- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kejar Target, Dinas Pajak Pakai Layanan Keliling
TS
ferrykurniawan1
Kejar Target, Dinas Pajak Pakai Layanan Keliling
Quote:
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI Jakarta siap mengerahkan mobil layanan keliling untuk melayani pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) DKI, bagi wajib pajak di seluruh DKI.
Pasalnya, pembayaran PBB akan jatuh tempo pada Rabu (28/8/2013).
Iwan Setiawandi, Kepala DPP DKI Jakarta, mengatakan hingga Jumat (23/8) pekan lalu, jumlah penerimaan PBB mencapai Rp 1,7 triliun, masih cukup jauh dari target penerimaan Rp 3,6 triliun.
“Pengalaman setiap tahun, memang puncaknya pada hari jatuh tempo, kami optimistis target tercapai sampai akhir tahun,” ujar Iwan di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (26/8).
Iwan menjelaskan, pihaknya menggenjot pendapatan dengan mengerahkan unit keliling, BRI keliling, pos keliling, dan juga Bank DKI keliling. “Di wilayah kota juga ada pekan panutan pajak, kemarin saja satu hari sampai ratusan miliar,” jelasnya.
Iwan menuturkan, penerapan Pajak Progresif tidak bisa menjadi alasan bagi wajib pajak besar yang membayar diatas Rp 2 miliar. Pasalnya, pembayaran bisa dicicil, dan bisa mengurangi pembayaran Pajak Penghasilan Badan.
Menurut Iwan, jadi pembayaran PBB bisa menjadi biaya untuk mengurangi laba, jadi PPH akan berkurang karena sebagian sudah dibuat bayar PBB. Jadi hanya perubahan saja, semula untuk bayar PPH badan kurangi sedikit untuk bayar PBB karena PBB naik 50 persen.
"Misalnya laba Rp 10 miliar, bayar PBB tadinya Rp 800 juta, sekarang harus bayar Rp 1 miliar, tapi PPH pasti turun, karena bukti pembayaran PBB bisa menjadi unsure biaya,” ujarnya.
Tahun ini Pemprov DKI Jakarta memberlakukan sistem progresif untuk PBB. Sebagian besar wajib pajak di DKI mengalami penurunan nilai PBB. Sistem PBB dibagi dalam empat kelas wajib pajak sesuai dengan nilai jual obyek pajak (NJOP). Pemberlakuan sistem ini mengacu pada Perda Nomor 16 Tahun 2011 tentang PBB Pedesaan dan Perkotaan.
Setiap warga yang memiliki kemampuan ekonomi lebih besar, maka pajak dikenakan lebih besar. Sebaliknya warga yang memiliki kemampuan ekonomi kecil, dibebankan pajak lebih kecil.
Dari 1,8 juta wajib pajak, sebagian besar masuk dalam kategori NJOP antara Rp 200 juta-Rp 2 miliar sebanyak 900.000 wajib pajak. Kemudian NJOP dibawah Rp 200 juta sebanyak 700.000 wajib pajak, dan sisanya NJOP Rp 2 miliar–Rp 10 miliar dan di atas Rp10 miliar.
Untuk NJOP di bawah Rp 200 juta dikenakan tarif 0,01 persen penurunannya mencapai 90 persen dibanding tahun lalu, misalnya biasanya bayar pajak Rp 500.000, tahun ini hanya hanya membayar 10 persen nya saja jadi Rp 50.000.
Kemudian NJOP antara Rp 200 juta - Rp 2 miliar hanya dikenakan tarif 0,1 persen atau turun 27 persen, NJOP Rp 2 miliar-Rp 10 miliar tarifnya hanya 0,2 persen atau turun 0,05 persen dibanding tahun lalu. Namun bagi WP yang memiliki NJOP di atas Rp 10 miliar dipastikan bayar lebih mahal 49,9 persen dibanding tahun lalu.
Iwan menjelaskan, dari total jumlah wajib pajak sebanyak 1,8 juta, sebagian besar berada di berdasarkan tarif 0,01 atau di bawah Rp 200 juta, yakni sebanyak 800.000 WP.
“Sedangkan populasi yang Rp 200 juta sampai Rp 2 miliar sebanyak 600.000, kemudian golongan Rp 2 -10 miliar hampir 400.000, dan di atas Rp 10 miliar hanya 73.000 WP, memang angkanya besar,” tuturnya.
Ia mengatakan, para wajib pajak yang belum memenuhi kewajibannya ini bervariasi. Setelah jatuh tempo, akan terlihat berapa yang belum bayar. Namun ia optimistis target akan tercapai di akhir tahun, karena warga akan terkena denda 2 persen per bulan setelah Rabu (28/8) ini.
Potensi penerimaan PBB paling besar dari wilayah Jakarta Selatan sebesar Rp 1,2 triliun. Disusul Jakarta Utara Rp 763 miliar, Jakarta Pusat Rp 664 miliar, Jakarta Barat sebanyak Rp 582 miliar, Jakarta Timur Rp 483 miliar, dan Pulau Seribu Rp 3,8 Miliar.
Sedangkan untuk jumlah wajib pajak di Jakarta Barat sebanyak 433.328, Jakarta Pusat 245.764, Jakarta Timur 483.800, Jakarta Utara 322. 417, Jakarta Selatan 404.252, dan Pulau Seribu 4.696 wajib pajak.
Sejak 1985 berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun 1985, PBB dipungut oleh pemerintah pusat melalui Ditjen Pajak. Dengan aturan tersebut, Pemprov DKI hanya mendapatkan dana bagi hasil dari PBB Tahun 2012 lalu, penerimaan dari bagi hasil PBB sebesar Rp2,8 triliun. Sementara jumlah tunggakan PBB mencapai hampir Rp 3 triliun.
Data tunggakan tersebut berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan yang masih diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Besarnya tunggakan pajak terjadi karena masih ada Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) diterbitkan ganda. Ia masih menunggu BPK, agar mendapat angka riil tunggakan tersebut.
Anggota DPRD DKI Jakarta Komisi C yang membidangi keuangan, Ahmad Husin Alaidrus mengatakan, dirinya optimis DPP DKI bisa mencapai target penerimaan PBB ini. “Saya rasa Dinas Pajak mampu mencapai target, tahun ini kan baru pertama masuk semua ke kas DKI, dulu kan tidak sampai Rp 3 triliun, orang memang biasa bayar terlambat karena denda ringan,” kata politisi Demokrat ini.
Kejar Target, Dinas Pajak Pakai Layanan Keliling
Pasalnya, pembayaran PBB akan jatuh tempo pada Rabu (28/8/2013).
Iwan Setiawandi, Kepala DPP DKI Jakarta, mengatakan hingga Jumat (23/8) pekan lalu, jumlah penerimaan PBB mencapai Rp 1,7 triliun, masih cukup jauh dari target penerimaan Rp 3,6 triliun.
“Pengalaman setiap tahun, memang puncaknya pada hari jatuh tempo, kami optimistis target tercapai sampai akhir tahun,” ujar Iwan di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (26/8).
Iwan menjelaskan, pihaknya menggenjot pendapatan dengan mengerahkan unit keliling, BRI keliling, pos keliling, dan juga Bank DKI keliling. “Di wilayah kota juga ada pekan panutan pajak, kemarin saja satu hari sampai ratusan miliar,” jelasnya.
Iwan menuturkan, penerapan Pajak Progresif tidak bisa menjadi alasan bagi wajib pajak besar yang membayar diatas Rp 2 miliar. Pasalnya, pembayaran bisa dicicil, dan bisa mengurangi pembayaran Pajak Penghasilan Badan.
Menurut Iwan, jadi pembayaran PBB bisa menjadi biaya untuk mengurangi laba, jadi PPH akan berkurang karena sebagian sudah dibuat bayar PBB. Jadi hanya perubahan saja, semula untuk bayar PPH badan kurangi sedikit untuk bayar PBB karena PBB naik 50 persen.
"Misalnya laba Rp 10 miliar, bayar PBB tadinya Rp 800 juta, sekarang harus bayar Rp 1 miliar, tapi PPH pasti turun, karena bukti pembayaran PBB bisa menjadi unsure biaya,” ujarnya.
Tahun ini Pemprov DKI Jakarta memberlakukan sistem progresif untuk PBB. Sebagian besar wajib pajak di DKI mengalami penurunan nilai PBB. Sistem PBB dibagi dalam empat kelas wajib pajak sesuai dengan nilai jual obyek pajak (NJOP). Pemberlakuan sistem ini mengacu pada Perda Nomor 16 Tahun 2011 tentang PBB Pedesaan dan Perkotaan.
Setiap warga yang memiliki kemampuan ekonomi lebih besar, maka pajak dikenakan lebih besar. Sebaliknya warga yang memiliki kemampuan ekonomi kecil, dibebankan pajak lebih kecil.
Dari 1,8 juta wajib pajak, sebagian besar masuk dalam kategori NJOP antara Rp 200 juta-Rp 2 miliar sebanyak 900.000 wajib pajak. Kemudian NJOP dibawah Rp 200 juta sebanyak 700.000 wajib pajak, dan sisanya NJOP Rp 2 miliar–Rp 10 miliar dan di atas Rp10 miliar.
Untuk NJOP di bawah Rp 200 juta dikenakan tarif 0,01 persen penurunannya mencapai 90 persen dibanding tahun lalu, misalnya biasanya bayar pajak Rp 500.000, tahun ini hanya hanya membayar 10 persen nya saja jadi Rp 50.000.
Kemudian NJOP antara Rp 200 juta - Rp 2 miliar hanya dikenakan tarif 0,1 persen atau turun 27 persen, NJOP Rp 2 miliar-Rp 10 miliar tarifnya hanya 0,2 persen atau turun 0,05 persen dibanding tahun lalu. Namun bagi WP yang memiliki NJOP di atas Rp 10 miliar dipastikan bayar lebih mahal 49,9 persen dibanding tahun lalu.
Iwan menjelaskan, dari total jumlah wajib pajak sebanyak 1,8 juta, sebagian besar berada di berdasarkan tarif 0,01 atau di bawah Rp 200 juta, yakni sebanyak 800.000 WP.
“Sedangkan populasi yang Rp 200 juta sampai Rp 2 miliar sebanyak 600.000, kemudian golongan Rp 2 -10 miliar hampir 400.000, dan di atas Rp 10 miliar hanya 73.000 WP, memang angkanya besar,” tuturnya.
Ia mengatakan, para wajib pajak yang belum memenuhi kewajibannya ini bervariasi. Setelah jatuh tempo, akan terlihat berapa yang belum bayar. Namun ia optimistis target akan tercapai di akhir tahun, karena warga akan terkena denda 2 persen per bulan setelah Rabu (28/8) ini.
Potensi penerimaan PBB paling besar dari wilayah Jakarta Selatan sebesar Rp 1,2 triliun. Disusul Jakarta Utara Rp 763 miliar, Jakarta Pusat Rp 664 miliar, Jakarta Barat sebanyak Rp 582 miliar, Jakarta Timur Rp 483 miliar, dan Pulau Seribu Rp 3,8 Miliar.
Sedangkan untuk jumlah wajib pajak di Jakarta Barat sebanyak 433.328, Jakarta Pusat 245.764, Jakarta Timur 483.800, Jakarta Utara 322. 417, Jakarta Selatan 404.252, dan Pulau Seribu 4.696 wajib pajak.
Sejak 1985 berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun 1985, PBB dipungut oleh pemerintah pusat melalui Ditjen Pajak. Dengan aturan tersebut, Pemprov DKI hanya mendapatkan dana bagi hasil dari PBB Tahun 2012 lalu, penerimaan dari bagi hasil PBB sebesar Rp2,8 triliun. Sementara jumlah tunggakan PBB mencapai hampir Rp 3 triliun.
Data tunggakan tersebut berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan yang masih diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Besarnya tunggakan pajak terjadi karena masih ada Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) diterbitkan ganda. Ia masih menunggu BPK, agar mendapat angka riil tunggakan tersebut.
Anggota DPRD DKI Jakarta Komisi C yang membidangi keuangan, Ahmad Husin Alaidrus mengatakan, dirinya optimis DPP DKI bisa mencapai target penerimaan PBB ini. “Saya rasa Dinas Pajak mampu mencapai target, tahun ini kan baru pertama masuk semua ke kas DKI, dulu kan tidak sampai Rp 3 triliun, orang memang biasa bayar terlambat karena denda ringan,” kata politisi Demokrat ini.
Kejar Target, Dinas Pajak Pakai Layanan Keliling
Sumber
0
753
Kutip
0
Balasan
Komentar yang asik ya
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan