- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Indonesia Harus Fokus pada Cabor Potensial (Bukan Cabor "Pemersatu Bangsa")


TS
japek
Indonesia Harus Fokus pada Cabor Potensial (Bukan Cabor "Pemersatu Bangsa")
Quote:
Agar kegagalan mempertahankan tradisi emas saat Olimpiade London 2012 tidak terulang lagi, maka diperlukan persiapan lebih matang dengan lebih memfokuskan kepada cabang-cabang unggulan meraih medali. Berdasarkan kepada faktor historis dan faktual, ada tiga cabor yang konsisten menghasilkan medali di level Olimpiade.
"Peluang yang ada pun harus dipersiapkan dari jauh-jauh hari dengan mulai mengamankan nomor-nomor cabang olahraga," kata Staf Ahli Menpora Bidang Olahraga Prestasi Ivana Lie, saat sarasehan dan dialog terfokus peran strategis pemerintah dalam meningkatkan prestasi pada Olimpiade 2016/Rio de Jenairo (kajian menentukan cabor prioritas), di Twin Plaza Hotel, Jakarta, Rabu (28/8/13).
Karena untuk bisa mengembalikan tradisi emas Indonesia, tiga tahun untuk persiapan bukanlah waktu yang panjang. Pasalnya, persaingan sudah dimulai sejak setahun sebelum penyelenggaraan Olimpiade, melalui babak kualifikasi. Karena kualifikasi ini lah yang menjadi penentu kesuksesan untuk pengiriman atlet.
"Karena seharusnya semakin banyak atlet yang bisa dikirimkan melalui kualifikasi, maka bisa membuka peluang lebih besar bagi kita (Indonesia) untuk bisa menghasilkan medali khususnya emas. Namun, itu harus benar-benar terfokus kepada cabor yang berpeluang medali. Hal itu yang kini belum dijalankan oleh pemerintah," imbuhnya.
Untuk bisa menjalankan hal tersebut, Pengamat olahraga dari Institute Teknologi Bandung (ITB) Tommy Apriantono mengatakan bahwa Indonesia harus tahu terlebih dahulu dimana prestasi olahraga Merah Putih di level olimpiade. Pada 1988 Indonesia menempati posisi 38 dunia dengan perolehan satu perunggu, lalu di 1992 meningkat ke rangking 24 dunia setelah mendapatkan 2 emas, namun turun lagi ke 38 dunia di Olimpiade Atlanta/2000 saat hanya memperoleh satu emas dan puncaknya pada Olimpiade kemarin di London tanpa emas, hanya satu perak dan satu perunggu menempati 63 dunia.
Dari prestasi tersebut, terlihat lah bahwa tiga cabor tersebut diatas yang cukup konsisten bisa menghasilkan medali, terutama bulutangkis. "Parameternya jelas yakni sejarah prestasi, antropometri, populer, memiliki sarana dan prasarana, memiliki pembinaan berjenjang, sistem kompetisi yang baik, manajemen, pendanaan, peran swasta, dan sport science. Ketiga cabor tersebut memiliki semua, meskipun masih ada kekurangannya," imbuhnya.
Kekurangan yang harus bisa ditutup dalam tiga tahun ini agar bisa memfokuskan diri kepada medali emas, dari cabang bulutangkis, menurutnya, yakni melakukan penanganan khusus bagi atlet potensi medali yang sudah berusia. "Karena pada 2016 nanti, Liliyana (Natsir -Red.) dan Hendra (Setiawan -Red.) sudah memasuki usia 30, sementara mereka adalah pemain potensi medali. Jadi mereka harus dijaga, jangan sampai mendapatkan penanganan yang salah agar peluang medali tidak hilang. Karena kita memiliki keuntungan, dominasi Cina sudah mulai luntur, meskipun kita harus terus mewaspasi ancaman baru," tutur Tommy.
Lalu, untuk cabang angkat besi, keuntungan yang bisa dimanfaatkan adalah karena hanya 24 negara yang bisa berpeluang mendapatkan lebih dari 1 kuota atlet di olimpiade. "Karena itu lebih baik fokus ke nomor 77 kg ke bawah, karena hampir di bawah nomor itu, kekuatan berkisar di Asia. Peluang lebih besar," katanya menambahkan.
Sedangkan panahan, kekurangan terletak pada masalah prasarana dimana peralatan panahan yang sangat mahal tidak semua atlet bisa membeli sendiri dan sistem pembinaan berjenjang yang belum berjalan dengan baik. "Jadi kita fokuskan, dengan bisa menggaet sponsor. Karena panahan tidak ada batasan usia dan tidak mempengaruhi postur tubuh, maka hal itu harusnya bisa dimanfaatkan," ucapnya kemudian.
"Peluang yang ada pun harus dipersiapkan dari jauh-jauh hari dengan mulai mengamankan nomor-nomor cabang olahraga," kata Staf Ahli Menpora Bidang Olahraga Prestasi Ivana Lie, saat sarasehan dan dialog terfokus peran strategis pemerintah dalam meningkatkan prestasi pada Olimpiade 2016/Rio de Jenairo (kajian menentukan cabor prioritas), di Twin Plaza Hotel, Jakarta, Rabu (28/8/13).
Karena untuk bisa mengembalikan tradisi emas Indonesia, tiga tahun untuk persiapan bukanlah waktu yang panjang. Pasalnya, persaingan sudah dimulai sejak setahun sebelum penyelenggaraan Olimpiade, melalui babak kualifikasi. Karena kualifikasi ini lah yang menjadi penentu kesuksesan untuk pengiriman atlet.
"Karena seharusnya semakin banyak atlet yang bisa dikirimkan melalui kualifikasi, maka bisa membuka peluang lebih besar bagi kita (Indonesia) untuk bisa menghasilkan medali khususnya emas. Namun, itu harus benar-benar terfokus kepada cabor yang berpeluang medali. Hal itu yang kini belum dijalankan oleh pemerintah," imbuhnya.
Untuk bisa menjalankan hal tersebut, Pengamat olahraga dari Institute Teknologi Bandung (ITB) Tommy Apriantono mengatakan bahwa Indonesia harus tahu terlebih dahulu dimana prestasi olahraga Merah Putih di level olimpiade. Pada 1988 Indonesia menempati posisi 38 dunia dengan perolehan satu perunggu, lalu di 1992 meningkat ke rangking 24 dunia setelah mendapatkan 2 emas, namun turun lagi ke 38 dunia di Olimpiade Atlanta/2000 saat hanya memperoleh satu emas dan puncaknya pada Olimpiade kemarin di London tanpa emas, hanya satu perak dan satu perunggu menempati 63 dunia.
Dari prestasi tersebut, terlihat lah bahwa tiga cabor tersebut diatas yang cukup konsisten bisa menghasilkan medali, terutama bulutangkis. "Parameternya jelas yakni sejarah prestasi, antropometri, populer, memiliki sarana dan prasarana, memiliki pembinaan berjenjang, sistem kompetisi yang baik, manajemen, pendanaan, peran swasta, dan sport science. Ketiga cabor tersebut memiliki semua, meskipun masih ada kekurangannya," imbuhnya.
Kekurangan yang harus bisa ditutup dalam tiga tahun ini agar bisa memfokuskan diri kepada medali emas, dari cabang bulutangkis, menurutnya, yakni melakukan penanganan khusus bagi atlet potensi medali yang sudah berusia. "Karena pada 2016 nanti, Liliyana (Natsir -Red.) dan Hendra (Setiawan -Red.) sudah memasuki usia 30, sementara mereka adalah pemain potensi medali. Jadi mereka harus dijaga, jangan sampai mendapatkan penanganan yang salah agar peluang medali tidak hilang. Karena kita memiliki keuntungan, dominasi Cina sudah mulai luntur, meskipun kita harus terus mewaspasi ancaman baru," tutur Tommy.
Lalu, untuk cabang angkat besi, keuntungan yang bisa dimanfaatkan adalah karena hanya 24 negara yang bisa berpeluang mendapatkan lebih dari 1 kuota atlet di olimpiade. "Karena itu lebih baik fokus ke nomor 77 kg ke bawah, karena hampir di bawah nomor itu, kekuatan berkisar di Asia. Peluang lebih besar," katanya menambahkan.
Sedangkan panahan, kekurangan terletak pada masalah prasarana dimana peralatan panahan yang sangat mahal tidak semua atlet bisa membeli sendiri dan sistem pembinaan berjenjang yang belum berjalan dengan baik. "Jadi kita fokuskan, dengan bisa menggaet sponsor. Karena panahan tidak ada batasan usia dan tidak mempengaruhi postur tubuh, maka hal itu harusnya bisa dimanfaatkan," ucapnya kemudian.
Sumber
Jadi intinya cabor potensial di Olimpiade yang harus benar-benar dibina ada 3: Badminton, Angkat Besi & Panahan
*menunggu fanboy/fangirl fanatik buta "cabor paling berskill, cabor paling bergengsi, cabor paling pake otak, cabor pemersatu bangsa" ngamuk-ngamuk disini*

Diubah oleh japek 31-08-2013 22:12
0
1.6K
Kutip
13
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan