- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Banyak Profesor Doktor Yang Jadi 'Maling'?


TS
boeladiegh
Banyak Profesor Doktor Yang Jadi 'Maling'?
Spoiler for Repost:
Quote:
Nampaknya, ucapan mendiang Presiden Gus Dur ternyata benar bahwa banyak profesor doktor yang jadi maling (koruptor- red). Korupsi telah menjadi bagian dari dunia politik di Indonesia dikarenakan sistem politik yang carut-marut dimanfaatkan oleh para pemangku kekuasaan.
Rata-rata para politisi maupun elit politisi bergelar Profesor atau pun Doktor sehingga tidak dipungkiri lagi kapasitas dan kapabilitas mereka, namum korupsi masih kerap dilakukan para elit politik yang notabennya adalah kaum cendikiawan dan terpelajar.
Hal tersebut disampaikan oleh Pengamat Politik Universitas Nasional, Ma'mun Murod Al-Barbasy yang menilai para elit politik maupun pemangku kepemimpinan yang memanfaatkan carut-marutnya sistem politik di Indonesia.
"Cermin rusak atau bobroknya sistem politik, tapi di Indonesia karena bobroknya sistem, orang alim dan baik sekalipun bisa rusak, bahkan malaikat yang tidak punya nafsu kuasa pun jangan-jangan kalau jadi penguasa di Indonesia bisa rusak atau korup juga," kata Ma'mun Murod saat dihubungi wartawan di Jakarta, Sabtu (24/8/2013).
Lemahnya sistem politik ini sengaja dibiarkan oleh para politisi meski mengetahui sistem yang ideal dimana dapat berjalan disejumlah negara dengan sistem demokrasi yang telah maju terlebih politisi dan pejabat di Indonesia tidak memiliki rasa malu.
"Kalau di Selandia Baru dan Finlandia karena sistemnya bagus dan ditambah masih kuatnya budaya malu di kalangan pejabat, sistem itu bisa membuat bajingan sekalipun menjadi orang baik," ujarnya mencontohkan.
Namun demikian tak jarang polikus selalu melibatkan kaum cendekiawan atau akademisi untuk memangku jabatan atau wewenang. Kendati begitu Ma'mun menilai hal ini hanya sebatas legitimasi kekuasaan semata.
"Sekedar untuk melegitimasi kekuasaan bahwa ini lho ada orang kampus di kekuasaannya, tapi dominan karena bobroknya sistem," cetusnya.
Lebih lanjut Ma'mun Murod beranggapan sistem yang carut-marut ini telah memberikan peluang para politisi dan pemangku kekuasaan untuk melakukan praktik korupsi. Terlebih banyak yang menyalah artikan kekuasaan sebagai tujuan dan mengesampingkan kepentingan bangsa dan negara.
"Sekedar contoh: pemilu dengan suara terbanyak itu buka celah korupsi. Ditambah motif orang dalam memahami kekuasaan itu sebagi tujuan bukan alat untuk mewujudkan kebaikan bersama," pungkasnya.
Prof Dr Tertangkap Basah
Tertangkapnya Ketua SKK Migas yang juga Guru Besar Institut Teknik Bandung (ITB) Rudi Rubiandini oleh KPK, menambah daftar akademisi dan guru besar yang terlibat kasus korupsi. Dunia politik penuh dengan jebakan dan godaan apabila tidak hati-hati kaum akademisi akan dimanfaatkan oleh politisi.
Menanggapi fenomena tersebut Pengamat Politik Universitas Nasional, Alfan Alfian menilai dalam dunia politik yang diutamakan adalah kepentingan politik dengan pergerakan yang dinamis dan penuh intrik.
"Politik memang sangat dinamis dan seringkali penuh intrik. Mengapa? Karena yang mengemuka ada kepentingan, dan bagaimana kepentingan politik diutamakan," ujar Alfan saat dihubungi wartawan di Jakarta, Sabtu (24/8/2013).
Menurutnya meski para akademisi yang terlibat dalam kasus korupsi merupakan seorang guru besar, namun Alfan menyayangkan mereka telah melupakan jati diri dan idelisme dirinya. Tidak bisa dipungkiri dunia politik penuh dengan jebakan dan godaan.
"Akibatnya, seringkali pertimbangan akademis dan etis yang biasa dipegang oleh guru besar dan akademisi, tersingkir. Politik juga penuh jebakan dan godaan. Kalau tidak hati-hati mudah terpeleset," terangnya.
Lebih lanjut Alfan berpendapat ada beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga para akademisi dan guru besar ini terlibat dalam kasus korupsi. Diantaranya mereka telah dikendalikan oleh kekuatan besar yang berpengaruh dan memanfaatkan kesempatan dengan sistem yang mudah untuk melakukan penyimpangan atau un penyelewengan wewenang.
"Saya kira keduanya bisa terjadi. Para akademisi, kalau tidak hati-hati, sering dimanfaatkan oleh politisi. Mereka sering tidak bisa mengelak, karena sistemnya dikondisikan sedemikian rupa oleh politisi," jelasnya.
Dirinya menambahkan para akademisi dan guru besar ini tidak sepenuhnya bercita-cita ingin menjadi koruptor, kendati begitu dunia politik-lah memang penuh dengan jebakan.
"Tapi, akademisi yang memang punya motif menjadi politisi juga banyak. Sebenarnya niat mereka baik, tetapi, sekali lagi, politik ternyata penuh jebakan," imbuh Alfan.
Berikut beberapa nama guru besar yang pernah terlibat kasus korupsi
1. Rudi Rubiandini
Guru Besar ITB itu ditangkap KPK pada Selasa 13 Agustus sekitar pukul 22.30. Rudi yang pernah menjabat Kepala SKK Migas dan Wakil Menteri ESDM itu ditangkap usai menerima US$ 400 juta dari koleganya Deviardi. Uang itu diduga berasal dari petinggi PT Kernel Oil Pte Ltd, Simon Gunawan Tanjaya.
Selain itu, penyidik juga turut mengamankan sebuah motor BMW dari tangan Rudi yang diketahui juga merupakan pemberian dari Simon. Tak hanya itu, KPK juga menyita US$ 90 ribu dan 127 ribu dolar Singapura yang ditemukan di rumah Rudi, serta US$ 200 ribu yang ditemukan di rumah Ardi.
Rudi saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dia dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan huruf b atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. KPK pun langsung menahan Rudi di Rutan KPK.
2. Nazaruddin Sjamsuddin
Guru Besar Ilmu Politik FISIP UI itu harus berurusan dengan KPK saat menjabat sebagai Ketua KPU periode 2000-2007. Nazaruddin tersandung kasus pengumpulan dana taktis yang berasal dari rekanan KPU pada 2005.
Nazaruddin pun divonis bersalah dan ditahan selama 6 tahun penjara. Tak hanya itu, Nazaruddin juga diwajibkan membayar uang korupsi sebesar Rp 1,068 miliar.
Saat ini, Nazaruddin sudah menjalani hukumannya. Setelah bebas, Nazaruddin menerbitkan autobiografinya berjudul `Bukan Tanda Jasa` yang berisi pengalaman hidupnya selama menjadi Ketua KPU.
3. Rusadi Kantaprawira
Guru Besar Universitas Padjadjaran itu juga tersandung kasus korupsi saat menjabat sebagai anggota KPU. Dia dinyatakan terlibat dalam korupsi pengadaan tinta sidik jari Pemilu 2004.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mengganjar Rusadi 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Upaya hukumnya agar terlepas dari kasus itu kandas. Hakim pengadilan banding hingga Hakim Agung menolak permohonan Rusadi.
Rusadi pun kini telah bebas. Dan dia kembali ke kampusnya mengajar.
4. Mulyana W Kusumah
Kriminolog asal Universitas Indonesia itu tertangkap tangan saat menerima suap dari anggota BPK. Saat itu Mulyana menjabat sebagai anggota KPU. Kasus inilah yang membuka terkuaknya korupsi di KPU.
Selain kasus suap, Mulyana juga tersandung kasus korupsi pengadaan kotak suara Pemilu 2004. Mulyana pun divonis 2 tahun 7 bulan penjara untuk kasus suap, serta hukuman 15 bulan penjara untuk korupsi kotak suara.
5. Daan Dimara
Guru Besar Universitas Cendrawasih itu juga tersandung kasus korupsi saat menjabat anggota KPU. Dia dinyatakan terlibat korupsi pengadaan segel surat suara pada 2005.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Daan selama 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Hukuman ini bertahan hingga tahap kasasi. Saat menjalani hukuman, Daan meminta agar ditahan di kampung halamannya.
6. Rokhmin Dahuri
Guru Besar IPB itu tersandung korupsi saat menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Gotong Royong. Rokhmin dinyatakan terlibat korupsi dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan.
Rokhmin divonis 7 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Hukuman ini tetap bertahan meskipun Rokhmin mencoba mengajukan banding dan kasasi ke Mahkamah Agung.
7. Miranda Swaray Goeltom
Guru Besar Universitas Indonesia itu tersandung kasus korupsi pemberian cek pelawat untuk anggota DPR. Cek pelawat itu disebut diberikan agar anggota DPR memilihnya sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.
Miranda divonis 3 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Putusan ini diperkuat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan putusan kasasi Mahkamah Agung. Miranda dinyatakan terbukti menyuap anggota DPR melalui rekannya, Nunun Nurbaetie Daradjatun. TKP
Rata-rata para politisi maupun elit politisi bergelar Profesor atau pun Doktor sehingga tidak dipungkiri lagi kapasitas dan kapabilitas mereka, namum korupsi masih kerap dilakukan para elit politik yang notabennya adalah kaum cendikiawan dan terpelajar.
Hal tersebut disampaikan oleh Pengamat Politik Universitas Nasional, Ma'mun Murod Al-Barbasy yang menilai para elit politik maupun pemangku kepemimpinan yang memanfaatkan carut-marutnya sistem politik di Indonesia.
"Cermin rusak atau bobroknya sistem politik, tapi di Indonesia karena bobroknya sistem, orang alim dan baik sekalipun bisa rusak, bahkan malaikat yang tidak punya nafsu kuasa pun jangan-jangan kalau jadi penguasa di Indonesia bisa rusak atau korup juga," kata Ma'mun Murod saat dihubungi wartawan di Jakarta, Sabtu (24/8/2013).
Lemahnya sistem politik ini sengaja dibiarkan oleh para politisi meski mengetahui sistem yang ideal dimana dapat berjalan disejumlah negara dengan sistem demokrasi yang telah maju terlebih politisi dan pejabat di Indonesia tidak memiliki rasa malu.
"Kalau di Selandia Baru dan Finlandia karena sistemnya bagus dan ditambah masih kuatnya budaya malu di kalangan pejabat, sistem itu bisa membuat bajingan sekalipun menjadi orang baik," ujarnya mencontohkan.
Namun demikian tak jarang polikus selalu melibatkan kaum cendekiawan atau akademisi untuk memangku jabatan atau wewenang. Kendati begitu Ma'mun menilai hal ini hanya sebatas legitimasi kekuasaan semata.
"Sekedar untuk melegitimasi kekuasaan bahwa ini lho ada orang kampus di kekuasaannya, tapi dominan karena bobroknya sistem," cetusnya.
Lebih lanjut Ma'mun Murod beranggapan sistem yang carut-marut ini telah memberikan peluang para politisi dan pemangku kekuasaan untuk melakukan praktik korupsi. Terlebih banyak yang menyalah artikan kekuasaan sebagai tujuan dan mengesampingkan kepentingan bangsa dan negara.
"Sekedar contoh: pemilu dengan suara terbanyak itu buka celah korupsi. Ditambah motif orang dalam memahami kekuasaan itu sebagi tujuan bukan alat untuk mewujudkan kebaikan bersama," pungkasnya.
Prof Dr Tertangkap Basah
Tertangkapnya Ketua SKK Migas yang juga Guru Besar Institut Teknik Bandung (ITB) Rudi Rubiandini oleh KPK, menambah daftar akademisi dan guru besar yang terlibat kasus korupsi. Dunia politik penuh dengan jebakan dan godaan apabila tidak hati-hati kaum akademisi akan dimanfaatkan oleh politisi.
Menanggapi fenomena tersebut Pengamat Politik Universitas Nasional, Alfan Alfian menilai dalam dunia politik yang diutamakan adalah kepentingan politik dengan pergerakan yang dinamis dan penuh intrik.
"Politik memang sangat dinamis dan seringkali penuh intrik. Mengapa? Karena yang mengemuka ada kepentingan, dan bagaimana kepentingan politik diutamakan," ujar Alfan saat dihubungi wartawan di Jakarta, Sabtu (24/8/2013).
Menurutnya meski para akademisi yang terlibat dalam kasus korupsi merupakan seorang guru besar, namun Alfan menyayangkan mereka telah melupakan jati diri dan idelisme dirinya. Tidak bisa dipungkiri dunia politik penuh dengan jebakan dan godaan.
"Akibatnya, seringkali pertimbangan akademis dan etis yang biasa dipegang oleh guru besar dan akademisi, tersingkir. Politik juga penuh jebakan dan godaan. Kalau tidak hati-hati mudah terpeleset," terangnya.
Lebih lanjut Alfan berpendapat ada beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga para akademisi dan guru besar ini terlibat dalam kasus korupsi. Diantaranya mereka telah dikendalikan oleh kekuatan besar yang berpengaruh dan memanfaatkan kesempatan dengan sistem yang mudah untuk melakukan penyimpangan atau un penyelewengan wewenang.
"Saya kira keduanya bisa terjadi. Para akademisi, kalau tidak hati-hati, sering dimanfaatkan oleh politisi. Mereka sering tidak bisa mengelak, karena sistemnya dikondisikan sedemikian rupa oleh politisi," jelasnya.
Dirinya menambahkan para akademisi dan guru besar ini tidak sepenuhnya bercita-cita ingin menjadi koruptor, kendati begitu dunia politik-lah memang penuh dengan jebakan.
"Tapi, akademisi yang memang punya motif menjadi politisi juga banyak. Sebenarnya niat mereka baik, tetapi, sekali lagi, politik ternyata penuh jebakan," imbuh Alfan.
Berikut beberapa nama guru besar yang pernah terlibat kasus korupsi
1. Rudi Rubiandini
Guru Besar ITB itu ditangkap KPK pada Selasa 13 Agustus sekitar pukul 22.30. Rudi yang pernah menjabat Kepala SKK Migas dan Wakil Menteri ESDM itu ditangkap usai menerima US$ 400 juta dari koleganya Deviardi. Uang itu diduga berasal dari petinggi PT Kernel Oil Pte Ltd, Simon Gunawan Tanjaya.
Selain itu, penyidik juga turut mengamankan sebuah motor BMW dari tangan Rudi yang diketahui juga merupakan pemberian dari Simon. Tak hanya itu, KPK juga menyita US$ 90 ribu dan 127 ribu dolar Singapura yang ditemukan di rumah Rudi, serta US$ 200 ribu yang ditemukan di rumah Ardi.
Rudi saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dia dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan huruf b atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. KPK pun langsung menahan Rudi di Rutan KPK.
2. Nazaruddin Sjamsuddin
Guru Besar Ilmu Politik FISIP UI itu harus berurusan dengan KPK saat menjabat sebagai Ketua KPU periode 2000-2007. Nazaruddin tersandung kasus pengumpulan dana taktis yang berasal dari rekanan KPU pada 2005.
Nazaruddin pun divonis bersalah dan ditahan selama 6 tahun penjara. Tak hanya itu, Nazaruddin juga diwajibkan membayar uang korupsi sebesar Rp 1,068 miliar.
Saat ini, Nazaruddin sudah menjalani hukumannya. Setelah bebas, Nazaruddin menerbitkan autobiografinya berjudul `Bukan Tanda Jasa` yang berisi pengalaman hidupnya selama menjadi Ketua KPU.
3. Rusadi Kantaprawira
Guru Besar Universitas Padjadjaran itu juga tersandung kasus korupsi saat menjabat sebagai anggota KPU. Dia dinyatakan terlibat dalam korupsi pengadaan tinta sidik jari Pemilu 2004.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mengganjar Rusadi 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Upaya hukumnya agar terlepas dari kasus itu kandas. Hakim pengadilan banding hingga Hakim Agung menolak permohonan Rusadi.
Rusadi pun kini telah bebas. Dan dia kembali ke kampusnya mengajar.
4. Mulyana W Kusumah
Kriminolog asal Universitas Indonesia itu tertangkap tangan saat menerima suap dari anggota BPK. Saat itu Mulyana menjabat sebagai anggota KPU. Kasus inilah yang membuka terkuaknya korupsi di KPU.
Selain kasus suap, Mulyana juga tersandung kasus korupsi pengadaan kotak suara Pemilu 2004. Mulyana pun divonis 2 tahun 7 bulan penjara untuk kasus suap, serta hukuman 15 bulan penjara untuk korupsi kotak suara.
5. Daan Dimara
Guru Besar Universitas Cendrawasih itu juga tersandung kasus korupsi saat menjabat anggota KPU. Dia dinyatakan terlibat korupsi pengadaan segel surat suara pada 2005.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Daan selama 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Hukuman ini bertahan hingga tahap kasasi. Saat menjalani hukuman, Daan meminta agar ditahan di kampung halamannya.
6. Rokhmin Dahuri
Guru Besar IPB itu tersandung korupsi saat menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Gotong Royong. Rokhmin dinyatakan terlibat korupsi dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan.
Rokhmin divonis 7 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Hukuman ini tetap bertahan meskipun Rokhmin mencoba mengajukan banding dan kasasi ke Mahkamah Agung.
7. Miranda Swaray Goeltom
Guru Besar Universitas Indonesia itu tersandung kasus korupsi pemberian cek pelawat untuk anggota DPR. Cek pelawat itu disebut diberikan agar anggota DPR memilihnya sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.
Miranda divonis 3 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Putusan ini diperkuat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan putusan kasasi Mahkamah Agung. Miranda dinyatakan terbukti menyuap anggota DPR melalui rekannya, Nunun Nurbaetie Daradjatun. TKP
IMTEK harus berjalan dengan IMTAQ baru indonesia terlepas dari yg namanya korup

0
2.4K
Kutip
22
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan