- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
(BOSEN FPI) Pengadaan Buku Sekolah Yang MENGGIURKAN


TS
ngapaktua
(BOSEN FPI) Pengadaan Buku Sekolah Yang MENGGIURKAN
WELCOME

Spoiler for no repsol:

Quote:
permisi gan, ane mau nginfo-in tentang carut marutnya dunia pendidikan kita, seperti trit ane yang Gurunya aja Bingung, Gimana Muridnya...?
maksud ane bikin trit tentang pendidikan karena dunia pendidikan adalah hal yang paling sering dilupakan.
Kebanyakan lebih suka bicara politik dan tetek bengek lainnya, padahal hal fundamental dari kebaikan suatu sistem yang diterapkan oleh negara berawal dari PENDIDIKAN.
contohnya RESTORASI MEIJIJepang dan cina dengan politik tirai bambunya, dan KAISAR SEJONG korea yang memulai pembangunan negara dari bidang pendidikan...
Nah disini dulu Bung Karno sudah berpikir ke-arah itu dengan mengirim putra-putra terbaiknya menuntut ilmu diluar negeri namun entahlah, semua terjadi pergeseran nilai.... demikian kalimat pembuka ane gan...
monggo dibaca beritanya lalu komen disini, karena komen agan membantu ane untuk menjadi guru yang lebih baik lagi...
maksud ane bikin trit tentang pendidikan karena dunia pendidikan adalah hal yang paling sering dilupakan.
Kebanyakan lebih suka bicara politik dan tetek bengek lainnya, padahal hal fundamental dari kebaikan suatu sistem yang diterapkan oleh negara berawal dari PENDIDIKAN.
contohnya RESTORASI MEIJIJepang dan cina dengan politik tirai bambunya, dan KAISAR SEJONG korea yang memulai pembangunan negara dari bidang pendidikan...
Nah disini dulu Bung Karno sudah berpikir ke-arah itu dengan mengirim putra-putra terbaiknya menuntut ilmu diluar negeri namun entahlah, semua terjadi pergeseran nilai.... demikian kalimat pembuka ane gan...
monggo dibaca beritanya lalu komen disini, karena komen agan membantu ane untuk menjadi guru yang lebih baik lagi...
Berita 1
Spoiler for Penerbit Buku Sekolah Porno Sudah Di-Black List:
Spoiler for ketahuan:
TEMPO.CO, Bogor - Munculnya buku pelajaran bermuatan pornografi di Bogor pada awal Juli 2013 lalu berbuntut panjang. Buku berjudul Aku Senang Belajar Bahasa Indonesia untuk kelas VI sekolah dasar itu diterbitkan CV Graphia Buana, sebuah penerbitan buku berbasis di Bogor. Kini Dinas Pendidikan Kota Bogor mengaku sudah memasukkan penerbit itu dalam daftar hitam.
Spoiler for hukuman:
“Kami sudah blacklist penerbit dan juga penulis buku itu agar buku terbitannya tidak digunakan oleh semua sekolah SD di Kota Bogor,” kata Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan Bogor, Aan S Hamzah, kepada Tempo, pertengahan Juli 2013 lalu.
Spoiler for investivigasi:
Selain itu, Dinas Pendidikan Bogor juga membentuk tim investigasi untuk menelisik asal-muasal lolosnya buku pelajaran porno ini ke tangan murid sekolah. Dia mengakui ada dugaan kerja sama antara sejumlah kepala sekolah dan penerbit untuk menggunakan buku tertentu.
“Kami sudah membentuk tim dan tinggal menunggu hasilnya saja,” kata Aan. Hasil kerja tim investigasi Dinas Pendidikan Bogor akan diserahkan pada Inspektorat Kota Bogor untuk ditindaklanjuti.
Aan juga memastikan bahwa polisi sudah turun tangan mengatasi masalah ini. “Masalah pidananya jelas merupakan urusan polisi,” katanya. Aan mengakui bahwa Dinas Pendidikan tidak bisa memberikan sanksi untuk penerbit maupun sekolah yang dinilai terlibat dalam lolosnya buku sekolah porno tersebut itu. “Urusan penindakan itu bagian polisi,” katanya. “Tapi kami berkoordinasi dengan polisi,” kata Aan lagi
.
“Kami sudah membentuk tim dan tinggal menunggu hasilnya saja,” kata Aan. Hasil kerja tim investigasi Dinas Pendidikan Bogor akan diserahkan pada Inspektorat Kota Bogor untuk ditindaklanjuti.
Aan juga memastikan bahwa polisi sudah turun tangan mengatasi masalah ini. “Masalah pidananya jelas merupakan urusan polisi,” katanya. Aan mengakui bahwa Dinas Pendidikan tidak bisa memberikan sanksi untuk penerbit maupun sekolah yang dinilai terlibat dalam lolosnya buku sekolah porno tersebut itu. “Urusan penindakan itu bagian polisi,” katanya. “Tapi kami berkoordinasi dengan polisi,” kata Aan lagi
Berita 2
Spoiler for Untung Besar Pebisnis Buku Sekolah :
Spoiler for Zona Nyaman:
TEMPO.CO, Jakarta - Bisnis buku pelajaran sekolah memang amat menggiurkan. Keuntungan besar yang didapat penerbit membuat pengadaan buku pelajaran di sekolah selalu ingin dikuasai pebisnis buku.
"Pengadaan buku sekolah ini memang sudah berpuluh-puluh tahun dikuasai pebisnis buku. Mereka sudah merasakan comfort zone yang luar biasa karena dapat keuntungan yang besar," kata Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Depdiknas Ramon Mohandas pada Tempo, Senin, 22 Juli 2013, di ruang kerjanya, Gedung Puskurbuk, Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.
"Pengadaan buku sekolah ini memang sudah berpuluh-puluh tahun dikuasai pebisnis buku. Mereka sudah merasakan comfort zone yang luar biasa karena dapat keuntungan yang besar," kata Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Depdiknas Ramon Mohandas pada Tempo, Senin, 22 Juli 2013, di ruang kerjanya, Gedung Puskurbuk, Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.
Spoiler for Untungnya:
Ramon mencontohkan, ongkos cetak dan ongkos kirim yang dikeluarkan penerbit untuk buku dengan tebal 112 halaman adalah Rp 7 ribu. Di pasaran, buku yang sama, tebal yang sama, dan warna yang sama, dijual penerbit Rp 35 ribu. "Jadi sebenarnya, buat mereka, memberi komisi 30-50 persen ke guru itu enggak ada apa-apanya karena harganya bukunya dijual sangat mahal," ujar Ramon.
Bisnis buku makin renyah karena penerbit kerap kali memecah buku pelajaran per semester, bukan untuk satu tahun ajaran. Ramon menceritakan, satu buku pelajaran bisa mencapai harga Rp 70 ribu. Itu untuk satu semester. Walhasil, untuk satu tahun, sebuah buku dijual Rp 140 ribu. "Makanya wajar kalau ada yang bilang sekarang tidak bisa dikatakan pendidikan sudah gratis. Soalnya harga bukunya luar biasa mahal."
Bisnis buku makin renyah karena penerbit kerap kali memecah buku pelajaran per semester, bukan untuk satu tahun ajaran. Ramon menceritakan, satu buku pelajaran bisa mencapai harga Rp 70 ribu. Itu untuk satu semester. Walhasil, untuk satu tahun, sebuah buku dijual Rp 140 ribu. "Makanya wajar kalau ada yang bilang sekarang tidak bisa dikatakan pendidikan sudah gratis. Soalnya harga bukunya luar biasa mahal."
Spoiler for Solusi Gagal:
Pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh sempat mencoba menembus keadaan ini dengan membuat program Buku Sekolah Elektronik (BSE).
Dalam program BSE, Puskurbuk Kemendikbud meminta penulis atau penerbit membuat buku pelajaran untuk pemerintah. Hak cipta buku-buku ini lalu dibeli Puskurbuk dan dimasukan ke website, sehingga bisa bebas di-download siapa saja, termasuk oleh penerbit. Kalau penerbit ingin mendistribusikan buku-buku itu secara komersial, mereka hanya boleh menjualnya dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sudah ditentukan pemerintah.
Kenyataannya, kata Ramon, BSE gagal di lapangan. Program ini dianggap tidak seksi oleh para pelaku bisnis perbukuan di sekolah. Para penerbit yang bukunya sudah lolos seleksi Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) kebanyakan tidak mau menjual hak ciptanya kepada pemerintah.
"Karena harga jual buku di program ini dipatok paling mahal sesuai HET. Jadi, yang mau jual hak cipta paling-paling yang penulis individu. Sementara penerbit enggak mau menjual hak cipta buku mereka," kata Ramon prihatin.
Tidak lakunya penggunaan buku BSE juga disebabkan perilaku para guru di sekolah-sekolah. Guru sering kali lebih suka memilih buku yang ditawarkan oleh penerbit. Apalagi jika penerbit-penerbit datang ke sekolah dengan membawa iming-iming hadiah, bahkan diajak jalan-jalan ke luar negeri.
"Artinya, BSE itu pilihan kedua bagi sekolah. Pilihan pertama mereka adalah memakai buku dari penerbit yang membawa iming-iming," ujar Ramon.
Dalam program BSE, Puskurbuk Kemendikbud meminta penulis atau penerbit membuat buku pelajaran untuk pemerintah. Hak cipta buku-buku ini lalu dibeli Puskurbuk dan dimasukan ke website, sehingga bisa bebas di-download siapa saja, termasuk oleh penerbit. Kalau penerbit ingin mendistribusikan buku-buku itu secara komersial, mereka hanya boleh menjualnya dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sudah ditentukan pemerintah.
Kenyataannya, kata Ramon, BSE gagal di lapangan. Program ini dianggap tidak seksi oleh para pelaku bisnis perbukuan di sekolah. Para penerbit yang bukunya sudah lolos seleksi Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) kebanyakan tidak mau menjual hak ciptanya kepada pemerintah.
"Karena harga jual buku di program ini dipatok paling mahal sesuai HET. Jadi, yang mau jual hak cipta paling-paling yang penulis individu. Sementara penerbit enggak mau menjual hak cipta buku mereka," kata Ramon prihatin.
Tidak lakunya penggunaan buku BSE juga disebabkan perilaku para guru di sekolah-sekolah. Guru sering kali lebih suka memilih buku yang ditawarkan oleh penerbit. Apalagi jika penerbit-penerbit datang ke sekolah dengan membawa iming-iming hadiah, bahkan diajak jalan-jalan ke luar negeri.
"Artinya, BSE itu pilihan kedua bagi sekolah. Pilihan pertama mereka adalah memakai buku dari penerbit yang membawa iming-iming," ujar Ramon.
Berita 3
Spoiler for Guru Bertanggung-Jawab atas Beredarnya Buku Porno:
Spoiler for tersangka:
TEMPO.CO, Jakarta - Pihak sekolah dianggap turut andil dalam kasus beredarnya buku pelajaran sekolah dasar berisi materi porno di Bogor. Sebab, penggunaan buku pelajaran diputuskan melalui rapat pendidik di sekolah.
Spoiler for putusan:
Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Pendeta (Pdt) Weinata Sairin menjelaskan kewenangan sekolah untuk menggunakan buku pelajaran diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku. Dalam Pasal 5 ayat 1 disebutkan buku teks untuk setiap mata pelajaran di sekolah dipilih oleh rapat pendidik.
"Jadi, sebenarnya mereka yang bertanggung-jawab, menurut peraturan ini," kata Weinata pada Tempo, Sabtu, 20 Juli 2013, di kantor BSNP, Cipete, Jakarta.
"Jadi, sebenarnya mereka yang bertanggung-jawab, menurut peraturan ini," kata Weinata pada Tempo, Sabtu, 20 Juli 2013, di kantor BSNP, Cipete, Jakarta.
Spoiler for Salah Peraturan:
Secara terpisah, Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Depdiknas Ramon Mahondas mengakui buku-buku hasil seleksi BSNP memang tidak otomatis digunakan pihak sekolah. Klausul yang terdapat pada Pasal 5 ayat 2 Permen Nomor 2 Tahun 2008 adalah alasannya. Di situ disebutkan, dalam hal buku yang ingin diadakan sekolah belum dinilai BSNP, maka sekolah boleh menentukan buku sendiri.
Ini juga terkait juga dengan kewenangan sekolah dalam kurikulum 2006 yang menyebutkan tugas guru di antaranya menyusun silabus. Karena guru diberi hak menyusun silabus, guru pun diberi kewenangan menentukan buku pelajaran apa yang ingin digunakan.
"Ini yang bikin runyam. Karena penerbit langsung ke sekolah menawarkan buku ke pihak sekolah," kata Ramon pada Tempo, Senin, 22 Juli 2013, di kantor Puskurbuk, Jalan Gunung Sahari, Jakarta.
Ini juga terkait juga dengan kewenangan sekolah dalam kurikulum 2006 yang menyebutkan tugas guru di antaranya menyusun silabus. Karena guru diberi hak menyusun silabus, guru pun diberi kewenangan menentukan buku pelajaran apa yang ingin digunakan.
"Ini yang bikin runyam. Karena penerbit langsung ke sekolah menawarkan buku ke pihak sekolah," kata Ramon pada Tempo, Senin, 22 Juli 2013, di kantor Puskurbuk, Jalan Gunung Sahari, Jakarta.
Spoiler for Otonomi Keliru:
Meski dianggap bertanggung-jawab, ketentuan dalam Permen tidak mengatur secara tegas sanksi apa yang bisa dijatuhkan atas buku-buku porno yang lolos ke tangan siswa. Pasal 14 hanya menyebutkan pelanggar ketentuan dalam Permen hanya dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangan.
Ramon mengakui pihaknya tidak punya kewenangan untuk memberi sanksi pada pihak sekolah atau guru atas beredarnya buku porno terbitan CV Graphia Buana di Bogor. Selain tidak ada dasar hukumnya, atasan langsung sekolah setelah masa desentralisasi dan otonomi daerah adalah Dinas Pendidikan, bukan pusat.
"Di sini sebenarnya Pemda seharusnya punya peran untuk mengawasi karena mereka yang langsung membawahi sekolah-sekolah," kata Ramon.
Ramon mengakui pihaknya tidak punya kewenangan untuk memberi sanksi pada pihak sekolah atau guru atas beredarnya buku porno terbitan CV Graphia Buana di Bogor. Selain tidak ada dasar hukumnya, atasan langsung sekolah setelah masa desentralisasi dan otonomi daerah adalah Dinas Pendidikan, bukan pusat.
"Di sini sebenarnya Pemda seharusnya punya peran untuk mengawasi karena mereka yang langsung membawahi sekolah-sekolah," kata Ramon.
Quote:
demikian gan curhat dan opini ane dengan share berita tentang pendidikan yang sering gak digubris ama masyarakat umum, hingga penerbit masuk ke zona nyaman...
Quote:
makasih dah mampir gan, mohon koment-nya untuk masukan buat ane...
atau mampir juga ditrit ane...
Spoiler for lapak ane:
Diubah oleh ngapaktua 30-07-2013 20:59
0
4.4K
Kutip
32
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan