- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Hukuman Mati di Jaman Belanda [cocok buat koruptor gan]
TS
deliberate42
Hukuman Mati di Jaman Belanda [cocok buat koruptor gan]
setelah blusukan, insyaallah no repost gan
Spoiler for repost:
Spoiler for penting Gan!:
jangan lupa kalo berbaik hati kasih ane minimal komeng gan
Memang mungkin hukuman ini melanggar HAM, tapi melihat maraknya kasus korupsi yang tidak berpihak pada masyarakat, khususnya TS yang merupakan rakyat kecil. Hukuman Gantung yang di terapkan oleh Belanda ini bisa menjadi sebuah shock terapi agar tidak melakukan pelanggaran hukum. Apalagi korupsi
Hukuman Gantung
Quote:
Pada zaman Hindia Belanda dulu, hukuman mati menjadi pemandangan umum. Bicara soal hukuman mati di Batavia, ternyata jumlahnya cukup banyak , khususnya dari data yang diperoleh dari awal abad ke-18. Data itu menjelaskan perbandingan antara hukuman mati di Amsterdam dan Batavia, di mana Amsterdam yang jumlah penduduknya 210.000 orang, rata-rata terjadi lima hukuman mati per tahun. Sedangkan di Batavia waktu itu, yang cuma dihuni oleh 130.000 orang, pelaksanaan hukuman mati bisa dua kali lebih besar daripada jumlah orang yang dihukum mati di Amsterdam per tahun. Padahal aturan dan hukuman ala VOC ini sudah berlangsung sejak abad 17.
Hukuman itu berbeda-beda tiap kelompok. Misalnya, VOC yang sejak 1602 diberi hak monopoli dagang, menjadikan segala urusan hukum dan peraturan di Batavia dan tanah jajahannya yang lain menjadi bagian dari hak prerogatif VOC. Namun kemudian masalah berkembang karena yang bermasalah adalah bangsanya atau pegawai mereka sendiri. Di kemudian hari, dalam Kota Batavia yang sudah multietnis sejak masa awal berdirinya, aturan dan hukuman itu kemudian sering menjadi masalah: mana aturan dan hukum yang harus diberlakukan; aturan VOC atau aturan Kerajaan.
Pada 1621, Kelompok 17 atau Heeren Zeventien, memutuskan bahwa semua hukuman dan aturan yang berlaku di republik di mana Hereen Zeventien berkuasa, berlaku pula di Hindia Belanda. Adalah Joan Maatsuycker, ahli hukum yang juga sempat menjadi gubernur jenderal, yang kemudian menyusun hukum kolonial yang kemudian disebut Bataviasche Ordonnanties. Hukum ini memperbolehkan hukuman mati bagi terdakwa yang sudah mengakui perbuatannya, dengan cara apapun.
Agar terdakwa mau mengaku, jaksa penuntut pastinya sudah menginterogasi terdakwa, dengan siksaan yang sangat kejam . Di salah satu ruang di Balai Kota /Stadhuis diyakini merupakan tempat penyiksaan tahanan. Hanya saja belum diketahui di mana tepatnya ruang interogasi itu. Intinya tahanan disiksa agar mengaku, kemungkinan besar mengaku karena dipaksa. Dan para hakim masa bodoh dengan teriakan para tahanan yang disiksa.
Eksekusi hukuman mati biasanya dilakukan di depan Balai Kota dengan disaksikan hakim dari lantai atas. Pada zaman VOC, hukuman untuk pejahat sangatlah keras. Tapi walaupun begitu, biasanya pelaksanaan hukuman mati menjadi 'tontonan' bagi masyarakat sekitarnya, yang pastinya tidak pernah berharap suatu hari merekalah yang berganti menjadi 'tontonan' disana!
dibagian bawah panggung sengaja dikosongin gan, jadi leher mereka patah dan seketika mati, ni foto diambil antara tahun 1895-1925
sekarang gedung balaikota nya dah museum fatahillah gan
selain dilaksanain di balaikota Hukuman gantung juga di laksanain di bebera daerah di indonesia gan
foto di ambil sekitar tahun 1869-1870, sayang gak disebutin nama tempat. namun bisa terlihat jelas kalo telah dilaksanakan hukuman gantung dan tampaknya orang disekitarnya yg sedang memegang benda berwarna putih (mungkin papan nama) juga menunggu untuk di eksekusi. eksekusi ini di jaga oleh pasukan berkuda hindia belanda.
klo yang ini diambil sekitar tahun 1890-1910 bertempat di jambi, yang dieksekusi merupakan para terdakwa pembunuhan
Hukuman gantung pada masa kolonial untuk para kriminal di Batavia, eksekusinya biasanya dilaksanakan di Stadhuisplein (Lapangan Balai Kota) yang kini menjadi Taman Fatahillah di Kota Tua. Namun, pada awal abad ke-20, eksekusi hukuman mati tidak lagi dilakukan di Stadhuisplein, melainkan dilakukan secara tertutup atau bukan di tempat umum. Ketika hukuman gantung berlangsung di Stadhuisplein, si terpidana biasanya dieksekusi mati di tiang gantungan atau dengan pedang, atau bisa juga dengan semacam guillotine (alat eksekusi terkenal zaman Revolusi Prancis dulu).
Sejarah mencatat, eksekusi hukuman gantung terakhir yang dilaksanakan di Stadhuisplein ini adalah terhadap seorang perampok bernama Tjoe Boen Tjiang, pada tahun 1896. Justus van Maurik, yang berkunjung ke Batavia dan menyaksikan secara langsung eksekusi itu, menuliskan dalam jurnalnya Indrukken van een "Totok", Indische Type en Schetsen bahwa pelaksanaan hukuman gantung atas Tjoe Boen Tjiang pada pukul 07:00 pagi itu dihadiri penuh sesak oleh masyarakat dari berbagai kalangan, mulai dari pribumi, Tionghoa, Arab, Eropa, orang Keling hingga Peranakan. Tjoe Boen Tjiang, pemuda Tionghoa bersosok tinggi dan tampan yang dikenal juga dengan nama Impeh ini, terbukti telah merampok dan membunuh dua orang perempuan dengan kejam.
Namun anehnya, saat pelaksanaan eksekusi terhadap Tjoe Boen Tjiang ini, yang paling banyak datang menyaksikan justru adalah kaum wanita! Rupanya mereka bersimpati kepada para wanita korban kekejaman Tjoe Boen Tjiang. Yang jelas, hati wanita tempo doeloe ternyata lebih kuat karena tidak gentar menyaksikan hukuman mati yang mengerikan itu.
Lokasi lapangan di mana hukuman mati atas Tjoe Boen Tjiang itu hingga kini masih bisa disaksikan, di Lapangan Museum Sejarah Jakarta atau yang dikenal juga sebagai Taman Fatahillah sekarang.
Hukuman itu berbeda-beda tiap kelompok. Misalnya, VOC yang sejak 1602 diberi hak monopoli dagang, menjadikan segala urusan hukum dan peraturan di Batavia dan tanah jajahannya yang lain menjadi bagian dari hak prerogatif VOC. Namun kemudian masalah berkembang karena yang bermasalah adalah bangsanya atau pegawai mereka sendiri. Di kemudian hari, dalam Kota Batavia yang sudah multietnis sejak masa awal berdirinya, aturan dan hukuman itu kemudian sering menjadi masalah: mana aturan dan hukum yang harus diberlakukan; aturan VOC atau aturan Kerajaan.
Pada 1621, Kelompok 17 atau Heeren Zeventien, memutuskan bahwa semua hukuman dan aturan yang berlaku di republik di mana Hereen Zeventien berkuasa, berlaku pula di Hindia Belanda. Adalah Joan Maatsuycker, ahli hukum yang juga sempat menjadi gubernur jenderal, yang kemudian menyusun hukum kolonial yang kemudian disebut Bataviasche Ordonnanties. Hukum ini memperbolehkan hukuman mati bagi terdakwa yang sudah mengakui perbuatannya, dengan cara apapun.
Agar terdakwa mau mengaku, jaksa penuntut pastinya sudah menginterogasi terdakwa, dengan siksaan yang sangat kejam . Di salah satu ruang di Balai Kota /Stadhuis diyakini merupakan tempat penyiksaan tahanan. Hanya saja belum diketahui di mana tepatnya ruang interogasi itu. Intinya tahanan disiksa agar mengaku, kemungkinan besar mengaku karena dipaksa. Dan para hakim masa bodoh dengan teriakan para tahanan yang disiksa.
Eksekusi hukuman mati biasanya dilakukan di depan Balai Kota dengan disaksikan hakim dari lantai atas. Pada zaman VOC, hukuman untuk pejahat sangatlah keras. Tapi walaupun begitu, biasanya pelaksanaan hukuman mati menjadi 'tontonan' bagi masyarakat sekitarnya, yang pastinya tidak pernah berharap suatu hari merekalah yang berganti menjadi 'tontonan' disana!
Spoiler for proses1:
Spoiler for proses2:
dibagian bawah panggung sengaja dikosongin gan, jadi leher mereka patah dan seketika mati, ni foto diambil antara tahun 1895-1925
Spoiler for Stadhuisplein (balaikota) jaman Londo:
sekarang gedung balaikota nya dah museum fatahillah gan
Spoiler for Museum Fatahillah:
selain dilaksanain di balaikota Hukuman gantung juga di laksanain di bebera daerah di indonesia gan
Spoiler for Gantung1:
foto di ambil sekitar tahun 1869-1870, sayang gak disebutin nama tempat. namun bisa terlihat jelas kalo telah dilaksanakan hukuman gantung dan tampaknya orang disekitarnya yg sedang memegang benda berwarna putih (mungkin papan nama) juga menunggu untuk di eksekusi. eksekusi ini di jaga oleh pasukan berkuda hindia belanda.
Spoiler for Gantung2:
klo yang ini diambil sekitar tahun 1890-1910 bertempat di jambi, yang dieksekusi merupakan para terdakwa pembunuhan
Hukuman gantung pada masa kolonial untuk para kriminal di Batavia, eksekusinya biasanya dilaksanakan di Stadhuisplein (Lapangan Balai Kota) yang kini menjadi Taman Fatahillah di Kota Tua. Namun, pada awal abad ke-20, eksekusi hukuman mati tidak lagi dilakukan di Stadhuisplein, melainkan dilakukan secara tertutup atau bukan di tempat umum. Ketika hukuman gantung berlangsung di Stadhuisplein, si terpidana biasanya dieksekusi mati di tiang gantungan atau dengan pedang, atau bisa juga dengan semacam guillotine (alat eksekusi terkenal zaman Revolusi Prancis dulu).
Sejarah mencatat, eksekusi hukuman gantung terakhir yang dilaksanakan di Stadhuisplein ini adalah terhadap seorang perampok bernama Tjoe Boen Tjiang, pada tahun 1896. Justus van Maurik, yang berkunjung ke Batavia dan menyaksikan secara langsung eksekusi itu, menuliskan dalam jurnalnya Indrukken van een "Totok", Indische Type en Schetsen bahwa pelaksanaan hukuman gantung atas Tjoe Boen Tjiang pada pukul 07:00 pagi itu dihadiri penuh sesak oleh masyarakat dari berbagai kalangan, mulai dari pribumi, Tionghoa, Arab, Eropa, orang Keling hingga Peranakan. Tjoe Boen Tjiang, pemuda Tionghoa bersosok tinggi dan tampan yang dikenal juga dengan nama Impeh ini, terbukti telah merampok dan membunuh dua orang perempuan dengan kejam.
Namun anehnya, saat pelaksanaan eksekusi terhadap Tjoe Boen Tjiang ini, yang paling banyak datang menyaksikan justru adalah kaum wanita! Rupanya mereka bersimpati kepada para wanita korban kekejaman Tjoe Boen Tjiang. Yang jelas, hati wanita tempo doeloe ternyata lebih kuat karena tidak gentar menyaksikan hukuman mati yang mengerikan itu.
Lokasi lapangan di mana hukuman mati atas Tjoe Boen Tjiang itu hingga kini masih bisa disaksikan, di Lapangan Museum Sejarah Jakarta atau yang dikenal juga sebagai Taman Fatahillah sekarang.
selain itu masih ada lagi gan hukuman mati yang gak kalah sadis.
Yaitu hukuman pecah kulit. Dimana kedua tangan dan Kaki nya di ikatkan pada masing2 seekor kuda, trus pas keempat kuda itu di pecut untuk lahir, badan si terhukum akan tertarik keempat arah dan akhirnya terpisah.
Pecah Kulit
Quote:
Hukuman ini pernah di berikan kepada salah satu Warga Indo-Jerman di Batavia yaitu Pieter Erberveld.
Tubuh Elberfeld dimakamkan di suatu sudut di Jalan Pangeran Jayakarta, Jakarta sekarang dan di sana kemudian didirikan suatu tugu peringatan.
Di tugu itu dipajang tengkorak Elberfeld yang ditusuk tombak dan di bawahnya terdapat prasasti.
Saat kedatangan Jepang 1942, tugu itu dihancurkan namun prasastinya dapat diselamatkan. Replikanya kemudian didirikan kembali. Sejak tahun 1985 tugu itu kemudian dipindahkan ke Museum Prasasti Jakarta karena tempat tugu itu berdiri dijadikan ruang pamer mobil. Kampung tempat makam ini sekarang dinamakan Kampung Pecah Kulit, konon karena kulit Elberfeld terkelupas akibat hukuman itu.
Tubuh Elberfeld dimakamkan di suatu sudut di Jalan Pangeran Jayakarta, Jakarta sekarang dan di sana kemudian didirikan suatu tugu peringatan.
Spoiler for tugu peringatan:
Tugu peringatan Pieter Erberveld di sekitar tahun 1885
Di tugu itu dipajang tengkorak Elberfeld yang ditusuk tombak dan di bawahnya terdapat prasasti.
Spoiler for tengkorak:
Saat kedatangan Jepang 1942, tugu itu dihancurkan namun prasastinya dapat diselamatkan. Replikanya kemudian didirikan kembali. Sejak tahun 1985 tugu itu kemudian dipindahkan ke Museum Prasasti Jakarta karena tempat tugu itu berdiri dijadikan ruang pamer mobil. Kampung tempat makam ini sekarang dinamakan Kampung Pecah Kulit, konon karena kulit Elberfeld terkelupas akibat hukuman itu.
gimana menurut juragan, mana hukuman yang cocok buat terpidana koruptor dan para gembong narkoba?
Spoiler for Pendapat para juragan:
Quote:
Original Posted By doradoramomon►waduh gan ngeri banget semuanya
tapi kalo buat koruptor sama gembong narkoba sih semuanya boleh lah di coba
tapi kalo buat koruptor sama gembong narkoba sih semuanya boleh lah di coba
Quote:
Original Posted By widibinko►bener cocok buat koruptor gan, biar pada jera dan ngga ada yang korupsi lagi
Spoiler for jgn dibuka:
Quote:
Original Posted By weswew7►Kalo menurut ane mah mending di bunuh secara perlahan lebih maknyus...
Quote:
Original Posted By antograful40►suntik mati atau di bakar hidup2 juga ga bagus biar ada efek jera buat koruptor lain
Quote:
Original Posted By ggrz►coba koruptor di hukum kayak gitu, pasti pada ciut. sekarang di Indonesia kan hukuman bisa dibeli !
Quote:
Original Posted By doelviev►Coba hukuman pecah kulit diterapkan buat koruptor,pas ditarik 4 kuda tubuhnya terbelah jd 4 mgkn perutnya yg gendut itu isi belatung.
Quote:
Original Posted By faisalmobil►Klo Koruptor dan gembong narkoba gmn klo hukumannya diseret sampai mati spt Fransisca Sisca Yofie Gan, biar ada efek jera
Spoiler for umbel:
jangan lupa gan komeng
jangan
0
9.5K
Kutip
41
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan