orang dekat penguasa yang melanggar hukum dan korupsi harus diusut dulu sebelum pihak SBY ceramah anti korupsi, dan segera penuhi janji-janji kampanye. Ingat, pejabat seperti manca negara misalnya Jepang dan Korea akan mundur dari jabatannya begitu diberitakan terindikasi korupsi, tidak perlu membela diri dengan menghalalkan berbagai cara seperti kalangan pejabat kita. Penegakan hukum tebang pilih, kalangan dekat dan keluarga serta kroni-kroni penguasa diloloskan dari jerat hukum.
Benarkah penegakan hukum pasca reformasi khusunya era SBY berjalan sesuai amanat reformasi? Tengok saja kasus-kasus dugaan korupsi yang masih mangkrak dan tak jelas ujung pangkal penyelesaian dan muara rimbanya. Entah sengaja dilupakan dan dipetieskan, yang jelas publik tidak puas dengan pemberantasan korupsi sekarang yang tidak sesuai dengan janji-janji kampanye SBY.
Seperti tidak jelasnya penuntasan mega skandal Bank Century, mandegnya pengusutan kasus mafia pajak Gayus Tambunan, raibnya proses hukum kasus rekening gendut perwira tinggi Polri, misteriusnya tersangka/saksi kunci kasus Miranda-gate, lambatnya kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games yang diduga melibatkan petinggi Partai democrat, dugaan rekayasa kriminalisasi kasus Antasari Azhar, dan politisisi kasus hukum lainnya. Jangan sampai era reformasi dengan ongkos politik yang sangat mahal ternyata menghasilkan keadaan lebih jelek dari era Soeharto.
Memang hasil kesimpulan survei Indo Barometer bukan berarti publik merindukan sosok seperti Soeharto. Tapi menjadi bukti bahwa kehidupan rakyat dan pemenuhan kebutuhan ekonomi di era SBY jauh “tidak enak” bila dibanding zaman orde baru. Reformasi yang menelan banyak korban jiwa dan tenaga ternyata tidak sangat signifikan terhadap hasil capaiannya dalam pelaksanaan pemerintahaan sekarang. Korupsi masih marak dan mengurita, penegakan hukum masih tebang pilih, harga-harga barang malah melonjak tinggi, biaya pendidikan dan kesehatan super mahal.
Jadi, pengumuman hasil survei tersebut hendaknya dijadikan cambuk oleh pemerintah SBY untuk bekerja lebih serius dan sadar untuk tobat melakukan korupsi demi kemajuan bangsa dan mensejahterakan rakyat ini. Maaf, jangan tunggu lagi sampai ada hasil survei menyimpulkan: “Mayoritas rakyat ingin menurunkan rezim SBY”.
[url]http://www.jakartapress..com/detail/read/650/era-soeharto-vs-era-sby-enak-mana[/url]
-----------------------------
Kalau selama 42 tahun telah berlalu hanya dipimpin jenderal, nanti kalau presidennya dari milter lagi, alamat negeri ini akan dibawah jenderal selama 50 tahun atau setengah abad lebih!
Kalau begitu fenomenanya, kok akhirnya opini umum sama sepakat, yaaa tetap puenakkk kalo presidennya mas Jokowi aja! Setuju?


Kok saya ....

Diubah oleh julianirani 06-09-2013 06:58
0
5.7K
55


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan