- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kisah 'anak singkong' yg Menjadi Animator Film Holywood 'The Avenger' & 'Pasific Rim'
TS
citoxson
Kisah 'anak singkong' yg Menjadi Animator Film Holywood 'The Avenger' & 'Pasific Rim'
Animator-Animator Indonesia:
Di Negeri Sendiri Tak Digubris, di Negara Lain Laris Manis
Pilih Singapura agar Bisa ke Amerika
Selasa, 30 Juli 2013 , 10:52:00
Ronny Ghani.
Animator Ronny Gani mendadak menjadi perhatian publik perfilman Indonesia setelah terlibat dalam film The Avengers. Padahal, Ronny tidak pernah belajar animasi secara khusus. Kini dia memilih tinggal di Singapura.
The Avengers termasuk film box office tahun lalu. Film Hollywood yang diproduksi Marvel Studios itu meraup pendapatan lebih dari USD 1,5 miliar atau sekitar Rp 15 triliun (kurs USD 1 = Rp 10.000). Di balik kesuksesan film yang disutradarai Joss Whedon serta dibintangi Robert Downey Jr dan Chris Evans itu, ternyata terdapat sentuhan tangan anak Indonesia. Dia adalah Ronny Gani. Pria kelahiran Jakarta, 16 Maret 1983, tersebut mendapat kesempatan besar menggarap film kelas dunia setelah bekerja di Industrial Light and Magic (ILM), studio digital effect Hollywood yang memiliki cabang di Singapura.
ILM berada di bawah naungan Lucasfilm Limited yang didirikan George Lucas, sutradara dan produser yang namanya melambung berkat film fenomenal Star Wars dan Indiana Jones."Saya bekerja di ILM sejak November 2011," ujar Ronny menjawab pertanyaan Jawa Pos melalui surat elektronik atau e-mail pekan lalu. The Avengers adalah "karya" pertama Ronny saat berada di departemen VFX (visual effect). Departemen itu khusus menangani efek gerak animasi film-film Hollywood. Jutaan gerak animasi saat adegan peperangan antara para Avengers, superhero ciptaan Marvel, dan alien merupakan salah satu hasil kreasi Ronny dan departemennya. "Saya terlibat di bagian itu," ungkapnya.
Meski "tidak seberapa", scene itu cukup "menentukan" bagi jalannya film yang peredarannya ditangani Walt Disney Studios Motion Pictures tersebut. Sejak film itu meledak di pasaran, termasuk di Indonesia, nama Ronny mulai disebut-sebut sebagai salah seorang animator yang punya andil dalam kesuksesan film tersebut."Saya belum apa-apa. Masih harus terus belajar," tuturnya merendah. Proyek kedua Ronny setelah The Avengers adalah film Pacific Rim. Film itu bertema invasi alien berjuluk Kaiju ke bumi. Para alien yang telah lama tinggal di perut bumi mendapat perlawanan dari bangsa seluruh dunia. Perlawanan tersebut diwujudkan dengan penciptaan robot-robot raksasa dalam proyek yang disebut Jaeger. Pencapaian Ronny sejauh ini memang tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh proses panjang dan rumit. Sejak kecil Ronny memang menggemari film animasi atau film kartun. Ronny kecil juga suka menggambar.
Namun, dia tidak pernah memikirkan bahwa kegemaran dan hobinya itu kelak berguna untuk menunjang profesi. "Saya tidak pernah mengambil kursus atau sekolah art (seni, Red) apa pun," tegasnya. Baru saat kuliah, mulai muncul keinginan Ronny untuk memaksimalkan kegemarannya itu. Dia ingin mempelajari desain grafis. Namun, keinginan tersebut ditentang orang tua. Bapak-ibunya menginginkan Ronny masuk fakultas ekonomi. Akhirnya, Ronny dan orang tuanya berkompromi mengambil jalan tengah."Saya akhirnya memilih masuk arsitektur. Orang tua saya juga senang," ujar lulusan Universitas Indonesia 2005 itu.
Meski begitu, Ronny sempat pesimistis terhadap akhir studinya. "Saya ragu apakah saya bisa hebat dan berhasil di bidang arsitektur," katanya. Namun, di tengah pesimisme itu, masih ada sedikit harapan. Jurusan arsitektur memperkenalkan Ronny pada penggunaan software 3D (tiga dimensi). Sejumlah mata kuliah arsitektur memang mewajibkan mahasiswanya menggunakan software 3D untuk menciptakan karya. Ronny pun memilih berkonsentrasi di dunia 3D melalui berbagai software yang ada. Dari situlah dia akhirnya memahami bahwa software 3D memiliki fungsi yang sangat luas. "Termasuk dalam pembuatan film dan animasi," jelasnya. Berbagai materi dikumpulkan Ronny. Mulai buku tutorial, online tutorial, hingga mengikuti berbagai seminar 3D. Ronny pun akhirnya mantap memilih fokus pekerjaannya setelah lulus kuliah. "Semua itu saya lakukan untuk membuat demo reel/portofolio untuk melamar pekerjaan sebagai animator," ungkapnya.
Pekerjaan pertama "memaksa" Ronny pergi dari Jakarta menuju Batam. Dia bergabung di Infinite Frameworks Studios pada 2006. Dia sempat menghasilkan satu karya animasi pendek berjudul Sing to the Dawn.Pengalaman bekerja itu digunakan Ronny untuk mencoba kemampuan di negara tetangga, Singapura. Januari 2008, dia diterima di Sparky Animation, sebuah perusahaan lokal Singapura yang mendapat order proyek untuk serial-serial kecil di televisi. Di perusahaan itu, Ronny menghasilkan film berjudul Veggie Tales: Big River Rescue. "Tapi, saya merasa belum mendapat apa-apa di situ. Sebab, masih banyak yang bisa dieksplorasi di dunia animasi," ujarnya.
Setelah mendapat tambahan pengalaman, Ronny kembali meloncat pagar. Dia pindah ke Lucasfilm Limited Cabang Singapura. "Di Lucasfilm, saya mengerjakan proyek serial TV Star Wars: The Clone Wars," bebernya. Tidak butuh waktu lama, Ronny langsung ditawari menjadi karyawan tetap di sana. Dia melanjutkan proyek yang sama selama 3-4 tahun. Baru pada akhir 2011 dia pindah ke departemen VFX untuk kemudian mengerjakan proyek-proyek film Hollywood. Menurut Ronny, dibanding dukanya, banyak sukanya bekerja di ILM. Duka yang dia rasakan sebatas kewajiban untuk bekerja tanpa mengenal waktu. Namun, duka itu tertutupi karena lingkungan pekerjaaan yang kondusif dan tidak kaku. "Kalau bekerja sesuai passion, pasti menyenangkan," ujarnya. Hingga empat tahun bekerja di ILM, baru sekali Ronny melihat bosnya, George Lucas, datang di Singapura. "Meski kantor pusat saya ada di belahan dunia lain, beliau selalu memberikan perhatian penuh dan hands on terhadap kantor di Singapura," tuturnya.
Dalam menggarap proyek film, kru ILM tidak berkomunikasi secara langsung dengan sutradara. Saat mengerjakan Pacific Rim, misalnya, sutradara Guillermo del Torro cukup mengirimkan rekaman video terkait dengan keinginannya dalam penciptaan animasi."Tapi, secara interaksi, bisa dibilang kami langsung berhubungan dengan director meskipun melalui bantuan teknologi komunikasi," jelasnya. Ronny ingin lebih banyak lagi anak muda Indonesia yang mau terlibat dalam industri film animasi dunia. "Yang penting terus mengembangkan skill dan disiplin," ujarnya. Kini dia memilih tinggal di Singapura. Bahkan, mungkin pergi lebih jauh untuk mengembangkan karir dan kemampuan. "Namun, suatu saat nanti saya pulang ke Indonesia. Saya ingin mendirikan sekolah animasi atau studio sendiri," tegasnya.
http://www.jpnn.com/read/2013/07/30/...sa-ke-Amerika-
Animator Indonesia Tembus Hollywood Lewat 'Tintin'
Rabu, 31 Juli 2013 Waktu Washington, DC: 09:21
Animator asal Indonesia, Rini Sugianto, menjadi animator utama untuk film produksi Hollywood mengenai tokoh terkenal Tintin, 'The Adventures of Tintin.'
Tintin dan anjingnya, Snowy, dalam salah satu adegan dalam film 'The Adventures of Tintin.'
Berawal dari kecintaan terhadap karakter fiksi seorang jurnalis berjambul bernama Tintin, seorang animator muda asal Indonesia bernama Rini Sugianto sukses menembus kancah perfilman Hollywood.
Rini yang saat ini bekerja sebagai animator di perusahaan WETA digital di Selandia Baru, baru-baru ini ikut menggarap film "The Adventures of Tintin." Sebelumnya, Rini yang adalah lulusan S2 dari Academy of Arts di San Francisco, California rela untuk meninggalkan pekerjaan dan kehidupannya di Amerika dan pindah ke Selandia Baru, setelah mendapat tawaran untuk menggarap film yang disutradarai oleh Steven Spielberg ini. “WETA waktu itu lagi hiring untuk 'Tintin' sama 'Rise of the Apes.' Lalu setelah itu saya ditelepon. Katanya, 'Mau pindah ke Selandia Baru atau nggak? Saya grew up dengan Tintin, sewaktu masih kecil baca Tintin terus. Akhirnya saya nggak bisa nolak dan pindah ke sini tahun kemarin,” tutur Rini via telepon kepada VOA.
Film "The Adventures of Tintin" adalah film layar lebar Hollywood pertama di mana Rini ikut menjadi salah satu animatornya. Selain merupakan prestasi yang luar biasa, tentunya juga cukup membuat hati Rini senang. “Waktu itu senang ya, pas diwawancara (untuk pekerjaan ini), lucunya karena saya di LA punya anjing dan Tintin ada karakter anjingnya, Snowy. (Mereka) agak-agak tertarik juga mungkin karena saya punya anjing jadi mungkin lebih tahu gerakannya anjing karena tiap hari melihat gerakannya. Senangnya dapat kesempatan untuk kerja di film sebesar Tintin. Apalagi dengan sutradaranya semacam Steven Spielberg. Baru pertama kali ini kerja dengan sutradara terkenal,” ujarnya.
Rini Sugianto
Rini Sugianto, animator asal Indonesia untuk film The Adventures of Tintin
Walaupun begitu, Rini mengaku belum pernah bertemu langsung dengan Steven Spielberg. “Seminggu sekali, ada director review lewat video conference. Jadi melihatnya hanya dari video aja,” tambah Rini. Dalam film "The Adventures of Tintin," Rini bertindak sebagai animator dengan andil paling besar. “Kebetulan di film ini, saya mengerjain paling banyak adegannya, total ada 70 shot di film Tintin,” ujar Rini.
Menggarap film yang memiliki tokoh terkenal seperti Tintin memiliki tantangan tersendiri. “Yang paling besar, adalah karena komiknya itu udah terkenal. Jadi orang-orang sudah familiar sama karakternya. Kita nggak bisa sembarangan mengubah ceritanya atau mengubah terlalu jauh dari aslinya,” tambah Rini. Penggarapan film "The Adventures of Tintin" ini juga memakan waktu yang tidak sebentar. “Animasinya sendiri, full production-nya mungkin sekitar setahun setengah. Tapi proyeknya sendiri sudah mulai sekitar empat tahun lalu. Tapi, untuk beberapa tahun pertama, mereka hanya mengerjakan ceritanya. Fokusnya adalah untuk mengerjakan storyboard sampai solid,” kata Rini.
Melihat nama orang Indonesia di film sebesar Tintin tentunya merupakan kebanggaan tersendiri, terutama bagi orang tua Rini yang sudah nonton film "The Adventures of Tintin" di Indonesia. “Begitu dengar bakal main di Indonesia, langsung saya suruh nonton. Orang tua kebetulan memang bukan orang yang sering nonton film. Mungkin pertama kali dalam jangka waktu sepuluh tahun dan Tintin film pertama yang mereka tonton. Mereka cukup bangga akan melihat nama (Rini) di big screen,” ujarnya.
Rini mengaku orang tuanyalah yang selalu mendukung segalanya dalam hal karir dan kehidupan. “Mereka mendukung sewaktu saya sekolah dan waktu saya ngambil keputusan untuk sekolah lagi di bidang animasi, dan orang tua saya waktu itu sama sekali nggak ngerti animasi itu apa. Tapi, mereka percaya kalau pilihan Rini akan membuat Rini bahagia. Mereka mendukung penuh mulai dari bayar sekolah sampai mencari pekerjaan,” tambah Rini. Saat ini, Rini juga sedang menggarap animasi untuk film Hollywood lainnya. “Sekarang lagi ngerjain film "The Avengers," jadi kalau pada nonton film "Thor" dan "Captain America" dulu, ada klip-klipnya untuk "The Avengers." Ini gabungan semua superhero,” jelasnya. Pesan Rini terutama kepada sesama animator adalah untuk tidak pernah putus asa dalam menggapai cita-cita. “Never give up. Kalau memang ada perusahaan yang animator-animator Indonesian mau tembus, pelajarin tipe animasi mereka dan buat animasi yang seperti tipe yang mereka kerjakan. Lama-lama akan terbuka peluangnya.”
http://www.voaindonesia.com/content/...08/102409.html
Upin Dan Ipin Karya Anak Indonesia
23rd June 2011
Marsha Chikita
Kalian tau kan Upin Ipin, film animasi 3D asal Malaysia ini..? Denger denger sih bakal di Boikot dari Indonesia.. Tapi ga tau deh gimana jadinya… Tapi kalian tau ga sih? ternyata salah satu dari 20 animator yang membuat Upin Ipin ini adalah Anak Indonesia. Dia adalah Marsha Chikita, Putri dari artis ternama Ikang Fawzi. Kiki panggilan akrab anak ikang fauzi ini saat memulai Karirnya saat ikut program magang di perusahaan di Las’ Copaque Production (rumah produksi yang membuat film animasi Upin-Ipin).
Sejak awal 2010, dia diterima di sana. Bahkan, dia merupakan satu-satunya orang Indonesia yang bekerja di perusahaan tersebut. Dia terjun langsung ikut membuat animasi film anak-anak yang banyak digemari di Indonesia itu. Meski magang, Kiki sudah dibayar RM 500 (ringgit Malaysia) atau Rp 1.400.000 (kurs 1 RM = Rp 2.800) per bulan. Lantaran pekerjaannya dinilai istimewa, Kiki akhirnya diterima sebagai karyawan dengan gaji lebih besar. Namun, mulai September ini, dia harus mengambil cuti untuk menyelesaikan tugas akhir kuliahnya.
Di rumah produksi tersebut, Kiki mengaku belajar banyak tentang 3D modeller dan setting and background modeller, tapi akhirnya lebih sreg menjadi animator untuk film Upin-Ipin. Animator itu menganimasi setiap shoot adegan. Misalnya, saat Upin berjalan, kakinya dianimasi agar gerakannya pas. Terus, eye blinking, lipsing, dan sebagainya. “Karena itu, seorang animator suka ngaca sendiri sambil ngomong supaya tahu ekspresinya saat membuat animasi,” paparnya. Ada 20 animator di rumah produksi itu dan Kiki adalah satu-satunya dari Indonesia. Saat ini, meski sedang cuti, dia mendapat tugas untuk ikut mempersiapkan Upin-Ipin ke layar lebar. Kiki-lah yang memberikan sentuhan Indonesia dalam film dua anak kampung Malaysia itu.
Misalnya, lewat tokoh Shanty, teman Upin dari Jakarta. Agar benar-benar Indonesia, Kiki memberikan banyak polesan pada tokoh Shanty. “Director dan script writer suka mengajak saya untuk membantu. Misalnya, di Malaysia kan tidak dikenal kupu-kupu, tapi rama-rama. Terus, kata “senang” di sana berarti mudah. Kalau di sini, artinya gembira,” tutur kiki. Pada kesempatan lain, seperti dalam episode Berkelah atau Piknik, Kiki memasukkan unsur-unsur Indonesia untuk menyesuaikan dengan tokoh Shanty yang asli Indonesia. Misalnya, membuat animasi kue bakpia, semprong, dan keripik ceker ayam. “Supaya lebih kaya kulturnya. Dan mereka suka,” ucapnya bangga.
Bukan saja sebagai animator upin dan ipin ini saja, ternyata Marsha Chikita Fawzi yang tak lain adalah putri pasangan selebriti Ikang Fawzi dan Marissa Haque penggagas Unyil dan Upin bersalaman di dunia maya sebagai ikon kampanye “Damai Yuk” untuk Indonesia-Malaysia yang di posting di akun twitter dan facebooknya.
http://forumjualbeli.net/showthread.php?t=148234
-----------------------------------
Banyak sebenarnya putra-putra asal Indonesia yang berkarya dengan cita rasa tinggi di luar negeri, seperti penemu teknologi 4G, perancang pesawat canggih Boeing 777 Dreamlines, penemu kromosom manusia, ilmuan proyek riset partikel Tuhan, hingga penemu 'fine cigarettes' dengan memanfaatkan 'nano tech' sehingga asap rokok bisa diubah menjadi obat. Itu belum termasuk BJ habibnie tentunya!
Di Negeri Sendiri Tak Digubris, di Negara Lain Laris Manis
Pilih Singapura agar Bisa ke Amerika
Selasa, 30 Juli 2013 , 10:52:00
Ronny Ghani.
Animator Ronny Gani mendadak menjadi perhatian publik perfilman Indonesia setelah terlibat dalam film The Avengers. Padahal, Ronny tidak pernah belajar animasi secara khusus. Kini dia memilih tinggal di Singapura.
The Avengers termasuk film box office tahun lalu. Film Hollywood yang diproduksi Marvel Studios itu meraup pendapatan lebih dari USD 1,5 miliar atau sekitar Rp 15 triliun (kurs USD 1 = Rp 10.000). Di balik kesuksesan film yang disutradarai Joss Whedon serta dibintangi Robert Downey Jr dan Chris Evans itu, ternyata terdapat sentuhan tangan anak Indonesia. Dia adalah Ronny Gani. Pria kelahiran Jakarta, 16 Maret 1983, tersebut mendapat kesempatan besar menggarap film kelas dunia setelah bekerja di Industrial Light and Magic (ILM), studio digital effect Hollywood yang memiliki cabang di Singapura.
ILM berada di bawah naungan Lucasfilm Limited yang didirikan George Lucas, sutradara dan produser yang namanya melambung berkat film fenomenal Star Wars dan Indiana Jones."Saya bekerja di ILM sejak November 2011," ujar Ronny menjawab pertanyaan Jawa Pos melalui surat elektronik atau e-mail pekan lalu. The Avengers adalah "karya" pertama Ronny saat berada di departemen VFX (visual effect). Departemen itu khusus menangani efek gerak animasi film-film Hollywood. Jutaan gerak animasi saat adegan peperangan antara para Avengers, superhero ciptaan Marvel, dan alien merupakan salah satu hasil kreasi Ronny dan departemennya. "Saya terlibat di bagian itu," ungkapnya.
Meski "tidak seberapa", scene itu cukup "menentukan" bagi jalannya film yang peredarannya ditangani Walt Disney Studios Motion Pictures tersebut. Sejak film itu meledak di pasaran, termasuk di Indonesia, nama Ronny mulai disebut-sebut sebagai salah seorang animator yang punya andil dalam kesuksesan film tersebut."Saya belum apa-apa. Masih harus terus belajar," tuturnya merendah. Proyek kedua Ronny setelah The Avengers adalah film Pacific Rim. Film itu bertema invasi alien berjuluk Kaiju ke bumi. Para alien yang telah lama tinggal di perut bumi mendapat perlawanan dari bangsa seluruh dunia. Perlawanan tersebut diwujudkan dengan penciptaan robot-robot raksasa dalam proyek yang disebut Jaeger. Pencapaian Ronny sejauh ini memang tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh proses panjang dan rumit. Sejak kecil Ronny memang menggemari film animasi atau film kartun. Ronny kecil juga suka menggambar.
Namun, dia tidak pernah memikirkan bahwa kegemaran dan hobinya itu kelak berguna untuk menunjang profesi. "Saya tidak pernah mengambil kursus atau sekolah art (seni, Red) apa pun," tegasnya. Baru saat kuliah, mulai muncul keinginan Ronny untuk memaksimalkan kegemarannya itu. Dia ingin mempelajari desain grafis. Namun, keinginan tersebut ditentang orang tua. Bapak-ibunya menginginkan Ronny masuk fakultas ekonomi. Akhirnya, Ronny dan orang tuanya berkompromi mengambil jalan tengah."Saya akhirnya memilih masuk arsitektur. Orang tua saya juga senang," ujar lulusan Universitas Indonesia 2005 itu.
Meski begitu, Ronny sempat pesimistis terhadap akhir studinya. "Saya ragu apakah saya bisa hebat dan berhasil di bidang arsitektur," katanya. Namun, di tengah pesimisme itu, masih ada sedikit harapan. Jurusan arsitektur memperkenalkan Ronny pada penggunaan software 3D (tiga dimensi). Sejumlah mata kuliah arsitektur memang mewajibkan mahasiswanya menggunakan software 3D untuk menciptakan karya. Ronny pun memilih berkonsentrasi di dunia 3D melalui berbagai software yang ada. Dari situlah dia akhirnya memahami bahwa software 3D memiliki fungsi yang sangat luas. "Termasuk dalam pembuatan film dan animasi," jelasnya. Berbagai materi dikumpulkan Ronny. Mulai buku tutorial, online tutorial, hingga mengikuti berbagai seminar 3D. Ronny pun akhirnya mantap memilih fokus pekerjaannya setelah lulus kuliah. "Semua itu saya lakukan untuk membuat demo reel/portofolio untuk melamar pekerjaan sebagai animator," ungkapnya.
Pekerjaan pertama "memaksa" Ronny pergi dari Jakarta menuju Batam. Dia bergabung di Infinite Frameworks Studios pada 2006. Dia sempat menghasilkan satu karya animasi pendek berjudul Sing to the Dawn.Pengalaman bekerja itu digunakan Ronny untuk mencoba kemampuan di negara tetangga, Singapura. Januari 2008, dia diterima di Sparky Animation, sebuah perusahaan lokal Singapura yang mendapat order proyek untuk serial-serial kecil di televisi. Di perusahaan itu, Ronny menghasilkan film berjudul Veggie Tales: Big River Rescue. "Tapi, saya merasa belum mendapat apa-apa di situ. Sebab, masih banyak yang bisa dieksplorasi di dunia animasi," ujarnya.
Setelah mendapat tambahan pengalaman, Ronny kembali meloncat pagar. Dia pindah ke Lucasfilm Limited Cabang Singapura. "Di Lucasfilm, saya mengerjakan proyek serial TV Star Wars: The Clone Wars," bebernya. Tidak butuh waktu lama, Ronny langsung ditawari menjadi karyawan tetap di sana. Dia melanjutkan proyek yang sama selama 3-4 tahun. Baru pada akhir 2011 dia pindah ke departemen VFX untuk kemudian mengerjakan proyek-proyek film Hollywood. Menurut Ronny, dibanding dukanya, banyak sukanya bekerja di ILM. Duka yang dia rasakan sebatas kewajiban untuk bekerja tanpa mengenal waktu. Namun, duka itu tertutupi karena lingkungan pekerjaaan yang kondusif dan tidak kaku. "Kalau bekerja sesuai passion, pasti menyenangkan," ujarnya. Hingga empat tahun bekerja di ILM, baru sekali Ronny melihat bosnya, George Lucas, datang di Singapura. "Meski kantor pusat saya ada di belahan dunia lain, beliau selalu memberikan perhatian penuh dan hands on terhadap kantor di Singapura," tuturnya.
Dalam menggarap proyek film, kru ILM tidak berkomunikasi secara langsung dengan sutradara. Saat mengerjakan Pacific Rim, misalnya, sutradara Guillermo del Torro cukup mengirimkan rekaman video terkait dengan keinginannya dalam penciptaan animasi."Tapi, secara interaksi, bisa dibilang kami langsung berhubungan dengan director meskipun melalui bantuan teknologi komunikasi," jelasnya. Ronny ingin lebih banyak lagi anak muda Indonesia yang mau terlibat dalam industri film animasi dunia. "Yang penting terus mengembangkan skill dan disiplin," ujarnya. Kini dia memilih tinggal di Singapura. Bahkan, mungkin pergi lebih jauh untuk mengembangkan karir dan kemampuan. "Namun, suatu saat nanti saya pulang ke Indonesia. Saya ingin mendirikan sekolah animasi atau studio sendiri," tegasnya.
http://www.jpnn.com/read/2013/07/30/...sa-ke-Amerika-
Animator Indonesia Tembus Hollywood Lewat 'Tintin'
Rabu, 31 Juli 2013 Waktu Washington, DC: 09:21
Animator asal Indonesia, Rini Sugianto, menjadi animator utama untuk film produksi Hollywood mengenai tokoh terkenal Tintin, 'The Adventures of Tintin.'
Tintin dan anjingnya, Snowy, dalam salah satu adegan dalam film 'The Adventures of Tintin.'
Berawal dari kecintaan terhadap karakter fiksi seorang jurnalis berjambul bernama Tintin, seorang animator muda asal Indonesia bernama Rini Sugianto sukses menembus kancah perfilman Hollywood.
Rini yang saat ini bekerja sebagai animator di perusahaan WETA digital di Selandia Baru, baru-baru ini ikut menggarap film "The Adventures of Tintin." Sebelumnya, Rini yang adalah lulusan S2 dari Academy of Arts di San Francisco, California rela untuk meninggalkan pekerjaan dan kehidupannya di Amerika dan pindah ke Selandia Baru, setelah mendapat tawaran untuk menggarap film yang disutradarai oleh Steven Spielberg ini. “WETA waktu itu lagi hiring untuk 'Tintin' sama 'Rise of the Apes.' Lalu setelah itu saya ditelepon. Katanya, 'Mau pindah ke Selandia Baru atau nggak? Saya grew up dengan Tintin, sewaktu masih kecil baca Tintin terus. Akhirnya saya nggak bisa nolak dan pindah ke sini tahun kemarin,” tutur Rini via telepon kepada VOA.
Film "The Adventures of Tintin" adalah film layar lebar Hollywood pertama di mana Rini ikut menjadi salah satu animatornya. Selain merupakan prestasi yang luar biasa, tentunya juga cukup membuat hati Rini senang. “Waktu itu senang ya, pas diwawancara (untuk pekerjaan ini), lucunya karena saya di LA punya anjing dan Tintin ada karakter anjingnya, Snowy. (Mereka) agak-agak tertarik juga mungkin karena saya punya anjing jadi mungkin lebih tahu gerakannya anjing karena tiap hari melihat gerakannya. Senangnya dapat kesempatan untuk kerja di film sebesar Tintin. Apalagi dengan sutradaranya semacam Steven Spielberg. Baru pertama kali ini kerja dengan sutradara terkenal,” ujarnya.
Rini Sugianto
Rini Sugianto, animator asal Indonesia untuk film The Adventures of Tintin
Walaupun begitu, Rini mengaku belum pernah bertemu langsung dengan Steven Spielberg. “Seminggu sekali, ada director review lewat video conference. Jadi melihatnya hanya dari video aja,” tambah Rini. Dalam film "The Adventures of Tintin," Rini bertindak sebagai animator dengan andil paling besar. “Kebetulan di film ini, saya mengerjain paling banyak adegannya, total ada 70 shot di film Tintin,” ujar Rini.
Menggarap film yang memiliki tokoh terkenal seperti Tintin memiliki tantangan tersendiri. “Yang paling besar, adalah karena komiknya itu udah terkenal. Jadi orang-orang sudah familiar sama karakternya. Kita nggak bisa sembarangan mengubah ceritanya atau mengubah terlalu jauh dari aslinya,” tambah Rini. Penggarapan film "The Adventures of Tintin" ini juga memakan waktu yang tidak sebentar. “Animasinya sendiri, full production-nya mungkin sekitar setahun setengah. Tapi proyeknya sendiri sudah mulai sekitar empat tahun lalu. Tapi, untuk beberapa tahun pertama, mereka hanya mengerjakan ceritanya. Fokusnya adalah untuk mengerjakan storyboard sampai solid,” kata Rini.
Melihat nama orang Indonesia di film sebesar Tintin tentunya merupakan kebanggaan tersendiri, terutama bagi orang tua Rini yang sudah nonton film "The Adventures of Tintin" di Indonesia. “Begitu dengar bakal main di Indonesia, langsung saya suruh nonton. Orang tua kebetulan memang bukan orang yang sering nonton film. Mungkin pertama kali dalam jangka waktu sepuluh tahun dan Tintin film pertama yang mereka tonton. Mereka cukup bangga akan melihat nama (Rini) di big screen,” ujarnya.
Rini mengaku orang tuanyalah yang selalu mendukung segalanya dalam hal karir dan kehidupan. “Mereka mendukung sewaktu saya sekolah dan waktu saya ngambil keputusan untuk sekolah lagi di bidang animasi, dan orang tua saya waktu itu sama sekali nggak ngerti animasi itu apa. Tapi, mereka percaya kalau pilihan Rini akan membuat Rini bahagia. Mereka mendukung penuh mulai dari bayar sekolah sampai mencari pekerjaan,” tambah Rini. Saat ini, Rini juga sedang menggarap animasi untuk film Hollywood lainnya. “Sekarang lagi ngerjain film "The Avengers," jadi kalau pada nonton film "Thor" dan "Captain America" dulu, ada klip-klipnya untuk "The Avengers." Ini gabungan semua superhero,” jelasnya. Pesan Rini terutama kepada sesama animator adalah untuk tidak pernah putus asa dalam menggapai cita-cita. “Never give up. Kalau memang ada perusahaan yang animator-animator Indonesian mau tembus, pelajarin tipe animasi mereka dan buat animasi yang seperti tipe yang mereka kerjakan. Lama-lama akan terbuka peluangnya.”
http://www.voaindonesia.com/content/...08/102409.html
Upin Dan Ipin Karya Anak Indonesia
23rd June 2011
Marsha Chikita
Kalian tau kan Upin Ipin, film animasi 3D asal Malaysia ini..? Denger denger sih bakal di Boikot dari Indonesia.. Tapi ga tau deh gimana jadinya… Tapi kalian tau ga sih? ternyata salah satu dari 20 animator yang membuat Upin Ipin ini adalah Anak Indonesia. Dia adalah Marsha Chikita, Putri dari artis ternama Ikang Fawzi. Kiki panggilan akrab anak ikang fauzi ini saat memulai Karirnya saat ikut program magang di perusahaan di Las’ Copaque Production (rumah produksi yang membuat film animasi Upin-Ipin).
Sejak awal 2010, dia diterima di sana. Bahkan, dia merupakan satu-satunya orang Indonesia yang bekerja di perusahaan tersebut. Dia terjun langsung ikut membuat animasi film anak-anak yang banyak digemari di Indonesia itu. Meski magang, Kiki sudah dibayar RM 500 (ringgit Malaysia) atau Rp 1.400.000 (kurs 1 RM = Rp 2.800) per bulan. Lantaran pekerjaannya dinilai istimewa, Kiki akhirnya diterima sebagai karyawan dengan gaji lebih besar. Namun, mulai September ini, dia harus mengambil cuti untuk menyelesaikan tugas akhir kuliahnya.
Di rumah produksi tersebut, Kiki mengaku belajar banyak tentang 3D modeller dan setting and background modeller, tapi akhirnya lebih sreg menjadi animator untuk film Upin-Ipin. Animator itu menganimasi setiap shoot adegan. Misalnya, saat Upin berjalan, kakinya dianimasi agar gerakannya pas. Terus, eye blinking, lipsing, dan sebagainya. “Karena itu, seorang animator suka ngaca sendiri sambil ngomong supaya tahu ekspresinya saat membuat animasi,” paparnya. Ada 20 animator di rumah produksi itu dan Kiki adalah satu-satunya dari Indonesia. Saat ini, meski sedang cuti, dia mendapat tugas untuk ikut mempersiapkan Upin-Ipin ke layar lebar. Kiki-lah yang memberikan sentuhan Indonesia dalam film dua anak kampung Malaysia itu.
Misalnya, lewat tokoh Shanty, teman Upin dari Jakarta. Agar benar-benar Indonesia, Kiki memberikan banyak polesan pada tokoh Shanty. “Director dan script writer suka mengajak saya untuk membantu. Misalnya, di Malaysia kan tidak dikenal kupu-kupu, tapi rama-rama. Terus, kata “senang” di sana berarti mudah. Kalau di sini, artinya gembira,” tutur kiki. Pada kesempatan lain, seperti dalam episode Berkelah atau Piknik, Kiki memasukkan unsur-unsur Indonesia untuk menyesuaikan dengan tokoh Shanty yang asli Indonesia. Misalnya, membuat animasi kue bakpia, semprong, dan keripik ceker ayam. “Supaya lebih kaya kulturnya. Dan mereka suka,” ucapnya bangga.
Bukan saja sebagai animator upin dan ipin ini saja, ternyata Marsha Chikita Fawzi yang tak lain adalah putri pasangan selebriti Ikang Fawzi dan Marissa Haque penggagas Unyil dan Upin bersalaman di dunia maya sebagai ikon kampanye “Damai Yuk” untuk Indonesia-Malaysia yang di posting di akun twitter dan facebooknya.
http://forumjualbeli.net/showthread.php?t=148234
Contoh animasi buatan animator kita ttg Indonesiana
Transformer made in Indonesia
Samurai Indonesia
Transformer made in Indonesia
Samurai Indonesia
-----------------------------------
Banyak sebenarnya putra-putra asal Indonesia yang berkarya dengan cita rasa tinggi di luar negeri, seperti penemu teknologi 4G, perancang pesawat canggih Boeing 777 Dreamlines, penemu kromosom manusia, ilmuan proyek riset partikel Tuhan, hingga penemu 'fine cigarettes' dengan memanfaatkan 'nano tech' sehingga asap rokok bisa diubah menjadi obat. Itu belum termasuk BJ habibnie tentunya!
0
6.2K
33
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan