- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pertama di Indonesia, Vonis Mati dengan Format Putusan Terbaru
TS
RupomuMaho
Pertama di Indonesia, Vonis Mati dengan Format Putusan Terbaru
Quote:
Quote:
Jakarta- Anda bingung saat membaca putusan pidana karena formatnya tidak familiar? Mungkin hal ini tak terjadi bila Anda membaca putusan hukuman mati bagi Maarif. Selain menawarkan format baru, putusan ini juga menyajikan analisa gaya baru dalam membedah kasus hingga menjadi putusan.
Putusan ini dibuat oleh Pengadilan Negeri (PN) Pangkajene, Sulawesi Selatan (Sulsel), saat mengadili Maarif (23) yang membunuh majikannya, Nasir. Apa saja yang baru dalam putusan tersebut?
Pertama, lazimnya putusan pidana, tiap paragraf/bab tidak memiliki penomoran. Namun putusan yang diketok pada 30 Juli 2013 silam ini menggunakan penomoran di tiap bab/paragraf. Seperti nomor 1.1 untuk identitas terdakwa, nomor 2 untuk 'Fakta dan Keadaan di Persidangan' yang dilanjutkan dengan huruf A untuk Tentang Dakwaan. Penomoran diteruskan hingga bersub-sub sehingga sistematis dan ilmiah.
Kedua, membuat bab Tentang Barang Bukti dan Tentang Alat Bukti. Dalam bab Tentang Alat Bukti, dibuat sub bab surat-surat yang dihadirkan jaksa, sub bab keterangan saksi dan sub bab keterangan terdakwa. Semua alat bukti tersebut disampaikan dengan padat dengan bahasa yang mudah dipahami. Hal ini tidak lazim ditemui dalam format putusan konvensional.
Ketiga, membuat sub bab Tentang Tuntutan dan Tentang Pembelaan. Lazimnya putusan pengadilan, tuntutan dibuat di bagian awal putusan setelah identitas terdakwa dan proses penahanan. Namun dalam format baru ini, tuntutan dituangkan sesuai alur proses perkara di pengadilan. Setelah tuntutan, lalu dilanjutkan dengan pembelaan terdakwa.
Keempat, membuat pertimbangan hukum dalam sub bab tersendiri.
Kelima, pertimbangan hukum tersebut membedakan antara 'peristiwa hukum-pertimbangan hukum' dengan 'kadar kesalahan' terdakwa. Majelis hakim yang terdiri dari Rusdianto Loleh, Wahyu Sudrajat dan Zuhriyah awalnya menganalisa peristiwa hukum, lalu dilanjutkan dengan pertimbangan hukum. Hal ini untuk memastikan apakah benar ada tindak pidana pembunuhan atau tidak.
Setelah benar terbukti ada tindak pidana pembunuhan, majelis hakim melanjutkan dengan menganalisa kesalahan terdakwa dan kadar kesalahannya seberapa besar. Dengan konsep di atas, maka majelis hakim lebih sistematis dalam menjatuhkan lamanya hukuman, apakah di bawah tuntutan jaksa, sesuai tuntutan jaksa atau di atas tuntutan jaksa.
"Format putusan ini sesuai dengan KUHAP, terutama Pasal 197, jadi tidak masalah," kata Humas Pengadilan Negeri (PN) Pangkajene, Sulawesi Selatan (Sulsel), Wahyu Sudrajat, kepada wartawan, Rabu (21/8/2013).
Putusan ini dibuat oleh Pengadilan Negeri (PN) Pangkajene, Sulawesi Selatan (Sulsel), saat mengadili Maarif (23) yang membunuh majikannya, Nasir. Apa saja yang baru dalam putusan tersebut?
Pertama, lazimnya putusan pidana, tiap paragraf/bab tidak memiliki penomoran. Namun putusan yang diketok pada 30 Juli 2013 silam ini menggunakan penomoran di tiap bab/paragraf. Seperti nomor 1.1 untuk identitas terdakwa, nomor 2 untuk 'Fakta dan Keadaan di Persidangan' yang dilanjutkan dengan huruf A untuk Tentang Dakwaan. Penomoran diteruskan hingga bersub-sub sehingga sistematis dan ilmiah.
Kedua, membuat bab Tentang Barang Bukti dan Tentang Alat Bukti. Dalam bab Tentang Alat Bukti, dibuat sub bab surat-surat yang dihadirkan jaksa, sub bab keterangan saksi dan sub bab keterangan terdakwa. Semua alat bukti tersebut disampaikan dengan padat dengan bahasa yang mudah dipahami. Hal ini tidak lazim ditemui dalam format putusan konvensional.
Ketiga, membuat sub bab Tentang Tuntutan dan Tentang Pembelaan. Lazimnya putusan pengadilan, tuntutan dibuat di bagian awal putusan setelah identitas terdakwa dan proses penahanan. Namun dalam format baru ini, tuntutan dituangkan sesuai alur proses perkara di pengadilan. Setelah tuntutan, lalu dilanjutkan dengan pembelaan terdakwa.
Keempat, membuat pertimbangan hukum dalam sub bab tersendiri.
Kelima, pertimbangan hukum tersebut membedakan antara 'peristiwa hukum-pertimbangan hukum' dengan 'kadar kesalahan' terdakwa. Majelis hakim yang terdiri dari Rusdianto Loleh, Wahyu Sudrajat dan Zuhriyah awalnya menganalisa peristiwa hukum, lalu dilanjutkan dengan pertimbangan hukum. Hal ini untuk memastikan apakah benar ada tindak pidana pembunuhan atau tidak.
Setelah benar terbukti ada tindak pidana pembunuhan, majelis hakim melanjutkan dengan menganalisa kesalahan terdakwa dan kadar kesalahannya seberapa besar. Dengan konsep di atas, maka majelis hakim lebih sistematis dalam menjatuhkan lamanya hukuman, apakah di bawah tuntutan jaksa, sesuai tuntutan jaksa atau di atas tuntutan jaksa.
"Format putusan ini sesuai dengan KUHAP, terutama Pasal 197, jadi tidak masalah," kata Humas Pengadilan Negeri (PN) Pangkajene, Sulawesi Selatan (Sulsel), Wahyu Sudrajat, kepada wartawan, Rabu (21/8/2013).
Spoiler for sumber:
0
1.6K
7
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan