- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Jokohok vs Ali Sadikin


TS
heartlesszero
Jokohok vs Ali Sadikin
Quote:
Original Posted By the real leader


SEJAK dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, pada 12 Oktober 2012, Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) langsung memunculkan gebrakan dan terobosan-terobosan di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Jokowi dan Ahok langsung tancap gas di awal masa menjabat. Mereka berbagi tugas. Jokowi blusukan ke kampung-kampung, Ahok bertugas membenahi birokrasi di lingkungan pemprov DKI Jakarta. Gaya kepemimpinan Jokowi-Ahok yang ceplas-ceplos itu membuat sejumlah warga merasa kembali bernostalgia dengan sosok Gubernur DKI Jakarta tahun 1966-1977, Ali Sadikin.
Jokowi, Ahok dan Bang Ali, sapaan akrab Ali Sadikin, sama-sama memilliki gaya tegas, ceplas-ceplos, dan tentu saja disiplin yang sang sangat tinggi.
Suatu kali, 13 hari setelah menjabat sebagai Wakil Gubernur, Ahok pernah ngamuk kepada bawahannya. Ahok sewot ketika melihat ulah bawahannya yang tidak mencatat pembicaraannya menggunakan laptop. Mantan Bupati Belitung Timur ini mengaku marah lantaran dirinya ingin notulen bekerja cepat.
"Ada laptop depan mata, biar cepat harus pakai laptop jangan pakai tangan, notulen harus turun tangan, jadi salah paham saja lah," kata dia. Ahok meminta notulen yang mendampinginya harus cekatan dan tangkas. "Rata-rata notulensi harus bisa sepuluh jari, harus cepat," tegasnya.
Galaknya Ahok kepada bawahannya yang dianggap tidak becus bekerja, pun pernah dilakukan Bang Ali. Bahkan, tak jarang Ali Sadikin menampar bawahannya yang tidak beres. Jangankan bawahan, warga DKI Jakarta yang melanggar aturan pun tak luput dia semprot. Lantas seperti apa galaknya Bang Ali terhadap bawahannya?
Dalam buku Ali Sadikin (Visi dan Perjuangan Guru Bangsa), pria yang akrab disapa Bang Ali itu, disebutkan sebagai orang yang sangat membenci stafnya yang suka banyak bicara, suka membuat laporan yang ngolor (Asal bapak Senang), suka menjilat atasan, dan tega mengkhianati teman sendiri.
Kata bang Ali, sikap menjilat dan memberi laporan bohong, sama artinya dengan menggali lubang maut bagi atasan. Makanya, banyak pegawai yang mengungkapkan bahwa kalau berhadapan dengan Bang Ali berkatalah jujur dan bertanggung jawab.
Tak percaya? Selama Ali Sadikin menjabat Gubernur DKI Jakarta, dia memberhentikan sekira 300 pegawai yang terbukti menyelewengkan atau menyalahgunakan kekuasaan dan jabatannya. Tapi tindakan ini sengaja dilakuan secara diam-diam. Tujuannya agar tidak meresahkan masyarakat.
Mata dan telinga Ali Sadikin sangat peka terhadap laporan dari masyarakat terkait ketidakberesan PNS di lingkungan pemprov DKI Jakarta. Hampir setiap hari Bang Ali membaca surat kabar. Yang dia tuju halaman berita terkait kinerja pemerintahannya.
Pernah, suatu ketika, Ali Sadikin membaca berita mengenai ketidakberesan bawahannya. Diapun mengambil spidol merah, mencoret berita di koran itu dan berteriak. "bodoh, sontoloyo, panggil orangnya," kata Ali Sadikin ketika itu.
Disiplin dan kerasnya Bang Ali memimpin Ibu Kota bukan tanpa sebab. Kata pria kelahiran Sumedang, Jawa Barat, 7 Juli 1927 itu, untuk memimpin Jakarta diperlukan orang yang keras. "Dalam artian lurus dan selalu berpihak kepada rakyat," kata Bang Ali.
Soal kerasnya Bang Ali memimpin bawahannya pun diakui olehnya. "Sifat saya yang paling jelek, cepat naik darah dan meledak-ledak. Sedangkan perasaan saya biasanya sangat halus dan peka, terhadap ketidakadilan. Pada dasarnya, saya tidak akan marah tanpa alasan. Kalau saya marah pun saya jelaskan kenapa saya marah, sehingga jarang yang dendam pada saya. Dendam itu tidak boleh," ujarnya.
Diakui pula oleh putra Bang Ali, Boy Benardi Sadikin. Boy mengatakan, ayahnya tak kompromi soal kedisiplinan. “Bapak emang orangnya begitu, keras ya keras,” kata Boy kepada Okezone, beberapa waktu lalu.
Boy mengisahkan, setiap pagi, semua koran selalu ada di meja Bang Ali. “Yang dia baca yang mengenai warga Jakarta, keluhan, jadi enggak cuma yang bagus-bagusnya doang dikumpulin, yang jelek juga. Dijadikan kliping. Sampai enam bulan juga tetap dikumpulin,” ujar Boy.
Nah, dari Kliping Koran itulah Bang Ali langsung menghubungi setiap kepala dinas bila ada masalah.
“Jangan coba ganggu kalau dia lagi baca. Saya pernah. Kan mejanya ngampar (berantakan) tuh koran-koran. Nah saya iseng, baca-baca. Terus saya taruh saja. Eh pas dia balik, marah besar dia. ‘Sampai mana tadi gue baca?’ Katanya. Dia paling ngamuk tuh kalau begitu,” kata Boy.
April 1966, Ali Sadikin ditunjuk presiden Soekarno sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dia mengalahkan empat orang kandidat lainnya yang telah dikantongi Soekarno. Presiden RI pertama itu menginginkan sosok Gubernur yang memiliki sifat "Koppig" alias keras kepala. Gaya Bang Ali dianggap cocok dengan kondisi Jakarta yang ketika itu semrawut. Alhasil, 28 April 1966 dia dilantik menjadi orang nomor satu di Jakarta. "Saya merasa tidak gembira, saya merasa asing dengan pekerjaan baru ini, saya bukan orang pamong praja," kata Bang Ali.
Bang Ali terbilang tegas untuk menegakan semua peraturan. Bahkan untuk membuat peraturan yang menyangkut kepentingan masyarakat, Ali Sadikin mengaku terkadang tidak pernah meminta pengarahan dari atasan. Misalnya ketika akan memutuskan untuk mengizinkan legalisasi perjudian di wilayah Jakarta.
"Saya juga tidak meminta izin DPRD, sebab saya berkeyakinan, kalau waktu itu saya minta izin DPRD, izin saya peroleh, lembaga itu akan dicaci masyarakat," kata Bang Ali.
Ya. itulah Bang Ali. Di balik wataknya yang keras, terdapat cita-cita untuk membawa negara, khususnya Jakarta ke arah lebih baik. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, 20 Mei 2008, Bang Ali berkata,
"Saya Ingin, sampai saatnya saya dipanggil Allah, terus membaktikan diri. Ini yang saya sebut amal ibadah. Selagi saya masih hidup, saya ingin berbuat sesuatu untuk bangsa dan negara. Itu menjadi hak saya, kewajiban saya, tujuan hidup saya, mengabdi kepada bangsa, negara, dan rakyat. Tidak lebih kurang dari itu. Saya hanya ingin bangsa Indonesia maju, bebas dari penindasan dan diskriminasi."
sumber


SEJAK dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, pada 12 Oktober 2012, Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) langsung memunculkan gebrakan dan terobosan-terobosan di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Jokowi dan Ahok langsung tancap gas di awal masa menjabat. Mereka berbagi tugas. Jokowi blusukan ke kampung-kampung, Ahok bertugas membenahi birokrasi di lingkungan pemprov DKI Jakarta. Gaya kepemimpinan Jokowi-Ahok yang ceplas-ceplos itu membuat sejumlah warga merasa kembali bernostalgia dengan sosok Gubernur DKI Jakarta tahun 1966-1977, Ali Sadikin.
Jokowi, Ahok dan Bang Ali, sapaan akrab Ali Sadikin, sama-sama memilliki gaya tegas, ceplas-ceplos, dan tentu saja disiplin yang sang sangat tinggi.
Suatu kali, 13 hari setelah menjabat sebagai Wakil Gubernur, Ahok pernah ngamuk kepada bawahannya. Ahok sewot ketika melihat ulah bawahannya yang tidak mencatat pembicaraannya menggunakan laptop. Mantan Bupati Belitung Timur ini mengaku marah lantaran dirinya ingin notulen bekerja cepat.
"Ada laptop depan mata, biar cepat harus pakai laptop jangan pakai tangan, notulen harus turun tangan, jadi salah paham saja lah," kata dia. Ahok meminta notulen yang mendampinginya harus cekatan dan tangkas. "Rata-rata notulensi harus bisa sepuluh jari, harus cepat," tegasnya.
Galaknya Ahok kepada bawahannya yang dianggap tidak becus bekerja, pun pernah dilakukan Bang Ali. Bahkan, tak jarang Ali Sadikin menampar bawahannya yang tidak beres. Jangankan bawahan, warga DKI Jakarta yang melanggar aturan pun tak luput dia semprot. Lantas seperti apa galaknya Bang Ali terhadap bawahannya?
Dalam buku Ali Sadikin (Visi dan Perjuangan Guru Bangsa), pria yang akrab disapa Bang Ali itu, disebutkan sebagai orang yang sangat membenci stafnya yang suka banyak bicara, suka membuat laporan yang ngolor (Asal bapak Senang), suka menjilat atasan, dan tega mengkhianati teman sendiri.
Kata bang Ali, sikap menjilat dan memberi laporan bohong, sama artinya dengan menggali lubang maut bagi atasan. Makanya, banyak pegawai yang mengungkapkan bahwa kalau berhadapan dengan Bang Ali berkatalah jujur dan bertanggung jawab.
Tak percaya? Selama Ali Sadikin menjabat Gubernur DKI Jakarta, dia memberhentikan sekira 300 pegawai yang terbukti menyelewengkan atau menyalahgunakan kekuasaan dan jabatannya. Tapi tindakan ini sengaja dilakuan secara diam-diam. Tujuannya agar tidak meresahkan masyarakat.
Mata dan telinga Ali Sadikin sangat peka terhadap laporan dari masyarakat terkait ketidakberesan PNS di lingkungan pemprov DKI Jakarta. Hampir setiap hari Bang Ali membaca surat kabar. Yang dia tuju halaman berita terkait kinerja pemerintahannya.
Pernah, suatu ketika, Ali Sadikin membaca berita mengenai ketidakberesan bawahannya. Diapun mengambil spidol merah, mencoret berita di koran itu dan berteriak. "bodoh, sontoloyo, panggil orangnya," kata Ali Sadikin ketika itu.
Disiplin dan kerasnya Bang Ali memimpin Ibu Kota bukan tanpa sebab. Kata pria kelahiran Sumedang, Jawa Barat, 7 Juli 1927 itu, untuk memimpin Jakarta diperlukan orang yang keras. "Dalam artian lurus dan selalu berpihak kepada rakyat," kata Bang Ali.
Soal kerasnya Bang Ali memimpin bawahannya pun diakui olehnya. "Sifat saya yang paling jelek, cepat naik darah dan meledak-ledak. Sedangkan perasaan saya biasanya sangat halus dan peka, terhadap ketidakadilan. Pada dasarnya, saya tidak akan marah tanpa alasan. Kalau saya marah pun saya jelaskan kenapa saya marah, sehingga jarang yang dendam pada saya. Dendam itu tidak boleh," ujarnya.
Diakui pula oleh putra Bang Ali, Boy Benardi Sadikin. Boy mengatakan, ayahnya tak kompromi soal kedisiplinan. “Bapak emang orangnya begitu, keras ya keras,” kata Boy kepada Okezone, beberapa waktu lalu.
Boy mengisahkan, setiap pagi, semua koran selalu ada di meja Bang Ali. “Yang dia baca yang mengenai warga Jakarta, keluhan, jadi enggak cuma yang bagus-bagusnya doang dikumpulin, yang jelek juga. Dijadikan kliping. Sampai enam bulan juga tetap dikumpulin,” ujar Boy.
Nah, dari Kliping Koran itulah Bang Ali langsung menghubungi setiap kepala dinas bila ada masalah.
“Jangan coba ganggu kalau dia lagi baca. Saya pernah. Kan mejanya ngampar (berantakan) tuh koran-koran. Nah saya iseng, baca-baca. Terus saya taruh saja. Eh pas dia balik, marah besar dia. ‘Sampai mana tadi gue baca?’ Katanya. Dia paling ngamuk tuh kalau begitu,” kata Boy.
April 1966, Ali Sadikin ditunjuk presiden Soekarno sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dia mengalahkan empat orang kandidat lainnya yang telah dikantongi Soekarno. Presiden RI pertama itu menginginkan sosok Gubernur yang memiliki sifat "Koppig" alias keras kepala. Gaya Bang Ali dianggap cocok dengan kondisi Jakarta yang ketika itu semrawut. Alhasil, 28 April 1966 dia dilantik menjadi orang nomor satu di Jakarta. "Saya merasa tidak gembira, saya merasa asing dengan pekerjaan baru ini, saya bukan orang pamong praja," kata Bang Ali.
Bang Ali terbilang tegas untuk menegakan semua peraturan. Bahkan untuk membuat peraturan yang menyangkut kepentingan masyarakat, Ali Sadikin mengaku terkadang tidak pernah meminta pengarahan dari atasan. Misalnya ketika akan memutuskan untuk mengizinkan legalisasi perjudian di wilayah Jakarta.
"Saya juga tidak meminta izin DPRD, sebab saya berkeyakinan, kalau waktu itu saya minta izin DPRD, izin saya peroleh, lembaga itu akan dicaci masyarakat," kata Bang Ali.
Ya. itulah Bang Ali. Di balik wataknya yang keras, terdapat cita-cita untuk membawa negara, khususnya Jakarta ke arah lebih baik. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, 20 Mei 2008, Bang Ali berkata,
"Saya Ingin, sampai saatnya saya dipanggil Allah, terus membaktikan diri. Ini yang saya sebut amal ibadah. Selagi saya masih hidup, saya ingin berbuat sesuatu untuk bangsa dan negara. Itu menjadi hak saya, kewajiban saya, tujuan hidup saya, mengabdi kepada bangsa, negara, dan rakyat. Tidak lebih kurang dari itu. Saya hanya ingin bangsa Indonesia maju, bebas dari penindasan dan diskriminasi."
sumber
Diubah oleh heartlesszero 14-08-2013 14:02
0
3.6K
Kutip
18
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan