- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Ayahku , Perjuangan dan Mesin Ketik


TS
fatur06
Ayahku , Perjuangan dan Mesin Ketik

Tolong komentarnya gan.., biar saya juga semangat

Quote:
Sebelumnya.., semoga menjadi Inspirasi..., ternyata Kemerdekaan itu memang diawali dengan susah payah. Bukan hanya kemerdekaan dari penjajahan bangsa Asing. tetapi kemerdekaan dalam keseharian kita. Termasuk Bagaimana Seorang Ayah merasa "Merdeka" bila Beliau mampu memberikan sesuatu yang diminta Oleh putra-putrinya.., Kami 3 Bersaudara dan Berikut kisahku..,
Quote:
Suara mesin ketik itu tidak asing bagi TS. Hampir setiap hari (dulu) di rumah masa kecil TS di Pemalang, Jawa Tengah. Ayah memperbaiki satu demi satu mesin ketik yang rusak. Karena pekerjaan ayah adalah seorang tukang servis mesin ketik. Sebuah profesi yang sangat sedikit sekali orang yang memiliki kemampuan untuk reparasi alat tulis tersebut. Berbekal pengalaman dari datuk (kakek) di Cirebon, yang mana datuk ini adalah adik dari pada nenek , artinya beliau adalah paman dari ayahku. Datuk lah yang mengajari tentang cara reparasi mesin ketik. Bersama pamanku (adik dari ibuku) berdua belajar memperbaiki mesin ketik di cirebon. Alhamdulillah ternyata ini adalah bekal Hidup yang bermanfaat kelak untuk membangun keluarga kecil kami yang boleh dikatakan cukup bahagia. Oh ya, Kami biasa memanggil Ibu dengan Sebutan Ence. artinya Mamah / Ibu. dikarenakan saya blasteran Jawa, melayu, minang, Bugis dan...senusantara

Tapi aku masih ingat bagaimana waktui itu sekitar tahun 1988. Entah kenapa memori itu masih tersimpan. Saat itu adiku yang pertama lahir. Senangnya ada anggota baru. Matanya sipit banget. Mirip kawan-kawanku yang tionghoa. Makanya sempat adiku mau diminta sama tetangga penjual roti. Waktu itu di Pemalang tetanggaku itu termasuk penjual Roti yang sukses. Pemalang selalu kondusif. Kami hidup rukun semua suku. Tidak ada beda membeda perlakuan. Semua ramah dan saling menghargai. Tahun-tahun itu, aku masih ingat betapa kendaraan yang kami miliki hanyalah sebuah sepeda RRC berwarna merah. Seperti sepeda usia lama kebanyakan, kami menyebutnya Federal. (lanjut..>>

Quote:
Ayahku berangkat jam 6 pagi dari rumah , kalau di Tanya “mau kemana ?” , jawabnya ya Nyari Duit, doakan mudah-mudahan bisa bawa uang dan bisa beli sepatu, baju baru” itu. Dengan sepeda Beliau mengayuh , kadang bersama paman yang waktu itu baru 2 tahun lulus dari SMA Muhammadiyah 1 Pemalang. Jauhnya perjalanan mereka dalam mencari nafkah baru aku ketahui setelah aku sekolah SMA. Betapa tidak, perjalanan yang di tempuh adalah Pemalang-Pekalongan. Pemalang-Randudongkal, Kadang sampai Watukumpul ,Moga bahkan Belik. Sebuah nama-nama daerah yang sudah masuk wilayah selatan kabupaten pemalang. Kalau sudah bebrbicara wilayah selatan, itu jalanan pasti menanjak. Karena itu wilayah pegunungan. Waktu itu masih tawar menawarkan jasa reparasi. Jadi belum ada langganan tetap. Hanya mencoba peruntungan. Alhamdulillah, perjalanan sejauh itu kadang pulang membawa uang yang cukup. Waktu itu jasa servis mesin antara 10rb – 15rb. Lumayan bisa buat makan . Tapi kadang Alhamdulillah hanya mendapat pengalaman dan keberhasilan menawarkan barang. Berangkat pagi jam 6 sampai rumah sampai jam 7-9 malam. Ya itulah perjalanan mencari uang. Makanya Ence tidak pernah mengeluh, tidak pernah juga mengganggu Ayah ketika sampai dirumah. Tidak juga pernah bertanya tentang pendapatan hari itu. Alasanya jelas, Ence adalah seorang istri yang memahami benar kondisi suami. Bagaimana jauh perjalanan dan letih peluh badan menjadi satu. Ence sangat tahu hal itu, biasanya sudah menyiapkan the hangat dan makanan. Serta air hangat untuk mandi. Kalau Ayahku memberikan uang, berarti memang ada rizki dari Allah yang ditiipkan buat kami. Tapi kalau tidak, kami Ence pun tidak akan berucap. Palingan sholat dan berdoa, biasanya sambilmenitiskan air mata. Aku waktu itu belum tau kenapa Ence menangis. Ya mungkin karena masih kanak. Jadi kurang mengerti atau pikiranku belum sampai kesana. Tapi itulah Ayah dan Enceku, kami dididik menjadi manusia yang peka terhadap kondisi lingkungan. Dari mulai yang fakir, miskin , hingga orang berada. Semua kami bisa lihat dan pahami. Betapa manusia itu ringkih dihadapan Allah. Ketika sudah mentok usaha, ya iringan Doa adalah salah satu cara terakhir. (lanjut >

Quote:
Hari demi-hari seakan kota Pemalang bersahabat dengan kami, dari pintu ke pintu kantor, menawarkan jasa servis mesin ketik bersama pamanku, dan ternyata sebagian besar kantor menerima tawaran ini dengan baik. Saat itu belum kenal yang namanya Hp, kalau orang selatan mau servis mesin biasanya dating ke rumah. , baru keesokan harinya Ayahku memenuhi panggilan mereka. Begitulah setiap saat. Waktu itu mesin ketik masih Berjaya. Disitulah kami bisa mulai menabung. Akhirnya bisa Ayahku membeli motor bekas. Waktu itu masih Yamaha mereh. Sering macet di tengah jala. Motor tahun 73. Ingat betul aku. Tapi dengan motor itu bisa meringankan beban mengayuh sepeda. Bahkan bisa bolak balik Tegal-Pemalang. Tapi akhirnya motor mesti dijual karena kebutuhan mendadak. 1993 , Adiku yang ke 2 lahir. Ibuku punya tabungan sekitar 600rb. Waktu itu lumayan, itu hasil arisan. Ketika dapat, munculah dilema. Ence ingin mengakikahkan Adiku dengan membeli kambing, tetapi dilain sisi ingin membelikan Ayah motor bekas lagi, supaya tidak pakai sepeda. Sungguh dilemma antara mencari nafkah dan kewajiban agama. Akhirnya ibu bicara sama pak ustad untuk memperoleh jalan terbaik. Kata pak ustad, Akikah saja dulu, rejeki enggak kemana, besok pasti dapat uang yang lain untuk beli motor. Timbang di timbang, ibuku mengiyakan dan langsung beli kambing untuk Akikah. Subhanallah, beberapa saat setelah akikah. Tiba-tiba banjir order untuk servis mesin dari sekolah-sekolah. Waktu itu kalau tidak salah bermacam-macam merek, seperti Oliveti, Brother, Olimpia , itu yang aku ingat. Alhamdulillah kami bisa bangkit dari hari-hari sepeda. Bisa beli motor bekas lagi.
SMP adalah masa-masa yang bergejolak, dimana aku masuk ke Sekolah yang termasuk Favorit di Pemalang. Benar, aku masuk ke SMP N 2 Pemalang. Yang waktu itu naik daun. Untuk masuk kesana, lagi-lagi aku mendapat kebanggaan. Dari sekian banyak yang mendaftar, Alhamdulillah nilai NEM SD ku ternyata Nomor 5 terbesar dari Bawah, tapi itu sudah cukup bagiku masuk ke Sekolah itu. Namanya SMP , kondisi sebagian anak orang yang berpunya tentu beda dengan keseharian orang-orang seperti kami. Aku juga lebih banyak silent. Suatu saat aku melihat ayahku dengan motor bebek merah, dating memasuki pagar sekolah. Aku bingung, mau apa Ayahku kemari. (Lanjut >

Quote:
Bagiku motor bebek merah supercup, dulu adalah jelek, buruk dan tidak modern. Rasa malu masuk kedalam fikiranku. Dan tiba-tiba ayahku memanggil , “Fan…” . saat itu beberapa anak orang kaya tertawa..,sambil mengucap “ternyata itu motor bapaknya…” , peristiwa itu membuat aku down. Bulan berikutnya aku sampaikan ke Ayahku, biasa masalah SPP. Dan waktu itu ku sampaika pada Ayahku “Adakah uang untuk SPP..? “ jawab ayah santai, “Insyaallah ada, sambil senyum”. Pada 1 Minggu terakhir sebelum jatuh tempo, tepat semalam sehari setelah aku menyampaikan. Tiba-tiba aku melihat motor jelek Ayahku terparkir di parkiran sekolah. Aku terkejut dan kabur ke kelas. Kuatir nanti di ejek lagi. Ya itulah sifatku dulu. Ketika mau masuk kelas, aku melihat Ayahku sedang duduk di depan UKS sekolah, sambil membetulkan mesin Stensil / Roneo putar untuk mencetak soal. Waktu itu mesin ini ibarat mesin fotokopi dengan teknologi canggihnya. Aku hanya melihat dari jauh. Dan masuk kelas lagi.
Di keals aku bergumam heran, kenapa Ayahku bisa memperbaiki mesin disini. Waktu istirahat ke 2 sekitar jam 12:00 tiba, akupun keluar. Dan tidak lagi ku lihat Ayahku yang sedari tadi bekerja. Tapi motornya masih ada. Belum sempat bingungku berlanjut, Seorang TU datang menemuiku dan meminta untuk datang ke Kantor TU. Ternyata Ayahku sudah disana sedang ketawa-ketawa. Masih dalam kondisi heran, kok ayahku ketawa,. Ternyata SMP tempatku sekolah itu sejak dulu kalau ada mesin rusak ya selalu Ayahku yang servis. Dan semua TU kenal sama Ayahku. Disitu, Ayahku langsung bertanya berapa SPP bulan ini?, hanya sekedar memastikansaja. Aku melihat amplop ditanganya baru diterima dari Kepala Administrasi TU, dan mengeluarkan uang. Lalu membayarkan SPP 2 bulan langsung. Dan hanya aku satu-satunya Anak yang udah bayar uang SPP dimuka untuk bulan depanya. Aku terkejut. Ternyata sedari Pagi Ayahku memperbaiki mesin disitu untuk memenuhi permintaanku semalam. Kebetulan di sekolahku membutuhkan jasa servis. Karena beberapa minggu lagi ujian lokal akan dimulai.
Perjuangan yang panjang dari seorang Ayah. Yang selalu menjawab dengan kata “Insya Allah ada”. Disini aku mulai bis membanggakan Beliau. (Lanjut >

Quote:
Tahun 2001, dimana waktu itu pamor Mesin Ketik semakin memudar dengan makin berkembangnya computer, kami merasakan imbasnya. Biasanya dalam seminggu bisa menservis 3-4 Mesin ketik, sekarang menjadi tidak menentu. Alhamdulillah kalo bisa dapat. Kalau tidak, meja makan akan kembali ke menu sambal goreng tahu dan sayur Oyong. Ya , itu menu sederhana tapi menjadi favorit. Sampai akhirnya ada Toko Komputer dari Jakarta, pemiliknya ingin membuat cabang di Pemalang. Dan ingin menggunakan jasa Ayahku untuk promo ke sekolah-sekolah. Diharapkan karena jaringan Ayahku yang luas pergaulan sewaktu bekerja, maka penjualan bisa ditingkatkan. Dan semua itu terbukti. Tapi efeknya, Ayahku jadi pulang larut. Kondisi sering sakit. Karena pekerjaan yang tidak menentu, tanpa kontrak. Semua itu demi meneruskan perjuangan mencari nafkah. Untuk kami di rumah. Waktu itu aku meneruskan ke IMKI Prima Tegal. Mengambil teknik Informatika dengan “Marga” Junior Analyst, terbatasnya dana membuat aku tidak bisa bergerak ingin melanjutkan ke sekolah tinggi. Yah.., 2004-2005 . pada 2005 aku mendengar penerimaan di PLN jawa tengah. Lagi-lagi Ayahku dengan semangat 45 mengantarkan ke Semarang. Walau gagal, tapi kami menikmati perjalanan 4 Jam itu dengan santai.
Aku akhirnya ikut bantu-bantu di took computer tempat ayahku bekerja. Bukan sebagai karyawan tetap, tapi sekedar memebantu. Dan sambil belajar untuk networking. Maklum, pendidikan yang aku terima belum sampai kesana. Inilah nikmatnya kalo pendidikan kita sebatas D1. Apalagi D3,S1, maka akan lebih nikmat lagi. Mesin ketik dan sparepart hanya menjadi tumpukan dirumah. ( Lanjut >

Quote:
2005, Desember. Aku merantau ke Riau. Mencoba peruntungan baru. Seorang Pamanku mengajak untuk bekerja di Perushaan pengolahan limbah. Perusahaan yang bonafit . tapi sebelumnya , untuk ke Riau bukanya tanpa perjuangan. Ayahku kembali harus memutar otak mencari ongkos aku berangkat. Beruntung saudara-saudaraku mau membantu. Dan itulah saat pertama berpisah dengan keluargaku di rumah. Waktu itu Ence juga dalam kondisi sakit. Dan kami benar-benar tidak memiliki uang yang cukup. Mungkin sekedar untuk makan bersama keluarga.
Aku berangkat dengan tangisan dan harapan. Ini wajar,aku laki-laki, dan ada tanggung jawab. Harapan orang tua dan adik-adiku untuk bisa melanjutkan sekolah adalah salah satu cambuk pendorongku untuk tetap beratahan di Riau. 3 bulan berlalu dan akhirnya akupun bekerja. Pada bulan ketigadi rantau, aku bisa mengirimkan uang. Alhamdulillah.waktu itu memang benar-benar ku bagi. Ayahu, Ibuku, adiku, bahkan ke2 nenekku. Semua aku bagi. Ternyata aku bisa. Tapi .., Aku belum mau berbicara banyak untuk sekedar bertanya kabar. Ku cengeng. Baru menekan nomor telpon sudah menangis. Karena mengenang masa susah dahulu. Masa dimana kami kecil, masa dicibir. Kini , adanya aku dirantau juga menjadi buah bibir di kampung. Bukan karena apa, orang kampung menganggap bahwa aku sukses. Padahal aku tidak sperti bayangan mereka. Kehidupanku biasa saja. Cuma ukuran orang kampung itu berbeda. Kalau sudah merantau, maka dianggap sukses. Kondisi di rumah aku tidak banyak tau. Yang aku tau, ayahku lebih sering membaca kitab suci, hadits dan buku-buku agama. Inilah yang mendorong Ayahku mulai berkhotbah di hari Jumat. Yang sering, Khotbahnya adalah tentang kemusyrikan. Karena biasa, namanya warga kampung amsih banyak yang percaya klenik. Apalagi kehidupan kami adalah wilayah perkampungan nelayan. Walau banyak yang ke masjid, mushola, tapi mereka juga banyak yang sering pergi ke Dukun, meminta kemudahan rejeki. Ini yang menurut Ayahku tidak bisa di tolerir. Kadang ada makian, gunjingan, ada juga antipati dari masyarakat setempat . maklum, apa yang tidak cocok dengan lingkungan, selalu diributkan oleh sebagian orang. Hanya orang-orang tertentu yang paham agama saja yang setuju dengan khotbah dan ceramah Ayahku. Padahal beliau bukan Kyai, Bukan ustadz, tapi dipanggil “Bang”..,
Masa kecil, mungkin aku tidak pernah berfikir bahwa mencari nafkah adalah kewajiban yang bagi seorang ayah adalah perjuangan. Perjuangan untuk mencari uang, makanan dan sandang bagi keluarga. Kini setelah besar, punya istri, aku sadar. Bahwa selain untuk itu, seorang ayah juga memperjuangkan kehormatan keluarga. Yah.., berjuang daripada keterpurukan dan kemiskinan. Tapi sebagai anak, waktu itu aku hanya bisa meminta. Dari mainan, sepatu, baju sampai uang jajan. Tanpa pedulikan apapun. Tidak pernah berfikir bagaimana cara mendapatkan uang. Bagaimana berat perjuangan seorang ayah mncari rizki untuk memenuhi kebutuhan kami.
( Lanjut >

Quote:
Masa kecil, biasanya sebulan sekali kami diajak “plesir”, aku sendiri punya dua adik. Kadang kami berlima berlibur untuk sekedar menikmati suasana Pantai Widuri. Kadang bersama keluarga di Tegal menyusun rencana untuk pergi ke Guci. Aku tidak pernah mencoba membayangkan perasaan seorang ayah waktu itu. Yang aku tau kami berliburan. Kadang aku melihat wajah ayah riang ketika kami bermain. Tapi kadang pasi ketika salah satu dari kami meminta dibelikan chiki, makanan atau mainan ditempat wisata. Itulah yang membuat aku juga sempat menangis. Alasanya jelas, kadang tidak di turuti.
Sekarang aku mengerti, dibalik keriangan, ada rasa yang ditahan. Rasa bingung bagaimana memenuhi keinginan putera-puterinya. Kadang aku tidak tau bagaimana membahagiakan orang tuaku kini. Dalam benaku, ingin sekali agar Ayahku bisa berangkat ke Tanah suci. Bila bukan haji, umrohpun jadi. Tapi kondisi tidak selalu bersahabat. Biaya umroh itu diatas 15Juta. Tapi ini bukan keluhan, toh dari dahulu Ayahku yang hanya seorang tukang servis juga bisa menghidupi Anaknya selama 27 Tahun., lebih banyak dari nilai ongkos Umroh. Kenapa aku tidak bisa…., sebuah pertanyaan didalam hati. Harapanku, semoga aku bisa mengangkat derajatnya lebih tinggi. Kalau ada Tukang bubur naik haji, Mudah-mudahan aka n ada Tukang Servis mesin yang naik haji.
Inilah sedikit kisah singkat tentang pahlawan kami, Ayah kami. Walaupun ada jarak, namun semoga tidak menjadi pembatas untuk tetap saling mengasihi satu sama lain.
Inilah Ayah saya.., Pahlawan Keluarga.., Pahlawan bagi kami.., Alhamdulillah Allah memanjangkan usianya. Terimakasih Ya Allah


Quote:
Tolong, jngn dilempar
, sy hanya Sharing.., Pengorbanan yang besar dari Ayah saya

Diubah oleh fatur06 25-08-2013 17:28
0
3.3K
Kutip
15
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan