Foto-foto Jokowi yang dimuat diberbagai Media Dunia ...
Dukungan ke Jokowi Sebagai Capres Riil Bukan Rekayasa IT
Senin, 12 Agustus 2013 | 15:49
Jakarta - Dukungan sejumlah kelompok profesional terhadap Jokowi untuk menjadi capres di Pemilu 2014 dianggap sebagai bukti bahwa dukungan itu adalah riil. Hal itu disampaikan Pengamat Politik Mulyana W.Kusumah, yang menanggapi Forum Akademi Informasi Teknologi (FAIT) yang menyatakan dukungan dan bergabung dengan Relawan Jokowi Presiden 2014 (Relawan Jokowi).
Menurut Mulyana, hal itu menunjukkan bahwa jaringan pendukung berasal dari latar belakang beragam, lintas profesi, lintas agama dan lintas afiliasi parpol. "Ini bukan dukungan semu yang hanya diangkat oleh lembaga-lembaga survei atau iklan. Sebab pada faktanya, dukungan nyata dan mau berperan tanpa dibayar. Ini hanya terjadi manakala pendukung meyakini ketokohan Jokowi sebagai salah satu alternatif pemimpin nasional ke depan,” ujar Mulyana di Jakarta, Senin (12/8).
Mulyana mengatakan, partai politik sebagai institusi demokrasi yang sah untuk mengusung Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, tidak selayaknya mengabaikan aspirasi politik yang berkembang luas di masyarakat. Dia menekankan bahwa fenomena dukungan sukarela terhadap Jokowi, jelas tanpa rekayasa opini media, mobilisasi massa bernuansa transaksional atau tingginya frekuensi advertorial. "Seharusnya, hal ini dapat diakomodasi ke dalam sistem pemilihan Presiden, sehingga demokrasi tidak sekadar memenuhi kaidah prosedural, akan tetapi mampu melembaga sebagai demokrasi partisipatif,” kata Mulyana yang juga Direktur Seven Strategic Studies (7SS) itu.
Sebelumnya diberitakan, Ketua FAIT Hotland Sitorus menegaskan, pihaknya mendukung Relawan Jokowi, dan siap membantu Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk memvalidasi data KPU. “Kebohongan melalui IT harus dihentikan, tidak boleh terjadi lagi,” ujar Hotland.
http://www.beritasatu.com/politik/13...kayasa-it.html
Cara Jokowi Bangun Kepercayaan...
Selasa, 13 Agustus 2013 | 06:56 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Digusur bukan untuk dijadikan ruang terbuka hijau, melainkan malah dijadikan kawasan komersial, mal, dan apartemen. Itulah kegelisahan warga sekitar Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, yang dijawab Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Sejak dimulainya proyek yang menggunakan dana corporate social responsibility (CSR) pada Februari 2013 silam, wajah Waduk Pluit memang lambat laun mulai berubah. Jika dulu keempat sisinya dipenuhi permukiman kumuh dan memakan bibir waduk, kini tinggal tiga sisi yang masih dihuni warga, yakni timur, utara, dan selatan.
Sementara sisi barat Waduk Pluit tampak telah dipercantik. Sebuah taman dengan tata letak rumput dan bata blok yang teratur, diselingi pohon besar di tiap beberapa meternya serta kehadiran bangku taman, memberikan pemandangan yang kontras dengan sisi waduk lainnya yang dipenuhi rumah kumuh. "Ini sekeliling waduk akan jadi seperti ini. Coba bayangin," ujarnya sambil menunjuk sekeliling waduk.
Kedatangan Jokowi ke Waduk Pluit pada Senin (12/8/2013) siang rupanya memiliki misi tersendiri. Ia ingin pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) di sisi barat, meski belum rampung, menjadi contoh bahwa Pemerintah Provinsi DKI menepati janji. "Di masyarakat sering ada isu, digusur bilangnya mau bikin apa, ndak taunya mal, apartemen. Saya ingin buktikan bahwa ini ditujukan bagi masyarakat umum. Ini membangun kepercayaan," lanjutnya.
Waduk multifungsi
Niat politisi PDI Perjuangan menyulap waduk terbesar di DKI Jakarta dari kawasan kumuh menjadi ruang terbuka hijau yang bisa digunakan sekaligus sebagai ruang publik itu tidak main-main. Sejumlah fasilitas direncanakan berdiri di kawasan sekitar waduk. Sebut saja, selain taman yang dipenuhi pohon-pohon rindang, Jokowi merencanakan adanya jogging track di tepi waduk, arena teater terbuka (amfiteater), tempat bermain anak seperti ayunan dan lainnya, lokasi binaan pedagang kaki lima, serta sejumlah fasilitas pendukung berada di sana.
Bahkan, Jokowi juga akan membuka beberapa sisi waduk sebagai kolam pemancingan ikan umum. "Pokoknya ini buat aktivitas warga. Nanti kita usahakan ada kegiatan budaya setiap beberapa periode sekali agar menarik orang ke sini," lanjutnya. Di samping itu, Jokowi ingin mengembalikan ekosistem burung-burung di daerah pesisir, yakni dengan menanam pohon anggur laut, pohon pemanggil burung. Suasana lingkungan pun akan kembali ke puluhan tahun silam, saat kawasan itu menjadi destinasi burung karena belum banyak manusia. Tentunya, fungsi sebagai ruang interaksi masyarakat itu menjadi buah positif lainnya di samping mengembalikan fungsi waduk sebagai penampung air hujan. Proses normalisasi waduk sudah berjalan 20 persen dari keseluruhan dan diprediksi rampung pada 2014 mendatang.
Warga setuju relokasi
Soal warga yang pada awal pelaksanaan proyek menolak relokasi ke rumah susun, Jokowi menganggap persoalan itu clear. "Begitu rusun jadi, langsung masuk, (permukimannya) kita tata, prosesnya begitu. Tahun depan rampung itu," yakinnya. Muhammad Nizar (56), salah seorang warga di sisi timur Waduk Pluit, mengaku sedikit demi sedikit mulai melihat perubahan kawasan tersebut. Ia menyadari bahwa keberadaan RTH dan penampung air sangat dibutuhkan Ibu Kota. Oleh sebab itu, meski diakui sempat menolak, kini ia bersedia pindah. "Yang penting enggak jauh-jauh dari sini juga kan. Sekalian ini jadi buat tempat main kita juga," ujarnya.
http://megapolitan.kompas.com/read/2...n.Kepercayaan.
Quote:
Jakarta's governor could be Indonesia's Obama
BY:GREG SHERIDAN, FOREIGN EDITOR
From: The Australian March 14, 2013 12:00AM
JOKOWI. Remember that name - it's going to count for Australia.
Let me tell you why. Every four years the whole world focuses intensely on the US presidential election. This is as it should be. The actions of the US president have enormous consequences for us.
The second most important foreign election for Australia is the Indonesian presidential election. The next one happens in July next year, but already Jakarta politics is obsessed with presidential manoeuvrings.
Australians have as yet no understanding of how Indonesia's importance to us will grow. There are 250 million people in Indonesia. Its economy is growing at better than 6 per cent a year, more than double our rate. On the admittedly flawed purchasing power parity measures, its economy is already bigger than ours. Conventional wisdom is that it will be among the top 10 economies by 2025, and the top five by 2040.
These forecasts may be overly optimistic but on every measure, Indonesia's national power will grow. We have been pampered over the past nine years by having, in Susilo Bambang Yudhoyono, the most co-operative and pro-Australian president in Indonesian history. His successor could be a wholly different kettle of fish.
Until recently, the frontrunner in Indonesia's presidential polls was the former general Prabowo Subianto.
Let's be quite clear about this, Prabowo has a terrible human rights record, not least in East Timor, though certainly not only in East Timor. At the moment he is still denied a visa to the US because of this record. At the last presidential election he was the vice-presidential running mate to former president Megawati Sukarnoputri.
He has told people that Mega promised to support his presidential candidacy this time in exchange for his support last time. She denies this. Because it's 15 years since Prabowo left the army, most Indonesians have no memory of his bad record. Not only that, polls show a large proportion of Indonesians would like a candidate with a military background.
The Indonesian electorate is forgiving and sometimes forgetful, but it is not stupid. It wants a candidate who is clean and promises good governance and strong decision-making. Prabowo seems to promise at least strong decision-making. He is charismatic and, among leading Indonesian politicians, the best speaker in front of a crowd.
I hear that, behind the scenes, Prabowo has been making extensive efforts with senior figures in the Washington national security and intelligence establishment. He wants to get himself rehabilitated in the US and he has been keen to reassure Washington of his new moderation and his consideration for American interests.
Those who know the US system best believe it is inevitable that if Prabowo is elected he will be accommodated in Washington, where decision-makers are already giving serious consideration to what a Prabowo presidency would mean. However, there is a strong tactical argument for the US not to lift its visa ban on Prabowo just yet, as this would look as though it were giving him a clean bill of health.
For Australia, a Prabowo victory would be a profound challenge. Already, Prabowo has no great love of Australia. Every aspect of his human rights past would be vividly recounted in our media, yet Canberra would need to build a working relationship with him, a diabolical combination. This could lead to perennial crisis, or cold indifference, in one of our most important relationships. Our attitude could easily trigger an anti-Australian nationalist backlash in Indonesia.
http://www.theaustralian.com.au/opin...-1226596722141
Kolumnis: Australia, Ingat Namanya...Jokowi!
Posted: 14/03/2013 10:00
Liputan6.com, Sydney : Nama Joko Widodo atau biasa dikenal Jokowi terus dielu-elukan berbagai kalangan. Tidak hanya dari dalam negeri, tetapi juga luar negeri. Sejumlah media internasional memberitakannya sebagai sosok pemimpin masa depan. Nama Jokowi disandingkan dengan Presiden Barack Obama. Sebut saja Media Pemerintah Inggris BBC dengan beritanya berjudul "Jakarta's Obama".
Sementara di Media Malaysia The Malay Mail lewat tulisan opini berjudul "Wanted Badly: A Malaysian Jokowi", kolumnis Syed Nadzri menyebut Malaysia sangat membutuhkan sosok pemimpin yang seperti Jokowi.
Kini giliran portal berita terkemuka Australia "The Australian" dalam artikel opini bertajuk "Jakarta's governor could be Indonesia's Obama". Artikel yang ditulis kolumnis warga Australia, Greg Sheridan ini memuat penjelasan tentang sosok Jokowi. "Dalam dunia perpolitikan Indonesia, Dia (Jokowi) seperti Barack Obama," tulis Greg, seperti dilansir The Australian, Kamis (14/3/2013).
Greg juga membandingkan pentingnya sosok Jokowi di tengah-tengah dunia politik Indonesia menjelang Pemilu 2014. "Kemenangan Jokowi hingga menjadi gubernur sangat berpengaruh terhadap dunia perpolitikan Indonesia di luar generasi Soeharto," sebutnya.
Berikut uraian lengkap "Jakarta's governor could be Indonesia's Obama".
Jokowi. Ingat namanya. Sosoknya bakal diperhitungkan di Australia.
Biarkan saya beritahu kenapa. Setiap 4 tahun, seluruh dunia berfokus intens pada pemilihan presiden Amerika Serikat. Apapun gerak-gerik Presiden AS memberi pengaruh sangat besar bagi kita.
Pemilihan negara asing kedua yang paling penting bagi Australia adalah pemilihan presiden di Indonesia. Pemilu selanjutnya terjadi pada bulan Juli tahun depan. Dan, perpolitikan Jakarta sangat berpengaruh terhadap masa depan presiden Indonesia.
Australia belum memahami betul betapa pentingnya pertumbuhan Indonesia bagi kita. Ada 250 juta orang penduduk Indonesia. Perekonomiannya tumbuh lebih dari 6 persen per tahun, lebih dari 2 kali lipat pertumbuhan kita. Ini jelas perekonomian Indonesia lebih besar daripada kita. Bahkan Indonesia diprediksi bakal menjadi 10 negara top dunia pada 2025, dan 5 besar pada 2040.
Mungkin ini prediksi yang sangat optimistis untuk Indonesia. Selama 9 tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, (SBY) kami berhubungan dekat dengan Indonesia. Sebab, SBY adalah sosok yang pro-Australia. Namun penggantinya bisa jadi berbeda sama sekali.
Sampai saat ini, sosok yang paling terdepan untuk pemilihan presiden Indonesia mendatang adalah mantan Jenderal Prabowo Subianto.
Mari kita simak sepak terjangnya. Prabowo memiliki catatan Hak Asasi Manusia yang mengerikan, seperti di Timor Timur. Akibatnya, sampai saat ini, AS masih menolak memberikan visa untuk Prabowo.
Dalam pemilihan presiden terakhir, pada 2009, Prabowo adalah calon wakil presiden, bersanding dengan calon presiden Megawati Soekarnoputri.
Prabowo mengatakan, Mega berjanji akan mendukung pencalonan presidennya kali ini. Sebagai balas budi, ia telah mendukung Mega pada pemilu sebelumnya. Meski memiliki catatan buruk soal HAM, tampaknya rakyat Indonesia sudah lupa. Bahkan, jajak pendapat menunjukkan, sebagian besar orang Indonesia ingin calon presiden dengan latar belakang militer.
Para pemilih dalam pemilu Indonesia adalah pemaaf dan kadang-kadang pelupa, tapi tidak bodoh. Ia ingin calon yang bersih dan menjanjikan pemerintahan yang baik dan kuat dalam pengambilan keputusan. Prabowo tampaknya menjanjikan hal itu. Dia karismatik, kalangan politisi terkemuka Indonesia, pembicara terbaik di depan orang banyak.
Mereka yang mengetahui sistem terbaik AS percaya bahwa tidak dapat dipungkiri jika Prabowo terpilih, ia akan disambut baik di Washington. Para pengambil keputusan di AS telah memberikan perhatian serius untuk kepresidenan Prabowo. Namun, tetap ada pertimbangan kuat untuk tidak mencabut larangan visa terhadap Prabowo.
Bagi Australia, kemenangan Prabowo akan menjadi tantangan besar. Yang sudah-sudah, Prabowo tidak pro-Australia. Setiap aspek dari cerita HAM akan jelas diceritakan dalam media kita. Namun Canberra tetap merasa perlu untuk membangun hubungan kerja samanya.
Hal ini bisa mengakibatkan krisis abadi, atau ketidakpedulian 'dingin' pada salah satu hubungan yang paling penting. Sikap kita dengan mudah bisa memicu reaksi anti-Australia atas pengaruh Indonesia.
Lalu Bagaimana dengan Jokowi?
Jokowi adalah nama panggilan akrabnya, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Dalam pemilu, ia bisa sangat baik menjadi Barack Obama Indonesia. Dia adalah sosok yang sangat langka. Seorang reformis, bersih, populer, warga sipil yang menjalankan pemerintahan secara efektif. Sekarang namanya bertengger dalam urutan terdepan, meskipun ia belum memutuskan apakah akan maju tahun depan.
Kemenangan Jokowi akhir tahun lalu pada pemilihan Gubernur Jakarta adalah hal luar biasa. Dia bukan penduduk asli Jakarta, namun ia adalah walikota terbaik dari Solo. Yang hebatnya lagi, wakil Jokowi berasal dari etnis Tionghoa. Suku tak lagi diperhitungkan sebagai pemimpin untuk saat ini. Ia mengalahkan gubernur incumbent yang kuat.
Jokowi bukanlah tokoh militer, pegawai negeri, kerabat pemimpin. Ia hanyalah warga biasa yang menjalankan bisnis furnitur. Dia sosok yang merakyat, digandrungi media, penuh dengan diplomasi, mendengar, berbicara langsung, dan mendapatkan hasil yang pas. Kemenangan Jokowi hingga menjadi gubernur sangat berpengaruh terhadap dunia perpolitikan Indonesia di luar generasi Soeharto.
Jokowi bersama Mega. Mega mungkin akan mencalonkan diri kembali dan Jokowi mungkin akan menjadi pasangannya. Kombinasi keduanya, termasuk popularitasnya bakal sangat sulit dikalahkan.
Jokowi akan menjadi sosok yang sempurna untuk saat ini, mengingat kehancuran Partai Demokrat.
Butuh satu juta mil jalan untuk memunculkan tokoh seperti Jokowi. Jokowi sangat populer, demokratis, berorientasi pada hasil. Ia jauh dari para koruptor dan oligarkhi lama.
Lalu Apa pengaruhnya untuk Australia? Kami belum tahu seperti apa pandangannya tentang kebijakan luar negeri. Tapi kami yakin dia berdiri untuk semua hal yang benar.
Ingat nama Jokowi, itu mungkin akan berarti banyak bagi Anda.
http://news.liputan6.com/read/534981...-namanyajokowi
Berikut Ulasan Media Dunia tentang Jokowi ....
- Joko "Jokowi" Widodo, the governor of Jakarta, might well be the future of Indonesian democracy. Here's why. Reuters, Sat Jun 1, 2013 8:17pm EDT
- Jakarta’s New Governor Tops Google. Wall Street Journal(WSJ), December 13, 2012, 1:03 PM
- Jokowinomics, Indonesia’s New Economic Model. Bloomberg, Nov 5, 2012 6:30 AM GMT+0700
- Indonesia: ‘Jokowi’ Phenomenon in Jakarta. Global Voice online, 28 October 2012 18:56 GMT
- Jakarta's New Governor Seen As A Rising Star. NPR.org, December 24, 201210:32 AM
- Jakarta's governor could be Indonesia's Obama. The Australian, March 14, 2013 12:00AM
--------------------------------
Banyak orang mengira, termasuk saya sendiri, bahwa popularitas Jokowi itu bisa besar karena rekayasa media yang berpihak padanya semata. Tetapi dari ke hari, fenomena itu ternyata terbantahkan dengan sendirinya. Berbagai media dunia yang memuat laporan sepak terjangnya secara khusus, sukarlah kalau itu mau disebut 'rekayasa' media. Soalnya ... apa iya media di negara lain bisa kita rekayasa seperti halnya media 'abal-abal' yang banyak menjadi pemilik konglomerat di Indonesia saat ini?
Kehadiran Jokowi memang berkah bagi bangsa ini, ditengah citra dimana rakyat melihat dan menyaksikan sendiri bahwa kebanyakan para pemimpinnya (baik di Eksekutif, Legislatif dan bahkan Yudikatif) yang cuek dengan nasib rakyat, berperilaku korup, bahkan banyak yang hanya mementingkan pencitraan dirinya sendiri.
Negara ini bisa jalan, kata banyak pakar, karena autopilot ... sebuah ungkapan sinis kepada pemimpin di negara ini pasca reformasi lalu. Untunglah rakyat Indonesia itu selalu disayang oleh Allah swt, selama mereka lebih banyak yang tetap bertaqwa kepada-Nya. Salah satu bentuk kesayangan itu, kita selalu diberikan pemimpin-pemimpin besar yang punya visi jauh ke depan, untuk membawa kemerdekaan dan kesejahteraan bangsanya, dalam suasana kehidupan berbangsa yang tetap berketuhanan yang Maha Esa. Jokowi mungkin saja adalah salah satu hamba-Nya yang akan dikirim untuk memperbaiki negeri yang sekarang terkesan amburadul ini, terutama akibat perilaku korupsi yang sudah keterlauan itu!
