Kegiatan Mulia Mahasiswa Indonesia di Jepang Bantu Korban Gempa

Pengenalan kebudayaan Indonesia di temporary housing Heisei no Mori, Minami Sanriku, Tohoku, Jepang, baru-baru ini.
TRIBUNNEWS.COM - Kejadian memang sudah dua tahun lalu, 11 Maret 2011, tetapi korban bencana di daerah Tohoku masih menderita sampai saat ini. Beberapa warga Indonesia di Jepang mencoba menghibur membantu para korban dengan berbagai kegiatan di daerah Tohoku. Berikut laporan Tribunnews.com hari ini (6/6/2013) dari lokasi yang dipandu oleh Yessy A dari Edu Hatch sebagai koordinatornya.

Edu Hatch adalah kelompok volunteer yang didirikan oleh seorang warga Indonesia yang tinggal di daerah Kanto di bulan Juni 2012, memiliki misi untuk membantu revitalisasi daerah bencana di Tohoku melalui knowledge transfer, pengenalan budaya asing, dan kegiatan volunteer.

Pada tanggal 1-2 Juni lalu, Edu Hatch berhasil merekrut mahasiswa Indonesia yang kuliah di Tokyo Medical Dental Univ (1 orang) dan Chiba Univ. (2 orang ) dan 1 orang teman Jepang untuk mengikuti kegiatan volunteer di kota Utatsu, Minami Sanriku, Miyagi-ken, Tohoku.

Kegiatan volunteer ini terdiri dari 3 kegiatan, yakni (1) mengajar pembuatan sabun rumput laut untuk mendukung Mono Zukuri Project (homemade manufacture), (2) pengenalan kebudayaan Indonesia di perumahan temporer di daerah Utatsu dan (3) membantu proyek pembersihan pantai dan menanam bunga di Tomarihama.

Pembuatan sabun rumput laut di usulkan oleh Edu Hatch berdasarkan pengalaman mengikuti volunteer di perusahaan pemrosesan rumput laut Kompira Maru di daerah ini di musim semi tahun tahun lalu.

Kelp (batang rumput laut) yang menjadi sampah pemrosesan rumput laut, setelah diblender dicampur dengan minyak sayur bekas, bahan kimia Na2SiO3 dan minyak aroma (aroma oil), akan menjadi sabun dalam waktu satu minggu. Setelah dikeringkan 2 minggu tingkat alkali akan berkurang dan dapat dipakai untuk sabun pencuci peralatan dapur dan tangan.

"Penjualan sabun rumput laut diharapkan dapat meningkatkan pemasukan warga setempat dan ramah lingkungan, karena minyak bekas penggorengan tidak menjadi limbah. Workshop ini diikuti oleh 2 siswa SMA Shizukawa yang berminat untuk membuat sabun rumput laut yang penjualannya akan digunakan untuk biaya pembersihan pantai Tomarihama," ungkap Yessy lagi.

Pengenalan kebudayaan Indonesia diadakan dengan menyediakan masakan Indonesia, yakni gulai ayam, mie goreng dan pisang goreng, kemudian memperdengarkan musik tradisional angklung untuk membantu mengurangi stress korban didaerah bencana Tsunami.

Dua mahasiswa dan peserta lokal menukarkan baju batik dan baju desain Jepang. Selama acara berlangsung ditanyakan juga keluhan mereka dan apa yang mereka inginkan untuk memperbaiki kehidupan mereka.

Pada saat ini, mereka menghawatirkan biaya yang diperlukan untuk membuat rumah baru dalam waktu 2-3 tahun ke depan apabila rumah temporer ditiadakan dan infrastruktur untuk mendukung home industry barang-barang kayu yang mereka buat. Ketika ditanya kesan tentang kunjungan kami, warga lokal sangat senang dan menanyakan kapan kami akan datang kembali.

Dalam satu tahun aktivitas volunteer, Edu Hatch juga melakukan program donasi, mengikuti hot meal project untuk masyarakat Futaba, Fukushima di evacuation shelter Saitama dan memperkenalkan kebudayaan asing (Indonesia, China dan Korea) ke anak-anak yang tinggal di daerah bencana radiasi nuklir di kota Iwaki dan Nihonmatsu, Fukushima.

Pembiayaan kegiatan volunteer di daerah Minami Sanriku minggu lalu dibantu oleh Dompet Dhuafa yang membiayai 2 mahasiswa Chiba Univ., NPO Gewel dan masyarakat Jepang dan Indonesia yang mendukung kegiatan volunteer Edu Hatch.

"Besar harapan bahwa Edu Hatch dapat menyemarakkan nama Indonesia di negeri Jepang," jelas Yessy lagi.

http://www.tribunnews.com/internasio...u-korban-gempa

Saling Menolong Sebagai Sesama Manusia...........