- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Soeharto Culas Mengadu Domba Bung Karno dengan Bung Hatta
TS
Bobbyganteng
Soeharto Culas Mengadu Domba Bung Karno dengan Bung Hatta
Silahkan baca dan comment dengan baik kata2nya
Quote:
Jakarta, Aktual.co — Kasus Biografi Soekarno*
Oleh : Asvi Warman Adam **
Beberapa biografi Soekarno pernah dibuat pengamat asing seperti Bernhard Dahm, John Legge, Lambert Giebels, dan Bob Hering. Namun, buku yang ditulis Cindy Adams yang paling "hidup" karena merupakan penuturan langsung Soekarno sendiri. Buku itu pertama kali muncul dalam bahasa Inggris tahun 1965 berjudul Sukarno, Autobiography as told to Cindy Adams, Indianapolis: Bobbs-Merril. Satu tahun kemudian, edisi bahasa Indonesia diterbitkan Gunung Agung (Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia).
Ketika buku Soekarno yang lain sulit ditemukan pascatahun 1965, maka buku Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia mengalami cetak ulang beberapa kali (1966, 1982, 1984, 1986, 1988). Pada cetakan pertama tertulis nama penerjemah Mayor Abdul Bar Salim, sedangkan pada cetakan kedua, pangkatnya tidak disebut lagi.
Dalam pengantar penerbit disebutkan, dalam tugas penerjemahan ini sang penerjemah sudah direstui Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Soeharto. Selain itu sejak cetakan pertama terdapat kata sambutan Soeharto. "Dengan penerbitan ini, diharapkan dapat terbaca luas di kalangan rakyat, Bangsa Indonesia," ujar Soeharto.
Apakah pernyataan ini yang menyebabkan buku itu bisa tetap terbit pada era Orde Baru? Duta Besar AS Howard Jones, saat makan nasi goreng di paviliun istana Bogor, menyarankan agar Bung Karno menulis biografi. Akhirnya Soekarno setuju bila itu dilakukan Cindy Adams, wartawati AS yang ada di Indonesia mendampingi suaminya, Joey Adams, yang memimpin misi kesenian Presiden Kennedy ke Asia Tenggara.
Cukup banyak kepentingan yang ikut bermain di balik penerbitan buku ini. Namun, bagi Bung Karno, biografi ini memberi kesempatan menjawab serangkaian tuduhan yang pernah ditujukan pada dirinya antara lain sebagai kolaborator Jepang dan komunis serta terlalu sering ke luar negeri. "Buku ini tidak ditulis untuk mendapatkan simpati atau meminta supaya setiap orang suka kepadaku. Harapanku hanyalah, agar dapat menambah pengertian yang lebih baik tentang Sukarno dan dengan itu menambah pengertian yang lebih baik terhadap Indonesia tercinta."
Alinea tambahan Dalam diskusi yang diselenggarakan Yayasan Bung Karno di Gedung Pola tahun 2006, Prof Sjafii Ma’arif, mengutip buku Cindy Adams, mengatakan, Soekarno amat melecehkan Hatta karena menganggap perannya tidak ada dalam sejarah Indonesia. Karena itu, ketika buku ini akan diterbitkan ulang saya meminta kepada Yayasan Bung Karno untuk mengecek kembali terjemahan buku ini.
Sebetulnya bagaimana bunyi asli dalam bahasa Inggris pernyataan yang merendahkan Hatta. Yayasan Bung Karno kemudian menugasi Syamsu Hadi untuk menerjemahkan ulang buku itu. Yang mengagetkan, pada temuannya, selain ada kekeliruan terjemahan adalah dua alinea tambahan dalam edisi bahasa Indonesia sejak tahun 1966.
Padahal kedua alinea itu tidak ada dalam edisi bahasa Inggris.
Pada halaman 341 tertulis,
"Rakyat sudah berkumpul. Ucapkanlah Proklamasi." Badanku masih panas, akan tetapi aku masih dapat mengendalikan diriku. Dalam suasana di mana setiap orang mendesakku, anehnya aku masih dapat berpikir dengan tenang. "Hatta tidak ada," kataku. "Saya tidak mau mengucapkan proklamasi kalau Hatta tidak ada."
Kalimat ini akan dilanjutkan —kalau dicek teks asli bahasa Inggris adalah "Dalam detik yang gawat dalam sejarah inilah Sukarno dan tanah-air Indonesia menunggu kedatangan Hatta".
Namun, di antara kedua kalimat itu ternyata disisipkan dua alinea yang tidak ada dalam buku asli berbahasa Inggris yaitu:
"Tidak ada yang berteriak ’Kami menghendaki Bung Hatta’. Aku tidak memerlukannya. Sama seperti aku tidak memerlukan Sjahrir yang menolak untuk memperlihatkan diri di saat pembacaan Proklamasi. Sebenarnya aku dapat melakukannya seorang diri dan memang aku melakukannya sendirian. Di dalam dua hari yang memecahkan urat saraf itu maka peranan Hatta dalam sejarah tidak ada."
"Peranannya yang tersendiri selama masa perjuangan kami tidak ada. Hanya Sukarno-lah yang tetap mendorongnya ke depan. Aku memerlukan orang yang dinamakan ’pemimpin’ ini karena satu pertimbangan. Aku memerlukannya oleh karena aku orang Jawa dan dia orang Sumatera dan di hari-hari yang demikian itu aku memerlukan setiap orang denganku. Demi persatuan aku memerlukan seorang dari Sumatera. Dia adalah jalan yang paling baik untuk menjamin sokongan dari rakyat pulau yang nomor dua terbesar di Indonesia." Soekarno tidak memerlukan Hatta dan Sjahrir bahkan "peranan Hatta dalam sejarah tidak ada".
Demikian pernyataan Bung Karno dalam edisi bahasa Indonesia yang terbit sejak tahun 1966. Kalau tambahan dua alinea itu hasil rekayasa, siapa yang melakukannya?
* Kompas, 06 Juni 2007
** Asvi Warman Adam Pengurus Pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia
Oleh : Asvi Warman Adam **
Beberapa biografi Soekarno pernah dibuat pengamat asing seperti Bernhard Dahm, John Legge, Lambert Giebels, dan Bob Hering. Namun, buku yang ditulis Cindy Adams yang paling "hidup" karena merupakan penuturan langsung Soekarno sendiri. Buku itu pertama kali muncul dalam bahasa Inggris tahun 1965 berjudul Sukarno, Autobiography as told to Cindy Adams, Indianapolis: Bobbs-Merril. Satu tahun kemudian, edisi bahasa Indonesia diterbitkan Gunung Agung (Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia).
Ketika buku Soekarno yang lain sulit ditemukan pascatahun 1965, maka buku Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia mengalami cetak ulang beberapa kali (1966, 1982, 1984, 1986, 1988). Pada cetakan pertama tertulis nama penerjemah Mayor Abdul Bar Salim, sedangkan pada cetakan kedua, pangkatnya tidak disebut lagi.
Dalam pengantar penerbit disebutkan, dalam tugas penerjemahan ini sang penerjemah sudah direstui Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Soeharto. Selain itu sejak cetakan pertama terdapat kata sambutan Soeharto. "Dengan penerbitan ini, diharapkan dapat terbaca luas di kalangan rakyat, Bangsa Indonesia," ujar Soeharto.
Apakah pernyataan ini yang menyebabkan buku itu bisa tetap terbit pada era Orde Baru? Duta Besar AS Howard Jones, saat makan nasi goreng di paviliun istana Bogor, menyarankan agar Bung Karno menulis biografi. Akhirnya Soekarno setuju bila itu dilakukan Cindy Adams, wartawati AS yang ada di Indonesia mendampingi suaminya, Joey Adams, yang memimpin misi kesenian Presiden Kennedy ke Asia Tenggara.
Cukup banyak kepentingan yang ikut bermain di balik penerbitan buku ini. Namun, bagi Bung Karno, biografi ini memberi kesempatan menjawab serangkaian tuduhan yang pernah ditujukan pada dirinya antara lain sebagai kolaborator Jepang dan komunis serta terlalu sering ke luar negeri. "Buku ini tidak ditulis untuk mendapatkan simpati atau meminta supaya setiap orang suka kepadaku. Harapanku hanyalah, agar dapat menambah pengertian yang lebih baik tentang Sukarno dan dengan itu menambah pengertian yang lebih baik terhadap Indonesia tercinta."
Alinea tambahan Dalam diskusi yang diselenggarakan Yayasan Bung Karno di Gedung Pola tahun 2006, Prof Sjafii Ma’arif, mengutip buku Cindy Adams, mengatakan, Soekarno amat melecehkan Hatta karena menganggap perannya tidak ada dalam sejarah Indonesia. Karena itu, ketika buku ini akan diterbitkan ulang saya meminta kepada Yayasan Bung Karno untuk mengecek kembali terjemahan buku ini.
Sebetulnya bagaimana bunyi asli dalam bahasa Inggris pernyataan yang merendahkan Hatta. Yayasan Bung Karno kemudian menugasi Syamsu Hadi untuk menerjemahkan ulang buku itu. Yang mengagetkan, pada temuannya, selain ada kekeliruan terjemahan adalah dua alinea tambahan dalam edisi bahasa Indonesia sejak tahun 1966.
Padahal kedua alinea itu tidak ada dalam edisi bahasa Inggris.
Pada halaman 341 tertulis,
"Rakyat sudah berkumpul. Ucapkanlah Proklamasi." Badanku masih panas, akan tetapi aku masih dapat mengendalikan diriku. Dalam suasana di mana setiap orang mendesakku, anehnya aku masih dapat berpikir dengan tenang. "Hatta tidak ada," kataku. "Saya tidak mau mengucapkan proklamasi kalau Hatta tidak ada."
Kalimat ini akan dilanjutkan —kalau dicek teks asli bahasa Inggris adalah "Dalam detik yang gawat dalam sejarah inilah Sukarno dan tanah-air Indonesia menunggu kedatangan Hatta".
Namun, di antara kedua kalimat itu ternyata disisipkan dua alinea yang tidak ada dalam buku asli berbahasa Inggris yaitu:
"Tidak ada yang berteriak ’Kami menghendaki Bung Hatta’. Aku tidak memerlukannya. Sama seperti aku tidak memerlukan Sjahrir yang menolak untuk memperlihatkan diri di saat pembacaan Proklamasi. Sebenarnya aku dapat melakukannya seorang diri dan memang aku melakukannya sendirian. Di dalam dua hari yang memecahkan urat saraf itu maka peranan Hatta dalam sejarah tidak ada."
"Peranannya yang tersendiri selama masa perjuangan kami tidak ada. Hanya Sukarno-lah yang tetap mendorongnya ke depan. Aku memerlukan orang yang dinamakan ’pemimpin’ ini karena satu pertimbangan. Aku memerlukannya oleh karena aku orang Jawa dan dia orang Sumatera dan di hari-hari yang demikian itu aku memerlukan setiap orang denganku. Demi persatuan aku memerlukan seorang dari Sumatera. Dia adalah jalan yang paling baik untuk menjamin sokongan dari rakyat pulau yang nomor dua terbesar di Indonesia." Soekarno tidak memerlukan Hatta dan Sjahrir bahkan "peranan Hatta dalam sejarah tidak ada".
Demikian pernyataan Bung Karno dalam edisi bahasa Indonesia yang terbit sejak tahun 1966. Kalau tambahan dua alinea itu hasil rekayasa, siapa yang melakukannya?
* Kompas, 06 Juni 2007
** Asvi Warman Adam Pengurus Pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia
Quote:
Kejanggalan dalam Biografi
Bung Karno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia
JUNE 24, 2013 BY RIDWAN HUTAGALUNG
Bacaan ini perlu dibagikan terus nih
Saya baru saja membaca tulisan Asvi Warman Adam, “Kasus Biografi Sukarno”, ternyata ada beberapa masalah dalam terjemahan buku biografi Bung Karno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams yang diterbitkan sejak tahun 1966 oleh penerbit Gunung Agung. Salah satu yang dibahas adalah penghilangan sebuah kalimat dan penambahan dua paragraf yang belum jelas siapa yang melakukannya.
Biografi Sukarno ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris dengan judul Sukarno, Autobiography as told to Cindy Adams pada tahun 1965. Versi terjemahan bahasa Indonesia terbit tahun 1966 dengan penerjemah Mayor Abdul Bar Salim. Dalam pengantar edisi pertama itu, disebutkan bahwa tugas sang penerjemah sudah direstui oleh Panglima Angkatan Darat, Letnan Jendral Soeharto, yang juga memberikan kata sambutan.
Bagian yang dipermasalahkan terdapat pada bab Proklamasi. Asvi Warman Adam menyebutkan terdapat di halaman 341 [1]. Kebetulan saya memiliki edisi pertama buku Bung Karno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Lalu saya buka halaman yang dimaksud. Berikut ini saya kutipkan saja seluruh bagiannya sesuai yang tercetak dalam buku:
. . . “Sekarang, Bung, sekarang…..!” rakjat berteriak. “Njatakanlah sekarang…..” Setiap orang berteriak padaku. “Sekarang, Bung….. utjapkanlah pernjataan kemerdekaan sekarang, ….hajo, Bung Karno, hari sudah tinggi….. hari sudah mulai panas….. rakjat sudah tidak sabar lagi. Rakjat sudah gelisah. Rakjat sudah berkumpul. Utjapkanlah Proklamasi.” Badanku masih panas, akan tetapi aku masih dapat mengendalikan diriku. Dalam suasana dimana setiap orang mendesakku, anehnja aku masih dapat berpikir dengan tenang.
“Hatta tidak ada,” kataku. “Saja tidak mau mengutjapkan proklamasi kalau Hatta tidak ada.”
..Tidak ada orang jang berteriak “Kami menghendaki Bung Hatta”. Aku tidak memerlukannja. Sama seperti djuga aku tidak memerlukan Sjahrir jang menolak memperlihatkan diri disaat pembatjaan Proklamasi. Sebenarnja aku dapat melakukannya seorang diri, dan memang aku melakukannja sendirian. Didalam dua hari jang memetjah uratsjaraf itu maka peranan Hatta dalam sedjarah tidak ada.
Peranannja jang tersendiri selama masa perdjoangan kami tidak ada. Hanja Sukarnolah jang tetap mendorongnja kedepan. Aku memerlukan orang jang dinamakan “pemimpin” ini karena satu pertimbangan. Aku memerlukannja oleh karena aku orang Djawa dan dia orang Sumatra dan dihari-hari jang demikian itu aku memerlukan setiap orang denganku. Demi persatuan aku memerlukan seorang dari Sumatra. Dia adalah djalan jang paling baik untuk mendjamin sokongan dari rakjat pulau jang nomor dua terbesar di Indonesia.
Dalam detik jang gawat dalam sedjarah inilah Sukarno dan tanah air Indonesia menunggu kedatangan Hatta. . . .
Dengan membandingkan tulisan ini dengan versi aslinya dalam bahasa Inggris, ditemukanlah bahwa telah ada penambahan dua paragraf di antara dua kalimat bercetak tebal di atas. Kalimat-kalimat yang menyakatan bahwa Sukarno tidak membutuhkan Hatta (dan Syahrir) dan bahwa selama ini ia berjuang sendiri serta tidak ada peranan Hatta dalam sejarah ternyata telah ditambahkan oleh seseorang sejak edisi pertama terjemahan buku ini terbit. Apakah penerjemah yang menambahkan kalimat-kalimat itu? Atau ada pesanan dari pihak lain? Belum ada keterangan tentang ini.
Yang jelas, Yayasan Bung Karno kemudian menerbitkan ulang buku Bung Karno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia pada bulan Agustus 2007 dan menyebutnya sebagai edisi Revisi. Terbitan revisi ini diterjemahkan dengan mengacu secara ketat kepada buku aslinya, Sukarno, Autobiography as told to Cindy Adams. Penerjemahan dikerjakan oleh Syamsul Hadi.
Pada bagian depan terdapat sambutan dari Ketua Yayasan Bung Karno, Guruh Sukarno Putra, dan pengantar dari sejarahwan Asvi Warman Adam dengan judul “Kesaksian Bung Karno”
Pada bagian sambutannya, Guruh Sukarno mengutip cerita Guntur Sukarno dalam buku Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan karangan Meutia Farida Swasono (Sinar Harapan, 1980): “Aku kadang-kadang saling gebug dengan Hatta!! Tapi, menghilangkan Hatta dari teks Proklamasi itu perbuatan pengecut!!”
[1] Sepertinya Asvi Warman Adam salah menulis halaman (341) karena dalam buku saya bagian yang dimaksud itu ada di halaman 331. Tapi pengantar edisi revisi juga menyebut nomor halaman yang sama (341), apakah mungkin buku edisi pertama ini ada yang berbeda format?
Bung Karno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia
JUNE 24, 2013 BY RIDWAN HUTAGALUNG
Bacaan ini perlu dibagikan terus nih
Saya baru saja membaca tulisan Asvi Warman Adam, “Kasus Biografi Sukarno”, ternyata ada beberapa masalah dalam terjemahan buku biografi Bung Karno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams yang diterbitkan sejak tahun 1966 oleh penerbit Gunung Agung. Salah satu yang dibahas adalah penghilangan sebuah kalimat dan penambahan dua paragraf yang belum jelas siapa yang melakukannya.
Biografi Sukarno ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris dengan judul Sukarno, Autobiography as told to Cindy Adams pada tahun 1965. Versi terjemahan bahasa Indonesia terbit tahun 1966 dengan penerjemah Mayor Abdul Bar Salim. Dalam pengantar edisi pertama itu, disebutkan bahwa tugas sang penerjemah sudah direstui oleh Panglima Angkatan Darat, Letnan Jendral Soeharto, yang juga memberikan kata sambutan.
Bagian yang dipermasalahkan terdapat pada bab Proklamasi. Asvi Warman Adam menyebutkan terdapat di halaman 341 [1]. Kebetulan saya memiliki edisi pertama buku Bung Karno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Lalu saya buka halaman yang dimaksud. Berikut ini saya kutipkan saja seluruh bagiannya sesuai yang tercetak dalam buku:
. . . “Sekarang, Bung, sekarang…..!” rakjat berteriak. “Njatakanlah sekarang…..” Setiap orang berteriak padaku. “Sekarang, Bung….. utjapkanlah pernjataan kemerdekaan sekarang, ….hajo, Bung Karno, hari sudah tinggi….. hari sudah mulai panas….. rakjat sudah tidak sabar lagi. Rakjat sudah gelisah. Rakjat sudah berkumpul. Utjapkanlah Proklamasi.” Badanku masih panas, akan tetapi aku masih dapat mengendalikan diriku. Dalam suasana dimana setiap orang mendesakku, anehnja aku masih dapat berpikir dengan tenang.
“Hatta tidak ada,” kataku. “Saja tidak mau mengutjapkan proklamasi kalau Hatta tidak ada.”
..Tidak ada orang jang berteriak “Kami menghendaki Bung Hatta”. Aku tidak memerlukannja. Sama seperti djuga aku tidak memerlukan Sjahrir jang menolak memperlihatkan diri disaat pembatjaan Proklamasi. Sebenarnja aku dapat melakukannya seorang diri, dan memang aku melakukannja sendirian. Didalam dua hari jang memetjah uratsjaraf itu maka peranan Hatta dalam sedjarah tidak ada.
Peranannja jang tersendiri selama masa perdjoangan kami tidak ada. Hanja Sukarnolah jang tetap mendorongnja kedepan. Aku memerlukan orang jang dinamakan “pemimpin” ini karena satu pertimbangan. Aku memerlukannja oleh karena aku orang Djawa dan dia orang Sumatra dan dihari-hari jang demikian itu aku memerlukan setiap orang denganku. Demi persatuan aku memerlukan seorang dari Sumatra. Dia adalah djalan jang paling baik untuk mendjamin sokongan dari rakjat pulau jang nomor dua terbesar di Indonesia.
Dalam detik jang gawat dalam sedjarah inilah Sukarno dan tanah air Indonesia menunggu kedatangan Hatta. . . .
Dengan membandingkan tulisan ini dengan versi aslinya dalam bahasa Inggris, ditemukanlah bahwa telah ada penambahan dua paragraf di antara dua kalimat bercetak tebal di atas. Kalimat-kalimat yang menyakatan bahwa Sukarno tidak membutuhkan Hatta (dan Syahrir) dan bahwa selama ini ia berjuang sendiri serta tidak ada peranan Hatta dalam sejarah ternyata telah ditambahkan oleh seseorang sejak edisi pertama terjemahan buku ini terbit. Apakah penerjemah yang menambahkan kalimat-kalimat itu? Atau ada pesanan dari pihak lain? Belum ada keterangan tentang ini.
Yang jelas, Yayasan Bung Karno kemudian menerbitkan ulang buku Bung Karno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia pada bulan Agustus 2007 dan menyebutnya sebagai edisi Revisi. Terbitan revisi ini diterjemahkan dengan mengacu secara ketat kepada buku aslinya, Sukarno, Autobiography as told to Cindy Adams. Penerjemahan dikerjakan oleh Syamsul Hadi.
Pada bagian depan terdapat sambutan dari Ketua Yayasan Bung Karno, Guruh Sukarno Putra, dan pengantar dari sejarahwan Asvi Warman Adam dengan judul “Kesaksian Bung Karno”
Pada bagian sambutannya, Guruh Sukarno mengutip cerita Guntur Sukarno dalam buku Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan karangan Meutia Farida Swasono (Sinar Harapan, 1980): “Aku kadang-kadang saling gebug dengan Hatta!! Tapi, menghilangkan Hatta dari teks Proklamasi itu perbuatan pengecut!!”
[1] Sepertinya Asvi Warman Adam salah menulis halaman (341) karena dalam buku saya bagian yang dimaksud itu ada di halaman 331. Tapi pengantar edisi revisi juga menyebut nomor halaman yang sama (341), apakah mungkin buku edisi pertama ini ada yang berbeda format?
0
2.2K
Kutip
11
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan