- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
[Profil]Sekilas Tentang Sosok Hakim Albertina Ho.


TS
User telah dihapus
[Profil]Sekilas Tentang Sosok Hakim Albertina Ho.
==
SELAMAT DATANG DI TRIT ANE
==


"PROFIL HAKIM ALBERTINA HO. DAN MISTERI DIBALIK PEMUTASIAN BELIAU"
BIOGRAFI :
Spoiler for Bio:
![[Profil]Sekilas Tentang Sosok Hakim Albertina Ho.](https://s.kaskus.id/images/2013/08/04/5375722_20130804121510.jpg)
Hidup jauh dari keluarga, tentunya hidup wanita kelahiran 1 Januari 1960 ini tak mudah. Menumpang di rumah saudara, itupun tak gratis. Selama sekolah, Albertina tak bisa sepenuhnya berkonsentrasi karena harus menjaga warung kelontong di Pasar Ambon. Masa remajanya pun tak banyak berbeda, karena dirinya harus bekerja paruh waktu sebagai pelayan warung kopi demi membiayai hidup sembari menempuh pendidikan tingkat atas.
Ambon terbukti tak mampu menampung talenta sebesar Albertina. Tanpa ragu, wanita ini meninggalkan kampung halaman menuju Jawa, tepatnya Yogyakarta untuk meneruskan kuliah. Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada-lah yang menempa kemampuan dasar Albertina di bidang hukum, meski belum mampu menarik perhatiannya untuk menjadi hakim. Terbukti, Albertina lebih tertarik untuk menjadi dosen selepas kuliah dengan melamar di Universitas Brawijaya, Malang.
Nasib membawanya ke arah yang berbeda. Justru karena kesulitan finansial, Albertina berubah pikiran dan melamar sebagai Calon Hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Di sinilah karir Albertina sebagai praktisi hukum dimulai, ketika dirinya diterima dengan status Calon Hakim di tahun 1986. Empat tahun berselang dan gelar Hakim pun disandangnya setelah lulus dan bertugas di Pengadilan Negeri Slawi, Tegal, Jawa Tengah.
Kesempatan semakin terbuka lebar untuk wanita berambut ikal ini, dengan menjadi Hakim di Pengadilan Negeri Temanggung, Jawa Tengah, juga Pengadilan Negeri Cilacap, Jawa Tengah. Tahun 2005 menjadi masa istimewa bagi Albertina, karena kiprahnya kini mulai menaungi dunia hukum nasional. Prestasinya membawanya ke kursi Sekretaris Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial (Marianna Sutadi), yang dijabatnya sampai 2008. Walau tidak menangani perkara hukum secara langsung, ketegasan Albertina sangat nyata. Wanita ini dikenal tanpa pandang bulu menolak 'tamu' yang ingin menemui Marianna, dengan alasan larangan hakim bertemu dengan pihak yang berpekara.
Pengadilan rupanya tak bisa lama berpisah dari wanita ini. Tak lama, Albertina ditarik menjadi Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang membawanya pada berbagai kasus yang disorot secara nasional. Salah satu yang paling mencolok adalah kasus Gayus Tambunan. Pembawaan dan ketegasan sang hakim, yang tak lain adalah Albertina, menjadi bahan pembicaraan berbagai pihak. Tanpa ragu, Albertina mengarahkan sidang langsung ke pokok masalah dengan wibawa, ketegasan dan kharismanya, walau ada banyak pihak yang terkait dalam kasus ini, nasional maupun internasional, yang tentunya akan selalu mengancam. Vonis 7 tahun penjara dan denda 300 juta rupiah dijatuhkan, mengakhiri masalah pelik ini.
Pendirian kuat Albertina juga terlihat ketika menangani kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen dengan terdakwa Sigid Haryo Wibisono. Kasus ini dinilai cukup sensitif karena melibatkan Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Antasari Azhar. Namun, siapapun oknumnya, siapapun hakim yang berseberangan dengannya, Albertina dengan tegas menyatakan bahwa terdakwa harus dihukum berat karena secara tidak langsung turut merencanakan pembunuhan. Berbagai kasus semakin mengangkat namanya, termasuk kasus pelecehan Anand Khrisna, dan kasus mafia hukum Cirus Sinaga.
KARIR DAN PENDIDIKAN :
Spoiler for Karir&Pendidikan:
Pendidikan :
SD Ambon, lulus 1973
SMP Katolik Bersubsidi Ambon, lulus 1975
SMA Negeri II Ambon, lulus 1979
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, lulus 1985
Magister Hukum Universitas Jenderal Soedirman, lulus 2004
Karir :
Calon hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta (1986-1990)
Hakim Pengadilan Negeri Slawi, Tegal, Jawa Tengah (1990-1996)
Hakim Pengadilan Negeri Temanggung, Jawa Tengah (1996-2002)
Hakim Pengadilan Negeri Cilacap, Jawa Tengah (2002-2005)
Sekretaris Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial (2005-2008)
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (sejak Agustus 2008)
Pengadilan Negeri Sungai Liat, Bangka Belitung (sejak 2011)
SD Ambon, lulus 1973
SMP Katolik Bersubsidi Ambon, lulus 1975
SMA Negeri II Ambon, lulus 1979
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, lulus 1985
Magister Hukum Universitas Jenderal Soedirman, lulus 2004
Karir :
Calon hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta (1986-1990)
Hakim Pengadilan Negeri Slawi, Tegal, Jawa Tengah (1990-1996)
Hakim Pengadilan Negeri Temanggung, Jawa Tengah (1996-2002)
Hakim Pengadilan Negeri Cilacap, Jawa Tengah (2002-2005)
Sekretaris Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial (2005-2008)
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (sejak Agustus 2008)
Pengadilan Negeri Sungai Liat, Bangka Belitung (sejak 2011)
MISTERI DIBALIK PEMUTASIAN BELIAU :
Quote:
Di lingkungan yang terdiri dari para oportunis, penghalal segala cara haram untuk mencapai maksud dan tujuannya, maling dan koruptor, kehadiran orang yang tidak mempunyai perilaku yang sama, berintegritas tinggi, bersih dan jujur, maka pasti orang itu lah yang dinilai aneh. Dianggap sok suci, bodoh, tidak cocok dengan kehidupan di lingkungan mereka, dan biasanya akan dikucilkan. Bahkan ujung-ujungnya disingkirkan karena dianggap bisa berbahaya bagi lingkungan hidup mereka. 
Mungkin fenomena ini kini sedang terjadi dalam pemutasian Albertina Ho, Hakim PN Jakarta Selatan dan Hakim Tipikor ke PN Sungai Liat, Bangka Belitung.
Dimutasinya Hakim Albertina Ho dari Jakarta ke sebuah kota kecil yang bernama Sungai Liat itu mendapat perhatian publik. Karena terkesan kuat bahwa hakim yang dikenal sangat tegas dan berintegritas tinggi itu (antara lain terlihat ketika dia menangani peradilan terhadap Gayus Tambunan, dan kini Jaksa Non-aktif Cirus Sinaga) justru sengaja dibuang ke tempat terpencil.
Hakim Albertina Ho telah mendapat banyak sekali simpatik publik di tengah-tengah berbagai kasus mafia peradilan, dan persepsi publik terhadap hakim pada umumnya, yang rata-rata negatif. “Hakim” yang diplesetkan singkatan dari “Hubungi Aku Kalau Ingin Menang”, merupakan cerminan yang sudah lama berkembang dari sikap skeptis publik terhadap hakim yang dinilai rata-rata berperilaku koruptif, dan bagian dari mafia hukum.
Sikap tegasnya ketika memimpin sidang pengadilan, dan kehidupan sehari-harinya sebagai seorang pejabat negara membuat harapan masyarakat seolah-olah muncul lagi. Bahwa ternyata hukum masih mungkin ditegakkan. Bahwa ternyata tidak semua hakim bisa dibeli. Bahwa tidak semua hakim merupakan bagian dari mafia peradilan/hukum. Singkatan plesetan “hakim” tersebut di atas tidak berlaku bagi seorang Albertina Ho.
Wajar publik bereaksi dengan protes, ketika Albertina Ho yang dipandang seperti sebuah oase di tengah-tengah belantara mafia hukum itu, mendadak justru hendak dibuang dari Jakarta, yang nota bene merupakan pusat dari segala macam praktek mafia hukum di Indonesia. Seharusnya hakim seperti dia dipertahankan karena sangat dibutuhkan, kenapa malah justru “disingkirkan” dari Jakarta?

Yang justru bernafas lega dan tertawa dalam hati tentu saja mereka yang yang merasa terganggu dan terancaman kenyamanan hidupnya dengan kehadiran “hakim aneh” di tengah-tengah lingkungan mereka: belantara mafia hukum. Tersingkirnya “hakim bodoh” di tengah-tengah lingkungan mereka itu tentu saja diam-diam mereka sambut dengan penuh kegembiraan.
Mereka itu adalah sesama koleganya, jaksa, pengacara dan lain-lain yang sudah terbiasa bermain dengan hukum dan memperdagangkannya.
Secara formal memang benar alasan yang dikemukakan pihak Mahkamah Agung terhadap alasan pemutasian Albertina Ho. Yakni bahwa mutasi hakim itu adalah soal biasa. Tetapi, apakah Albertina adalah “hakim biasa” di tengah-tengah “mafia hukum yang luar biasa” ini?
Jelas, Jakarta sangat membutuhkan hakim berintegritas tinggi seperti Albertina. Kenapa seseorang yang begitu dibutuhkan justru dimutasikan?
Alasan Mahkamah Agung yang lain adalah, seperti yang dikemukakan Dirjen Peradilan Umum Mahkamah Agung Cicut Sutiarso, bahwa pemutasian Albertina itu bukan suatu hukuman. Bahkan sebaliknya. Karena prestasinya itu Albertina dimutasikan dengan kedudukan yang lebih tinggi dengan menjadi Wakil Ketua PN di Sungai Liat.
Sebuah alasan yang naif. Terkesan hanya dibuat-buat untuk menutupi alasan yang sebenarnya?
Apa artinya jabatan Wakil Ketua PN di sebuah kota kecil seperti Sungai Liat, yang acara sidangnya saja tidak setiap hari ada, dibandingkan dengan perannya sebagai hakim yang begitu dibutuhkan publik, khususnya di Jakarta, dan Indonesia pada umumnya?
Keputusan pemutasian Hakim Albertina Ho oleh Mahkamah Agung ini akan menambah persepsi negatif publik terhadap integritas Mahkamah Agung sebagai benteng terakhir peradilan di Indonesia, yang justru semakin lama semakin pudar keagungannya.
Rasanya tidak berlebihan, kalau kelak Albertina Ho dengan segala integritasnya ini diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung, supaya dapat mengembalikan keagungan mahkamah.
Pengacara sekaliber Adnan Buyung Nasution pun tak segan-segannya memuji Albertina Ho. Dia pernah bilang, Albertina Ho adalah seorang hakim yang kritis dan berani. Terkenal mempunyai track record yang jujur.
Publik pasti akan terus bertanya-tanya, apa sebenarnya di balik keputusan Mahkamah Agung memutasikan Albertina Ho?
Apakah benar alasannya hanya alasan formalitas dan administratif sebagaimana telah dikemukakan itu? Apakah dan kenapa Mahkamah Agung tidak melihat aspek kebutuhan dalam menentukan pemutasian tersebut?
Jangan-jangan di balik semuanya itu ada permainan kekuatan kekuasaan yang luar biasa, yang diam-diam melakukan intervesi di Mahkamah Agung dengan memanfaatkan pemutasian hakim-hakim untuk menyingkirkan Albertina Ho. Karena perannya secara tak terduga semakin mengarah kepada sesuatu yang dianggap berbahaya bagi mereka?
Lihat saja bagaimana pengadilan kasus Gayus Tambunan yang dipimpin Albertina Ho itu. Secara “tak terduga” menyeret peran Jaksa Cirus Sinaga, yang kemudian secara “tak terduga” pula merembet, berkembang ke arah peran Cirus dalam dugaan rekayasa kasus dan rekayasa hukum dalam pengadilan kasus pembunuhan yang mengadili mantan Ketua KPK sekaligus mantan atasan Cirus Sinaga, Antasari Azhar itu?
Sekarang, Cirus Sinaga diadili Majelis Hakim yang dipimpin oleh Albertina Ho juga. Mungkin sekali melihat kasus-kasus itu semakin berkembang “liar”, ke arah dugaan adanya rekayasa kasus dan rekayasa pengadilan pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjara, Nasrudin Zularnain, dengan otak Antasari Azhar itu, ada pihak-pihak tertentu yang diam-diam merasa khawatir juga.
Kalau pengadilan kasus Gayus dan kasus Cirus terus dipimpin oleh seorang hakim berintegritas tinggi seperti Albertina Ho ini bisa jadi akan mengarah ke pengungkapan benar adanya rekayasa tersebut.
Sebelum kekhawatiran itu mendekati kenyataannya, maka Albertina perlu disingkirkan dengan dibuang dari Jakarta ke sebuah kota kecil. Jauh dari Jakarta.
Indikasi ke arah ini bukannya tidak ada. Lihat saja bagaimana Cirus Sinaga sebagai terdakwa menumpahkan uneg-uneg-nya dalam sidang pengadilan yang dipimpin oleh Albertina Hoo pada 22 September 2011 itu. Bahwa dia sangat merasa tertekan, sampai katanya, tidak sanggup hidup lagi, ketika harus menangani kasus Antasari Azhar.
Kenapa dia harus merasa tertekan secara luar biasa seperti itu, kalau toh, sebagai jaksa waktu itu dia yakin kalau memang murni Antasari bersalah. Kenapa dia harus merasa tertekan seperti itu, kalau dia yakni tidak ada rekayasa di balik kasus itu?
Cirus boleh saja kita anggap sebagai jaksa yang tidak bersih, tetapi kisah hukum ini bukan kisah seperti dalam sinetron khas Indonesia. Di mana semua tokohnya hitam-putih. Tokoh yang baik, baiknya tanpa cacat sedikitpun. Membuat malaikat pun kalah. Sedangkan tokoh jahatnya, sejahat-jahatnya, tanpa ada sedikitpun sisi baiknya. Membuat setan pun kalah.
Artinya, di balik sisi hitamnya, mungkin saja ada sisi baiknya Cirus, yang kini menyesali kenapa dia sampai (mau) terlibat dalam suatu kasus pengadilan yang direkayasa (kalau memang itu ada)

Mungkin fenomena ini kini sedang terjadi dalam pemutasian Albertina Ho, Hakim PN Jakarta Selatan dan Hakim Tipikor ke PN Sungai Liat, Bangka Belitung.
Dimutasinya Hakim Albertina Ho dari Jakarta ke sebuah kota kecil yang bernama Sungai Liat itu mendapat perhatian publik. Karena terkesan kuat bahwa hakim yang dikenal sangat tegas dan berintegritas tinggi itu (antara lain terlihat ketika dia menangani peradilan terhadap Gayus Tambunan, dan kini Jaksa Non-aktif Cirus Sinaga) justru sengaja dibuang ke tempat terpencil.

Hakim Albertina Ho telah mendapat banyak sekali simpatik publik di tengah-tengah berbagai kasus mafia peradilan, dan persepsi publik terhadap hakim pada umumnya, yang rata-rata negatif. “Hakim” yang diplesetkan singkatan dari “Hubungi Aku Kalau Ingin Menang”, merupakan cerminan yang sudah lama berkembang dari sikap skeptis publik terhadap hakim yang dinilai rata-rata berperilaku koruptif, dan bagian dari mafia hukum.
Sikap tegasnya ketika memimpin sidang pengadilan, dan kehidupan sehari-harinya sebagai seorang pejabat negara membuat harapan masyarakat seolah-olah muncul lagi. Bahwa ternyata hukum masih mungkin ditegakkan. Bahwa ternyata tidak semua hakim bisa dibeli. Bahwa tidak semua hakim merupakan bagian dari mafia peradilan/hukum. Singkatan plesetan “hakim” tersebut di atas tidak berlaku bagi seorang Albertina Ho.

Wajar publik bereaksi dengan protes, ketika Albertina Ho yang dipandang seperti sebuah oase di tengah-tengah belantara mafia hukum itu, mendadak justru hendak dibuang dari Jakarta, yang nota bene merupakan pusat dari segala macam praktek mafia hukum di Indonesia. Seharusnya hakim seperti dia dipertahankan karena sangat dibutuhkan, kenapa malah justru “disingkirkan” dari Jakarta?


Yang justru bernafas lega dan tertawa dalam hati tentu saja mereka yang yang merasa terganggu dan terancaman kenyamanan hidupnya dengan kehadiran “hakim aneh” di tengah-tengah lingkungan mereka: belantara mafia hukum. Tersingkirnya “hakim bodoh” di tengah-tengah lingkungan mereka itu tentu saja diam-diam mereka sambut dengan penuh kegembiraan.

Mereka itu adalah sesama koleganya, jaksa, pengacara dan lain-lain yang sudah terbiasa bermain dengan hukum dan memperdagangkannya.
Secara formal memang benar alasan yang dikemukakan pihak Mahkamah Agung terhadap alasan pemutasian Albertina Ho. Yakni bahwa mutasi hakim itu adalah soal biasa. Tetapi, apakah Albertina adalah “hakim biasa” di tengah-tengah “mafia hukum yang luar biasa” ini?
Jelas, Jakarta sangat membutuhkan hakim berintegritas tinggi seperti Albertina. Kenapa seseorang yang begitu dibutuhkan justru dimutasikan?
Alasan Mahkamah Agung yang lain adalah, seperti yang dikemukakan Dirjen Peradilan Umum Mahkamah Agung Cicut Sutiarso, bahwa pemutasian Albertina itu bukan suatu hukuman. Bahkan sebaliknya. Karena prestasinya itu Albertina dimutasikan dengan kedudukan yang lebih tinggi dengan menjadi Wakil Ketua PN di Sungai Liat.
Sebuah alasan yang naif. Terkesan hanya dibuat-buat untuk menutupi alasan yang sebenarnya?

Apa artinya jabatan Wakil Ketua PN di sebuah kota kecil seperti Sungai Liat, yang acara sidangnya saja tidak setiap hari ada, dibandingkan dengan perannya sebagai hakim yang begitu dibutuhkan publik, khususnya di Jakarta, dan Indonesia pada umumnya?
Keputusan pemutasian Hakim Albertina Ho oleh Mahkamah Agung ini akan menambah persepsi negatif publik terhadap integritas Mahkamah Agung sebagai benteng terakhir peradilan di Indonesia, yang justru semakin lama semakin pudar keagungannya.

Rasanya tidak berlebihan, kalau kelak Albertina Ho dengan segala integritasnya ini diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung, supaya dapat mengembalikan keagungan mahkamah.
Pengacara sekaliber Adnan Buyung Nasution pun tak segan-segannya memuji Albertina Ho. Dia pernah bilang, Albertina Ho adalah seorang hakim yang kritis dan berani. Terkenal mempunyai track record yang jujur.

Publik pasti akan terus bertanya-tanya, apa sebenarnya di balik keputusan Mahkamah Agung memutasikan Albertina Ho?
Apakah benar alasannya hanya alasan formalitas dan administratif sebagaimana telah dikemukakan itu? Apakah dan kenapa Mahkamah Agung tidak melihat aspek kebutuhan dalam menentukan pemutasian tersebut?
Jangan-jangan di balik semuanya itu ada permainan kekuatan kekuasaan yang luar biasa, yang diam-diam melakukan intervesi di Mahkamah Agung dengan memanfaatkan pemutasian hakim-hakim untuk menyingkirkan Albertina Ho. Karena perannya secara tak terduga semakin mengarah kepada sesuatu yang dianggap berbahaya bagi mereka?

Lihat saja bagaimana pengadilan kasus Gayus Tambunan yang dipimpin Albertina Ho itu. Secara “tak terduga” menyeret peran Jaksa Cirus Sinaga, yang kemudian secara “tak terduga” pula merembet, berkembang ke arah peran Cirus dalam dugaan rekayasa kasus dan rekayasa hukum dalam pengadilan kasus pembunuhan yang mengadili mantan Ketua KPK sekaligus mantan atasan Cirus Sinaga, Antasari Azhar itu?

Sekarang, Cirus Sinaga diadili Majelis Hakim yang dipimpin oleh Albertina Ho juga. Mungkin sekali melihat kasus-kasus itu semakin berkembang “liar”, ke arah dugaan adanya rekayasa kasus dan rekayasa pengadilan pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjara, Nasrudin Zularnain, dengan otak Antasari Azhar itu, ada pihak-pihak tertentu yang diam-diam merasa khawatir juga.
Kalau pengadilan kasus Gayus dan kasus Cirus terus dipimpin oleh seorang hakim berintegritas tinggi seperti Albertina Ho ini bisa jadi akan mengarah ke pengungkapan benar adanya rekayasa tersebut.
Sebelum kekhawatiran itu mendekati kenyataannya, maka Albertina perlu disingkirkan dengan dibuang dari Jakarta ke sebuah kota kecil. Jauh dari Jakarta.

Indikasi ke arah ini bukannya tidak ada. Lihat saja bagaimana Cirus Sinaga sebagai terdakwa menumpahkan uneg-uneg-nya dalam sidang pengadilan yang dipimpin oleh Albertina Hoo pada 22 September 2011 itu. Bahwa dia sangat merasa tertekan, sampai katanya, tidak sanggup hidup lagi, ketika harus menangani kasus Antasari Azhar.

Kenapa dia harus merasa tertekan secara luar biasa seperti itu, kalau toh, sebagai jaksa waktu itu dia yakin kalau memang murni Antasari bersalah. Kenapa dia harus merasa tertekan seperti itu, kalau dia yakni tidak ada rekayasa di balik kasus itu?

Cirus boleh saja kita anggap sebagai jaksa yang tidak bersih, tetapi kisah hukum ini bukan kisah seperti dalam sinetron khas Indonesia. Di mana semua tokohnya hitam-putih. Tokoh yang baik, baiknya tanpa cacat sedikitpun. Membuat malaikat pun kalah. Sedangkan tokoh jahatnya, sejahat-jahatnya, tanpa ada sedikitpun sisi baiknya. Membuat setan pun kalah.
Artinya, di balik sisi hitamnya, mungkin saja ada sisi baiknya Cirus, yang kini menyesali kenapa dia sampai (mau) terlibat dalam suatu kasus pengadilan yang direkayasa (kalau memang itu ada)

PICT BELIAU :
Spoiler for Click:
![[Profil]Sekilas Tentang Sosok Hakim Albertina Ho.](https://s.kaskus.id/images/2013/08/04/5375722_20130804122558.jpg)
Spoiler for Click:
![[Profil]Sekilas Tentang Sosok Hakim Albertina Ho.](https://s.kaskus.id/images/2013/08/04/5375722_20130804122629.jpg)
Spoiler for Click:
![[Profil]Sekilas Tentang Sosok Hakim Albertina Ho.](https://s.kaskus.id/images/2013/08/04/5375722_20130804123727.jpg)
Spoiler for Click:
![[Profil]Sekilas Tentang Sosok Hakim Albertina Ho.](https://s.kaskus.id/images/2013/08/04/5375722_20130804123802.jpg)
Spoiler for Click:
![[Profil]Sekilas Tentang Sosok Hakim Albertina Ho.](https://s.kaskus.id/images/2013/08/04/5375722_20130804123953.jpg)
SELALU BUDAYAKAN KOMENG GAN





Referensi : Merdeka & Kompasiana
0
3.9K
Kutip
19
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan