- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tes Keperawanan ; Suatu Distorsi Berita


TS
darkjustice80
Tes Keperawanan ; Suatu Distorsi Berita
Sepertinya daftar berita bohong yang sebelumnya menjadi isu nasional akan semakin bertambah. Silakan check daftar berita bohong sebelumnya di sini.
Sejak hari selasa lalu, 20 Agustus 2013, saya dikejutkan oleh sebuah berita: Siswi SMA di Prabumulih Diwajibkan Tes Keperawanan [baca Kompas, Kontan, dan beberapa media lainnya].
[Update info: Berita tentang Tes Keperawanan ini pertama kali muncul dalam media: sumsel.tribunnews.com, 18/08/2013]
Dalam berita tersebut disampaikan bahwa Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, membuat rencana kebijakan mewajibkan semua siswi sekolah di Prabumulih untuk mengikuti tes keperawanan. Tes tersebut sebagai respons terhadap maraknya kasus siswi sekolah yang berbuat mesum, bahkan diduga melakoni praktik prostitusi. Kemudian dana tes itu diajukan untuk APBD 2014. Yang menjadi narasumber dalam berita tersebut adalah Kepala Dinas Pendidikan Kota Prabumulih HM Rasyid, Senin (19/8).
Berita ini kemudian mendapatkan respon dari berbagai pihak, baik yang Pro maupun yang Kontra terhadap Tes Keperawanan. Salah satu respon yang Kontra berasal dari aktivis perempuan, Tunggal Pawestri, yang mengatakan bahwa pejabat yang harus tes kewarasan [Kompas]. Ia juga mengatakan bahwa tes keperawanan berpotensi melecehkan perempuan [Viva News], dan menurutnya perawan tidak perawan berhak mendapatkan pendidikan [Merdeka].
Kemudian yang Pro terhadap Tes Keperawanan ini, misalnya terdapat pada berita bahwa PPP mendukung Tes Keperawanan tetapi jangan dipublikasikan [Kompas]; Politisi PKS mendukung Tes Keperawanan di sekolah [Kompas]; dan MUI mengatakan bahwa Tes Keperawanan perlu masuk undang-undang [Kompas].
Padahal kalau dicermati isi beritanya, itu adalah pendapat pribadi bukan pendapat resmi sebuah institusi atau lembaga. Buktinya Waketum DPP PPP, Lukman Hakim, tidak setuju dengan adanya tes tersebut [TribunNews]. Begitu juga dengan Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Mardani Alisera, menilai tidak perlu ada tes keperawanan bagi siswa SMA [TribunNews]. MUI Sulsel juga mengecam adanya tes keperawanan siswi [VivaNews].
NAMUN di dalam berbagai social-media, ketiga institusi ini dihujat dan dijadikan olok-olokan, karena yang di blow up / berita yang disebarkan adalah berita dukungan dari ketiga institusi ini. Opini publik digiring bahwa institusi Islam itu urusannya selalu tidak lepas dari soal kelamin atau selangkangan. Mereka bahkan menjadikan isu ini sebagai bahan becandaan, yaitu dengan membikin karikatur yang menyinggung SARA. Bagi saya itu sungguh tidak ada lucunya sama sekali. Anehnya lagi, setiap ada pemberitaan Tes Keperawanan yang menjadi ilustrasi adalah siswi berjilbab. Coba cermati skenarionya, ada apa ini?
Kemudian puncaknya, muncullah penggalangan petisi yang mempetisi Prof.Dr.Ir. Mohammad Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI agar membatalkan rencana Tes Keperawanan [change.org].
Ternyata beritanya juga menyebar sampai luar negeri lho: “Virginity Test Proposed For Indonesian Students” [HuffingtonPost]. Sampai jurnal ini saya tulis, di sana sudah mencapai 283 komentar. Juga berita lainnya: “Virginity Tests Will Protect Students From Prostitution & Pre-Marital Sex: Indonesian Education Official” [HuffingtonPost]
Wuihh.. heboh ya
.
Benarkah Berita Kadisdik Menggagas Tes Keperawanan ?
Ternyata berita itu adalah HOAX!
Seorang pemilik akun twitter @robbysnt pagi ini (22/08/2013) menyampaikan kultwit bertagar #TraffickingPBM yang mengungkap bahwa berita Tes Keperawanan sejatinya adalah berita hoax atau palsu karena mengandung pemelintiran informasi terhadap narasumber yaitu Pak HM Rasyid selaku Kadisdik Prabumulih.
Isi kultwit tersebut adalah sebagai berikut:
Berita Hoax Tes Keperawanan di Prabumulih, hari ini turun pernyataan resmi Kadisdik Prabumulih di koran setempat.
Jadi awalnya ada penggagalan transaksi jual beli gadis dibawah umur untuk tujuan prostitusi.
Pelaku trafficking menuduh bahwa gadis dibawah umur yang dia jual sudah tidak perawan, tuduhan ini membuat orang tua gadis marah.
Orang tua korban trafficking yang tidak terima atas tudingan bahwa anaknya tidak perawan berencana melakukan Tes Keperawanan atas anaknya.
Lalu wartawan menyampaikan cerita itu kepada Kadisdik. Kadisdik diwawancarai karena keenam korban trafficking adalah siswi SMU di Prabumulih.
Mendengar cerita wartawan, Kadisdik berujar: “Kasus itu menimpa siswi sekolah dalam beberapa hari terakhir ini sudah cukup pelik. Kita tak mau kasus itu terulang lagi.
Mengenai perlunya Tes Keperawanan bagi siswi sekolah, tentu kita harus MEMBAHASNYA LAGI”.
Jadi, wacana Tes Keperawanan adalah inisiatif orang tua korban trafficking yang tidak terima anaknya dituduh tak perawan.
Kadisdik Prabumulih yang dituduh berencana melakukan Tes Keperawanan malah meminta Tes Keperawanan dibahas dulu.
Kadisdik Prabumulih pun mengatakan tidak pernah mengalokasikan dana Tes Keperawanan di tahun 2014. Sekianlah berita bohong ini.
Dalam artikel yang saya baca mengenai Tes Keperawanan yang terbit di media online, tidak ada pendapat lain selain dari Kadisdik.
Dari situ muncul penafsiran dari para pembaca seolah-olah Tes Keperawanan ini tidak ditolak oleh warga dan pejabat Prabumulih.
Sehingga banyak akun Twitter tokoh nasional dan selebtwit tolol yang menghujat warga dan pejabat Prabumulih. Ini kebodohan.
Legislator, PNS, MUI, dan warga Prabumulih menolak Tes Keperawanan, tapi saat itu tidak dimintai pendapat oleh wartawan.
Berita Tes Keperawanan ini adalah cermin kebobrokan dalam menurunkan berita, memelintir pendapat orang agar menjadi berita bombastis.
Dan nampaknya wartawan yang menulis berita Tes Keperawanan ini sengaja tidak mencari pendapat lain agar beritanya berimbang.
Setelah termakan kebohongan ini, ada baiknya warga Twitter yang menghujat warga Prabumulih meminta maaf dan lebih Hati-hati.
Wartawan penulis berita bohong Tes Keperawanan harusnya minta maaf dan malu bekerja kembali di kota yang sudah dia fitnah. Itu kalau ada malu.
Artikel koran Sumatera Ekspres hari ini. Isinya sesuai dengan info saya kemarin. pic.twitter.com/uTbIIzGBVS
Ini tautan tentang jual beli wanita: Enam Gadis di Prabumulih Nyaris Dijual ke Pria Hidung Belang
Banyak wartawan di Prabumulih sekarang, sibuk mencari narasumber… Kita lihat obrolan apa lagi yang dijadikan berita…
Saya pakai hestek #TraffickingPBM karena mau kasih tahu asal mula masalah dan kemana seharusnya perhatian dipusatkan: perdagangan manusia.
== end ==
Ok, clear.
Media JawaPos juga menerbitkan bantahan berita yang beredar selama ini, silakan baca: JPNN: Kadisdik Prabumulih Bantah Dirinya Penggagas Tes Keperawanan
Tidak beberapa lama dari penyampaian kultwit di atas, Pak Ridlwan [@ridlwanjogja], jurnalis JPNN, menyampaikan kultwit pencerahan berupa tips bagaimana agar omongan kita (bila menjadi narasumber) itu tidak mudah untuk dipelintir wartawan. Para pejabat publik wajib membaca kultwit tersebut agar tidak menjadi korban “misleading information” oleh pers yang jahil.
Baiklah, mari kita simak isi kultwit Pak Ridlwan:
–: Saat wartawan sumpek gak punya ide
–: Saat banyaknya klik / view jadi ukuran tunjangan prestasi wartawan
Baca TL @robbysnt rupanya soal tes keperawanan itu berita pelintiran…cerdas yuk baca berita.
Ini klarifikasi Kadisdik Prabumulih soal keperawan cc mas @nukman >>> http://www.jpnn.com/read/2013/08/21/...s-Keperawanan-
Orang Jawa bilang: “jangan gebyah uyah”, nggak semua wartawan memelintir berita kok. Mungkin yang nulis perawan itu lagi sumpek nggak punya ide.
Saat banyaknya klik atau view jadi ukuran tunjangan prestasi wartawan (yang efeknya ke duit) maka ada saja yang tergoda melakukan pelintiran.
Yang Prabumulih itu versi Kadisdiknya begini: ada anak SMK dituduh nggak perawan oleh tersangka trafficking. Ortunya emosi, minta tes.
Lalu wartawan minta komentar Kadisdik, yang intinya mendukung si ortu. Beritanya jadi: “Disdik mau bikin tes keperawanan”.
Ini namanya Kadisdik apes. Apalagi era twitter dimana spin isu cepat banget kayak siput di film Turbo.
Jadi pejabat public jangan gagap dan over acting menghadapi wawancara pers. Salah salah dipelintir.
Supaya nggak dipelintir, pejabat public jawabnya yang tegas, jangan ambigu. BUANG kata-kata: ya, kita kaji, kita dalami, kita pertimbangkan.
Kalimat bersayap gaya pejabat ORBA itu sangat gampang dipelintir. Dan susah disalahkan, karena ada rekamannya.
“Pak, gimana kalo kita tes aja semua siswa SMK?”. Jawab: “Ya, itu bisa saja, nanti kita kaji”. Jangan salahkan pers kalau dipelintir.
(Sebaiknya) jawab gini: “Oh nggak perlu itu. Cukup ortu yang tersinggung itu saja, biar gak ada fitnah. Yang lain nggak perlu”. gitu.
Jawaban ambigu: kita kaji, kita dalami, kita masih pertimbangkan. Membuktikan pejabat itu tidak faham pekerjaannya.
== end ==
Saya jadi langsung teringat beberapa waktu yang lalu, bagaimana seorang ibu Wirianingsih (kader PKS, anggota Komisi IX DPR RI) menjadi korban “misleading information” oleh salah seorang insan pers yang jahil ketika Rapat Dengar Pendapat DPR soal ODHA (Orang Dengan HIV / AIDS). Nasibnya sama.. ibu Wirianingsih dihujat di social-media, di kolom komentar pada media-media yang menurunkan berita tersebut, serta hujatan itu menjadi headline forum-forum diskusi. Alhamdulillah.. akhirnya datang klarifikasi yang mencerahkan.
Oleh karena itu, bagi pejabat publik, ada baiknya punya akun twitter, biar klarifikasinya cepat disampaikan bila ada wartawan yang jahil.
Saat ini, masih ada yang mengganjal di hati saya ketika wartawan jahil membuat berita, mereka kok malah mengaburkan masalah utama. Dalam kasus ini, yang menjadi latar belakang adalah soal perdagangan manusia (traficking), maka seharusnya pemberitaan itu dipusatkan perhatiannya ke sini. Bangunlah edukasi publik melalui pesan dalam berita bahwa betapa jahatnya bisnis perdagangan manusia, sehingga kita semua harus melawan. NAMUN wartawan justru membentuk opini publik dan mengalihkannya ke soal Tes Keperawanan. Masalah utama menjadi kabur. Dan parahnya malah menjadi perdebatan yang kontra produktif.
Juga coba perhatikan kasus-kasus yang sebelumnya menjadi headline berita nasional, misalnya: insiden Kendal masalah utamanya adalah tumbuh suburnya preman dan prostitusi, miras dan perjudian di sana, tapi headline berita dialihkan ke soal kekejaman FPI. Masalah utama menjadi kabur. [baca investigasi]
Insiden Lamongan, masalah utamanya adalah tumbuh suburnya preman dan peredaran narkoba yang sulit diberantas di sana sehingga meresahkan warga, tapi headline berita dialihkan ke soal kekejaman FPI yang bentrok dengan warga. Kata “preman” oleh wartawan jahil tersebut dikaburkan namanya menjadi “warga”. Lagi-lagi masalah utama menjadi kabur. [baca investigasi]
Dan masih banyak lagi contoh kasus pengalihan masalah utama, silakan jelajahi blog ini dengan kategori: media-journalism
Bila memproduksi berita bombastis dan kemudian sengaja melakukan misleading information untuk bisa mendatangkan klik dan view yang tinggi, dan kalau ternyata itu betul menjadi indikator penerimaan tunjangan, maka SELAMAT buat mas/mbak Wartawan yang dapat kenaikan tunjangan!
Tapi ingatlah adanya hukum keseimbangan.
Namun demikian, mari kita tunggu itikad baik dari penulis berita awal untuk permohonana maaf, atau justru meng-counter / mengklarifikasi bantahan pak Kadisdik. Insya Allah, akan saya update dalam jurnal ini.
Sebagai penutup, mari belajar kembali tentang jurnalisme. Menurut Anda, ulah wartawan jahil tersebut yang membuat pelintiran berita Tes Keperawanan itu melanggar Elemen-Elemen Jurnalisme poin apa saja?
Semoga bermanfaat. Dan terus semangat membangun jurnalisme berkualitas di Indonesia!
Salam hangat tetap semangat,
Iwan Yuliyanto
22.08.2013
———
Update, 23/8/2013:
Akhirnya keluar statemen dari AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Palembang yang mengkritik pemberitaan Tes Keperawanan karena terlalu menyimpang dari kode etik jurnalistik. Kalau AJI sudah mengeluarkan statemen, artinya sudah di-investiagasi dengan baik. [Tempo.co, 23/8/2013]
Sumber
begitu berbahayanya ketika pers menciptakan berita yang "misleading", hal yang sebenarnya tidak benar dan fokus publik terhadap keadaan ekonomi yang sedang krisis yang diakibatkan kenaikan nilai Dollar terhadap Rupiah, dan cengkeraman Mafia Pangan serta kasus korupsi besar semacam Hambalang, dan SKK Migas sejenak teralihkan, ketidak mampuan pemerintah menangani keadaan diredam, berita gosip tersebut jadi isu politik untuk menghantam Pejabat tertentu dan jadi berita jebakan buat lembaga2 keagamaan, serta parpol yang jadi target.
Ini bukan kejadian yang pertama, dan bukan pula yang terakhir, di tengah tahun2 politik yang makin panas...
Pejabat yang masih gagap dalam menghadapi pers sebaiknya menggunakan Jubir/ Humas dengan pernyataan resmi, atau menggelar konferensi pers daripada memberikan pernyataan spontan yang bersifat ambigu sehingga bisa dipelintir wartawan dan menghasilkan kegaduhan yang tidak perlu...
Sejak hari selasa lalu, 20 Agustus 2013, saya dikejutkan oleh sebuah berita: Siswi SMA di Prabumulih Diwajibkan Tes Keperawanan [baca Kompas, Kontan, dan beberapa media lainnya].
[Update info: Berita tentang Tes Keperawanan ini pertama kali muncul dalam media: sumsel.tribunnews.com, 18/08/2013]
Dalam berita tersebut disampaikan bahwa Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, membuat rencana kebijakan mewajibkan semua siswi sekolah di Prabumulih untuk mengikuti tes keperawanan. Tes tersebut sebagai respons terhadap maraknya kasus siswi sekolah yang berbuat mesum, bahkan diduga melakoni praktik prostitusi. Kemudian dana tes itu diajukan untuk APBD 2014. Yang menjadi narasumber dalam berita tersebut adalah Kepala Dinas Pendidikan Kota Prabumulih HM Rasyid, Senin (19/8).
Berita ini kemudian mendapatkan respon dari berbagai pihak, baik yang Pro maupun yang Kontra terhadap Tes Keperawanan. Salah satu respon yang Kontra berasal dari aktivis perempuan, Tunggal Pawestri, yang mengatakan bahwa pejabat yang harus tes kewarasan [Kompas]. Ia juga mengatakan bahwa tes keperawanan berpotensi melecehkan perempuan [Viva News], dan menurutnya perawan tidak perawan berhak mendapatkan pendidikan [Merdeka].
Kemudian yang Pro terhadap Tes Keperawanan ini, misalnya terdapat pada berita bahwa PPP mendukung Tes Keperawanan tetapi jangan dipublikasikan [Kompas]; Politisi PKS mendukung Tes Keperawanan di sekolah [Kompas]; dan MUI mengatakan bahwa Tes Keperawanan perlu masuk undang-undang [Kompas].
Padahal kalau dicermati isi beritanya, itu adalah pendapat pribadi bukan pendapat resmi sebuah institusi atau lembaga. Buktinya Waketum DPP PPP, Lukman Hakim, tidak setuju dengan adanya tes tersebut [TribunNews]. Begitu juga dengan Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Mardani Alisera, menilai tidak perlu ada tes keperawanan bagi siswa SMA [TribunNews]. MUI Sulsel juga mengecam adanya tes keperawanan siswi [VivaNews].
NAMUN di dalam berbagai social-media, ketiga institusi ini dihujat dan dijadikan olok-olokan, karena yang di blow up / berita yang disebarkan adalah berita dukungan dari ketiga institusi ini. Opini publik digiring bahwa institusi Islam itu urusannya selalu tidak lepas dari soal kelamin atau selangkangan. Mereka bahkan menjadikan isu ini sebagai bahan becandaan, yaitu dengan membikin karikatur yang menyinggung SARA. Bagi saya itu sungguh tidak ada lucunya sama sekali. Anehnya lagi, setiap ada pemberitaan Tes Keperawanan yang menjadi ilustrasi adalah siswi berjilbab. Coba cermati skenarionya, ada apa ini?
Kemudian puncaknya, muncullah penggalangan petisi yang mempetisi Prof.Dr.Ir. Mohammad Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI agar membatalkan rencana Tes Keperawanan [change.org].
Ternyata beritanya juga menyebar sampai luar negeri lho: “Virginity Test Proposed For Indonesian Students” [HuffingtonPost]. Sampai jurnal ini saya tulis, di sana sudah mencapai 283 komentar. Juga berita lainnya: “Virginity Tests Will Protect Students From Prostitution & Pre-Marital Sex: Indonesian Education Official” [HuffingtonPost]
Wuihh.. heboh ya

.
Benarkah Berita Kadisdik Menggagas Tes Keperawanan ?
Ternyata berita itu adalah HOAX!
Seorang pemilik akun twitter @robbysnt pagi ini (22/08/2013) menyampaikan kultwit bertagar #TraffickingPBM yang mengungkap bahwa berita Tes Keperawanan sejatinya adalah berita hoax atau palsu karena mengandung pemelintiran informasi terhadap narasumber yaitu Pak HM Rasyid selaku Kadisdik Prabumulih.
Isi kultwit tersebut adalah sebagai berikut:
Berita Hoax Tes Keperawanan di Prabumulih, hari ini turun pernyataan resmi Kadisdik Prabumulih di koran setempat.
Jadi awalnya ada penggagalan transaksi jual beli gadis dibawah umur untuk tujuan prostitusi.
Pelaku trafficking menuduh bahwa gadis dibawah umur yang dia jual sudah tidak perawan, tuduhan ini membuat orang tua gadis marah.
Orang tua korban trafficking yang tidak terima atas tudingan bahwa anaknya tidak perawan berencana melakukan Tes Keperawanan atas anaknya.
Lalu wartawan menyampaikan cerita itu kepada Kadisdik. Kadisdik diwawancarai karena keenam korban trafficking adalah siswi SMU di Prabumulih.
Mendengar cerita wartawan, Kadisdik berujar: “Kasus itu menimpa siswi sekolah dalam beberapa hari terakhir ini sudah cukup pelik. Kita tak mau kasus itu terulang lagi.
Mengenai perlunya Tes Keperawanan bagi siswi sekolah, tentu kita harus MEMBAHASNYA LAGI”.
Jadi, wacana Tes Keperawanan adalah inisiatif orang tua korban trafficking yang tidak terima anaknya dituduh tak perawan.
Kadisdik Prabumulih yang dituduh berencana melakukan Tes Keperawanan malah meminta Tes Keperawanan dibahas dulu.
Kadisdik Prabumulih pun mengatakan tidak pernah mengalokasikan dana Tes Keperawanan di tahun 2014. Sekianlah berita bohong ini.
Dalam artikel yang saya baca mengenai Tes Keperawanan yang terbit di media online, tidak ada pendapat lain selain dari Kadisdik.
Dari situ muncul penafsiran dari para pembaca seolah-olah Tes Keperawanan ini tidak ditolak oleh warga dan pejabat Prabumulih.
Sehingga banyak akun Twitter tokoh nasional dan selebtwit tolol yang menghujat warga dan pejabat Prabumulih. Ini kebodohan.
Legislator, PNS, MUI, dan warga Prabumulih menolak Tes Keperawanan, tapi saat itu tidak dimintai pendapat oleh wartawan.
Berita Tes Keperawanan ini adalah cermin kebobrokan dalam menurunkan berita, memelintir pendapat orang agar menjadi berita bombastis.
Dan nampaknya wartawan yang menulis berita Tes Keperawanan ini sengaja tidak mencari pendapat lain agar beritanya berimbang.
Setelah termakan kebohongan ini, ada baiknya warga Twitter yang menghujat warga Prabumulih meminta maaf dan lebih Hati-hati.
Wartawan penulis berita bohong Tes Keperawanan harusnya minta maaf dan malu bekerja kembali di kota yang sudah dia fitnah. Itu kalau ada malu.
Artikel koran Sumatera Ekspres hari ini. Isinya sesuai dengan info saya kemarin. pic.twitter.com/uTbIIzGBVS
Ini tautan tentang jual beli wanita: Enam Gadis di Prabumulih Nyaris Dijual ke Pria Hidung Belang
Banyak wartawan di Prabumulih sekarang, sibuk mencari narasumber… Kita lihat obrolan apa lagi yang dijadikan berita…
Saya pakai hestek #TraffickingPBM karena mau kasih tahu asal mula masalah dan kemana seharusnya perhatian dipusatkan: perdagangan manusia.
== end ==
Ok, clear.
Media JawaPos juga menerbitkan bantahan berita yang beredar selama ini, silakan baca: JPNN: Kadisdik Prabumulih Bantah Dirinya Penggagas Tes Keperawanan
Tidak beberapa lama dari penyampaian kultwit di atas, Pak Ridlwan [@ridlwanjogja], jurnalis JPNN, menyampaikan kultwit pencerahan berupa tips bagaimana agar omongan kita (bila menjadi narasumber) itu tidak mudah untuk dipelintir wartawan. Para pejabat publik wajib membaca kultwit tersebut agar tidak menjadi korban “misleading information” oleh pers yang jahil.
Baiklah, mari kita simak isi kultwit Pak Ridlwan:
–: Saat wartawan sumpek gak punya ide
–: Saat banyaknya klik / view jadi ukuran tunjangan prestasi wartawan
Baca TL @robbysnt rupanya soal tes keperawanan itu berita pelintiran…cerdas yuk baca berita.
Ini klarifikasi Kadisdik Prabumulih soal keperawan cc mas @nukman >>> http://www.jpnn.com/read/2013/08/21/...s-Keperawanan-
Orang Jawa bilang: “jangan gebyah uyah”, nggak semua wartawan memelintir berita kok. Mungkin yang nulis perawan itu lagi sumpek nggak punya ide.
Saat banyaknya klik atau view jadi ukuran tunjangan prestasi wartawan (yang efeknya ke duit) maka ada saja yang tergoda melakukan pelintiran.
Yang Prabumulih itu versi Kadisdiknya begini: ada anak SMK dituduh nggak perawan oleh tersangka trafficking. Ortunya emosi, minta tes.
Lalu wartawan minta komentar Kadisdik, yang intinya mendukung si ortu. Beritanya jadi: “Disdik mau bikin tes keperawanan”.
Ini namanya Kadisdik apes. Apalagi era twitter dimana spin isu cepat banget kayak siput di film Turbo.
Jadi pejabat public jangan gagap dan over acting menghadapi wawancara pers. Salah salah dipelintir.
Supaya nggak dipelintir, pejabat public jawabnya yang tegas, jangan ambigu. BUANG kata-kata: ya, kita kaji, kita dalami, kita pertimbangkan.
Kalimat bersayap gaya pejabat ORBA itu sangat gampang dipelintir. Dan susah disalahkan, karena ada rekamannya.
“Pak, gimana kalo kita tes aja semua siswa SMK?”. Jawab: “Ya, itu bisa saja, nanti kita kaji”. Jangan salahkan pers kalau dipelintir.
(Sebaiknya) jawab gini: “Oh nggak perlu itu. Cukup ortu yang tersinggung itu saja, biar gak ada fitnah. Yang lain nggak perlu”. gitu.
Jawaban ambigu: kita kaji, kita dalami, kita masih pertimbangkan. Membuktikan pejabat itu tidak faham pekerjaannya.
== end ==
Saya jadi langsung teringat beberapa waktu yang lalu, bagaimana seorang ibu Wirianingsih (kader PKS, anggota Komisi IX DPR RI) menjadi korban “misleading information” oleh salah seorang insan pers yang jahil ketika Rapat Dengar Pendapat DPR soal ODHA (Orang Dengan HIV / AIDS). Nasibnya sama.. ibu Wirianingsih dihujat di social-media, di kolom komentar pada media-media yang menurunkan berita tersebut, serta hujatan itu menjadi headline forum-forum diskusi. Alhamdulillah.. akhirnya datang klarifikasi yang mencerahkan.
Oleh karena itu, bagi pejabat publik, ada baiknya punya akun twitter, biar klarifikasinya cepat disampaikan bila ada wartawan yang jahil.
Saat ini, masih ada yang mengganjal di hati saya ketika wartawan jahil membuat berita, mereka kok malah mengaburkan masalah utama. Dalam kasus ini, yang menjadi latar belakang adalah soal perdagangan manusia (traficking), maka seharusnya pemberitaan itu dipusatkan perhatiannya ke sini. Bangunlah edukasi publik melalui pesan dalam berita bahwa betapa jahatnya bisnis perdagangan manusia, sehingga kita semua harus melawan. NAMUN wartawan justru membentuk opini publik dan mengalihkannya ke soal Tes Keperawanan. Masalah utama menjadi kabur. Dan parahnya malah menjadi perdebatan yang kontra produktif.
Juga coba perhatikan kasus-kasus yang sebelumnya menjadi headline berita nasional, misalnya: insiden Kendal masalah utamanya adalah tumbuh suburnya preman dan prostitusi, miras dan perjudian di sana, tapi headline berita dialihkan ke soal kekejaman FPI. Masalah utama menjadi kabur. [baca investigasi]
Insiden Lamongan, masalah utamanya adalah tumbuh suburnya preman dan peredaran narkoba yang sulit diberantas di sana sehingga meresahkan warga, tapi headline berita dialihkan ke soal kekejaman FPI yang bentrok dengan warga. Kata “preman” oleh wartawan jahil tersebut dikaburkan namanya menjadi “warga”. Lagi-lagi masalah utama menjadi kabur. [baca investigasi]
Dan masih banyak lagi contoh kasus pengalihan masalah utama, silakan jelajahi blog ini dengan kategori: media-journalism
Bila memproduksi berita bombastis dan kemudian sengaja melakukan misleading information untuk bisa mendatangkan klik dan view yang tinggi, dan kalau ternyata itu betul menjadi indikator penerimaan tunjangan, maka SELAMAT buat mas/mbak Wartawan yang dapat kenaikan tunjangan!
Tapi ingatlah adanya hukum keseimbangan.
Namun demikian, mari kita tunggu itikad baik dari penulis berita awal untuk permohonana maaf, atau justru meng-counter / mengklarifikasi bantahan pak Kadisdik. Insya Allah, akan saya update dalam jurnal ini.
Sebagai penutup, mari belajar kembali tentang jurnalisme. Menurut Anda, ulah wartawan jahil tersebut yang membuat pelintiran berita Tes Keperawanan itu melanggar Elemen-Elemen Jurnalisme poin apa saja?

Semoga bermanfaat. Dan terus semangat membangun jurnalisme berkualitas di Indonesia!
Salam hangat tetap semangat,
Iwan Yuliyanto
22.08.2013
———
Update, 23/8/2013:
Akhirnya keluar statemen dari AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Palembang yang mengkritik pemberitaan Tes Keperawanan karena terlalu menyimpang dari kode etik jurnalistik. Kalau AJI sudah mengeluarkan statemen, artinya sudah di-investiagasi dengan baik. [Tempo.co, 23/8/2013]
Sumber
begitu berbahayanya ketika pers menciptakan berita yang "misleading", hal yang sebenarnya tidak benar dan fokus publik terhadap keadaan ekonomi yang sedang krisis yang diakibatkan kenaikan nilai Dollar terhadap Rupiah, dan cengkeraman Mafia Pangan serta kasus korupsi besar semacam Hambalang, dan SKK Migas sejenak teralihkan, ketidak mampuan pemerintah menangani keadaan diredam, berita gosip tersebut jadi isu politik untuk menghantam Pejabat tertentu dan jadi berita jebakan buat lembaga2 keagamaan, serta parpol yang jadi target.
Ini bukan kejadian yang pertama, dan bukan pula yang terakhir, di tengah tahun2 politik yang makin panas...

Pejabat yang masih gagap dalam menghadapi pers sebaiknya menggunakan Jubir/ Humas dengan pernyataan resmi, atau menggelar konferensi pers daripada memberikan pernyataan spontan yang bersifat ambigu sehingga bisa dipelintir wartawan dan menghasilkan kegaduhan yang tidak perlu...
Diubah oleh darkjustice80 26-08-2013 15:47
0
2K
13


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan