
Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia sedang melakukan negosiasi dengan Bank Sentral China atau People Bank of China untuk melipatkan gandakan perjanjian bilateral currency swap, guna mengurangi ketergantungan terhadap Dolar AS.
Tirta Segara, Direktur Eksekutif Departemen Internasional Bank Indonesia (BI), mengatakan pihaknya sedang melakukan finalisasi negosiasi perjanjian bilateral currency swap (BCS) dengan People Bank of China.
“Rencananya mau dilipatgandakan nilanya agar lebih kuat dan signifikan. Sekarang kan transaksi perdagangan lebih besar,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (30/8/2013).
Perjanjian BCS dengan China ditandatangani pada 2009 dengan nilai 100 miliar renminbi ditukar dengan Rp175 triliun. Dengan rencana ini maka perjanjian BCS dengan China akan meningkat jadi 200 miliar renminbi atau setara dengan US$30 miliar.
Fasilitas ini bisa dimanfaatkan pelaku usaha China dan Indonesia dalam perdagangan antar negara sehingga tidak perlu mengkonversi mata uang masing-masing ke dalam bentuk dolar AS. Dampak positifnya dapat mengurangi ketergantungan terhadap mata uang negeri Paman Sam yang terus menguat dalam beberapa pekan terakhir.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor non migas Indonesia ke China pada periode Januari--Juni 2013 mencapai US$ 10,09 miliar. Nilai ekspor tersebut memiliki porsi sekitar 13,5% dari total ekspor non migas yang mencapai US$74,77 miliar.
Sementara itu, nilai impor non migas Indonesia asal China periode Januari--Juni mencapai US$14,42 miliar. Nilai impor tersebut memiliki porsi 19,96% dari total impor non migas yang mencapai US$72,25 miliar.
Tirta menambahkan dalam negosiasi dengan China ini, BI juga akan memperluas klausul pengunaan dana hasil swap. “Peruntukan bisa untuk macam-macam, jadi tidak hanya untuk kebutuhan likuiditas saja tetapi bisa untuk trade finance,” jelasnya.
Selain itu, Tirta mengatakan BI juga akan meningkatkan bilateral swap dengan Bank of Japan yang baru saja diperpanjang. Menurutnya, perjanjian dengan Jepang tersebut juga akan dilipatgandakan dibandingkan dengan perjanjian saat ini senilai US$12 miliar.
“Ada juga perluasan perjanjian sehingga dananya bisa ditarik setiap saat dan tidak dikaitkan dengan kondisi ekonomi,” ujarnya.
Menurut Tirta, perluasan kerjasama bilateral swap antar negara lebih diutamakan karena negosiasinya lebih mudah dibandingkan dengan perjanjian multilateral seperti Chiang Mai Initiative. “Bilateral lebih praktis,” ujarnya.
Sabtu, 31 Agustus 2013
Jumat, 30 Agustus 2013, 16:14 WIB
BI Lipatgandakan Penjanjian Swap Dengan China
Destry Damayanti, Kepala Ekonom Bank Mandiri, menyambut positif rencana ini karena akan meningkatkan likuiditas Renminbi di dalam negeri yang dibutuhkan dalam perdagangan dengan China, salah satu mitra dagang Asean.
“Selama ini perdagangan dengan China masih banyak yang menggunakan Dolar AS karena bank domestik tidak banyak memegang renminbi,” ujarnya.
Dia mengharapkan rencana ini segera direalisasi guna mengurangi ketergantungan eksportir dan importir Indonesia akan Dolar AS yang terus menguat. “Dampaknya dapat mengurangi tekanan terhadap Rupiah,” ujarnya.
sumber
Seiring China sebagai negara dengan ekonomi terbesar maka tidak bisa dipungkiri mata uang Yuan berangsur2 menggantikan dollar di dunia perdagangan internasional dan akan menjadi safehaven. ke depan akan semakin banyak arus modal dan pengusaha dari China yang menanamkan investasi di Indonesia