- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
aksara batak kuno


TS
hen.drik
aksara batak kuno
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya", demikian ungkapan yang seringkali kita dengar. Namun sebenarnya, tak kalah dengan itu, bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki tradisi tulis-menulis dan mengembangkannya terus sampai masa kini.
Buat masyarakat Batak, tradisi tulis-menulis tersebut bukan hal yang baru. Aksara Batak misalnya telah dikenal sejak abad ke-14 Masehi. Silsilahnya, setelah abjad Proto-Sinaitik diturunkan menjadi abjad Fenisia, lalu ke Aramea, dan Brahmi. Dari aksara Brahmi ini diturunkan menjadi aksara Pallawa, lalu aksara Kawi Kuna, dan kemudian aksara atau dikenal juga dengan nama Surat Batak. Bila dipersandingkan, maka Surat Batak itu masih kerabat dengan aksara Bali dan Jawa juga, bahkan dengan bahasa Tagalog di Filipina.
Aksara ini memiliki beberapa varian bentuk, tergantung bahasa dan wilayah. Secara garis besar, ada lima varian surat Batak di Sumatera, yaitu Karo, Toba, Dairi, Simalungun, dan Mandailing. Aksara ini wajib diketahui oleh para datu, yaitu orang yang dihormati oleh masyarakat Batak karena menguasai ilmu sihir, ramal, dan penanggalan. Kini, aksara ini masih dapat ditemui dalam berbagai pustaha, yaitu kitab tradisional masyarakat Batak.
Surat Batak merupakan jenis aksara yang disebut abugida, berarti perpaduan antara alfabet dan aksara suku kata. Setiap karakter telah mengandung sekaligus konsonan dan vokal dasar. Vokal dasar ini adalah bunyi. Namun dengan tanda diakritis atau apa yang disebut "anak ni surat" dalam bahasa Batak, maka vokal ini bisa diubah-ubah.
Huruf vokal dan konsonan dalam aksara Batak diurut menurut tradisi mereka sendiri, yaitu: a, ha, ka, ba, pa, na, wa, ga, ja, da, ra, ma, ta, sa, ya, nga, la, nya, ca, nda, mba, i, u. Aksara Batak biasanya ditulis pada bambu atau kayu. Penulisan dimulai dari atas ke bawah, dan baris dilanjutkan dari kiri ke kanan.
Setiap bahasa Batak memiliki varian Surat Batak sendiri-sendiri. Namun varian-varian ini tidaklah terlalu berbeda satu sama lain. Ada empat varian Surat Batak yang utama, sesuai rumpun bahasa Batak, yaitu: Karo, Toba , Pakpak-Dairi, Simalungun, dan Angkola-Mandailing.
Penulisan huruf surat Batak secara garis besar terbagi dalam dua kategori, yaitu "ina ni surat" dan "anak ni surat". Yang disebut pertama, "ina ni surat" merupakan huruf-huruf pembentuk dasar huruf aksara Batak. Selama ini, yang dikenal terdiri dari: a, ha, ka, ba, pa, na, wa, ga, ja, da, ra, ma, ta, sa, ya, nga, la, ya, nya, ca, nda, mba, i, u. "Nda" dan "mba" adalah konsonan rangkap yang hanya ditemukan dalam variasi Batak Karo, sedangkan "nya" hanya digunakan di Mandailing akan tetapi dimasukkan juga dalam alfabet Toba walaupun tidak digunakan. Aksara "ca" hanya terdapat di Karo. sementara di Angkola-Mandailing huruf "ca" ditulis dengan menggunakan huruf "sa" dengan sebuah tanda diakritik yang bernama tompi di atasnya.
Sedangkan yang kedua, "anak ni surat" dalam aksara Batak adalah komponen fonetis yang disisipkan dalam ina ni surat (tanda diakritik). Fungsinya untuk mengubah pengucapan/lafal dari ina ni surat. Tanda diakritik tersebut dapat berupa tanda vokalisasi, nasalisasi, atau frikatif. Anak ni surat ini terdiri dari bunyi [e] (hatadingan), bunyi [ŋ] (paminggil), bunyi [u] (haborotan), bunyi [i] (hauluan), bunyi [o] (sihora), serta pangolet (tanda untuk menghilangkan bunyi [a] pada ina ni surat)
Nama-nama tanda diakritis di atas hanya berlaku untuk bahasa Batak Toba. Dalam bahasa-bahasa Batak lainnya terdapat sejumlah variasi nama "ina ni surat". Misalnya "pangolet" dalam bahasa Karo dinamakan "penengen".
Seperti halnya "ina ni surat", maka "anak ni surat" dalam aksara Batak juga disusun menurut tradisi mereka sendiri, yaitu: [e], [i], [o], [u], [ŋ], [x]. Tanda diakritik juga memiliki varian bentuk antara suatu daerah dengan daerah lainnya yang menggunakan aksara yang sama.
Keberagaman itu justru menunjukkan betapa kayanya budaya tulis-menulis di kalangan orang Batak. Suatu hal yang harus menjadi sumber kekuatan sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Buat masyarakat Batak, tradisi tulis-menulis tersebut bukan hal yang baru. Aksara Batak misalnya telah dikenal sejak abad ke-14 Masehi. Silsilahnya, setelah abjad Proto-Sinaitik diturunkan menjadi abjad Fenisia, lalu ke Aramea, dan Brahmi. Dari aksara Brahmi ini diturunkan menjadi aksara Pallawa, lalu aksara Kawi Kuna, dan kemudian aksara atau dikenal juga dengan nama Surat Batak. Bila dipersandingkan, maka Surat Batak itu masih kerabat dengan aksara Bali dan Jawa juga, bahkan dengan bahasa Tagalog di Filipina.
Aksara ini memiliki beberapa varian bentuk, tergantung bahasa dan wilayah. Secara garis besar, ada lima varian surat Batak di Sumatera, yaitu Karo, Toba, Dairi, Simalungun, dan Mandailing. Aksara ini wajib diketahui oleh para datu, yaitu orang yang dihormati oleh masyarakat Batak karena menguasai ilmu sihir, ramal, dan penanggalan. Kini, aksara ini masih dapat ditemui dalam berbagai pustaha, yaitu kitab tradisional masyarakat Batak.
Surat Batak merupakan jenis aksara yang disebut abugida, berarti perpaduan antara alfabet dan aksara suku kata. Setiap karakter telah mengandung sekaligus konsonan dan vokal dasar. Vokal dasar ini adalah bunyi. Namun dengan tanda diakritis atau apa yang disebut "anak ni surat" dalam bahasa Batak, maka vokal ini bisa diubah-ubah.
Huruf vokal dan konsonan dalam aksara Batak diurut menurut tradisi mereka sendiri, yaitu: a, ha, ka, ba, pa, na, wa, ga, ja, da, ra, ma, ta, sa, ya, nga, la, nya, ca, nda, mba, i, u. Aksara Batak biasanya ditulis pada bambu atau kayu. Penulisan dimulai dari atas ke bawah, dan baris dilanjutkan dari kiri ke kanan.
Setiap bahasa Batak memiliki varian Surat Batak sendiri-sendiri. Namun varian-varian ini tidaklah terlalu berbeda satu sama lain. Ada empat varian Surat Batak yang utama, sesuai rumpun bahasa Batak, yaitu: Karo, Toba , Pakpak-Dairi, Simalungun, dan Angkola-Mandailing.
Penulisan huruf surat Batak secara garis besar terbagi dalam dua kategori, yaitu "ina ni surat" dan "anak ni surat". Yang disebut pertama, "ina ni surat" merupakan huruf-huruf pembentuk dasar huruf aksara Batak. Selama ini, yang dikenal terdiri dari: a, ha, ka, ba, pa, na, wa, ga, ja, da, ra, ma, ta, sa, ya, nga, la, ya, nya, ca, nda, mba, i, u. "Nda" dan "mba" adalah konsonan rangkap yang hanya ditemukan dalam variasi Batak Karo, sedangkan "nya" hanya digunakan di Mandailing akan tetapi dimasukkan juga dalam alfabet Toba walaupun tidak digunakan. Aksara "ca" hanya terdapat di Karo. sementara di Angkola-Mandailing huruf "ca" ditulis dengan menggunakan huruf "sa" dengan sebuah tanda diakritik yang bernama tompi di atasnya.
Sedangkan yang kedua, "anak ni surat" dalam aksara Batak adalah komponen fonetis yang disisipkan dalam ina ni surat (tanda diakritik). Fungsinya untuk mengubah pengucapan/lafal dari ina ni surat. Tanda diakritik tersebut dapat berupa tanda vokalisasi, nasalisasi, atau frikatif. Anak ni surat ini terdiri dari bunyi [e] (hatadingan), bunyi [ŋ] (paminggil), bunyi [u] (haborotan), bunyi [i] (hauluan), bunyi [o] (sihora), serta pangolet (tanda untuk menghilangkan bunyi [a] pada ina ni surat)
Nama-nama tanda diakritis di atas hanya berlaku untuk bahasa Batak Toba. Dalam bahasa-bahasa Batak lainnya terdapat sejumlah variasi nama "ina ni surat". Misalnya "pangolet" dalam bahasa Karo dinamakan "penengen".
Seperti halnya "ina ni surat", maka "anak ni surat" dalam aksara Batak juga disusun menurut tradisi mereka sendiri, yaitu: [e], [i], [o], [u], [ŋ], [x]. Tanda diakritik juga memiliki varian bentuk antara suatu daerah dengan daerah lainnya yang menggunakan aksara yang sama.
Keberagaman itu justru menunjukkan betapa kayanya budaya tulis-menulis di kalangan orang Batak. Suatu hal yang harus menjadi sumber kekuatan sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Spoiler for pict1 :
Spoiler for pict2:
Spoiler for pict3:
Spoiler for pict4:
Spoiler for sumber:
Diubah oleh hen.drik 30-05-2016 14:53
0
18.4K
15


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan