- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Langkah Bambang DH Untuk Rakyat “Efisiensi Fiskal”
TS
kumahak
Langkah Bambang DH Untuk Rakyat “Efisiensi Fiskal”
Sebuah hal yang wajar seorang pembeli meminta bon pembeliannya kepada kasir, tapi yang terjadi di Surabaya sungguh mengagetkan Dyah Katarina yang kita kenal istri Bambang D.H. ketika dyah Katarina meminta bon pembeliannya justru Kasir tersebut menolak memberikan bonnya. "Gak usah pakai bon ya, Bu? Daripada nanti kena pajak Pemkot, eman-eman. Nanti dikorupsi," ucap kasir tersebut.
Bukannya protes, Dyah hanya tersenyum dan segera meninggalkan restoran tersebut. Dyah lantas mengadukan peristiwa tersebut ke Bambang D.H. Saar itulah, Bambang D.H. menyadari bahwa memang ada yang salah dengan urusan pajak. "Saya langsung evaluasi," ucapnya.
Saat evaluasi dilakukan, Bambang D.H. kaget. Ada banyak restoran yang dia tahu persis sangat ramai, bayar pajaknya kecil. Paling banter Rp 10 juta per bulan. Apalagi, dia tahu bahwa uang pajak tersebut bukan dibayar oleh pengusaha, tapi dibebankan pada konsumen melalui tagihan billing bersamaan dengan pembayaran makanannya. "Artinya, yang bayar pajak itu rakyat. Harusnya uang itu juga untuk rakyat," terangnva.
Dari hasil evaluasi diketahui bahwa penyebab persoalan ini kompleks, tapi bisa diringkas dalam dua hal. Yang pertama adalah buruknya penataan di dalam, yang membuat banyak terjadi kebocoran. Dan yang kedua adalah kurangnya komunikasi dengan wajib pajak Surabaya. "Untuk yang ke luar (berkomunikasi dengan wajib pajak), satu-satunya kunci adalah mengajak bicara dan meyakinkan mereka bahwa pemkot kini telah berbeda," terangnya.
Bambang D.H. segera memutuskan melakukan apa yang disebutnya sebagai langkah-langkah efisiensi fiskal, dimulai dengan penataan pajak reklame. Bambang membentuk tim reklame pada 2004. Tim terdiri dari gabungan sejumlah instansi, yakni Dinas Pendapatan Kota, Dinas Bina Marga dan Pematusan, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, serta Satpol PP Tim ini khusus mengurusi reklame besar-besar di atas ukuran sepuluh meter persegi. Reklame ukuran di bawah itu tetap menjadi kewenangan Dinas Pendapatan Kota.
Setelah mengurusi reklame, kemudian giliran proses pengadaan barang. Biasanya, proses lelang yang dilakukan bersifat tertutup sehingga mudah terjadi kongkalikong. Bahkan, meski sudah ada Keppres 80/2003 yang mengatur mengenai proyek pengadaan barang di atas Rp SO juta harus lelang, tetap saja proses lelang dikuasai mafia. "Kalau sudah dikuasai mafia, maka segala sesuatunya jadi permainan,"tutur Bambang.
Khusus untuk hal ini, Bambang D.H. menugaskan dan mendukung penuh Kepala Bina Program Tri Rismaharini (saat ini wali kota Surabaya) untuk melaksanakan tugas. Ini tentu tak mudah. Dalam sebuah rapat yang dilakukan Risma dengan sejumlah kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terjadi penentangan. Saat itu, Risma diteritang habis-habisan oleh para kepala SKPD yang tersebut. Mereka tak menginginkan e proc karena mereka tak akan bisa lagi bermain-main. Saking kerasnya tentangan, Risma sempat hampir menangis. Kemudian, di depan para kepala SK-PD itu, risma mengirim pesan pendek kepada Bambang D.H.
Risma mengadu bahwa ada tantangan. Bambang D.H. kemudian berkata pada Risma. "Sudah, apa pun yang terjadi, tetap laksanakan sesuai rencana. Saya mendukung penuh," ucap Bambang D.H. dalam jawaban pesan pendeknya. Sejumlah kepala SKPD yang semula menentang hanya bisa terdiam. Tak punya pilihan lain, maka para kepala SKPD tersebut harus melaksanakan apa yang sudah menjadi kebijakan bosnya.
Keputusan bambang DH pun menuai hasil yang positif. Efisiensi, transparansi, dan sejumlah langkah perbaikan lainnya terlihat. Hasilnya tak hanya tampak pada efisiensi SILPA dan anggaran, tapi juga pada peningkatan kepercayaan publik. Begitu e-proc diluncurkan dan berjalan, masyarakat mulai menaruh harapan dan percaya pada Pemkot Surabaya.
Dengan segala macam upaya tersebut, kondisi fiskal pemerintah kota Surabaya dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Pada 2009, Surabaya dinobatkan fDi Magazine, sebuah majalah dua bulanan milik The Financial Times ltd., yang berkantor pusat di London, sebagai kota dengan cost effectiveness terbaik di Asia. Ini merupakan sebuah penghargaan bergengsi dari sebuah majalah ekonomi bergengsi. Dalam kategori ini Surabaya mengalahkan Jakarta. Tiap tahunnya majalah ini mengeluarkan daftar kota-kota terbaik di Asia dan dunia dalam berbagai kategori. Misalnya, kota dengan potensi ekonomi terbaik, kota dengan kualitas hidup terbaik, kota dengan infrastruktur terbaik, dan empat kategori lainnya. Ada ju,ga satu kategori umum yang paling bergengsi, yakni Top 10 Asian Cities of the Future.
Bambang D.H. mendapat banyak ucapan selamat, dan e-proc kini diadopsi sebagai salah satu metode lelang di banyak pemerintah daerah dan nasional. Di antara yang mengadopsi metode ini adalah sejumlah kementerian, pemerintah kota/kabupaten, dan Pemprov Jatim.
sumber:Bambang DH Mengubah Surabaya (Ridho Saiful Ashadi)
Bukannya protes, Dyah hanya tersenyum dan segera meninggalkan restoran tersebut. Dyah lantas mengadukan peristiwa tersebut ke Bambang D.H. Saar itulah, Bambang D.H. menyadari bahwa memang ada yang salah dengan urusan pajak. "Saya langsung evaluasi," ucapnya.
Saat evaluasi dilakukan, Bambang D.H. kaget. Ada banyak restoran yang dia tahu persis sangat ramai, bayar pajaknya kecil. Paling banter Rp 10 juta per bulan. Apalagi, dia tahu bahwa uang pajak tersebut bukan dibayar oleh pengusaha, tapi dibebankan pada konsumen melalui tagihan billing bersamaan dengan pembayaran makanannya. "Artinya, yang bayar pajak itu rakyat. Harusnya uang itu juga untuk rakyat," terangnva.
Dari hasil evaluasi diketahui bahwa penyebab persoalan ini kompleks, tapi bisa diringkas dalam dua hal. Yang pertama adalah buruknya penataan di dalam, yang membuat banyak terjadi kebocoran. Dan yang kedua adalah kurangnya komunikasi dengan wajib pajak Surabaya. "Untuk yang ke luar (berkomunikasi dengan wajib pajak), satu-satunya kunci adalah mengajak bicara dan meyakinkan mereka bahwa pemkot kini telah berbeda," terangnya.
Bambang D.H. segera memutuskan melakukan apa yang disebutnya sebagai langkah-langkah efisiensi fiskal, dimulai dengan penataan pajak reklame. Bambang membentuk tim reklame pada 2004. Tim terdiri dari gabungan sejumlah instansi, yakni Dinas Pendapatan Kota, Dinas Bina Marga dan Pematusan, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, serta Satpol PP Tim ini khusus mengurusi reklame besar-besar di atas ukuran sepuluh meter persegi. Reklame ukuran di bawah itu tetap menjadi kewenangan Dinas Pendapatan Kota.
Setelah mengurusi reklame, kemudian giliran proses pengadaan barang. Biasanya, proses lelang yang dilakukan bersifat tertutup sehingga mudah terjadi kongkalikong. Bahkan, meski sudah ada Keppres 80/2003 yang mengatur mengenai proyek pengadaan barang di atas Rp SO juta harus lelang, tetap saja proses lelang dikuasai mafia. "Kalau sudah dikuasai mafia, maka segala sesuatunya jadi permainan,"tutur Bambang.
Khusus untuk hal ini, Bambang D.H. menugaskan dan mendukung penuh Kepala Bina Program Tri Rismaharini (saat ini wali kota Surabaya) untuk melaksanakan tugas. Ini tentu tak mudah. Dalam sebuah rapat yang dilakukan Risma dengan sejumlah kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terjadi penentangan. Saat itu, Risma diteritang habis-habisan oleh para kepala SKPD yang tersebut. Mereka tak menginginkan e proc karena mereka tak akan bisa lagi bermain-main. Saking kerasnya tentangan, Risma sempat hampir menangis. Kemudian, di depan para kepala SK-PD itu, risma mengirim pesan pendek kepada Bambang D.H.
Risma mengadu bahwa ada tantangan. Bambang D.H. kemudian berkata pada Risma. "Sudah, apa pun yang terjadi, tetap laksanakan sesuai rencana. Saya mendukung penuh," ucap Bambang D.H. dalam jawaban pesan pendeknya. Sejumlah kepala SKPD yang semula menentang hanya bisa terdiam. Tak punya pilihan lain, maka para kepala SKPD tersebut harus melaksanakan apa yang sudah menjadi kebijakan bosnya.
Keputusan bambang DH pun menuai hasil yang positif. Efisiensi, transparansi, dan sejumlah langkah perbaikan lainnya terlihat. Hasilnya tak hanya tampak pada efisiensi SILPA dan anggaran, tapi juga pada peningkatan kepercayaan publik. Begitu e-proc diluncurkan dan berjalan, masyarakat mulai menaruh harapan dan percaya pada Pemkot Surabaya.
Dengan segala macam upaya tersebut, kondisi fiskal pemerintah kota Surabaya dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Pada 2009, Surabaya dinobatkan fDi Magazine, sebuah majalah dua bulanan milik The Financial Times ltd., yang berkantor pusat di London, sebagai kota dengan cost effectiveness terbaik di Asia. Ini merupakan sebuah penghargaan bergengsi dari sebuah majalah ekonomi bergengsi. Dalam kategori ini Surabaya mengalahkan Jakarta. Tiap tahunnya majalah ini mengeluarkan daftar kota-kota terbaik di Asia dan dunia dalam berbagai kategori. Misalnya, kota dengan potensi ekonomi terbaik, kota dengan kualitas hidup terbaik, kota dengan infrastruktur terbaik, dan empat kategori lainnya. Ada ju,ga satu kategori umum yang paling bergengsi, yakni Top 10 Asian Cities of the Future.
Bambang D.H. mendapat banyak ucapan selamat, dan e-proc kini diadopsi sebagai salah satu metode lelang di banyak pemerintah daerah dan nasional. Di antara yang mengadopsi metode ini adalah sejumlah kementerian, pemerintah kota/kabupaten, dan Pemprov Jatim.
sumber:Bambang DH Mengubah Surabaya (Ridho Saiful Ashadi)
0
1.2K
10
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan