Kaskus

News

julianiraniAvatar border
TS
julianirani
Pilpres 2014, PDIP Tunda Usung Jokowi. PDIP Kayaknya Menunggu Koalisi Lebih Besar?
Pilpres 2014, PDIP Tunda Usung Jokowi
Kamis, 05 September 2013, 03:55 WIB

Pilpres 2014, PDIP Tunda Usung Jokowi. PDIP Kayaknya Menunggu Koalisi Lebih Besar?
Jokowi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejumlah komentar yang dilontarkan politikus Partai Gerindra membuat PDI perjuangan mempertimbangkan kembali rencana mengajukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden (capres). Dikhawatrikan, deklarasi yang terlalu dini akan memicu serangan serupa dari parpol-parpol lain. Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo memastikan, rapat kerja nasional (rakernas) PDI Perjuangan tidak akan mendeklarasikan capres. Rakernas PDI Perjuangan hanya akan membahas kriteria capres yang didasarkan pada masukkan dari pimpinan DPD PDI Perjuangan di 33 provinsi. “Momentum (penetapan capres) belum akan diputuskan di rakernas,” kata Tjahjo di kantor DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (3/9).

Tjahjo mengatakan, PDI Perjuangan mempunyai sejumlah pertimbangan mengapa tidak mau terburu-buru menetapkan capres. Menurutnya, penetapan capres merupakan keputusan strategis yang perlu mempertimbangkan berbagai aspek. “Ada sejumlah faktor X yang masih kita cermati hingga sekarang,” ujar Tjahjo. Salah satu faktor “X” yang dimaksud Tjahjo adalah kekhawatiran adanya serangan dari lawan-lawan politik PDI Perjuangan kepada capres mereka. Dalam konteks ini Tjahjo sempat menyindir sikap Partai Gerindra yang terkesan mengintervensi pencapresan PDI Perjuangan. “Belum ada keputusan capres saja sudah ada partai yang ingin mendikte kami,” kata Tjahjo.

Tjahjo menyayangkan sikap politik Gerindra yang belakangan menuntut Jokowi menyelesaikan masa tugas sebagai Gubernur DKI yang masih empat tahun lagi. Menurutnya, penetapan capres PDI Perjuangan merupakan urusan internal PDI Perjuangan yang tidak patut dicampuri partai lain. Terlebih, sampai sekarang PDI Perjuangan belum memutuskan siapa capres yang akan diusung pada Pemilu 2014. “Mereka mengatakan, kami tidak setuju kalau Jokowi jadi capres. (Padahal) urusan capres urusan PDI Perjuangan,” ujar Tjahjo. Tjahjo menegaskan bahwa Jokowi merupakan kader PDI Perjuangan. Sebab itu, hanya PDI Perjuangan yang memiliki hak untuk memutuskan apakah akan mengusung Jokowi sebagai capres atau tidak. “Yang berhak memerintah atau melarang Jokowi ya partainya sendiri. Bukan partai lain,” katanya.

Pengamat politik Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Gungun Heryanto mengatakan, permintaan Gerindra agar Jokowi tidak maju sebagai capres 2014 merupakan cermin dimulainya perang opini jelang 2014. “Pertanda perang opini dimulai,” kata Gungun ketika dihubungi Republika, Rabu (3/9). Menurutnya, proses komunikasi secara persuasi, negosiasi, hingga propaganda akan dilancarkan oleh pihak-pihak yang saling berebut kekuasaan. “Serangan” Gerindra terhadap Jokowi pada hakikatnya mencerminkan kian diperhitungkannya sosok gubernur DKI Jakarta itu dalam kontestasi Pilpres 2014. Perkiraan Gungun, saling serang opini antarpartai akan semakin banyak terjadi menjelang Pemilu 2014. Serangan opini itu menurutnya akan berakibat pada proses delegitimasi pihak-pihak yang menerima serangan. Gungun melihat serangan Gerindra terhadap Jokowi masih berada dalam konteks yang substantif. Tinggal tergantung bagaimana Jokowi mencari jawaban yang tepat membalas serangan itu. “Yang akan dijadikan sasaran tembak bagi Jokowi oleh lawan-lawan politiknya, yakni soal mandat kekuasaan di DKI. Itu substantif,” ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap wacana pencapresan Jokowi. Menurutnya, Jokowi mesti memenuhi janji membenahi persoalan di DKI Jakarta. Di saat yang sama Fadli juga berharap PDI Perjuangan mendukung pencapresan Prabowo. “Tahun 2009 kita dukung Mega. Tahun 2014 kita berharap Mega mendukung Prabowo jadi presiden,” katanya. Ketua Umum Gerindra Suhardi mengatakan, partainya tak berniat memantik konflik dengan PDI Perjuangan. “Kami tidak merasa memanasi. Itu hal yang biasa dalam berpendapat,” kata Ketua Umum Gerindra Suhardi ketika dihubungi Republika, Rabu (4/9).

Suhardi mengatakan, meskipun pencalonan Jokowi sebagai capres merupakan hak politik Jokowi dan PDI Perjuangan namun seyogianya Jokowi tidak melupakan janji politiknya ketika akan maju menjadi Gubernur DKI Jakarta. “Kami hanya mengingatkan Jokowi bahwa janji kepemimpinan harus konsisten,” ujarnya. Terlepas dari itu, kata Suhardi, sejauh ini hubungan Gerindra dan PDI Perjuangan masih baik. “Hubungan kami dengan PDI Perjuangan sejak dahulu sampai sekarang baik,” ujarnya. Suhardi enggan berkomentar ketika ditanya soal permintaan Gerindra agar PDI Perjuangan mendukung pencapresan Prabowo berkaitan dengan kontrak politik tertulis yang dilakukan antara Prabowo dan Megawati pada Pemilu Presiden 2009. “Itu urusan Pak Prabowo dan Ibu Mega. Biar beliau yang berkomentar,” kata Suhardi. n m akbar wijaya ed: fitriyan zamzami
http://www.republika.co.id/berita/ko...a-usung-jokowi

Bocornya Hasil Survei tentang Empat Skenario PDIP buat Jokowi
Senin, 22 Juli 2013 09:58:33

Dokumen hasil survei internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menguji empat skenario buat Jokowi menghadapi pemilihan presiden tahun depan. Jajak pendapat digelar 3-15 Mei lalu ini melibatkan 1.500 responden di 33 provinsi. Merdeka.com memperoleh dokumen laporan survei berjudul Trajektori Politik 2014 dari seorang sumber mengaku dekat dengan Jokowi.

Skenario pertama, PDIP menyorongkan ketua umum Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla. Hasilnya, pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menang dengan raihan dukungan 35,2 persen. Sedangkan Megawati-Kalla meraup 25,3 persen, disusul Aburizal Bakrie-Mahfud dengan 18,3 persen.

Menurut skenario kedua, Jokowi maju berduet dengan Pramono Edhi Wibowo, adik ipar presiden. Hasilnya memuaskan. Pasangan ini unggul setelah meraup 34,0 persen dukungan, disusul Prabowo-Hatta (30,0 persen), dan Aburizal-Mahfud (16,3 persen).

Skenario ketiga, survei juga menjajal posisi Jokowi sebagai kandidat wakil presiden. Hasilnya jeblok meski dia dipasangkan dengan Megawati. Pasangan Prabowo-Hatta menang dengan sokongan 33,4 persen, dibuntuti Megawati-Jokowi (29,9 persen), dan Aburizal-Mahfud (17,3 persen). Perolehan tidak menyenangkan juga terjadi kalau Jokowi menjadi wakil dari Puan Maharani.

Skenario ke empat, adalah Jokowi keluar dari PDIP dan bertarung melawan Megawati. Dia dipasangkan dengan Pramono Edhi Wibowo. Pasangan ini unggul dengan 36,1 persen suara, disusul Prabowo-Hatta (30,5 persen), dan Megawati-Jusuf Kalla (15,2 persen).
http://www.merdeka.com/khas/empat-sk...di-2014-5.html

Pengamat: Jokowi tidak pernah nyatakan maju pilpres
Senin, 18 Maret 2013 00:18 WIB

Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Jeffrie Geovanie mengatakan Joko Widodo tidak pernah menyatakan kesiapannya untuk maju di Pemilihan Presiden 2014, terbukti di saat publik mengelu-elukannya menjadi calon presiden terkuat, Jokowi memberikan jawaban akan fokus memenuhi janji-janjinya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Board of Advisor, Center for Strategic and International Studies (CSIS) dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, menilai jawaban-jawaban Jokowi bahwa dia tidak memikirkan capres 2014 dan hanya memikirkan tanggung jawabnya untuk membenahi kota Jakarta adalah pilihan jawaban yang tepat dan benar. "Jokowi memang tidak harus memikirkan apalagi mendesain agar dirinya jadi capres 2014," kata Jeffrie itu saat diminta tanggapan atas hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dirilis di Jakarta, Minggu (17/3).

LSI tidak memasukkan nama Jokowi sebagai figur capres karena belum pernah menyatakan kesiapan untuk maju di Pemilihan Presiden 2014, karena partainya, PDI Perjuangan, belum pernah memberikan dukungan. Menurut Jeffrie, meski Jokowi terus menolak dan belum ada dukungan dari PDIP, jutaan orang Indonesia yang akan memaksanya nantinya untuk bersedia menjadi capres 2014 dan itu akan disampaikan oleh rakyat Indonesia paling lambat November 2013. Bagi PDIP, ini merupakan kesempatan emas untuk kembali memenangkan Pemilu legislatif bila sebelum Desember 2013 berani menetapkan Jokowi sebagai capres.

Sementara itu, peneliti Maarif Institute Endang Tirtana menaruh curiga kenapa LSI tak memasukkan nama Jokowi sebagai salah satu capres. "Dengan tidak memasukkan nama Jokowi sebagai capres, menunjukkan ada 'ketakutan dan kegamangan' elit ditingkat nasional. Dan ini mempertegas betapa kuatnya Jokowi sebagai figur capres," ujarnya. Padahal, merujuk pada hasil survei sejumlah lembaga sebelum LSI itu, menurut Endang, nama nama Jokowi sudah menguat. Menguatnya nama Jokowi itu adalah fenomena politik yang luar biasa, mengingat mantan Walikota Solo itu sosok baru dalam panggung politik nasional. "Akan tetapi variabel rentang waktu tidak menjadi masalah bagi Jokowi untuk dapat mengartikulasikan ide-ide perubahannya dan juga tidak kikuk dengan para elit politik nasional," katanya.

Endang menambhakan, dengan kemampuannya melakukan penyesuaian baik itu mendekatkan diri dengan masyarakat menengah ke bawah di Jakarta, pun juga dengan kalangan menengah ke atas, Jokowi mampu menaklukkan ibukota. Tidak hanya itu, Jokowi juga diakui prestasinya sebagai pemenang ketiga penghargaan walikota terbaik tingkat dunia yang diselenggarakan oleh City Mayor Foundation. "Hal ini sudah bisa menjadi bukti bahwa belum berstatus Presiden saja Jokowi sudah mampu mendapatkan perhatian pihak internasional," demikian Endang Tirtana.
http://www.antaranews.com/berita/363...n-maju-pilpres

Tak Ada Skenario Jadikan Jokowi Capres
Sabtu, 16 Maret 2013 08:12 wib

JAKARTA - Nama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) kembali disebut sebagai calon presiden (capres) saat pertemuan 7 Jenderal Purnawiraan TNI dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pengamat politik, Fajroel Rahman, mengatakan, apa yang dilakukan 7 Jenderal tersebut juga sudah dibuktikan berbagai survei kalau elektabilitas Jokowi berada di atas calon lain. "Tidak ada skenario apapun, karena memang dia pantas. dari dua survei yang terakhir posisi dia diatas dua puluh persen dan melewati semua senior, seperti Megawati, JK, dan Prabowo," kata Fajroel, kepada Okezone, Sabtu (16/3/2013).

Kata dia, pengusaha mebel itu berharap Jokowi maju dalam Pilpres 2014 mendatang, agar Indonesia kedepannya lebih baik lagi. "Buat saya itu sudah sangat positif. Dia harus maju kalau indonesia mau melakukan regenerasi kepemimpinan politik, tidak ada jalan lain dia harus maju. kalau tidak yang akan muncul adalah Capres jadul semua, yang tidak pas untuk perubahan zaman," tegasnya. Menurutnya, Indonesia saat ini membutuhkan pemimpin yang lebih parsitipatif terhadap masyarakat. "Kepemimpinan dengan bergaya seperti Jokowi yang lebih memperhatikan kebutuhan publik. jadi ini sudah proses regenerasi kepemimpinan, kemudian juga proses perubahan dalam melihat kepemimpinan parsitipatif," tuturnya.

Lebih lanjut, Fajroel menjelaskan capres seperti Megawati, Prabowo dan Jusuf Kalla sudah tidak cocok lagi dalam memimpin Indonesia. "Mereka sudah tidak cocok dengan perubahan politik dan perubahan sosial sekarang ini. buat kita Capres jadul sudahlah, kalau mereka mau ke atas ya nanti di Dewan Pertimbangan Presiden sudah lebih dari cukup," tutupnya.
http://surabaya.okezone.com/read/201...-jokowi-capres

Jika Jokowi Nyapres, Ahok Siap Pimpin Jakarta
Kamis, 05-09-2013 20:10

Pilpres 2014, PDIP Tunda Usung Jokowi. PDIP Kayaknya Menunggu Koalisi Lebih Besar?
Koh AHOK, Wagub DKI Jakarta

JAKARTA, PESATNEWS - Wakil gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku siap menggantikan Jokowi sebagai Gubernur DKI jika hasil Rakernas PDIP memutuskan Jokowi untuk diajukan sebagai Capres. Hal tersebut disampaikan Ahok saat ditemui di Balaikota, Jl Medan Merdeka, Jakarta Pusat, pada hari Kamis (5/9/13). "Ya harus siap dong, kan kita juga berdasarkan konstitusi yang ada, kalau pak gubernur maju ya secara konstitusi wakil akan menggantikan," ucap Ahok.

Ahok menilai bahwa, popularitas Jokowi saat ini memang tengah menanjak. Hal tersebut dianggapnya sebagai hal yang bagus. "Ya bagus, berarti rakyat membutuhkan pemimpin yang jujur dan bekerja keras," tambah Ahok. Terkait soal arahan dari partai Gerindra agar Ahok segera bersiap untuk menduduki
kursi DKI 1. Ahok mengaku hingga saat ini belum ada arahan apapun dari partainya. "Kalau Gerindra kan malah nggak setuju kalau pak gubernur maju Capres, ya tidak ada arahan apa-apa," jelasnya. Diketahui bahwa, dalam Rakernas PDIP memang akan diputuskan siapa yang akhirnya akan diajukan sebagai Capres. Jika PDIP sepakat untuk mengajukan Jokowi sebagai Capres, maka kursi gubernur DKI akan digantikan oleh Ahok yang saat ini duduk sebagai wakil
http://www.pesatnews.com/read/2013/0...pimpin-jakarta

Puan Maharani:
Jangan Paksa PDIP Capreskan Jokowi
Jumat, 19/07/2013 20:00 WIB

Jakarta - Pernyataan peneliti LIPI bahwa PDIP bodoh jika tak mencapreskan Jokowi, mendapat tanggapan keras dari Ketua FPDIP Puan Maharani. Semua pihak diingatkan tidak memaksa partainya mengusung Jokowi sebagai bakal capres hanya karena hasil survey menunjukkan tingginya popularitas icon baru PDIP itu. "Kami mempunyai mekanisme sendiri. Jangan kami dipaksa mencalonkan seseorang yang mungkin dianggap cukup hasil surveinya," tegas Puan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (19/7/2013).

Urusan pencapresan adalah perkara keputusan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Berbagai survei yang bermuculan belakangan ini dia nilai tidak bisa memastikan realitas elektabilitas seorang bakal capres pada 2014 kelak. "Karena dinamika politik selalu berkembang setiap waktu. Kita nggak tahu 2014 bagaimana. Menuju 2014 waktunya masih banyak. Dinamika itu terus beganti," paparnya.

PDIP baru akan memastikan pasangan capres dan cawapresnya setelah Pemilu Legislatif 2014. PDIP tak akan ikut-ikutan mendeklarasikan capresnya cepat-cepat seperti yang dilakukan partai lain. "Kalau partai lain punya capres dan cawapres, sah-sah saja. Tapi bukan berarti PDIP harus ikut-ikutan. Kita konsolidasi dan tunggu hasil Pemilu 2014, setelah itu akan ada keputusan," pungkasnya.
[url]http://news.detik..com/read/2013/07/19/200005/2308483/10/puan-maharani-jangan-paksa-pdip-capreskan-jokowi[/url]

----------------------------------

Diseretnya nama Jokowi dalam bursa Pilpres 2014 tentulah dengan mudah bisa dibaca arahnya, yaitu hendak memecah belah suara pemilih, terutama terhadap Capres yang sudah mapan tapi elektibilitasnya rendah atau masih kontroversial seperti Ical, Megawati, Prabowo, Wiranto dan Hatta Radjasa. Skenarionya, kalau Jokowi berhasil mereka pancing sehingga bersedia menjadi wapres seorang calon Presiden dari parpol-parpol itu, selanjutnya tinggal menyebar issue bahwa DKI Jakarta akan dipimpin wni keturunan cina, Ahok. Nah, selanjutnya ente tahu sendiri, bagaimana ramainya perdebatan kalau Jokowi mundur karena mau nyapres. Dan posisi Jokowi yang otomatis akan digantikan Koh Ahok untuk memimpin Ibukota Negara ini dalam suasana negeri ini sedang melakukan suksesi Kepemimpinan Nasional, yang biasanya gonjang-ganjing bila ada suksesi seperti itu, sejak zaman Mataram dulu.

Bila Jokowi berhasil mereka 'goal'kan sehingga menjadi figur Capres/Cawapres sebuah parpol seperti PDIP dan koalisinya dalam bursa Pilpres 2014, maka secara strategis-politis jelas hal itu akan merusak 'balance of power' yang sudah ada, terutama di kalangan parpol peserta pemilu dan kelompok kepentingan (vested interest). Itu bisa berarti positip, tapi bisa pula berarti negatif, sebab tidak semua parpol, BSH dan kelompok kepentingan (vested interest) siap menghadapi realitas itu. Bisa saja kelompok-kelompok yang merasa dirugikan akibat majunya Jokowi sebagai kandidat Presiden, akan balas dendam dengan cara menciptakan kerusuhan atau konflik horizontal menjelang Pemilu atau Pilpres tahun depan itu. Makanya sangat bijak peringatan Puan Maharani dari PDIP yang saat ini "memiliki" Jokowi, jangan paksa mereka akhirnya mencapreskan Jokowi dalam bursa pilpres tahun depan. Jokowi dibiarkan dulu mengurusi DKI Jakarta dulu, diperam untuk setidaknya 5 tahun lagi, baru di Pemilu dan Pilpres tahun 2019 kelak, dia dipersiapkan untuk menjadi orang nomor satu di negeri ini.

Tapi sikap PDIP yang terakhir bisa pula bermakna para elitnya sangat berhati-hati sekali bila mereka nekad cepat-cepat mengajukan nama Jokowi. Pengalaman di Pemilu 1999 lalu dimana kemenangan PDIP hingga 30% lebih, ternyata tak mampu mengangkat Presidennya sendiri karena tiadanya dukungan untuk Capres Megawati, yang mereka ajukan waktu itu ke MPR. Hal sama bisa saja akan berulang kembali kalau Jokowi terlalu dini dipaksakan untuk mereka capreskan. Salah-salah tanpa mendapat dukungan parpol koalisi yang cukup kuat, capres PDIP itu akan di jegal kembali secara konstitusional. Misalnya bagaimana? Misalnya karena parpol-parpol itu tak mau dikalahkan Jokowi, maka kemudian mereka berkoalisi untuk mengusung capres dan cawapresnya yang merupakan gabungan parpol Islam, Hanura, Gerindra, NasDem, Golkar, dan Demokrat. Diduga kuat mereka akan ramai-ramai mengusung Prabowo sebagai Capres dengan didampingi oleh seorang cawapres dari perwakilan parpol Islam yang paling bisa diterima publik, misalnya Machfud MD.

Ada pula skenario bahwa pada akhirnya nanti Golkar, Demokrat dan PDIP akan berkoalisi untuk Pemilu dan Pilpres 2014. Skenario ini jelas akan membawa kemenangan besar bagi tiga parpol gajah itu. Apalagi kalau Jokowi berhasil mereka capreskan untuk Pilpres 2014. Dalam skenario ini, sikap Golkar dan Ical memang kayaknya akan mengalah, bersedia jagonya tidak masuk ke bursa Capres dan cawapres. Tetapi tentunya Golkar tidak mau rugilah, pastilah 'deal'-nya itu, bila Jokowi dan Wakilnya berhasil memenangi Pilpres 2014, Golkar "hanya" minta jatah untuk "perdana menteri" di pos kabinet Jokowi itu kelak. Setidaknya, jatah menteri-menteri basah (seperti kementerian Keuangan, BUMN, Pertanian dan ESDM), akan mereka minta terang-terangan.

Golkar memang tak pernah bermimpi kalau orangnya akan menjadi Presiden atau Wapres. Manuver seorang Ical sebagai capres tunggal dari Golkar, sebenarnya tak lebih untuk menaikkan 'bergaining position' Golkar semata dimata parpol pesaingnya menjelang 2014 itu. Dikasih menteri dan mereka tetap berkuasa di dalam Pemerintahan yad saja, mereka sudah puas kok! Bagi Golkar, capres Jokowi pasti laku di jual ke dunia internasional, dan tak akan banyak resistensi dari negara asing seperti halnya Ical, Prabowo dan Wiranto akibat 'track record'nya di masa lalu. Intinya, Jokowi pastilah akan disambut baik oleh investor asing di AS, Jepang, China dan Singapore serta Australia. Jadi ada ]jaminan negeri ini akan aman-aman saja kelak kalau mereka memimpin NKRI.

Bagaimana nasib Prabowo dan Wiranto? Meski didukung mesin politik yang baik, Prabowo tak akan mampu menghadapi koalisi Golkar-Demokrat dan PDIP. Juga Wiranto, meski didukung media massa dan duit yang besar dari Hary Tanoe, tak akan mampulah menghadapi gabungan itu. Bahkan ada yang menduga, NasDem dengan perhitungan untung-ruginya sendiri, diduga kuat akan masuk bergabung pula di koalisi 3 besar itu. Lalu bijimana dengan nasib parpol Islam seperti PKS dan PPP serta PKB? Jelas tenggelamlah! Kecuali mereka mau bergabung menjadi koalisi parpol Islam semata!, dengan membawa satu nama seperti MASYUMI dulu ditahun 1950-an.



emoticon-Angkat Beer
Diubah oleh julianirani 06-09-2013 06:01
0
1.6K
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan