- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Mengapa Akademisi Bisa Masuk Pusaran Korupsi?


TS
baso.tahu.kuah
Mengapa Akademisi Bisa Masuk Pusaran Korupsi?
Mengapa Akademisi Bisa Masuk Pusaran Korupsi?
http://assets.kompas.com/data/photo/...ini780x390.jpg
JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus korupsi yang menjerat Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini mencengangkan banyak orang. Rudi selama ini dikenal sebagai sosok akademisi jenius, seorang birokrat yang idealis, tetapi sekarang justru harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran perkara suap.
Bagaimana sosok sekaliber Rudi bisa masuk dalam pusaran korupsi? Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, menilai kasus Rudi menunjukkan kekuatan korupsi di Indonesia semakin sistemik dan semakin menggerogoti profesionalisme, apa pun jenis profesinya.
“Kalau tidak dibongkar dari akarnya, siapa pun bisa saja terjebak dalam korupsi,” ujar Arie saat dihubungi, Kamis (15/8/2013).
Arie menegaskan, kini korupsi sudah tak pandang bulu. Baik akademisi, birokrat, aktivis, maupun aparat penegak hukum bisa saja masuk dalam perilaku korup. Ia mencontohkan kasus korupsi yang justru terjadi di institusi pendidikan seperti dugaan korupsi proyek perpustakaan Universitas Indonesia. Kasus Rudi, sebutnya, hanyalah bagian kecil dari gunung es yang tampak di permukaan.
“Kini perguruan tinggi sudah masuk scope sistem dari korupsi yang bekerja. Ini sudah membahayakan jika terus dibiarkan,” katanya.
Arie menampik anggapan adanya culture shock yang terjadi saat seorang akademisi yang biasa hidup sederhana harus menjadi birokrat dengan segala kewenangan dan kemewahan yang ada. Menurutnya, faktor yang menyebabkan semakin korupnya para pemangku kepentingan di negeri ini adalah sistem yang ada di setiap instansi pemerintahan hingga aparat penegak hukum.
Sistem itu harus segera dirombak total. Sistem birokrasi harus bisa mengimplementasikan deteksi dini atas tindakan korup. Saat ini, aku Arie, wacana reformasi birokrasi hanya sebatas pencitraan. Keberadaan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) sebagai pengevaluasi kinerja kementerian dan lembaga juga tidak “menggigit”.
“Buktinya, soal SKK Migas ini bisa luput dari UKP4,” kaya Arie.
Pemerintah, lanjutnya, tidak bisa lagi hanya bertumpu pada KPK yang lebih menekankan pada aspek penindakan. Perlu ada evaluasi internal dari sistem yang ada di setiap instansi. Dengan sistem yang menutup peluang untuk korupsi, para pejabat di lembaga itu pun tidak bisa bermain mata.
Selain itu, Arie menuturkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta untuk segera mengaudit lembaga atau kementerian terkait setiap ada temuan KPK. Salah satu tugas besar Presiden ada di sektor migas.
“Sistem tata kelola migas kita ini sudah sangat rapuh. Ini hanya akan menjadi bom waktu saja. Saya yakin, kalau didalami lebih jauh, kasus ini akan meluas. Harusnya ini menjadi tamparan buat semua pihak, baik kalangan akademisi maupun pemerintahan. Sistem harus diberesi. Jika tidak, siapa saja akan terjebak di dalamnya,” ungkap Arie.
Sang guru besar
Nama Rudi cukup dikenal di lingkungan akademisi. Rekam jejaknya di bidang perminyakan mencerminkan itu. Ia dikenal sebagai seorang akademisi ulung di bidang tersebut. Pria kelahiran Tasikmalaya, 9 Februari 1962, ini menyelesaikan jenjang sarjananya di Institut Teknologi Bandung Jurusan Perminyakan pada 1985.
Rudi melanjutkan studi pascasarjananya di Technische Universitat Clausthal, Jerman, dan meraih gelar doktor pada 1991. Ia meraih penghargaan sebagai dosen ITB teladan pada 1994 dan 1998. Gelar guru besar diraihnya pada 2010.
Setelah itu, ia masuk lingkaran birokrasi saat diangkat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Deputi Operasi Migas pada tahun 2011. Kariernya menanjak. Presiden mengangkatnya sebagai Wakil Menteri ESDM pada 2012.
Tujuh bulan berikutnya, saat MK memutuskan untuk membubarkan BP Migas, Rudi dipercaya untuk menjadi Kepala SKK Migas. Setelah banyak mendapat pengalaman sebagai akademisi dan birokrat, kini sang profesor harus menjalani kehidupan di balik sel penjara.
Rudi tertangkap tangan menerima 400.000 dollar AS dari pelatih golfnya bernama Deviardi oleh KPK. Penangkapan dilakukan di kediaman Rudi yang terletak di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan, pada Selasa (13/8/2013) malam. Rudi beserta Deviardi dan seorang pengusaha trader minyak mentah, Simon Gunawan Tanjaya, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.
SUMBER
Untuk kalian para kaskuser yang pernah merasakan bangku kuliah, bisa membayangkan tidak seorang dosen / profesor tua, yang biasanya alim, teratur, punya idealisme dalam mengajar, gaya pakaian sederhana, selalu menyendiri di laboratorium. tapi tiba tiba tersangkut kasus mega korupsi milyaran rupiah.
Atau bisa membayangkan tidak misalkan kepala pemuka agama ente yang bertahun tahun setiap minggu memberikan kotbah / ceramah, ramah, alim dalam pergaulan, eh, tersangkut pula kasus korupsi atau skandal lainnya.
Dunia ini penuh ketidakteraturan dan banyak godaan duniawi yang menawarkan kenikmatan sesaat, yang dapat menyelusup melalui celah celah lingkup akademisi, lingkup agama, menembus ke akar akar idealisme seseorang.
Jadi apakah kita harus terus memiliki Idealisme dalam bekerja? Tetap Harus!!
Kalo perlu genggam itu idealisme sampai akhir hayat. Namun tentu saja Idealisme dengan nilai-nilai yang baik..
http://assets.kompas.com/data/photo/...ini780x390.jpg
JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus korupsi yang menjerat Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini mencengangkan banyak orang. Rudi selama ini dikenal sebagai sosok akademisi jenius, seorang birokrat yang idealis, tetapi sekarang justru harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran perkara suap.
Bagaimana sosok sekaliber Rudi bisa masuk dalam pusaran korupsi? Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, menilai kasus Rudi menunjukkan kekuatan korupsi di Indonesia semakin sistemik dan semakin menggerogoti profesionalisme, apa pun jenis profesinya.
“Kalau tidak dibongkar dari akarnya, siapa pun bisa saja terjebak dalam korupsi,” ujar Arie saat dihubungi, Kamis (15/8/2013).
Arie menegaskan, kini korupsi sudah tak pandang bulu. Baik akademisi, birokrat, aktivis, maupun aparat penegak hukum bisa saja masuk dalam perilaku korup. Ia mencontohkan kasus korupsi yang justru terjadi di institusi pendidikan seperti dugaan korupsi proyek perpustakaan Universitas Indonesia. Kasus Rudi, sebutnya, hanyalah bagian kecil dari gunung es yang tampak di permukaan.
“Kini perguruan tinggi sudah masuk scope sistem dari korupsi yang bekerja. Ini sudah membahayakan jika terus dibiarkan,” katanya.
Arie menampik anggapan adanya culture shock yang terjadi saat seorang akademisi yang biasa hidup sederhana harus menjadi birokrat dengan segala kewenangan dan kemewahan yang ada. Menurutnya, faktor yang menyebabkan semakin korupnya para pemangku kepentingan di negeri ini adalah sistem yang ada di setiap instansi pemerintahan hingga aparat penegak hukum.
Sistem itu harus segera dirombak total. Sistem birokrasi harus bisa mengimplementasikan deteksi dini atas tindakan korup. Saat ini, aku Arie, wacana reformasi birokrasi hanya sebatas pencitraan. Keberadaan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) sebagai pengevaluasi kinerja kementerian dan lembaga juga tidak “menggigit”.
“Buktinya, soal SKK Migas ini bisa luput dari UKP4,” kaya Arie.
Pemerintah, lanjutnya, tidak bisa lagi hanya bertumpu pada KPK yang lebih menekankan pada aspek penindakan. Perlu ada evaluasi internal dari sistem yang ada di setiap instansi. Dengan sistem yang menutup peluang untuk korupsi, para pejabat di lembaga itu pun tidak bisa bermain mata.
Selain itu, Arie menuturkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta untuk segera mengaudit lembaga atau kementerian terkait setiap ada temuan KPK. Salah satu tugas besar Presiden ada di sektor migas.
“Sistem tata kelola migas kita ini sudah sangat rapuh. Ini hanya akan menjadi bom waktu saja. Saya yakin, kalau didalami lebih jauh, kasus ini akan meluas. Harusnya ini menjadi tamparan buat semua pihak, baik kalangan akademisi maupun pemerintahan. Sistem harus diberesi. Jika tidak, siapa saja akan terjebak di dalamnya,” ungkap Arie.
Sang guru besar
Nama Rudi cukup dikenal di lingkungan akademisi. Rekam jejaknya di bidang perminyakan mencerminkan itu. Ia dikenal sebagai seorang akademisi ulung di bidang tersebut. Pria kelahiran Tasikmalaya, 9 Februari 1962, ini menyelesaikan jenjang sarjananya di Institut Teknologi Bandung Jurusan Perminyakan pada 1985.
Rudi melanjutkan studi pascasarjananya di Technische Universitat Clausthal, Jerman, dan meraih gelar doktor pada 1991. Ia meraih penghargaan sebagai dosen ITB teladan pada 1994 dan 1998. Gelar guru besar diraihnya pada 2010.
Setelah itu, ia masuk lingkaran birokrasi saat diangkat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Deputi Operasi Migas pada tahun 2011. Kariernya menanjak. Presiden mengangkatnya sebagai Wakil Menteri ESDM pada 2012.
Tujuh bulan berikutnya, saat MK memutuskan untuk membubarkan BP Migas, Rudi dipercaya untuk menjadi Kepala SKK Migas. Setelah banyak mendapat pengalaman sebagai akademisi dan birokrat, kini sang profesor harus menjalani kehidupan di balik sel penjara.
Rudi tertangkap tangan menerima 400.000 dollar AS dari pelatih golfnya bernama Deviardi oleh KPK. Penangkapan dilakukan di kediaman Rudi yang terletak di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan, pada Selasa (13/8/2013) malam. Rudi beserta Deviardi dan seorang pengusaha trader minyak mentah, Simon Gunawan Tanjaya, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.
SUMBER
Untuk kalian para kaskuser yang pernah merasakan bangku kuliah, bisa membayangkan tidak seorang dosen / profesor tua, yang biasanya alim, teratur, punya idealisme dalam mengajar, gaya pakaian sederhana, selalu menyendiri di laboratorium. tapi tiba tiba tersangkut kasus mega korupsi milyaran rupiah.
Atau bisa membayangkan tidak misalkan kepala pemuka agama ente yang bertahun tahun setiap minggu memberikan kotbah / ceramah, ramah, alim dalam pergaulan, eh, tersangkut pula kasus korupsi atau skandal lainnya.
Dunia ini penuh ketidakteraturan dan banyak godaan duniawi yang menawarkan kenikmatan sesaat, yang dapat menyelusup melalui celah celah lingkup akademisi, lingkup agama, menembus ke akar akar idealisme seseorang.
Jadi apakah kita harus terus memiliki Idealisme dalam bekerja? Tetap Harus!!
Kalo perlu genggam itu idealisme sampai akhir hayat. Namun tentu saja Idealisme dengan nilai-nilai yang baik..
Quote:
Diubah oleh baso.tahu.kuah 16-08-2013 00:10
0
2.3K
23


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan