- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
pribumi nusantara yg terbuang dari asalnya, dan pendatang menguasai nusantara
TS
ademadem
pribumi nusantara yg terbuang dari asalnya, dan pendatang menguasai nusantara
ORANG PRIBUMI NUSANTARA YANG DIUSIR OLEH PENJAJAH
Mendagri Suriname: Awake Dhewe Mbendino Ngimpi Iso Mulih Ning Jowo
Jakarta - Jika mendengar nama His Excelency (HE) Soewarto Moestadja, kebanyakan orang Indonesia pasti berpikir itu adalah orang Jawa. Namun, Soewarto adalah Menteri Dalam Negeri Suriname, sebuah negara di Amerika Selatan.
Jamak diketahui, Suriname mempunyai warga negara keturunan Jawa. Begitu juga Soewarto, kakeknya adalah orang Kebumen, Jawa Tengah. Leluhurnya dibawa pihak penjajah Belanda ke Suriname.
"Jaman diapusi Londo, kolonialisme, awake dhewe diarani golek kemakmuran, golek kerjo, supoyo iso sugih ing tanah sabrang ing Amerika Latin. Bukan ke Sumatra," kata Soewarto dengan Bahasa Jawa yang tidak lancar, Selasa (30/8/2013).
Artinya, " Zaman dibohongi Belanda dulu, kolonialisme, kita dikira mencari kemakmuran, mencari kerja, supaya bisa kaya di tanah seberang di Amerika Latin. Bukan ke Sumatera."
Soewarto menyatakan hal ini ketika berbicara pada diskusi 'Indonesia's Global Footprints In The World Community' pada Kongres Diaspora Indonesia II di JCC, Senayan, Jakarta.
Soewarto yang lebih sering berbicara dengan Bahasa Inggris menyatakan, lama-kelamaan orang-orang Suriname kangen dan penasaran dengan tanah leluhurnya.
"Suwe-suwe awake dhewe ning Suriname ambendino ngimpi kapan iso mulih ning Jowo (Lama-kelamaan kami di Suriname setiap hari bermimpi kapan bisa pulang ke Jawa)," kisah dia.
Kakeknya pun sempat kembali ke Desa Kalirancang, Kebumen, pada tahun 1950-an atas tawaran Belanda. Namun ternyata itu hanya muslihat Belanda. Kakeknya harus kembali lagi ke Suriname dan membayar biaya pulang kampungnya kepada pemerintah Belanda.
"Ping pindo arep diapusi, amergo simbah biyen nggawe kontrak lima tahun mulih (Dua kali kakek saya mau ditipu, karena kakek dulu membuat kontrak lima tahun pulang)," kisahnya.
[url]http://news.detik..com/read/2013/08/20/133601/2335110/10/mendagri-suriname-awake-dhewe-mbendino-ngimpi-iso-mulih-ning-jowo?ntprofil[/url]
Richard Rakotonirina, Gubernur Akmil AD Madagaskar Berdarah Nusantara
Jakarta - Penelitian Murray Cox Cs yang menganalisa DNA orang Madagaskar menyimpulkan nenek moyang orang Madagaskar, negara di Afrika, adalah 28 perempuan dari Indonesia. Nah, salah satu keturunannya adalah Brigjen Richard Rakotonirina yang kini menjadi Gubernur Akademi Militer Angkatan Darat (Akmil AD) Madagaskar. Richard berbagi cerita akar budaya Madagaskar dalam Diaspora Indonesia.
Menurut Richard, ada beberapa gelombang orang dari Nusantara ke Madagaskar melalui jalur laut sejak abad ke-7.
"Jadi migran pertama itu orang Nusantara. Dalam sejarah itu kita nenek moyang kita dari Nusantara. Imigran di Madagaskar lain dari Suriname atau Afrika Selatan karena mereka dibuang. Jadi orang Indonesia di Madagaskar itu berjuang untuk kehidupan. Orang Indonesia itu berani sekalilah," kata Richard saat ditemui di acara Kongres Diaspora Indonesia II, Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2013).
Berdasar perhitungannya, dirinya merupakan generasi ke-12 dari nenek moyangnya. Pria kelahiran Madagaskar 9 April 1963 itu mengungkapkan kemiripan budaya Madagaskar dengan Indonesia. Seperti orang Madagaskar makan nasi plus lauk pauk 3 kali sehari, hingga tata cara pemakaman adat Toraja dan corak kain Batak.
"Dari cara memakamkan dari Toraja bisa dilihat di Madagaskar. Corak-corak kain Batak juga bisa ditemukan di Madagaskar. Madagaskar itu kan Indonesia mini ya, jadi ada Bugis-nya, Medan-nya, ada Jawa-nya, mungkin dari Indonesia Timur, mungkin juga," tutur Richard yang mahir berbahasa Indonesia hasil pendidikan dari Pusdiklat Kemenhan RI di Pondok Labu.
Richard juga mengungkapkan ada beberapa kata Madagaskar serapan dari Bahasa Indonesia. "Tenuna itu dari tenun, hati (hati), mati (mati). Kemudian Senin itu Alasenin, Selasa itu Alasa, tanggal (tanggal) dan bulan (bulan), hari Minggu saja berbeda, Alahat," ungkap Richard yang sarjana dan master bidang sejarah dari Universitas Madagaskar ini.
"Saya suka sama sejarah. Kalau kita tidak tahu sejarah, kita susah memimpin bangsa kita di masa depan," imbuh dia.
Soal makanan, sejak pertama kali datang ke Indonesia, Richard langsung menggemari nasi goreng. "Dan saya suka semua makanan Indonesia karena tidak beda dengan makanan Madagaskar," ujarnya.
Ayah dari 4 orang putera ini mengatakan 2 dari anaknya sedang berkuliah di Universitas Widya Kartika, Surabaya, mengambil jurusan bisnis internasional.
"Mantan rektornya dulu teman saya di Lemhannas. Jadi beliau menawarkan beasiswa, universitas ini membuka pintunya dari orang luar Indonesia. Mungkin mereka bisa bahasa Indonesia, kan sudah dua tahun di sana. Malah mungkin bisa bahasa Jawa Timur daripada bahasa Indonesia," tuturnya sambil tersenyum.
Sebagai tentara Madagaskar, Richard juga pernah menempuh pendidikan militer lengkap di Indonesia, mulai Sesko AD di Bandung (2001), Sesko TNI di Bandung (2005) hingga pendidikan di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) tahun 2011 di Jakarta.
"Justru saya kaget, wah (orang Indonesia) mirip sekali seperti orang-orang di kampung saya di Madagaskar. Anda kalau datang ke Madagaskar juga pasti dikira bukan orang Indonesia," demikian kesan Richard saat menginjakkan kaki ke Indonesia.
Sebagai Gubernur Akmil AD Madagaskar, Richard harus meminta izin untuk menghadiri konferensi Diaspora Indonesia ini. Namun karena pemerintah Madagaskar mengetahui bahwa Indonesia adalah nenek moyang dari warga Madagaskar, dia pun dipermudah untuk hadir di Jakarta.
"Warga Madagaskar saat ini memandang Indonesia sebagai negara yang menonjol, karena dulu ada Konferensi Asia Afrika di Bandung ditulis dalam sejarah. Sebagai tentara saya nggak mungkin pindah (warga negara), tapi di hati saya tetap orang Indonesia. Kalau di Madagaskar nanti saya akan welcome," tutur dia.
Tindak lanjut Diaspora Indonesia ini, Richard mengatakan, salah satu contohnya dalam bidang militer. Indonesia sudah menawarkan pelatihan militer kepada negaranya. "Ada penawaran dari Indonesia pelatihan ke negara tetangganya termasuk Madagaskar untuk pelatihan tentara," tuturnya.
Selain militer tak menutup kemungkinan negaranya bekerja sama di bidang lain dengan Indonesia. "Iya pastilah. Tapi ya akan dibahas sebentar lagi, orang kedutaan di Madagaskar seluruhnya nanti dikumpulkan," tutup Richard yang akan balik ke negaranya tanggal 24 Agustus ini.
[url]http://news.detik..com/read/2013/08/19/163245/2334284/10/richard-rakotonirina-gubernur-akmil-ad-madagaskar-berdarah-nusantara?nd771104bcj[/url]
Wona Sumantri, Master IT yang Juga Guru Silat di Washington DC
Jakarta - Merantau sejak usia 5 tahun ke Amerika Serikat tak membuat Wona Sumantri lupa akan akar budayanya di Indonesia. Lulusan master di bidang informasi teknologi dari Universitas Maryland ini mengajarkan pencak silat di Perguruan Al Azhar cabang Washington DC. Ciaat!
Pria kelahiran Jakarta 6 Juni 1976 ini merantau karena mengikuti orang tuanya yang bekerja di kedutaan Arab Saudi di Amerika Serikat sejak usia 5 tahun. Ayahnya yang asli Banten memperkenalkannya kepada ilmu bela diri tradisional Indonesia itu.
"Jadi setiap pagi saya lihat bapak latihan Cimande (aliran pencak silat) sebelum kerja. Itu yang buat saya tertarik," kata Wona ketika ditemui usai Konferensi Diaspora Indonesia di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2013).
Wona menyukai gerakan pencak silat yang bervariasi. "Gerakannya, kalau kuda-kuda kita duduk atau berdiri kita tetap bisa counter attack," imbuhnya.
Selain itu Wona mengagumi silat justru karena banyak aliran dalam seni bela diri ini. Dia juga belajar sejarah kebudayaan silat juga Indonesia.
"Saya belajar sejarah kebudayaan, selain bela diri ya. Nggak cuman pencak silat tapi kebudayan bangsa saya sendiri. Pencak silat kan banyak aliran, jadi itu yang buat tertarik karena bervariasi," imbuhnya ramah.
Di Washington DC, Wona menjadi guru silat sejak 5 tahun lalu, mengajar pencak silat di KBRI Washington DC, di Silat Martial Arts Academy yang terafiliasi dengan Perguruan Al Azhar bersama 3 guru WNI lainnya, juga menjadi dosen pencak silat paruh waktu di American University, Washington DC.
"Setiap semester, 30 mahasiswa. Selain gerakan, mereka juga ingin belajar. Saya mengajarkan pencak silat, saya juga mengajarkan kebudayaan Indonesia," tutur pria yang mengidolakan guru silatnya sendiri, Rifai Syahib, pendekar silat Cimande dari Bintaro.
Dalam Silat Martial Arts Academy, Wona juga berencana menambahkan bidang tari dan batik selain bela diri dalam sanggarnya itu. "Sekarang lagi dalam proses, lama dan mahal untuk mendapatkan izin dari pemerintah (Washington DC)," tuturnya.
Bagaimana respons warga AS sendiri mengenai pencak silat? "General overall baik. Contoh, murid saya dapat beasiswa dari Kementerian Parekraf. Dia ke Indonesia dapat biaya belajar kebudayaan di Indonesia. Karena silat dia tertarik. Jadi pencak silat sebagai alat untk promosikan tourism ke Indonesia," jelas Wona.
Meski mengakui silat sebagai passionnya, sehari-hari Wona juga berprofesi sebagai konsultan informasi teknologi di perusahaan konsultan swasta. Menjalani sekolah dari semua jenjang di AS, Wona mendalami IT dari sarjana hingga master di Universitas Maryland.
"Pencak silat itu passion. Tapi untuk uang untuk bisa hidup di luar negeri harus IT karena untuk pencak silat aja nggak akan cukup," tutur Wona dengan jujur. Maklum, Wona harus menyewa tempat latihan pencak silat US$ 6 ribu tiap bulan.
Kini Wona yang masih lajang hidup sendiri di Washington DC, sementara kedua orang tuanya sudah pensiun dan kembali ke Indonesia. Wona mengaku sering kangen dengan kedua orang tuanya.
Pria yang sudah bolak-balik ke Indonesia sejak usia 17 tahun untuk berguru silat di Perguruan Al Azhar ini suatu saat akan kembali ke Indonesia. Namun dia ingin menuntaskan misinya mengembangkan silat dan kebudayaan Indonesia melalui sanggar yang didirikannya Silat Martial Arts Academy.
Apa yang akan dilakukan bila mudik ke Indonesia? "Spending more time sama orang tua karena mereka sudah tua dan travelling ke seluruh Indonesia. Saya baru ke Jawa, Sumatera. Saya mau banget ke Kalimantan, Sulawesi, Lombok," demikian Wona mengungkapkan keinginannya.
[url]http://news.detik..com/read/2013/08/19/190537/2334503/10/wona-sumantri-master-it-yang-juga-guru-silat-di-washington-dc?nd771104bcj[/url]
PENJAJAH MENGUASAI TANAH PRIBUMI NUSANTARA
nama KTP : basuki tjahaja purnama
nama asli : AHOK
dll nya
Mendagri Suriname: Awake Dhewe Mbendino Ngimpi Iso Mulih Ning Jowo
Jakarta - Jika mendengar nama His Excelency (HE) Soewarto Moestadja, kebanyakan orang Indonesia pasti berpikir itu adalah orang Jawa. Namun, Soewarto adalah Menteri Dalam Negeri Suriname, sebuah negara di Amerika Selatan.
Jamak diketahui, Suriname mempunyai warga negara keturunan Jawa. Begitu juga Soewarto, kakeknya adalah orang Kebumen, Jawa Tengah. Leluhurnya dibawa pihak penjajah Belanda ke Suriname.
"Jaman diapusi Londo, kolonialisme, awake dhewe diarani golek kemakmuran, golek kerjo, supoyo iso sugih ing tanah sabrang ing Amerika Latin. Bukan ke Sumatra," kata Soewarto dengan Bahasa Jawa yang tidak lancar, Selasa (30/8/2013).
Artinya, " Zaman dibohongi Belanda dulu, kolonialisme, kita dikira mencari kemakmuran, mencari kerja, supaya bisa kaya di tanah seberang di Amerika Latin. Bukan ke Sumatera."
Soewarto menyatakan hal ini ketika berbicara pada diskusi 'Indonesia's Global Footprints In The World Community' pada Kongres Diaspora Indonesia II di JCC, Senayan, Jakarta.
Soewarto yang lebih sering berbicara dengan Bahasa Inggris menyatakan, lama-kelamaan orang-orang Suriname kangen dan penasaran dengan tanah leluhurnya.
"Suwe-suwe awake dhewe ning Suriname ambendino ngimpi kapan iso mulih ning Jowo (Lama-kelamaan kami di Suriname setiap hari bermimpi kapan bisa pulang ke Jawa)," kisah dia.
Kakeknya pun sempat kembali ke Desa Kalirancang, Kebumen, pada tahun 1950-an atas tawaran Belanda. Namun ternyata itu hanya muslihat Belanda. Kakeknya harus kembali lagi ke Suriname dan membayar biaya pulang kampungnya kepada pemerintah Belanda.
"Ping pindo arep diapusi, amergo simbah biyen nggawe kontrak lima tahun mulih (Dua kali kakek saya mau ditipu, karena kakek dulu membuat kontrak lima tahun pulang)," kisahnya.
[url]http://news.detik..com/read/2013/08/20/133601/2335110/10/mendagri-suriname-awake-dhewe-mbendino-ngimpi-iso-mulih-ning-jowo?ntprofil[/url]
Richard Rakotonirina, Gubernur Akmil AD Madagaskar Berdarah Nusantara
Jakarta - Penelitian Murray Cox Cs yang menganalisa DNA orang Madagaskar menyimpulkan nenek moyang orang Madagaskar, negara di Afrika, adalah 28 perempuan dari Indonesia. Nah, salah satu keturunannya adalah Brigjen Richard Rakotonirina yang kini menjadi Gubernur Akademi Militer Angkatan Darat (Akmil AD) Madagaskar. Richard berbagi cerita akar budaya Madagaskar dalam Diaspora Indonesia.
Menurut Richard, ada beberapa gelombang orang dari Nusantara ke Madagaskar melalui jalur laut sejak abad ke-7.
"Jadi migran pertama itu orang Nusantara. Dalam sejarah itu kita nenek moyang kita dari Nusantara. Imigran di Madagaskar lain dari Suriname atau Afrika Selatan karena mereka dibuang. Jadi orang Indonesia di Madagaskar itu berjuang untuk kehidupan. Orang Indonesia itu berani sekalilah," kata Richard saat ditemui di acara Kongres Diaspora Indonesia II, Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2013).
Berdasar perhitungannya, dirinya merupakan generasi ke-12 dari nenek moyangnya. Pria kelahiran Madagaskar 9 April 1963 itu mengungkapkan kemiripan budaya Madagaskar dengan Indonesia. Seperti orang Madagaskar makan nasi plus lauk pauk 3 kali sehari, hingga tata cara pemakaman adat Toraja dan corak kain Batak.
"Dari cara memakamkan dari Toraja bisa dilihat di Madagaskar. Corak-corak kain Batak juga bisa ditemukan di Madagaskar. Madagaskar itu kan Indonesia mini ya, jadi ada Bugis-nya, Medan-nya, ada Jawa-nya, mungkin dari Indonesia Timur, mungkin juga," tutur Richard yang mahir berbahasa Indonesia hasil pendidikan dari Pusdiklat Kemenhan RI di Pondok Labu.
Richard juga mengungkapkan ada beberapa kata Madagaskar serapan dari Bahasa Indonesia. "Tenuna itu dari tenun, hati (hati), mati (mati). Kemudian Senin itu Alasenin, Selasa itu Alasa, tanggal (tanggal) dan bulan (bulan), hari Minggu saja berbeda, Alahat," ungkap Richard yang sarjana dan master bidang sejarah dari Universitas Madagaskar ini.
"Saya suka sama sejarah. Kalau kita tidak tahu sejarah, kita susah memimpin bangsa kita di masa depan," imbuh dia.
Soal makanan, sejak pertama kali datang ke Indonesia, Richard langsung menggemari nasi goreng. "Dan saya suka semua makanan Indonesia karena tidak beda dengan makanan Madagaskar," ujarnya.
Ayah dari 4 orang putera ini mengatakan 2 dari anaknya sedang berkuliah di Universitas Widya Kartika, Surabaya, mengambil jurusan bisnis internasional.
"Mantan rektornya dulu teman saya di Lemhannas. Jadi beliau menawarkan beasiswa, universitas ini membuka pintunya dari orang luar Indonesia. Mungkin mereka bisa bahasa Indonesia, kan sudah dua tahun di sana. Malah mungkin bisa bahasa Jawa Timur daripada bahasa Indonesia," tuturnya sambil tersenyum.
Sebagai tentara Madagaskar, Richard juga pernah menempuh pendidikan militer lengkap di Indonesia, mulai Sesko AD di Bandung (2001), Sesko TNI di Bandung (2005) hingga pendidikan di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) tahun 2011 di Jakarta.
"Justru saya kaget, wah (orang Indonesia) mirip sekali seperti orang-orang di kampung saya di Madagaskar. Anda kalau datang ke Madagaskar juga pasti dikira bukan orang Indonesia," demikian kesan Richard saat menginjakkan kaki ke Indonesia.
Sebagai Gubernur Akmil AD Madagaskar, Richard harus meminta izin untuk menghadiri konferensi Diaspora Indonesia ini. Namun karena pemerintah Madagaskar mengetahui bahwa Indonesia adalah nenek moyang dari warga Madagaskar, dia pun dipermudah untuk hadir di Jakarta.
"Warga Madagaskar saat ini memandang Indonesia sebagai negara yang menonjol, karena dulu ada Konferensi Asia Afrika di Bandung ditulis dalam sejarah. Sebagai tentara saya nggak mungkin pindah (warga negara), tapi di hati saya tetap orang Indonesia. Kalau di Madagaskar nanti saya akan welcome," tutur dia.
Tindak lanjut Diaspora Indonesia ini, Richard mengatakan, salah satu contohnya dalam bidang militer. Indonesia sudah menawarkan pelatihan militer kepada negaranya. "Ada penawaran dari Indonesia pelatihan ke negara tetangganya termasuk Madagaskar untuk pelatihan tentara," tuturnya.
Selain militer tak menutup kemungkinan negaranya bekerja sama di bidang lain dengan Indonesia. "Iya pastilah. Tapi ya akan dibahas sebentar lagi, orang kedutaan di Madagaskar seluruhnya nanti dikumpulkan," tutup Richard yang akan balik ke negaranya tanggal 24 Agustus ini.
[url]http://news.detik..com/read/2013/08/19/163245/2334284/10/richard-rakotonirina-gubernur-akmil-ad-madagaskar-berdarah-nusantara?nd771104bcj[/url]
Wona Sumantri, Master IT yang Juga Guru Silat di Washington DC
Jakarta - Merantau sejak usia 5 tahun ke Amerika Serikat tak membuat Wona Sumantri lupa akan akar budayanya di Indonesia. Lulusan master di bidang informasi teknologi dari Universitas Maryland ini mengajarkan pencak silat di Perguruan Al Azhar cabang Washington DC. Ciaat!
Pria kelahiran Jakarta 6 Juni 1976 ini merantau karena mengikuti orang tuanya yang bekerja di kedutaan Arab Saudi di Amerika Serikat sejak usia 5 tahun. Ayahnya yang asli Banten memperkenalkannya kepada ilmu bela diri tradisional Indonesia itu.
"Jadi setiap pagi saya lihat bapak latihan Cimande (aliran pencak silat) sebelum kerja. Itu yang buat saya tertarik," kata Wona ketika ditemui usai Konferensi Diaspora Indonesia di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2013).
Wona menyukai gerakan pencak silat yang bervariasi. "Gerakannya, kalau kuda-kuda kita duduk atau berdiri kita tetap bisa counter attack," imbuhnya.
Selain itu Wona mengagumi silat justru karena banyak aliran dalam seni bela diri ini. Dia juga belajar sejarah kebudayaan silat juga Indonesia.
"Saya belajar sejarah kebudayaan, selain bela diri ya. Nggak cuman pencak silat tapi kebudayan bangsa saya sendiri. Pencak silat kan banyak aliran, jadi itu yang buat tertarik karena bervariasi," imbuhnya ramah.
Di Washington DC, Wona menjadi guru silat sejak 5 tahun lalu, mengajar pencak silat di KBRI Washington DC, di Silat Martial Arts Academy yang terafiliasi dengan Perguruan Al Azhar bersama 3 guru WNI lainnya, juga menjadi dosen pencak silat paruh waktu di American University, Washington DC.
"Setiap semester, 30 mahasiswa. Selain gerakan, mereka juga ingin belajar. Saya mengajarkan pencak silat, saya juga mengajarkan kebudayaan Indonesia," tutur pria yang mengidolakan guru silatnya sendiri, Rifai Syahib, pendekar silat Cimande dari Bintaro.
Dalam Silat Martial Arts Academy, Wona juga berencana menambahkan bidang tari dan batik selain bela diri dalam sanggarnya itu. "Sekarang lagi dalam proses, lama dan mahal untuk mendapatkan izin dari pemerintah (Washington DC)," tuturnya.
Bagaimana respons warga AS sendiri mengenai pencak silat? "General overall baik. Contoh, murid saya dapat beasiswa dari Kementerian Parekraf. Dia ke Indonesia dapat biaya belajar kebudayaan di Indonesia. Karena silat dia tertarik. Jadi pencak silat sebagai alat untk promosikan tourism ke Indonesia," jelas Wona.
Meski mengakui silat sebagai passionnya, sehari-hari Wona juga berprofesi sebagai konsultan informasi teknologi di perusahaan konsultan swasta. Menjalani sekolah dari semua jenjang di AS, Wona mendalami IT dari sarjana hingga master di Universitas Maryland.
"Pencak silat itu passion. Tapi untuk uang untuk bisa hidup di luar negeri harus IT karena untuk pencak silat aja nggak akan cukup," tutur Wona dengan jujur. Maklum, Wona harus menyewa tempat latihan pencak silat US$ 6 ribu tiap bulan.
Kini Wona yang masih lajang hidup sendiri di Washington DC, sementara kedua orang tuanya sudah pensiun dan kembali ke Indonesia. Wona mengaku sering kangen dengan kedua orang tuanya.
Pria yang sudah bolak-balik ke Indonesia sejak usia 17 tahun untuk berguru silat di Perguruan Al Azhar ini suatu saat akan kembali ke Indonesia. Namun dia ingin menuntaskan misinya mengembangkan silat dan kebudayaan Indonesia melalui sanggar yang didirikannya Silat Martial Arts Academy.
Apa yang akan dilakukan bila mudik ke Indonesia? "Spending more time sama orang tua karena mereka sudah tua dan travelling ke seluruh Indonesia. Saya baru ke Jawa, Sumatera. Saya mau banget ke Kalimantan, Sulawesi, Lombok," demikian Wona mengungkapkan keinginannya.
[url]http://news.detik..com/read/2013/08/19/190537/2334503/10/wona-sumantri-master-it-yang-juga-guru-silat-di-washington-dc?nd771104bcj[/url]
PENJAJAH MENGUASAI TANAH PRIBUMI NUSANTARA
nama KTP : basuki tjahaja purnama
nama asli : AHOK
dll nya
0
7.7K
63
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan