- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kematian bisa ditunda gan...!
TS
sugarcanes
Kematian bisa ditunda gan...!
Infonya ane dapet dari toko sebelah...
Ini dia "Dewa" nya
Sepasang bola mata itu terpaku pada dua tabung lensa mikroskop. Dahinya mengkerut. Di sebuah ruang laboratorium di University College London, Inggris, David Gems tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sesekali dia menggelengkan kepala.
Secara kasat mata, pemandangan di atas gelas berisi air itu tidak ada yang istimewa. Hanya tampak seekor cacing gelang sedang menggeliat membuat riak. Dia berenang kesana kemari. Perlahan gerakannya melambat. Lalu, cacing tua itu semakin tak berdaya, lemas, dan akhirnya mati.
Tapi, apa yang dilihat Gems dari balik lensa lebih dari itu. Ia melihat sesuatu yang berbeda. Dalam ruangan bercahaya remang, dibantu pancaran sinar ultraviolet di ujung tabung, cacing gelang itu memantulkan gelombang berwarna biru. Berpijar-pijar bak bintang malam.
"Mulanya pijar cahaya itu redup dan samar-samar. Lama-lama warnanya bertambah jelas dan terang. Semakin terang, cacing itu semakin lemas sampai akhirnya tak bergerak lagi. Mati," Gems mengisahkan. "Gelombang cahaya biru menyebar ke seluruh tubuh cacing secara perlahan. Ketika seluruh tubuh memancarkan sinar biru, maka itu menandakan cacing sudah tidak bernyawa."
Penasaran dengan gelombang cahaya biru yang misterius itu, Sang Profesor lantas mengambil cacing gelang lain, yang juga berumur renta. Menit demi menit, jam demi jam, sang profesor mengamatinya dari balik tabung lensa. Dan lagi-lagi, ketika cacing itu menemui ajalnya, pemandangan yang sama muncul.
Gems tertegun. Dahinya makin berkerut. Dia memanggil 11 koleganya, termasuk mahasiswanya, di laboratorium itu. "Aku menemukan sesuatu yang mengejutkan pada cacing-cacing gelang yang sekarat," cetus Gems.
Mengamati proses ajal itu, pria kurus itu hakulyakin bahwa seluruh bagian tubuh cacing tidak mati sekaligus, tapi secara perlahan-lahan.
"Sel-sel itu tidak mati secara bersamaan tapi satu per satu. Saya mengidentifikasi jalur kimia penghancur tubuh cacing yang menyebabkan sel-selnya mati," Gems menerangkan.
Dan, yang lalu menggegerkan dunia sains, adalah kesimpulannya ini: "Andaikata penyebaran gelombang sinar biru itu bisa diganggu atau dihentikan, kita bisa menunda kematian cacing ini."
Seperti cacing, Gemsberteori, seluruh organisme di dunia ini tak mati dalam sekejap. Ajal datang dalam sebuah proses gradual. Sebagian sel yang mati mempengaruhi sel-sel lainnya, sampai akhirnya rusak semua, dan akhirnya: mati.
Cacing gelang
Rabu, 10 Oktober 2012, Gems membentuk tim riset kecil. Profesor ternama di London itu dibantu 11 koleganya. Hampir semuanya akademisi dengan latar belakang beragam. Para penghuni lab yang sehari-hari melakukan riset penuaan (aging) itu kini memfokuskan perhatian mereka pada cacing gelang alias Caenorhabditis elegans.
Kenapa cacing?
Bagi kelompok peneliti, mekanisme biologis pada proses penuaan makhluk hidup masih jadi sebuah misteri yang belum terpecahkan. Pemilihan cacing gelang bukannya tanpa alasan. Makhluk satu ini dinilai sebagai model penelitian paling ideal untuk mempelajari proses penuaan.
Alasannya, cacing gelang merupakan salah satu dari jutaan spesies tak bertulang belakang (invertebrata) dengan perkembangan genetika terbaik. Lagipula, rentang usianya hanya 2-3 minggu. Sangat sebentar.
Cacing gelang juga mengandung banyak mutasi yang dapat mengubah laju penuaan. Terbukti, beberapa mutan hidup hasil turunannya bisa bertahan 10 kali lebih lama dari spesies cacing liar. Ini membuatnya kerap menjadi “kelinci percobaan” dalam riset.
Dengan memahami proses penuaan pada spesies sederhana seperti cacing gelang, Gems berharap bisa menguak misteri penuaan pada manusia, serta mengetahui penyakit-penyakit yang mempercepat proses kematian, seperti jantung, diabetes tipe II, Alzheimer, dan kanker.
Cita-citanya sungguh dahsyat: menunda kematian manusia.
Karena itulah, selama ini pekerjaannya di lab tak sekadar memahami, tapi juga mengamati satu demi satu gen serta proses biokimia yang berlangsung di dalam tubuh, guna mencari cara untuk memperpanjang usia.
Asam Anthranillic
Lalu, apa sebetulnya pancaran sinar ultraviolet yang memantulkan gelombang cahaya biru pada tubuh cacing itu, yang disebut nekrosis atau jalur kematian sel?
Dari hasil pengujian Gems, tingkat fluoresensi pada cacing meningkat hingga 400 persen ketika gerak cacing mulai berhenti, atau mengalami kematian total. Proses itu terjadi selama dua jam mendekati kematian dan memudar setelah enam jam kematian.
Menurut profesor berdarah asli Inggris ini, gelombang cahaya biru itu adalah molekul yang disebut asam Anthranillic—C6H4(NH2)(CO2H).
"Ini bahan kimia yang muncul secara alamiah dari dalam tubuh cacing, dan juga ada pada manusia. Namun, fungsi biologisnya masih kurang dipahami. Zat ini akan menjadi fluoresens biru saat diberi sinar ultraviolet di atasnya. Ini seperti warna kemeja putih yang dicuci dengan deterjen dan zat pembuat cemerlang," demikian dijelaskan Gems kepada Muhammad Chandrataruna dari VIVAnews melalui e-mail.
Asam Anthranillic diketahui muncul pertama kali pada usus organel (butiran usus), lalu menyebar ke sepanjang usus melalui innexin Inx-16, bagian dari keluarga protein, disebabkan karena adanya unsur kalsium. Zat ini menandai kematian sel-sel di tubuh cacing. Ketika seluruh tubuh memancarkan gelombang cahaya biru, itu pertanda seluruh sel pada cacing sudah rusak. Cacing itu pun dipastikan mati.
Tapi, temuan asam Anthranillic saja tidak cukup bagi Gems dan timnya. Walau sudah mempublikasikan hasil riset mereka melalui PLOS Biology, pekerjaan rumah Gems dkk. belum usai. Mereka segera memulai riset baru untuk menemukan cara menghentikan penyebaran sinyal kalsium atau fluoresens biru ‘sang penjemput maut’.
"Kami harus bisa memblokir jalur kematian itu, sehingga kami bisa menunda kematian yang diakibatkan oleh berbagai penyakit, seperti infeksi dan lainnya--bukan kematian karena usia yang sudah tua," Gems menjelaskan. "Dalam sebuah peristiwa biologis, ada hubungan antara kondisi tua dan kematian. Tapi, yang sedang kami lakukan sekarang ini adalah mencari cara untuk menunda proses kematian yang disebabkan oleh penyakit, bukan karena proes penuaan."
Mungkinkah?
Gems yakin, riset awalnya ini--yang dituangkan dalam artikel ilmiah berjudul "Anthranilate Fluorescence Marks a Calcium-Propagated Necrotic Wave That Promotes Organismal Death in C. elegans" (Anthranilate Fluoresensi Menandai Penyebaran Gelombang Nekrotik Kalsium yang Meningkatkan Kematian Organismal pada Caenorhabditis elegans)--akan mengembang.
Mekanisme kematian pada cacing gelang dikatakannya mirip dengan yang terjadi pada hewan-hewan lain, seperti mamalia, bahkan manusia. Karena itu, mengimplementasikan teori ini pada manusia diyakininya bukan hal yang mustahil.
----------------------------------------------
Klo namanya ajal ya ajal aja...
Salam: Newbie
Ini dia "Dewa" nya
Sepasang bola mata itu terpaku pada dua tabung lensa mikroskop. Dahinya mengkerut. Di sebuah ruang laboratorium di University College London, Inggris, David Gems tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sesekali dia menggelengkan kepala.
Secara kasat mata, pemandangan di atas gelas berisi air itu tidak ada yang istimewa. Hanya tampak seekor cacing gelang sedang menggeliat membuat riak. Dia berenang kesana kemari. Perlahan gerakannya melambat. Lalu, cacing tua itu semakin tak berdaya, lemas, dan akhirnya mati.
Tapi, apa yang dilihat Gems dari balik lensa lebih dari itu. Ia melihat sesuatu yang berbeda. Dalam ruangan bercahaya remang, dibantu pancaran sinar ultraviolet di ujung tabung, cacing gelang itu memantulkan gelombang berwarna biru. Berpijar-pijar bak bintang malam.
"Mulanya pijar cahaya itu redup dan samar-samar. Lama-lama warnanya bertambah jelas dan terang. Semakin terang, cacing itu semakin lemas sampai akhirnya tak bergerak lagi. Mati," Gems mengisahkan. "Gelombang cahaya biru menyebar ke seluruh tubuh cacing secara perlahan. Ketika seluruh tubuh memancarkan sinar biru, maka itu menandakan cacing sudah tidak bernyawa."
Penasaran dengan gelombang cahaya biru yang misterius itu, Sang Profesor lantas mengambil cacing gelang lain, yang juga berumur renta. Menit demi menit, jam demi jam, sang profesor mengamatinya dari balik tabung lensa. Dan lagi-lagi, ketika cacing itu menemui ajalnya, pemandangan yang sama muncul.
Gems tertegun. Dahinya makin berkerut. Dia memanggil 11 koleganya, termasuk mahasiswanya, di laboratorium itu. "Aku menemukan sesuatu yang mengejutkan pada cacing-cacing gelang yang sekarat," cetus Gems.
Mengamati proses ajal itu, pria kurus itu hakulyakin bahwa seluruh bagian tubuh cacing tidak mati sekaligus, tapi secara perlahan-lahan.
"Sel-sel itu tidak mati secara bersamaan tapi satu per satu. Saya mengidentifikasi jalur kimia penghancur tubuh cacing yang menyebabkan sel-selnya mati," Gems menerangkan.
Dan, yang lalu menggegerkan dunia sains, adalah kesimpulannya ini: "Andaikata penyebaran gelombang sinar biru itu bisa diganggu atau dihentikan, kita bisa menunda kematian cacing ini."
Seperti cacing, Gemsberteori, seluruh organisme di dunia ini tak mati dalam sekejap. Ajal datang dalam sebuah proses gradual. Sebagian sel yang mati mempengaruhi sel-sel lainnya, sampai akhirnya rusak semua, dan akhirnya: mati.
Cacing gelang
Rabu, 10 Oktober 2012, Gems membentuk tim riset kecil. Profesor ternama di London itu dibantu 11 koleganya. Hampir semuanya akademisi dengan latar belakang beragam. Para penghuni lab yang sehari-hari melakukan riset penuaan (aging) itu kini memfokuskan perhatian mereka pada cacing gelang alias Caenorhabditis elegans.
Kenapa cacing?
Bagi kelompok peneliti, mekanisme biologis pada proses penuaan makhluk hidup masih jadi sebuah misteri yang belum terpecahkan. Pemilihan cacing gelang bukannya tanpa alasan. Makhluk satu ini dinilai sebagai model penelitian paling ideal untuk mempelajari proses penuaan.
Alasannya, cacing gelang merupakan salah satu dari jutaan spesies tak bertulang belakang (invertebrata) dengan perkembangan genetika terbaik. Lagipula, rentang usianya hanya 2-3 minggu. Sangat sebentar.
Cacing gelang juga mengandung banyak mutasi yang dapat mengubah laju penuaan. Terbukti, beberapa mutan hidup hasil turunannya bisa bertahan 10 kali lebih lama dari spesies cacing liar. Ini membuatnya kerap menjadi “kelinci percobaan” dalam riset.
Dengan memahami proses penuaan pada spesies sederhana seperti cacing gelang, Gems berharap bisa menguak misteri penuaan pada manusia, serta mengetahui penyakit-penyakit yang mempercepat proses kematian, seperti jantung, diabetes tipe II, Alzheimer, dan kanker.
Cita-citanya sungguh dahsyat: menunda kematian manusia.
Karena itulah, selama ini pekerjaannya di lab tak sekadar memahami, tapi juga mengamati satu demi satu gen serta proses biokimia yang berlangsung di dalam tubuh, guna mencari cara untuk memperpanjang usia.
Asam Anthranillic
Lalu, apa sebetulnya pancaran sinar ultraviolet yang memantulkan gelombang cahaya biru pada tubuh cacing itu, yang disebut nekrosis atau jalur kematian sel?
Dari hasil pengujian Gems, tingkat fluoresensi pada cacing meningkat hingga 400 persen ketika gerak cacing mulai berhenti, atau mengalami kematian total. Proses itu terjadi selama dua jam mendekati kematian dan memudar setelah enam jam kematian.
Menurut profesor berdarah asli Inggris ini, gelombang cahaya biru itu adalah molekul yang disebut asam Anthranillic—C6H4(NH2)(CO2H).
"Ini bahan kimia yang muncul secara alamiah dari dalam tubuh cacing, dan juga ada pada manusia. Namun, fungsi biologisnya masih kurang dipahami. Zat ini akan menjadi fluoresens biru saat diberi sinar ultraviolet di atasnya. Ini seperti warna kemeja putih yang dicuci dengan deterjen dan zat pembuat cemerlang," demikian dijelaskan Gems kepada Muhammad Chandrataruna dari VIVAnews melalui e-mail.
Asam Anthranillic diketahui muncul pertama kali pada usus organel (butiran usus), lalu menyebar ke sepanjang usus melalui innexin Inx-16, bagian dari keluarga protein, disebabkan karena adanya unsur kalsium. Zat ini menandai kematian sel-sel di tubuh cacing. Ketika seluruh tubuh memancarkan gelombang cahaya biru, itu pertanda seluruh sel pada cacing sudah rusak. Cacing itu pun dipastikan mati.
Tapi, temuan asam Anthranillic saja tidak cukup bagi Gems dan timnya. Walau sudah mempublikasikan hasil riset mereka melalui PLOS Biology, pekerjaan rumah Gems dkk. belum usai. Mereka segera memulai riset baru untuk menemukan cara menghentikan penyebaran sinyal kalsium atau fluoresens biru ‘sang penjemput maut’.
"Kami harus bisa memblokir jalur kematian itu, sehingga kami bisa menunda kematian yang diakibatkan oleh berbagai penyakit, seperti infeksi dan lainnya--bukan kematian karena usia yang sudah tua," Gems menjelaskan. "Dalam sebuah peristiwa biologis, ada hubungan antara kondisi tua dan kematian. Tapi, yang sedang kami lakukan sekarang ini adalah mencari cara untuk menunda proses kematian yang disebabkan oleh penyakit, bukan karena proes penuaan."
Mungkinkah?
Gems yakin, riset awalnya ini--yang dituangkan dalam artikel ilmiah berjudul "Anthranilate Fluorescence Marks a Calcium-Propagated Necrotic Wave That Promotes Organismal Death in C. elegans" (Anthranilate Fluoresensi Menandai Penyebaran Gelombang Nekrotik Kalsium yang Meningkatkan Kematian Organismal pada Caenorhabditis elegans)--akan mengembang.
Mekanisme kematian pada cacing gelang dikatakannya mirip dengan yang terjadi pada hewan-hewan lain, seperti mamalia, bahkan manusia. Karena itu, mengimplementasikan teori ini pada manusia diyakininya bukan hal yang mustahil.
----------------------------------------------
Klo namanya ajal ya ajal aja...
Salam: Newbie
tien212700 memberi reputasi
1
1K
8
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan