http://skalanews.com/berita/detail/1...an-Sewa-Gedung - Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga ada banyak 'ruang gelap' yang memungkinkan terjadinya korupsi di tubuh BP Migas.

Salah satu contohnya, soal pembengkakan anggaran menyewa gedung saat BP Migas masih dikepalai Raden Priyono.

"Ini kalau dilihat, terlalu banyak 'ruang gelap'. Belanja-belanja BP Migas memang patut diduga boros dan tidak efisien," kata peneliti ICW, Firdaus Ilyas, kepada wartawan, Selasa (3/9).

Dipaparkan Firdaus, sewa gedung BP Migas selama 5 tahun mencapai Rp 347,2 miliar. Sewa gedung itu 2 kali lebih besar dibanding sewa gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hanya Rp 168 miliar. Dia pun menilai BP Migas belum sepenuhnya melakukan prinsip keuangan negara.

ICW menyesalkan KPK yang seolah tutup mata atas temuan dugaan pembengkakan sewa gedung BP migas ini. KPK menurutnya seperti kehilangan arah dalam mengusut sejumlah kasus korupsi pada era itu.

Sebelumnya, tuntutan agar KPK mengungkap kasus ini sudah dilontarkan Koordinator Investigasi dan Advokasi Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi.

Berdasarkan data audit khusus BPK kepada BP Migas yang diperoleh FITRA, ditemukan adanya dugaan penunjukan langsung pengerjaan fit out Gedung Wisma Mulia senilai Rp 76 miliar oleh PT Sanggarcipta Kreasitama (SK) yang tidak sesuai ketentuan.

Fit out Gedung Wisma Mulia

Di mana setelah BP Migas mengakhiri sewa atas gedung Patra Jasa pada akhir 2010, mereka mencari gedung baru untuk disewa.

Dalam proses penentuan gedung baru itu yang akan disewa di tahun 2011, BP Migas pun memilih jasa konsultan untuk melakukan analisa dan evaluasi kebutuhan gedung yang sesuai dengan kepentingan lembaganya (fit out).

Perusahaan yang terpilih untuk proses fit out yakni PT Procon International.

Hasil kajian Procon yang dimuat dalam laporan Final Office Accomodation Study Report 9 November 2010 lalu, merekomendasikan BP Migas untuk menyewa Gedung Wisma Mulia yang terletak di bilangan Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat.

Dalam proses sewa itu, pada 26 November 2010, PT SK sebagai pengelola gedung mengajukan surat penawaran tentang pengadaan sewa ruang untuk ruang kerja.

Meliputi lantai 22 sampai lantai 40 dengan luas 29.016,50 meter persegi, sewa ruang dan jasa pelayanan dan fasilitas parkir dengan masa sewa selama 5 tahun, senilai Rp 347,2 miliar.

Tak hanya itu, PT SK juga menawarkan mengerjakan fit out senilai Rp 76 miliar.

BP Migas pun melaukan tawar menawar harga atas tawaran PT SK itu. Proses tersebut tercatat dalam Berita Acara Negosiasi Harga 1 Desember 2010.

Setelah proses tawar menawar harga, akhirnya harga turun sebesar Rp 38,5 miliar dari penawaran awal, atau menjadi Rp 307,3 miliar. Tapi untuk pengerjaan fit out tetap dipatok sebesar Rp 76 miliar.

Kesepakatan BP Migas dan PT SK itu termuat dalam lease agreement No. 34/BPM1/LA/01/10/00 dan No 0865/BP00000/2010/57 yang ditandatangani pada 13 Desember 2010.

Dalam Bab III Pasal 5 huruf W kesepakatan itu, tertulis bahwa PT SK akan melaksanakan pengerjaan fit out untuk melakukan pekerjaan renovasi.

Berikut penyediaan/pengerjaan interior sesuai dengan persetujuan desain, material dan denah ruang sebanyak 14 lantai dengan luas 28.514,93 meter persegi. Sesuai dengan standar spesifikasi yang diminta dan disetujui oleh pihak penyewa, yakni BP Migas, senilai Rp 76 miliar. Angka itu sudah termasuk pajak.

Tapi dari hasil pemeriksaan Badan pemeriksa Keuangan di kemudian hari, ditemukan bahwa dalam pengadaan pekerjaan fit out itu, BP Migas tidak melakukan negosiasi harga.

Kondisi itu pun dianggap tidak sesuai Pedoman Tata Kerja BP Migas Nomor 021/PTK/Vll/2007 (Revisi-01) tentang Pengadaan Barang/Jasa Kebutuhan BP Migas Bab V Huruf E. Di mana di situ disebutkan bahwa tata cara penunjukan langsung harus memenuhi tahap-tahap. Antara lain klarifikasi teknis dan negosiasi harga.

Karena tanpa negosiasi harga, mengakibatkan proses pengadaan fit out belum menjamin diperolehnya harga yang lebih kompetitif. (Frida Astuti/ mvw) http://skalanews.com/berita/detail/1...an-Sewa-Gedung