- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Aktivis Pers Mahasiswa Dipukuli Gara-Gara Memberitakan Perpeloncoan
TS
Baba.Bubu
Aktivis Pers Mahasiswa Dipukuli Gara-Gara Memberitakan Perpeloncoan
Quote:
Inilah salah satu wajah mahasiswa indonesia saat ini...
Ilustrasi
Spoiler for Berita Kesatu:
Kekerasan pers tak hanya menimpa media nasional. Di kampus juga ada kekerasan yang dialami aktivis pers. Seperti yang dituturkan Satriono Priyo Utomo aktivis pers mahasiswa Didaktika di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
"Reporter kami dipukul di kepala, dada, dan leher," jelas Satriono saat berbincang, Sabtu (24/8/2013).
Didaktika merupakan pers kampus. Wajar jika memberitakan berita seputar kampus. Nah, pada 20 Agustus lalu ada keributan antara 2 fakultas di UNJ. Seorang mahasiswa dari salah satu fakultas dipukuli oleh mahasiswa fakultas lain. Pemukulan karena mahasiswa itu menertawakan soal perpeloncoan yang dilakukan.
"Didaktika memuat berita itu, sudah melakukan konfirmasi ke masing-masing pihak. Juga ke pembantu dekan fakultas itu," urai Satrio.
Tapi apa daya. Namanya saja mahasiswa, tetap saja tak mengerti yang namanya kerja jurnalistik. Ketika diberitakan soal perkelahian itu, mereka malah mendatangi kantor pers mahasiswa itu dan melakukan aksi kekerasan.
"Padahal kita sudah tawari hak jawab, kita muat berita ulang, mereka nggak mau," urai Satrio.
Bahkan dengan memaksa, 5 orang mahasiswa dari salah satu fakultas itu meminta agar penulis berita dihadirkan. Ketika AN, sang penulis dihadirkan, malah kekerasan yang dilakukan.
"Ada staf rektor yang ingin membuat forum dan menyudutkan didaktika. Mereka tidak mau hak jawabnya. Bahkan ingin membubarkan pers kampus yang sudah berdiri sejak 1969. Kekerasan tidak bisa dibiarkan, dan kegiatan jurnalistik tak bisa dibungkam," tutupnya.
Hingga berita ini diturunkan Rektor UNJ Bedjo Sujanto saat dikonfirmasi belum memberikan respon. Telepon selulernya yang dihubungi tak menjawab.
"Reporter kami dipukul di kepala, dada, dan leher," jelas Satriono saat berbincang, Sabtu (24/8/2013).
Didaktika merupakan pers kampus. Wajar jika memberitakan berita seputar kampus. Nah, pada 20 Agustus lalu ada keributan antara 2 fakultas di UNJ. Seorang mahasiswa dari salah satu fakultas dipukuli oleh mahasiswa fakultas lain. Pemukulan karena mahasiswa itu menertawakan soal perpeloncoan yang dilakukan.
"Didaktika memuat berita itu, sudah melakukan konfirmasi ke masing-masing pihak. Juga ke pembantu dekan fakultas itu," urai Satrio.
Tapi apa daya. Namanya saja mahasiswa, tetap saja tak mengerti yang namanya kerja jurnalistik. Ketika diberitakan soal perkelahian itu, mereka malah mendatangi kantor pers mahasiswa itu dan melakukan aksi kekerasan.
"Padahal kita sudah tawari hak jawab, kita muat berita ulang, mereka nggak mau," urai Satrio.
Bahkan dengan memaksa, 5 orang mahasiswa dari salah satu fakultas itu meminta agar penulis berita dihadirkan. Ketika AN, sang penulis dihadirkan, malah kekerasan yang dilakukan.
"Ada staf rektor yang ingin membuat forum dan menyudutkan didaktika. Mereka tidak mau hak jawabnya. Bahkan ingin membubarkan pers kampus yang sudah berdiri sejak 1969. Kekerasan tidak bisa dibiarkan, dan kegiatan jurnalistik tak bisa dibungkam," tutupnya.
Hingga berita ini diturunkan Rektor UNJ Bedjo Sujanto saat dikonfirmasi belum memberikan respon. Telepon selulernya yang dihubungi tak menjawab.
Spoiler for Berita Kedua:
Seorang mahasiswa aktivis pers Didaktika Universitas Negeri Jakarta berinisial CA (18), mengalami pemukulan oleh 5 oknum mahasiswa dari Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) UNJ yang tidak terima atas pemberitaan mengenai indikasi perpeloncoan saat ospek mahasiswa baru.
Hal tersebut diungkapkan Satriono Priyo Utomo, Ketua Pers Mahasiswa Didaktika Universitas Negeri Jakarta. "Penulis kami dipukul. Beberapa teman Didaktika lain mengalami penguncian," ujarnya kepada Liputan6.com, Jakarta, Sabtu (24/8/2013).
Ia mengungkapkan, kejadian bermula ketika 5 orang mahasiswa FIK mendatangi kantor Sekretariat Didaktika pada pukul 11.30 WIB, Jumat 23 Agustus 2013. Mereka memprotes isi berita yang ditulis CA. Pihak Didaktika pun menghadirkan si penulis beserta bukti wawancara dengan narasumber yang membeberkan mengenai indikasi perpeloncoan.
Namun, saat Didaktika menjelaskan prosedur hak jawab, kelima mahasiswa tersebut meragukan dan malah melempar jaket ke arah wajah CA. Sesaat kemudian terjadi kericuhan.
Si penulis yang mengalami pegal leher dan kepala serta sesak napas, malam harinya dibawa ke rumah sakit terdekat untuk divisum. Sementara, beberapa rekannya mencoba melaporkan kejadian tersebut ke pihak rektorat kampus.
"Waktu itu Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan tidak di tempat. Jadi staf rektorat menawarkan forum untuk menyelesaikan masalah itu. Tapi belum ada penyelesaian karena dialog di luar konteks," ungkap Satriono.
Karena masalah keamanan, rekan-rekannya di Didaktika memilih untuk tidak menempati sekretariat mereka untuk sementara sesuai saran pihak kampus. Sebab, menurut kabar yang ia peroleh, Satriono mengatakan Sabtu pagi terpampang beberapa spanduk yang berisi tuntutan untuk menutup aktivitas pers mahasiswa Didaktika.
"Sabtu pagi tadi, dari SMS teman mahasiswa di kampus, saat penutupan ospek FIK, ada spanduk yang menyebutkan pembubaran Didaktika. Ada kabar juga kalau sekret kami dibongkar, buku-buku di dalamnya. Kami merasa tidak aman, dosen pembimbing kami juga melarang kami ke kampus sampai forum dialog dilakukan dan kami dapat perlindungan dari LBH (lembaga bantuan hukum)," ujar Satriono.
Hal tersebut diungkapkan Satriono Priyo Utomo, Ketua Pers Mahasiswa Didaktika Universitas Negeri Jakarta. "Penulis kami dipukul. Beberapa teman Didaktika lain mengalami penguncian," ujarnya kepada Liputan6.com, Jakarta, Sabtu (24/8/2013).
Ia mengungkapkan, kejadian bermula ketika 5 orang mahasiswa FIK mendatangi kantor Sekretariat Didaktika pada pukul 11.30 WIB, Jumat 23 Agustus 2013. Mereka memprotes isi berita yang ditulis CA. Pihak Didaktika pun menghadirkan si penulis beserta bukti wawancara dengan narasumber yang membeberkan mengenai indikasi perpeloncoan.
Namun, saat Didaktika menjelaskan prosedur hak jawab, kelima mahasiswa tersebut meragukan dan malah melempar jaket ke arah wajah CA. Sesaat kemudian terjadi kericuhan.
Si penulis yang mengalami pegal leher dan kepala serta sesak napas, malam harinya dibawa ke rumah sakit terdekat untuk divisum. Sementara, beberapa rekannya mencoba melaporkan kejadian tersebut ke pihak rektorat kampus.
"Waktu itu Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan tidak di tempat. Jadi staf rektorat menawarkan forum untuk menyelesaikan masalah itu. Tapi belum ada penyelesaian karena dialog di luar konteks," ungkap Satriono.
Karena masalah keamanan, rekan-rekannya di Didaktika memilih untuk tidak menempati sekretariat mereka untuk sementara sesuai saran pihak kampus. Sebab, menurut kabar yang ia peroleh, Satriono mengatakan Sabtu pagi terpampang beberapa spanduk yang berisi tuntutan untuk menutup aktivitas pers mahasiswa Didaktika.
"Sabtu pagi tadi, dari SMS teman mahasiswa di kampus, saat penutupan ospek FIK, ada spanduk yang menyebutkan pembubaran Didaktika. Ada kabar juga kalau sekret kami dibongkar, buku-buku di dalamnya. Kami merasa tidak aman, dosen pembimbing kami juga melarang kami ke kampus sampai forum dialog dilakukan dan kami dapat perlindungan dari LBH (lembaga bantuan hukum)," ujar Satriono.
Spoiler for Press Release dari Lembaga Persnya + Kronologinya:
Jumat (23/8) sekitar pukul 12.00 WIB, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Didaktika Universitas Negeri Jakarta (UNJ) didatangi lima orang lelaki yang mengaku Mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan. Mereka datang untuk menyampaikan keberatan atas pemberitaan di buletin Warta MPA 2013 Edisi IV artikel MPA, Riwayatmu Kini yang ditulis oleh reporter Didaktika Chairul Anwar.
Keberatan yang diajukan adalah seputar kasus perkelahian yang terjadi antara mahasiswa baru Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) dengan mahasiswa Fakultas Ekonomi (FE) yang dimuat Didaktika.
Menurut lima mahasiswa FIK itu, artikel tersebut ditulis dengan sangat subyektif. Mereka meragukan kebenaran prosedur kerja jurnalistik yang dilakukan oleh LPM Didaktika. Penulis, artikel, bukti-bukti wawancara hingga dokumentasi rapat proyeksi tema pun mereka minta untuk dihadirkan saat itu juga. Padahal, menyoal dokumentasi rapat proyeksi merupakan domain pribadi LPM Didaktika. Meski Kami pada akhirnya memberikan dokumentasi tersebut.
Dialog pun tetap berlanjut tanpa menemui titik temu karena tawaran untuk membuat Hak Jawab dan pemberitaan ulang dari Didaktika tidak diterima. Mereka pun menawarkan jalan penyelesaian sendiri, dengan mengajak Pemimpin Umum Didaktika Satriono Priyo Utomo untuk berkelahi di depan Gedung G. Hingga Chairul Anwar datang, tiba-tiba mahasiswa tersebut yang sudah menunggu Chairul Anwar untuk dihadirkan, tiba-tiba begitu saja menyerang Chairul Anwar dan memukulinya beramai-ramai. Pemukulan pun terus terjadi, hingga pada akhirnya kawan-kawan Didaktika dibantu kawan-kawan unit lainnya berhasil menenangkan mahasiswa FIK yang menyerang Chairul Anwar tersebut.
Setelah dipisahkan oleh beberapa pihak, lima mahasiswa FIK itu pun meninggalkan Sekretariat Didaktika dengan meninggalkan ultimatum yang disampaikan secara lisan, “kami menunggu permintaan maaf Didaktika dalam 24 jam. Bila tidak dilakukan, Sekretariat Didaktika akan kami bakar!”
Kejadian seperti ini tentu kami sangat sesalkan dan tidak dapat diterima. Di lingkungan Perguruan Tinggi yang seharusnya mengedepankan cara-cara intelektual dalam menyelesaikan permasalahan, justru menjunjung tinggi tindak kekerasan dalam menyelesaikan masalah.
Hal tersebut tentu saja mencoreng nama mahasiswa tersebut dan lembaga yang menaunginya, yakni Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Terlebih yang menjadi korban Chairul Anwar sendiri yang sampai hari ini mengeluhkan sakit di bagian dada dan kepala akibat pemukulan tersebut.
Kejadian ini sekali lagi patut kita resahkan dan ke depannya tentu jangan sampai terulang kembali tindak pemukulan ini. Atas kejadian ini kami akhirnya datang ke ruangan Pembantu Rektorat bidang Kemahasiswaan. Namun kami tidak dapat menemui Pembatu Rektor III, karena saat itu Jumat (23/8), memang tidak sedang berada di tempat. Pertemuan kami dengan Pembatu Rektor III bermaksud melaporkan bahwa ada tindakan pemukulan terhadap anggota Didaktika.
Di ruang sekretaris PR III, secara tidak sengaja kami bertemu dengan mahasiswa FIK-yang sebelumnya sudah datang ke Didaktika dan melakukan pemukulan-dengan Ketua Masa Pengenalan Akademik (MPA) UNJ. Mereka mengajak kami untuk masuk dan berdialog dengan staf PR III dan Kepala Bagian Kemahasiswaan. Awalnya kami menolak, dan hanya mau masuk bila PR III sudah datang. Namun mereka tetap mengajak dan kami pun berdialog di ruangan PR III bersama stafnya dan juga beberapa mahasiswa, sembari menunggu kedatangan Pembantu Rektor III.
Dalam dialog tersebut staf PR III malah menyudutkan kami menyoal pilihan untuk membuat Hak Jawab yang ditawarkan oleh LPM Didaktika kepada pihak yang keberatan atas pemberitaan tersebut. Karena menurut staf PR III dan seisi ruangan tersebut,anggota Didaktika bukan seorang jurnalis (meski Didaktika melakukan kerja-kerja jurnalistik), melainkan mahasiswa UNJ. Dan seolah membenarkan cara-cara kekerasan yang dilakukan beberapa oknum mahasiswa. Menurut salah satu staf tersebut, “Didaktika bisa menyelesaikan lewat kata-kata, tapi bagi mahasiswa yang sehari-hari dilatih fisik tentu tidak bisa. Jadi pakai jalan sendiri.”
Forum pun berjalan lebih dari satu jam, menghasilkan keputusan bahwa LPM Didaktika bersedia untuk memberikan klarifikasi atau Hak Jawab terhadap pemberitaan yang dikeluhkan pihak FIK tersebut. Juga menawarkan pemberitaan ulang. Karena Didaktika mengakui ada kesalahan prosedur jurnalistik di dalamnya. Namun, kejadian pemukulan yang menimpa anggota Didaktika malah menguap begitu saja.
Akhirnya, forum berakhir dengan beberapa konklusi yaitu:
Untuk itu, Didaktika besok (24/8) akan kembali mengadakan pertemuan dengan Pembantu Dekan III FIK, Kabag Kemahasiswaan dan sejumlah mahasiswa yang tadi terlibat dalam pemukulan dan yang mengajukan keberatan terhadap isi pemberitaan Didaktika. Kami bertujuan untuk kembali mengungkapkan masalah pemukulan yang terjadi namun tidak sempat terbahas di forum yang digelar di rektorat.
Kembali kepada Keberatan yang mereka ajukan atas pemberitaan Didaktika tentu kami menerimanya. Sebab, dalam prosedur jurnalistik, cara menyampaikan keberatan diatur dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab. Hak jawab mesti diajukan dalam bentuk tertulis.
Dalam lampiran Peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008 tertulis bahwa Hak Jawab berfungsi untuk:
Setelah pertemuan di Rektrorat selesai, kami menghubungi dosen pembimbing Jimmy Ph. Paat kemudian berencana akan menemui PR III saat penutupan MPA (24/8) sebelum menemui PD III FIK. Sambil terus mengerjakan Warta MPA 2013, Chairul Anwar melapor ke polisi kemudian melakukan visum ke RS Persahabatan ditemani Yogo Harsaid dan Indra Gunawan.
Saat pagi tiba, kami kedatangan mantan dosen pembimbing Didaktika Lodewyk F. Paat. Kemudian atas hasil pembicaraan dengan beliau, kami memutuskan untuk tidak menemui Pembantu Dekan III FIK di Kampus B, dengan pertimbangan tidak ada jaminan keamanan bagi kami.
Kami melanggar perjanjian tersebut atas asumsi dasar pihak yang akan ditemui disana bukan orang baik-baik, selalu menanggapi masalah dengan kekerasan. Sebab, saat pertemuan di Rektorat berlangsung, satu oknum mahasiswa FIK senantiasa melempari PU Didaktika Satriono Priyo Utomo dengan makanan yang disediakan disana, apabila mengeluarkan pendapat yang tidak mereka sukai.
Sementara kami bercengkrama dengan Lodewyk F. Paat, Kabag Kemahasiswaan Uded Darussalam beberapa kali menghubungi Satrio via telepon. Ia mengingatkan Didaktika untuk segera datang ke Kampus B karena ada agenda yang sudah disepakati. Namun, sekali lagi keamanan kami tidak terjamin.
Uded Darussalam mengatakan bisa menjamin keselamatan kami, tetapi ia tidak mau permasalahan ini tidak ingin diselesaikan secara struktural. Dalihnya, PR III sudah memberikan mandat kepadanya untuk menyelesaikan permasalahan ini. Ia juga memberitahukan kepada kami bahwa di depan Gedung Serba Guna (GSG) Kampus B, sudah dipasang sebuah spanduk oleh mahasiswa FIK bertuliskan: DIDAKTIKA UNJ, BUBARKAN! HANYA MENIMBULKAN PERPECAHAN. #MAHASISWA GARIS KERAS FIK
Maka, kami memutuskan diri untuk segera mengungsi dengan membawa beberapa barang-barang serta arsip Didaktika ke tempat yang dianggap aman, hingga keadaan kembali kondusif. Rencana pertemuan dengan PR III dan Rektor Senin (26/7) sedang diusahakan.
Melalui release ini kami hanya menyampaikan info penyesalan mengapa kekerasan diambil sebagai sebuah jalan penyelesaian. Dan pemberitahuan ini tidak bermaksud merugikan pihak mana pun. Karena pemberitahuan ini dibuat sebagaimana mestinya, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Serta bermaksud sebagai informasi.
Keberatan yang diajukan adalah seputar kasus perkelahian yang terjadi antara mahasiswa baru Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) dengan mahasiswa Fakultas Ekonomi (FE) yang dimuat Didaktika.
Menurut lima mahasiswa FIK itu, artikel tersebut ditulis dengan sangat subyektif. Mereka meragukan kebenaran prosedur kerja jurnalistik yang dilakukan oleh LPM Didaktika. Penulis, artikel, bukti-bukti wawancara hingga dokumentasi rapat proyeksi tema pun mereka minta untuk dihadirkan saat itu juga. Padahal, menyoal dokumentasi rapat proyeksi merupakan domain pribadi LPM Didaktika. Meski Kami pada akhirnya memberikan dokumentasi tersebut.
Dialog pun tetap berlanjut tanpa menemui titik temu karena tawaran untuk membuat Hak Jawab dan pemberitaan ulang dari Didaktika tidak diterima. Mereka pun menawarkan jalan penyelesaian sendiri, dengan mengajak Pemimpin Umum Didaktika Satriono Priyo Utomo untuk berkelahi di depan Gedung G. Hingga Chairul Anwar datang, tiba-tiba mahasiswa tersebut yang sudah menunggu Chairul Anwar untuk dihadirkan, tiba-tiba begitu saja menyerang Chairul Anwar dan memukulinya beramai-ramai. Pemukulan pun terus terjadi, hingga pada akhirnya kawan-kawan Didaktika dibantu kawan-kawan unit lainnya berhasil menenangkan mahasiswa FIK yang menyerang Chairul Anwar tersebut.
Setelah dipisahkan oleh beberapa pihak, lima mahasiswa FIK itu pun meninggalkan Sekretariat Didaktika dengan meninggalkan ultimatum yang disampaikan secara lisan, “kami menunggu permintaan maaf Didaktika dalam 24 jam. Bila tidak dilakukan, Sekretariat Didaktika akan kami bakar!”
Kejadian seperti ini tentu kami sangat sesalkan dan tidak dapat diterima. Di lingkungan Perguruan Tinggi yang seharusnya mengedepankan cara-cara intelektual dalam menyelesaikan permasalahan, justru menjunjung tinggi tindak kekerasan dalam menyelesaikan masalah.
Hal tersebut tentu saja mencoreng nama mahasiswa tersebut dan lembaga yang menaunginya, yakni Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Terlebih yang menjadi korban Chairul Anwar sendiri yang sampai hari ini mengeluhkan sakit di bagian dada dan kepala akibat pemukulan tersebut.
Kejadian ini sekali lagi patut kita resahkan dan ke depannya tentu jangan sampai terulang kembali tindak pemukulan ini. Atas kejadian ini kami akhirnya datang ke ruangan Pembantu Rektorat bidang Kemahasiswaan. Namun kami tidak dapat menemui Pembatu Rektor III, karena saat itu Jumat (23/8), memang tidak sedang berada di tempat. Pertemuan kami dengan Pembatu Rektor III bermaksud melaporkan bahwa ada tindakan pemukulan terhadap anggota Didaktika.
Di ruang sekretaris PR III, secara tidak sengaja kami bertemu dengan mahasiswa FIK-yang sebelumnya sudah datang ke Didaktika dan melakukan pemukulan-dengan Ketua Masa Pengenalan Akademik (MPA) UNJ. Mereka mengajak kami untuk masuk dan berdialog dengan staf PR III dan Kepala Bagian Kemahasiswaan. Awalnya kami menolak, dan hanya mau masuk bila PR III sudah datang. Namun mereka tetap mengajak dan kami pun berdialog di ruangan PR III bersama stafnya dan juga beberapa mahasiswa, sembari menunggu kedatangan Pembantu Rektor III.
Dalam dialog tersebut staf PR III malah menyudutkan kami menyoal pilihan untuk membuat Hak Jawab yang ditawarkan oleh LPM Didaktika kepada pihak yang keberatan atas pemberitaan tersebut. Karena menurut staf PR III dan seisi ruangan tersebut,anggota Didaktika bukan seorang jurnalis (meski Didaktika melakukan kerja-kerja jurnalistik), melainkan mahasiswa UNJ. Dan seolah membenarkan cara-cara kekerasan yang dilakukan beberapa oknum mahasiswa. Menurut salah satu staf tersebut, “Didaktika bisa menyelesaikan lewat kata-kata, tapi bagi mahasiswa yang sehari-hari dilatih fisik tentu tidak bisa. Jadi pakai jalan sendiri.”
Forum pun berjalan lebih dari satu jam, menghasilkan keputusan bahwa LPM Didaktika bersedia untuk memberikan klarifikasi atau Hak Jawab terhadap pemberitaan yang dikeluhkan pihak FIK tersebut. Juga menawarkan pemberitaan ulang. Karena Didaktika mengakui ada kesalahan prosedur jurnalistik di dalamnya. Namun, kejadian pemukulan yang menimpa anggota Didaktika malah menguap begitu saja.
Akhirnya, forum berakhir dengan beberapa konklusi yaitu:
- Mahasiswa FIK meminta Didaktika meminta maaf secara lisan saat itu kepada mereka.
- Mahasiswa FIK meminta Didaktika meminta maaf kepada Dekanat FIK dan seluruh mahasiswa FIK.
- Sabtu (24/8) Didaktika diminta menghadap PD III FIK untuk meminta maaf didampingi oleh Kabag Kemahasiswaan Uded Darussalam.
- Didaktika memuat permintaan maaf yang tertuju pada Mahasiswa FIK dan Panitia MPA di bulletin Warta MPA.
- Panitia MPA meminta kami mengubah judul bulletin Warta MPA. Agar tidak menggunakan nama itu sebab memberi kesan bahwa kami adalah bagian Humas dari panitia.
Untuk itu, Didaktika besok (24/8) akan kembali mengadakan pertemuan dengan Pembantu Dekan III FIK, Kabag Kemahasiswaan dan sejumlah mahasiswa yang tadi terlibat dalam pemukulan dan yang mengajukan keberatan terhadap isi pemberitaan Didaktika. Kami bertujuan untuk kembali mengungkapkan masalah pemukulan yang terjadi namun tidak sempat terbahas di forum yang digelar di rektorat.
Kembali kepada Keberatan yang mereka ajukan atas pemberitaan Didaktika tentu kami menerimanya. Sebab, dalam prosedur jurnalistik, cara menyampaikan keberatan diatur dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab. Hak jawab mesti diajukan dalam bentuk tertulis.
Dalam lampiran Peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008 tertulis bahwa Hak Jawab berfungsi untuk:
- Memenuhi hak masyarakat atas pemberitaan yang akurat
- Menghargai martabat dan kehormatan orang yang merasa dirugikan akibat pemberitaan pers
- Mencegah atau mengrangi munculnya kerugian yang lebih besar bagi masyarakat dan pers
- Bentuk pengawasan masyarakat terhadap pers
Setelah pertemuan di Rektrorat selesai, kami menghubungi dosen pembimbing Jimmy Ph. Paat kemudian berencana akan menemui PR III saat penutupan MPA (24/8) sebelum menemui PD III FIK. Sambil terus mengerjakan Warta MPA 2013, Chairul Anwar melapor ke polisi kemudian melakukan visum ke RS Persahabatan ditemani Yogo Harsaid dan Indra Gunawan.
Saat pagi tiba, kami kedatangan mantan dosen pembimbing Didaktika Lodewyk F. Paat. Kemudian atas hasil pembicaraan dengan beliau, kami memutuskan untuk tidak menemui Pembantu Dekan III FIK di Kampus B, dengan pertimbangan tidak ada jaminan keamanan bagi kami.
Kami melanggar perjanjian tersebut atas asumsi dasar pihak yang akan ditemui disana bukan orang baik-baik, selalu menanggapi masalah dengan kekerasan. Sebab, saat pertemuan di Rektorat berlangsung, satu oknum mahasiswa FIK senantiasa melempari PU Didaktika Satriono Priyo Utomo dengan makanan yang disediakan disana, apabila mengeluarkan pendapat yang tidak mereka sukai.
Sementara kami bercengkrama dengan Lodewyk F. Paat, Kabag Kemahasiswaan Uded Darussalam beberapa kali menghubungi Satrio via telepon. Ia mengingatkan Didaktika untuk segera datang ke Kampus B karena ada agenda yang sudah disepakati. Namun, sekali lagi keamanan kami tidak terjamin.
Uded Darussalam mengatakan bisa menjamin keselamatan kami, tetapi ia tidak mau permasalahan ini tidak ingin diselesaikan secara struktural. Dalihnya, PR III sudah memberikan mandat kepadanya untuk menyelesaikan permasalahan ini. Ia juga memberitahukan kepada kami bahwa di depan Gedung Serba Guna (GSG) Kampus B, sudah dipasang sebuah spanduk oleh mahasiswa FIK bertuliskan: DIDAKTIKA UNJ, BUBARKAN! HANYA MENIMBULKAN PERPECAHAN. #MAHASISWA GARIS KERAS FIK
Maka, kami memutuskan diri untuk segera mengungsi dengan membawa beberapa barang-barang serta arsip Didaktika ke tempat yang dianggap aman, hingga keadaan kembali kondusif. Rencana pertemuan dengan PR III dan Rektor Senin (26/7) sedang diusahakan.
Melalui release ini kami hanya menyampaikan info penyesalan mengapa kekerasan diambil sebagai sebuah jalan penyelesaian. Dan pemberitahuan ini tidak bermaksud merugikan pihak mana pun. Karena pemberitahuan ini dibuat sebagaimana mestinya, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Serta bermaksud sebagai informasi.
Spoiler for Beginikah?:
Terlepas dari benar atau tidak isi dari berita tersebut, alangkah baiknya sebagai mahasiswa menggunakan intelektual mereka, gunakan otak bukan fisik!
Hal ini mencoreng nama mahasiswa itu sendiri, menamakan mereka MAHASISWA GARIS KERAS, mereka seperti PREMAN
Hal ini mencoreng nama mahasiswa itu sendiri, menamakan mereka MAHASISWA GARIS KERAS, mereka seperti PREMAN
Spoiler for Sumber:
0
2.2K
Kutip
19
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan