- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
R.I.P NYOMAN SURA,MAESTRO TARI KONTEMPORER
TS
dita.argantara
R.I.P NYOMAN SURA,MAESTRO TARI KONTEMPORER
Ini posting thread pertama ane,cuma sayangnya yg pertama diawali dengan berita duka,..kematian seorang maestro NYOMAN SURA, seniman tari kontemporer yang 1 desa sm ane gan...
Dia dikenal sebagai penari dan koreografer tari kontemporer. Pernah menari telanjang dan memancing banyak protes. Tapi kesenimannya terus mengalir, melahirkan karya-karya tari dan menari di banyak event.
I Nyoman Sura hanyalah anak desa. Dia lahir di Kesiman, Denpasar, 10 April 1976. Semasa kecil dia terbiasa membantu orangtuanya bertani di sawah. Kalau ada waktu luang atau sepulang sekolah, dia sering menonton latihan tari di balai banjar. Kemudian Sura mendapat kesempatan untuk latihan di sana.
Lambat laun kemampuan gerak tari Sura semakin terasah sampai dewasa. Dia mencoba memperdalam tarian tradisional Bali. Akhirnya dia justru lebih memilih menjadi penari tari kontemporer. Alasannya sederhana: dia merasa fisik tubuhnya kurang mendukung menjadi penari tarian Bali tradisional. Namun Sura tak memungkiri, unsur-unsur tradisional Bali senantiasa muncul juga pada tarian kontemporer ciptaannya.
Sebelum menjadi penari kontemporer ternama di Bali seperti sekarang ini, Sura sempat bercita-cita ingin menjadi akuntan. Tak terpikirkan olehnya menjadi seorang penari sebagai pilihan hidupnya. Demi menjadi seorang akuntan, dia bersungguh-sungguh ingin kuliah di Jurusan Akuntansi, Universitas Udayana, Denpasar. Namun dia tidak lolos. Atas ajakan teman-temannya, dia mencoba mengikuti ujian di Sekolah Tinggi Seni Indonesia [STSI] Denpasar. Dia diterima. Dari sinilah bakat dan intelektualitasnya semakin berkembang. Ilmu Sura sebagai penari dan koreografer kian bertambah dan dari sisi akademis, Sura mampu juga menjadi seorang dosen koreografi.
Sura sudah menciptakan puluhan karya koreografi, sebagian dipentaskan di luar negeri. Beberapa karya tari yang menurutnya membanggakan adalah Tari Ritus Legong [dipentaskan di Singapore Art Festival 2002], Tari Bulan Mati [Indonesia Dance Festival, Jakarta. 2004], dan Tari Waktu Itu [Pekan Seni Kontemporer di Pekanbaru, 2005]. Tapi yang menjadi pemompa semangatnya dalam menciptakan puluhan tarian adalah sebagai Koreografer Terbaik Lomba Cipta Gerak, Karisma se-Jawa-Bali dengan karya Warna Nusantari [1995].
“Saya merasa terkesan dengan Tarian Bulan Mati. Tarian ini menyimbolkan bahwa bulan purnama itu indah dan menyimpan misteri. Sementara pada Tari Waktu Itu, saya membawakannya dengan telanjang. Ini sempat mengundang protes dari berbagai pihak. Tarian ini pernah dilarang. Tapi di Lombok dan di Jepang bisa dipentaskan dengan sambutan yang bagus,” kata Sura.
Karena tari, Sura bisa melanglang dunia. Berkali-kali dia pentas dan memberikan workshop seni tari di beberapa negara, seperti Amerika, Hong Kong, Jerman, Singapore, Malaysia, dan Kamboja. Dia menjadi duta budaya Indonesia dengan tarian kontemporer. Baginya, tampil di luar negeri adalah prestasi tersendiri berkat ketekunannya belajar tari secara mandiri, maupun belajar dari koreografer-koreografer lebih senior, seperti dari I Wayan Dibya, Boi G. Sakti, dan Lin Hwai-Min dari Taiwan.
Di dunia film, Sura pernah dipercaya menjadi aktor oleh sutradara, Garin Nugroho. Sura bermain dalam film Opera Jawa dan Under The Tree. Sura mengaku bangga bisa diarahkan menjadi aktor oleh sutradara itu, terutama dalam film Opera Jawa. Dalam film ini Sura bisa mengeksplorasi permainan gerak yang memukau di depan kamera. Ini berbeda dalam film Under The Tree, dia merasa canggung dan tak terbiasa menghapal dialog-dialog di skenario.
“Saya lebih baik disuruh menari ketimbang main drama. Saya selalu lupa kalau dialog-dialognya panjang. Tapi saya senang bisa bermain film. Suatu pengalaman baru yang bisa mengasah karya-karya tari saya selanjutnya. Semoga ciptaan tarian saya lebih baik lagi di kemudian hari,” kata Sura, yang suatu saat ingin menulis buku tentang tarian kontemporer.
Dalam berkarya, Sura tak ingin mencari sensasi. Dia hanya berusaha menuangkan gagasan agar karyanya bisa diapreasiasi dengan baik oleh penonton. Sura senang, kalau keliaran-keliaran imajinasinya membuahkan karya seni yang bisa memuaskan penonton.
Beberapa waktu lalu, Sura menampilkan tari kontemporer ciptaannya berjudul “Kepala Kelapa”. Meskipun dipertunjukan di arena terbuka dalam kegelapan malam, Sura ingin membuktikan totalitasnya dalam berkreasi. Sura melibatkan 60 orang pendukung tariannya. Sura dan penari lainnya seperti melakukan upacara ritual di lahan pepohonan kelapa. Mereka bergerak-gerak dan sesekali berteriak. Sebuah tarian kontemporer memantik suasana magis. Sura dan penari lainnya mengenakan kostum berbahan kelapa.
Sura menjadi sentral di upacara itu. Tubuhnya yang lentur meliuk-liuk di atas ketinggian pohon kelapa yang sudah terpasang sebagai penyangga. Sura menari dengan gerakan aneh. Ketika tariannya selesai, Sura ambruk. Tubuhnya lemas. Dia nyaris terjatuh dari ketinggian. Untung, beberapa temannya membantu. Beberapa menit, Sura pingsan, tapi tiba-tiba meronta-ronta seperti kesurupan. Dia hampir sulit dikendalikan kalau tidak ditolong ahli spiritual. Akhirnya Sura siuman. Para penonton memberikan apresiasi berupa tepuk tangan panjang.
“Entah mengapa tiba-tiba kaki saya sangat lemas. Saat itu saya merasakan aura yang aneh. Katanya, di sana memang ada ‘penunggunya’. Mudah-mudahan bukan karena itu dan untung kejadiannya saat pertunjukan selesai,” jelas Sura.
Mengenai alasannya menciptakan tarian “Kepala Kelapa”, Sura menjelaskan, pohon kelapa punya spirit, dan berhubungan dengan manusia. Dia sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia, dan manfaatnya banyak. Sura menambahkan, tarian “Kepala Kelapa” sebenarnya bukan pentas hiburan, melainkan syarat bagi dirinya untuk memenuhi Ujian Tugas Akhir Penciptaan Seni, Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia [ISI] Surakarta.
“Saat dipentaskan, itu sudah merupakan imajinasi, bukan kelapa lagi. Itu sudah jadi seni,” kata Sura yang belakangan ini semakin sibuk mentas di beberapa kota Indonesia sekaligus memberikan pelatihan tari di beberapa sanggar.
Berpulanglah seorang seniman besar lagi...mohon didoakan agan2,semoga karya2 beliau dapat menginspirasi jutaan orang indonesia sehingga berikutnya muncul 'nyoman sura nyoman sura" baru yang bisa mengharumkan nama indonesia di mata dunia
R.I.P pak man Sura....
SUMBER
Karya Nyoman Sura
Karya Belia di SAMWA AWARD 2011
maaf kalau berantakan gan...
Dia dikenal sebagai penari dan koreografer tari kontemporer. Pernah menari telanjang dan memancing banyak protes. Tapi kesenimannya terus mengalir, melahirkan karya-karya tari dan menari di banyak event.
I Nyoman Sura hanyalah anak desa. Dia lahir di Kesiman, Denpasar, 10 April 1976. Semasa kecil dia terbiasa membantu orangtuanya bertani di sawah. Kalau ada waktu luang atau sepulang sekolah, dia sering menonton latihan tari di balai banjar. Kemudian Sura mendapat kesempatan untuk latihan di sana.
Lambat laun kemampuan gerak tari Sura semakin terasah sampai dewasa. Dia mencoba memperdalam tarian tradisional Bali. Akhirnya dia justru lebih memilih menjadi penari tari kontemporer. Alasannya sederhana: dia merasa fisik tubuhnya kurang mendukung menjadi penari tarian Bali tradisional. Namun Sura tak memungkiri, unsur-unsur tradisional Bali senantiasa muncul juga pada tarian kontemporer ciptaannya.
Sebelum menjadi penari kontemporer ternama di Bali seperti sekarang ini, Sura sempat bercita-cita ingin menjadi akuntan. Tak terpikirkan olehnya menjadi seorang penari sebagai pilihan hidupnya. Demi menjadi seorang akuntan, dia bersungguh-sungguh ingin kuliah di Jurusan Akuntansi, Universitas Udayana, Denpasar. Namun dia tidak lolos. Atas ajakan teman-temannya, dia mencoba mengikuti ujian di Sekolah Tinggi Seni Indonesia [STSI] Denpasar. Dia diterima. Dari sinilah bakat dan intelektualitasnya semakin berkembang. Ilmu Sura sebagai penari dan koreografer kian bertambah dan dari sisi akademis, Sura mampu juga menjadi seorang dosen koreografi.
Sura sudah menciptakan puluhan karya koreografi, sebagian dipentaskan di luar negeri. Beberapa karya tari yang menurutnya membanggakan adalah Tari Ritus Legong [dipentaskan di Singapore Art Festival 2002], Tari Bulan Mati [Indonesia Dance Festival, Jakarta. 2004], dan Tari Waktu Itu [Pekan Seni Kontemporer di Pekanbaru, 2005]. Tapi yang menjadi pemompa semangatnya dalam menciptakan puluhan tarian adalah sebagai Koreografer Terbaik Lomba Cipta Gerak, Karisma se-Jawa-Bali dengan karya Warna Nusantari [1995].
“Saya merasa terkesan dengan Tarian Bulan Mati. Tarian ini menyimbolkan bahwa bulan purnama itu indah dan menyimpan misteri. Sementara pada Tari Waktu Itu, saya membawakannya dengan telanjang. Ini sempat mengundang protes dari berbagai pihak. Tarian ini pernah dilarang. Tapi di Lombok dan di Jepang bisa dipentaskan dengan sambutan yang bagus,” kata Sura.
Karena tari, Sura bisa melanglang dunia. Berkali-kali dia pentas dan memberikan workshop seni tari di beberapa negara, seperti Amerika, Hong Kong, Jerman, Singapore, Malaysia, dan Kamboja. Dia menjadi duta budaya Indonesia dengan tarian kontemporer. Baginya, tampil di luar negeri adalah prestasi tersendiri berkat ketekunannya belajar tari secara mandiri, maupun belajar dari koreografer-koreografer lebih senior, seperti dari I Wayan Dibya, Boi G. Sakti, dan Lin Hwai-Min dari Taiwan.
Di dunia film, Sura pernah dipercaya menjadi aktor oleh sutradara, Garin Nugroho. Sura bermain dalam film Opera Jawa dan Under The Tree. Sura mengaku bangga bisa diarahkan menjadi aktor oleh sutradara itu, terutama dalam film Opera Jawa. Dalam film ini Sura bisa mengeksplorasi permainan gerak yang memukau di depan kamera. Ini berbeda dalam film Under The Tree, dia merasa canggung dan tak terbiasa menghapal dialog-dialog di skenario.
“Saya lebih baik disuruh menari ketimbang main drama. Saya selalu lupa kalau dialog-dialognya panjang. Tapi saya senang bisa bermain film. Suatu pengalaman baru yang bisa mengasah karya-karya tari saya selanjutnya. Semoga ciptaan tarian saya lebih baik lagi di kemudian hari,” kata Sura, yang suatu saat ingin menulis buku tentang tarian kontemporer.
Dalam berkarya, Sura tak ingin mencari sensasi. Dia hanya berusaha menuangkan gagasan agar karyanya bisa diapreasiasi dengan baik oleh penonton. Sura senang, kalau keliaran-keliaran imajinasinya membuahkan karya seni yang bisa memuaskan penonton.
Beberapa waktu lalu, Sura menampilkan tari kontemporer ciptaannya berjudul “Kepala Kelapa”. Meskipun dipertunjukan di arena terbuka dalam kegelapan malam, Sura ingin membuktikan totalitasnya dalam berkreasi. Sura melibatkan 60 orang pendukung tariannya. Sura dan penari lainnya seperti melakukan upacara ritual di lahan pepohonan kelapa. Mereka bergerak-gerak dan sesekali berteriak. Sebuah tarian kontemporer memantik suasana magis. Sura dan penari lainnya mengenakan kostum berbahan kelapa.
Sura menjadi sentral di upacara itu. Tubuhnya yang lentur meliuk-liuk di atas ketinggian pohon kelapa yang sudah terpasang sebagai penyangga. Sura menari dengan gerakan aneh. Ketika tariannya selesai, Sura ambruk. Tubuhnya lemas. Dia nyaris terjatuh dari ketinggian. Untung, beberapa temannya membantu. Beberapa menit, Sura pingsan, tapi tiba-tiba meronta-ronta seperti kesurupan. Dia hampir sulit dikendalikan kalau tidak ditolong ahli spiritual. Akhirnya Sura siuman. Para penonton memberikan apresiasi berupa tepuk tangan panjang.
“Entah mengapa tiba-tiba kaki saya sangat lemas. Saat itu saya merasakan aura yang aneh. Katanya, di sana memang ada ‘penunggunya’. Mudah-mudahan bukan karena itu dan untung kejadiannya saat pertunjukan selesai,” jelas Sura.
Mengenai alasannya menciptakan tarian “Kepala Kelapa”, Sura menjelaskan, pohon kelapa punya spirit, dan berhubungan dengan manusia. Dia sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia, dan manfaatnya banyak. Sura menambahkan, tarian “Kepala Kelapa” sebenarnya bukan pentas hiburan, melainkan syarat bagi dirinya untuk memenuhi Ujian Tugas Akhir Penciptaan Seni, Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia [ISI] Surakarta.
“Saat dipentaskan, itu sudah merupakan imajinasi, bukan kelapa lagi. Itu sudah jadi seni,” kata Sura yang belakangan ini semakin sibuk mentas di beberapa kota Indonesia sekaligus memberikan pelatihan tari di beberapa sanggar.
Berpulanglah seorang seniman besar lagi...mohon didoakan agan2,semoga karya2 beliau dapat menginspirasi jutaan orang indonesia sehingga berikutnya muncul 'nyoman sura nyoman sura" baru yang bisa mengharumkan nama indonesia di mata dunia
R.I.P pak man Sura....
SUMBER
Karya Nyoman Sura
Karya Belia di SAMWA AWARD 2011
maaf kalau berantakan gan...
0
7.6K
9
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan