AkuCintaNaneaAvatar border
TS
AkuCintaNanea
UU Migas Direvisi saja! Bisnis Hulu Migas Diusulkan Kembali Dikelola Pertamina
Bisnis hulu migas diusulkan kembali dikelola Pertamina
Sabtu, 17 Agustus 2013 19:55:00

Pemerintah beberapa waktu lalu telah membubarkan BP Migas karena bertentangan dengan konstiusi yang ada. Sebagai penggantinya, Mahkamah Konsitusi (MK) membentuk UU sementara dan membentuk Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas). Menurut Pengamat Energi, Marwan Batubara, BP Migas merupkan lahan korupsi yang dinikmati banyak orang. Sehingga, ketika SKK Migas dibentuk, tapi sambil mempertahankan sebagian besar pegawai lama, hasilnya tidak jauh beda dan tetap menjadi lahan korupsi. "Itu sih rawan, lembaga itu bawaan BP migas dulu sudah biasa banyak menikmati (korupsi), dari eksekutif, legislatif. SKK Migas dibuat seperti BP Migas, tidak berbeda," ucap Marwan ketika dihubungi merdeka.com akhir pekan ini.

Marwan menyarankan pengelolaan migas Indonesia sebaiknya diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Pertamina. "Lebih tepat ya BUMN, Pertamina tepatnya. Lembaga seperti SKK Migas statusnya saja," ujarnya. Terkait kasus Kepala SKK Migas nonaktif Rudi Rubiandini baru saja tertangkap lantaran suap, menurut Marwan wajar. Sebab Rudi, dia tuding hanyalah orang mencitrakan diri sebagai profesor yang sederhana, tapi sesungguhnya sedang mencari dana untuk pihak yang berkepentingan pada pemilihan umum tahun depan. "Ga ada bedanya (BP Migas dan SKK Migas). Korupsi sekarang apalagi mau pemilu. Pencitraan gelar profesor jangan terkecoh," katanya.

Terkait usulan pembubaran lembaganya, Kepala SKK Migas ad-interim Johannes Widjonarko menolak ikut berwacana. Dia menilai ada banyak hal yang harus dipikirkan sebelum membubarkan SKK migas begitu saja. "Kita patuh pada peraturan perundang-undangan, saya tidak akan komentar soal pembubaran, tentu ada untung-rugi (jika SKK Migas bubar), tapi sementara ini, kita ikuti dulu bagaimana perkembangannya," kata Widjonarko di kantornya kemarin.
http://www.merdeka.com/uang/bisnis-h...pertamina.html

Mengapa Dulu BP Migas samoai Dibubarkan?
November 20, 2012

Pertama, tidak sejalan dengan UUD pasal 33 ayat 3.
“ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Keberadaan BP Migas membuat makna penguasaan negara menjadi kabur. Dalam Putusan Nomor 002/PUU-I/2003, tanggal 21 Desember 2004 mengenai pengujian UU Migas yang dimaksud penguasaan oleh negara meliputi mengadakan kebijakan, tindakan pengurusan, pengaturan, pengawasan, dan pengelolaan untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Keberadaan BP Migas dinilai mereduksi makna penguasaan oleh negara sampai tahap pengawasan, bukan pengelolaan. Tidak melakukan pengelolaan secara langsung, karena penguasaan dilakukan oleh badan usaha. Seperti kita ketahui bahwa BP Migas adalah badan hukum , bukan badan usaha. Keberadaan BP Migas malah menghambat negara untuk melakukan pengelolaan. BUMN, dalam hal ini pertamina, harus melakukan tender terlebih dahulu untuk mengelola lapangan migas. Kedudukan BUMN dan badan usaha swasta lokal maupun asing disetarakan.

Kedua, keberadaan BP Migas merendahkan posisi negara.
Pada UU Migas pasal 4 ayat 1, 2, dan 3 menyatakan bahwa kuasa pertambangan masih di tangan negara. Namun, pasal-pasal tersebut justru menjadi rancu dengan ketika pemerintah menyerahkan kuasa pertambangannya itu kepada Badan Pelaksana (BP Migas). BP migas mewakili pemerintah untuk berkontrak dengan perusahaan. Jadi pola perjanjian yang terjadi adalah B to G (Business to Government), bukan B to B. Pemerintah dalam hal ini merendahkan kedudukannya menjadi setara dengan perusahaan asing. Apa dampaknya? Dampaknya jika suatu saat terjadi perselisihan dalam kerjasama, negara dapat diseret ke arbitrase internasional. Hal ini juga memungkinkan disitanya aset negara yang ada di luar negeri misalnya pesawat, kantor kedutaan,dan aset lainnya.

Ada pula yang menganggap bahwa kontrak yang terjadi berpola BP migas to B. Artinya, BP migas tak bisa disamakan dengan pemerintah atau negara. Pertanyaannya lalu BP migas apa? Apakah mungkin perusahaan asing internasional mau berkontrak dengan BP migas sebagai badan hukum dan tak ada jaminan? Tentu tak akan mau. Kita tahu bahwa BP migas tak memiliki aset sebagaimana perusahaan migas. Kantor mereka saja kini masih menyewa di Gedung Wisma Mulia. Perusahaan asing mau berkontrak dengan BP migas karena dibelakang BP Migas ada pemerintah sehingga ada jaminan aset-aset, termasuk economics right migas.

Dalam mekanisme B to G, sewaktu-waktu pemerintah merasa dirugikan dan hendak mengubah perjanjian, perlu mendapat persetujuan pihak kontraktor. Itu disebabkan kedudukan bahwa pemerintah yang sejajar dengan kontraktor. Contoh pola serupa adalah tambang freeport. Pemerintah begitu sulitnya melakukan renegosiasi untuk menaikan royalti dari 1% menjadi 3,75%.

Ketiga, birokrasi menjadi tidak efisien.
Pengamat perminyakan, Dr. Kurtubi, menyatakan sebagaimana dikutip dari hasil Survey Fraser Institute 2010, kondisi investasi migas Indonesia amat buruk. Peringkat 114 dari 145 negara. UU migas menjadikan investasi di Indonesia begitu birokratis. Setelah UU ini berlaku, jika investor ingin berinvestasi, setidaknya ia harus berurusan dengan tiga lembaga negara yakni Dirjen Migas ESDM, BP migas, dan Dirjen Migas. Sebelum UU ini berlaku, investor hanya perlu berurusan dengan Pertamina. Prosedur yang kini berlaku amat menyulitkan investor karena terlalu birokratis. Hal ini juga memperbesar celah terjadinya korupsi karena makin banyak lembaga negara yang dilibatkan secara langsung.

Keempat, berpotensi penyalahgunaan wewenang.
Sebagai badan hukum, neraca keuangan BP migas independen, terpisah dari kekayaan negara dan tidak diambil dari APBN. Biaya operasional BP Migas diambil dari fee pemerintah dan kontraktor. Ironisnya, dengan neraca keuangannya yang independen, BP migas tidak memiliki komisaris ataupum majelis wali amanat (MWA) sehingga mudah sekali terjadi “penggelapan”. Pada pasal 45 ayat 2 UU migas disebutkan bahwa unsur-unsur BP migas terdiri dari pimpinan, tenaga ahli, tenaga teknis, dan tenaga administratif. Rekam jejak BP migas pun tak begitu menggembirakan, BPK berulang kali memberi opini adverse (penilaian terburuk dalam audit karena tidak sesuai standar) terhadap laporan keuangan BP Migas. Kendati tiga tahun terakhir status keuangan BP migas sudah membaik menjadi wajar tanpa pengecualian ( WTP), potensi penggelapan bukan berarti tertutup. Sekali lagi karena statusnya sebagai regulator berupa badan hukum, bukan pemain atau operator, BP migas tak terlibat secara langsung ke lapangan secara intens. BP migas seringkali hanya menerima laporan bersih lifting minyak dari kontraktor.

Tahun 2011 misalnya, KPK menemukan aset negara di sektor migas senilai Rp 225 trilyun tidak jelas pengelolaannya. Tahun 2007, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan indikasi penyimpangan cost recovery sebesar Rp18 trilyun.Tahun 2012 pun, anggota BPK menyatakan bahwa ada dugaan kerugian penerimaan negara di sektor migas sekitar US$ 1,7 milliar. Terakhir, berdasarkan temuan FITRA, ada dugaan korupsi senilai Rp76 miiliar terkait penyewaan gedung kantor BP migas. Kebiasaan pejabat-pejabat BP migas untuk melakukan rapat di hotel mewah pun menjadi sorotan banyak pihak.

Walaupun sampai saat ini belum ada pengusutan ataupun bukti terkait penyalahgunaan kekuasaan (termasuk korupsi), MK berkewenangan untuk membatalkan sesuatu yang berpotensi melanggar konstitusi.

Bola liar pasca pembubaran BP Migas
Kedaulatan energi nasional tak cukup dengan hanya membubarkan BP Migas. Masih ada beberapa pasal bermasalah . Misalnya pasal tentang penyelenggaraan usaha hulu migas yang masih menyetarakan BUMN dengan swasta, liberalisasi sektor hilir, juga tentang mekanisme harga pasar. Dalam masa transisi sebelum terbitnya payung hukum baru, pemerintah memutuskan untuk membentuk Unit Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (UPKUHM) dan Gas Bumi yang berada dibawah kementerian ESDM untuk menggantikan peran Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang keberadaannya dinyatakan inkonstitusional. Masa transisi ini perlu dikawal jangan sampai BP Migas hanya “berganti cover”. Resiko penyalahgunaan juga tetap ada, apalagi UPKUHM kini berada di bwah kementerian ESDM yang berasal dari partai politik yang berkuasa.

Jalan panjang kedaulatan energi
Isu Revisi UU Migas ini sebenarnya telah menjadi isu hangat dikalangan mahasiswa, akademisi, maupun para aktivis beberapa tahun terakhir. Pada tahun awal tahun 2011 bahkan revisi UU migas ini menjadi salah satu isu yang diusung mahasiswa dalam Konferensi Energi Nasional Indonesia KENMI. Melalui kerja keras dan tekanan berbagai pihak, akhirnya upaya revisi UU Migas membuahkan hasil. Peristiwa ini memberi tahu kita bahwa gerakan politik mahasiswa maupun masyarakat sipil bisa jadi memakan waktu yang tidak sebentar. Bisa lintas kepengurusan, jika dilakukan organisasi, atau bahkan lintas generasi. Jatuhnya rezim Orde Baru, tidak bisa dianggap semata-mata sebagai hasil perjuangan aktivis 98. Namun, ini perlu dimaknai sebagai eskalasi gerakan layaknya bola salju yang bergulir mungkin sejak akhir tahun 1970an atau 1980an. Pembatalan pasal UU Migas merupakan hasil dari upaya sejumlah pihak sejak awal tahun 2000-an. Pengelolaan migas beberapa tahun lagi pun bergantung pada gerakan masa kini. Kajian, propaganda lewat media massa, audiensi DPR, aksi massa, dan berbagai gerakan lainnya masih diperlukan untuk mewujudkan pengelolaan energi yang lebih baik.
http://km.itb.ac.id/site/mengapa-bp-...-dibubarkan-2/

UU Migas Sudah Tertular Virus IMF & Bank Dunia
Peran Pertamina Dikerdilkan, Banyak Antek Asing di Pemerintahan
Selasa, 29 November 2011 , 08:53:00 WIB

RMOL. Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) dinilai sudah tertular virus asing. Aturan itu mesti segera dirombak total karena hanya membuat sektor migas di dalam negeri bergejolak. Presiden Federasi Serikat Pe­kerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Ugan Gandar menga­takan, seca­ra filo­sofi UU Migas telah me­len­ceng jauh dari sub­stantif Pasal 33 UUD 1945. Da­lam UU itu, tidak me­negaskan kepemi­likan pro­duksi migas secara keseluruhan berada pada negara.

Menurut Ugan, pengelolaan migas dalam konteks kedaula­tan dan kemandirian harusnya hanya di­usahakan oleh negara. Di sam­ping itu, pelaksanaan tu­gasnya harus diserahkan kepada Per­ta­mina sebagai pemberian kuasa usa­ha migas secara eks­lusif. “Ta­pi, kenyataanya UU Mi­gas justru membelenggu dan mem­bonsai Perta­mina sebagai suatu perusa­haan negara,” kata Ugan saat Kongres Pekerja Pertamina di Jakarta, kemarin.

Menurut Ugan, saat ini kedu­dukan Pertamina dianggap sa­ma dengan Kon­trak­tor Kontrak Kerja Sama (KKKS) lainnya. Tak ha­nya itu, Pertamina se­bagai peru­sahaan migas tidak ter­lihat seba­gai perusahaan mi­lik ne­gara.Ugan menuding pemerintah sangat bergantung pada IMF dan Bank Dunia tatkala UU tersebut sedang digodok DPR. Menurutnya, itu dapat ter­lihat manakala saran-saran ten­tang peng­hapusan monopoli, subsidi dan swastanisasi ditelan bulat-bulat oleh pemerintah. “Semuanya itu hanya mengun­tung­kan asing. Bisa dikatakan su­dah tercemar virus kapitalis glo­bal dan menghapus kemandirian dan kedaulatan bangsa terhadap pengelolaan sektor migas yang strategis,” tegasnya.

Ugan menilai, saat ini telah terjadi pengkerdilan peran Per­ta­mina dalam pengelolaan bisnis mi­gas di Indonesia. Buktinya, ma­­sih banyak antek-antek asing yang masih bercokol di kalangan pemerintahan saat ini. Anggota Komisi VII DPR So­hibul Iman menegaskan, pi­hak­nya segera merevisi UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 karena kondisi pengelolaan sektor mi­gas yang semakin mem­buruk. Misalnya, masalah pajak dan birokrasi yang rumit, ketentuan Domestic Market Obligation (DMO), lifting minyak terus tu­run, realisasi investasi dan eks­plo­rasi yang anjlok sejak 1999, tidak ditemukannya ca­da­ngan di blok baru dalam 10 ta­hun ter­akhir kecuali Blok Cepu, pro­duksi mi­nyak bumi yang ha­nya mengan­dalkan lapangan-lapa­ngan tua yang sudah ma­tured, dan upaya efisiensi de­ngan tek­nologi EOR yang tidak mem­berikan dampak signifikan.

Anggota Fraksi PKS ini me­ngatakan, dalam UU Migas No­mor 22 Tahun 2001 sebenar­nya terdapat cita-cita menata ulang sifat Pertamina sebagai perusa­haan yang seka­ligus re­gulator. Namun, kata Iman, hasilnya, Per­tamina ha­nya ditempatkan se­bagai ope­rator. Tugas sebagai re­gulator dan pemangku kuasa pe­rtambangan diserahkan ke­pada institusi baru yaitu Badan Pelak­sana Migas (BP Migas) yang berbentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Implikasinya, lanjutnya, terjadi Pene­rapan Pola business to govern­ment (B to G) yang meng­hi­langkan kedaulatan negara atas kekayaan migas. “Ini perlu kita revisi karena membuat posisi pemerintah se­jajar dengan peru­sahaan asing dan swasta, yang jelas-jelas ber­tentangan dengan konstitusi,” sentilnya.
http://ekbis.rmol.co/read/2011/11/29...-&-Bank-Dunia-

Pertamina Bakal Dikerdilkan Pemain Asing
Sabtu, 22 Januari 2011 13:02 WIB

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Pertamina bakal dikerdilkan dengan pemain asing," ungkap Anggota Komisi Energi (VII) DPR-RI dari Fraksi PDI-Perjuangan, Ir Ismayatun, dalam Seminar “Tipu-Tipu Pembatasan BBM Bersubsidi: Liberalisasi Sektor Energi”, di Wisma Antara, Jakarta, Sabtu (22/1/2011). Terkait dengan rencana pemerintah melakukan pengaturan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di akhir kuartal I 2011, dapat mengkerdilkan PT.Pertamina (Persero). Serta membuat Pertamina "keok" berhadapan dengan SPBU asing. Alasannya, bahwa selama ini Petamina sendiri masih melakukan impor BBM yang relatif tinggi. Produksinya Pertamina masih mengalami defisit dalam suplay sehingga jalan impor diambil

Lebih lanjut dia menerangkan bahwa di sektor hulu, kemampuan produksi minyak bumi dalam 1 dekade terakhir terus mengalami penurunan rata-rata sebesar -3,8 persen per tahun. Di sektor hilir, tingkat konsumsi BBM pada periode yang sama terus mengalami peningkatan, rata-rata sebesar 4 persen per tahun dan pada tahun 2009 share minyak bumi di dalam total konsumsi energi mencapai hampir 50 persen," ujarnya. Penurunan kemampuan suplay minyak bumi/BBM tidak diikuti secara proporsional oleh peningkatan penggunaan jenis energi non BBM, terutama gas bumi di sektor pembangkit listrik dan transportasi.

Adanya defisit dalam suplay versus demand tersebut menyebabkan tingginya impor minyak mentah dan BBM (masing-masing sebesar 334 ribu BPH dan 389 ribu BPH tahun 2009) serta subsidi BBM (Rp45 triliun tahun 2009 dan Rp82,35 triliun tahun 2010), termasuk BBN dan LPG.

Menurut Ismayatun pemerintah dalam merealisasikan amanat UU APBN 2011, perlu melakukan prioritas, antara lain berupa efisiensi biayi distribusi BBM bersubsidi dan margin usaha atas adanya penugasan pendistribusian BBM bersubsidi,,perluasan dan optimalisasi pelaksanaan program konversi minyak tanah ke LPG 3 Kg., serta meningkatkan penggunaan BBN dan BBG, terutama untuk mengurangi penggunaan BBM sektor transportasi,.
http://www.tribunnews.com/bisnis/201...n-pemain-asing

Sarat Kepentingan Asing, Pemerintah Diminta Bubarkan SKK Migas
Rabu, 14 Agustus 2013 | 14:11

Jakarta - Penangkapan Ketua SKK Migas, Rudi Rubiandini, oleh KPK hendaknya dijadikan Pemerintah RI sebagai momentum untuk mengevaluasi dan memperbaiki kebijakan energi nasional. Penangkapan itu sekaligus sebagai sebuah tanda bahwa pengelolaan energi nasional masih sarat dengan praktik KKN dan kepentingan asing. "Menurut saya, presiden SBY sebaiknya segera membubarkan SKK Migas," kata Saleh Partaonan Daulay, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, di Jakarta, Rabu (14/8).

Pasalnya, lanjut dia, pendirian SKK migas dari awal sudah menimbulkan tanda tanya dan misteri. Pasca kekalahan pemerintah dalam judicial review UU Migas tempo hari, Pemerintah kelihatannya sangat terburu-buru membentuk SKK Migas. "Padahal, SKK Migas ini hanyalah wujud dan bentuk lain dari BP Migas yang terlikuidasi sebagai akibat dihapuskannya UU Migas. Kalau BP Migas dinilai sudah tidak perlu, mengapa pemerintah membentuk SKK Migas lagi? Dan anehnya, hampir semua pejabat BP Migas dimutasi menjadi pejabat SKK Migas," terangnya.
http://www.beritasatu.com/hukum/1315...skk-migas.html

----------------------------------

Makanya, kalau itu mau diubah kembali dengan mengendalikan kedaulatan energi, dengan memberikan porsi kekuasaan yang besar kepada Pertamina, diperlukan perjuangan untuk merevisi hampir semua UU yang berkaitan dengan energi, bukan hanya UU Migas saja, terutama yang diduga banyak tercemar intervensi asing ketika pembuatannya di awal Reformasi dulu. Saat sekarang yaitu di rezim SBY yang tertinggal setahun lagi, sebenarnya bisa saja kalau ada kemauan politik Presiden SBY sebelum dia lengser. Tapi upaya paling effektif itu dalam jangka pendek, yang meminta KPK untuk menghapus beberapa pasal lagi dalam UU Migas dan UU Minerba yang dirasakan masih banyak menyerahkan kedaulatan Negara ke tangan MNC's asing.

emoticon-Cape d... (S)
Diubah oleh AkuCintaNanea 18-08-2013 02:29
0
2.4K
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan