- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Inilah Plus Minus Mudik Lebaran


TS
andusumba
Inilah Plus Minus Mudik Lebaran
Quote:
Sebagian besar kaum Muslimin di negeri kita mengira, bahwa mudik lebaran ada kaitannya dengan ajaran Islam, karena terkait dengan ibadah bulan Ramadhan. Sehingga banyak yang lebih antusias menyambut mudik lebaran daripada mengejar pahala puasa dan lailatul qadr. Dengan berbagai macam persiapan, baik tenaga, finansial, kendaraan, pakaian dan oleh-oleh perkotaan. Ditambah lagi dengan gengsi bercampur pamer, mewarnai gaya mudik. Kadang dengan terpaksa harus menguras kocek secara berlebihan, bahkan sampai harus berhutang.
Quote:
Sumber : Madina.co.id
PEKAN-PEKAN ini kaum muslim sedang melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Sudah menjadi kelaziman di negeri ini, setiap bulan puasa konsumsi masyarakat meningkat berlipat-lipat dibandingkan dengan hari-hari biasa di luar bulan Ramadhan. Masa bulan puasa seakan menjadi suatu keharusan setiap muslim untuk berbelanja menenuhi hasrat makan-minum dengan boros. Meskipun tidak makan dan minum pada siang hari, tapi pada saat berbuka puasa dan sahur, orang merasa tidak afdhal kalau tidak melengkapi sajian buka puasa dengan menu istimewa. Begitupun hari raya Idul Fitri senantiasa ditandai dengan kebiasaan berpakaian serba baru, membuat makanan dan membikin kue khusus lebaran, serta pulang mudik ke kampong halaman.
Makanya setiap bulan puasa dan lebaran orang kebanyakan rela habis-habisan, sehingga setelah lebaran usai habis pula segala-galanya tidak tersisa. Suatu kebiasaan konsumtif yang sebenarnya kontradiktif dengan idealisme puasa. Puasa adalah sebuah idealisme yang mengayomi manusia agar mengendalikan diri dari segala hawa nafsu, berdisiplin, dan memiliki jiwa solidaritas sosial. Tapi idealisme puasa ini telah dijangkiti virus kapitalisme yang mendorong birahi konsumtif kaum muslim secara luar biasa, sehingga mengubah makna puasa dan hari raya Indul Fitri sekadar menjadi ritualisasi konsumerisme.Untungnya spiritualisasi lebaran masih menyisakan budaya silaturrahmi dalam masyarakat Indonesia.
Sikap konsumtif masyarakat tersebut tentu mempunyai sisi positif dan negatif, baik secara ekonomi maupun sosial-budaya. Sisi positfnya, peningkatan konsumsi masyarakat puasa setidaknya akan mendorong sektor riel bergerak. Karena pasar-pasar menjadi hidup, menyusul meningkatnya penawaran dan penjualan ikut teramgkat. Maka produktivitas menjadi aktif terutama industri makanan dan minuman, serta barang-barang kebutuhan pokok serta industri lainnya seperti kegiatan industri konveksi. Terlebih pada menjelang lebaran Idul Fitri, kebutuhan pokok masyarakat akan meningkat tajam seperti beras, gula, tepung terigu, mentega, minyak goreng, telur, ayam, dan daging, termasuk pula bumbu-bumbuan. Di samping kebiasaan membeli pakaian serba baru menyambut hari raya.
Kapitalisasi dana selama puasa Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri 1430 Hijriyah tahun 2009 ini diperkirakan mencapai lebih Rp50 triliun..Kapitalisasi ini berasal dari pembelanjaan konsumsi rumah tangga, biaya transportasi, biaya jasa-jasa, dan biaya telekomunikasi..Inilah kapitalisasi privat terbesar yang melibatkan negara. Inilah pula cermin sektor riel berbasis rakyat, sehingga periode puasa dan lebaran sering mereka sebut sebagai “masa panen tahunan.”
Kapitalisasi terbesar terjadi pada sektor mudik lebaran ke kampung halaman. Aktivitas transportasi terutama angkutan umum, baik di darat, laut, dan udara serta sungai meningkat pesat. Perusahaan-perusahaan bus menambah jumlah kendaraannya, kereta api menambah jumlah gerbong, pesawat udara menambah jadwal penerbangan, kapal laut menambah armada dan jadwal pelayaran. Sektor transportasi merupakan penyumbang kapitalisasi terbesar selama periode puasa dan lebaran.
Begitupun perusahaan-perusahaan penyewaan mobil dan dealer-dealer kendaraan bermotor tampak laris manis. Pemerintah memperkirakan jumlah pemudik yang menggunakan moda transportasi tahun ini meningkat, mencapai lebih16,3 juta orang, ditambah dengan pemudik yang menggunakan sepeda motor sekitar 2,2 juta orang, sehingga ada sekitar 18,5 juta pemudik.Dengan memperhitungkan biaya dan ongkos rata-rata terendah, misalnya, ongkos mudik pulang pergi per orang diasumsikan sebesar Rp600.000, sudah termasuk untuk ongkos ojek, makan dan minum, serta jasa lainnya, akan menghimpun dana sekitar Rp11 triliun. Lalu setiap pemudik diasumsikan membawa uang sangu untuk bekal selama di kampong rata-rata Rp1 juta dikalikan 18,5 juta pemudik akan terhimpun sekitar Rp18,5 triliun.
Di samping belanjaan pakaian baru, kue dan makanan lebaran, dana zakat fitrah, serta biaya pulsa telepon cellular tiap pemudik minimal Rp100 ribu. Dari perhitungan tersebut, maka kapitalisasi dana dari 18,5 juta pemudik tahun ini diperkirakan mencapai Rp52,17 triliun (lihat tabel). Angka ini belum termasuk pemudik dengan mobil pribadi dan pemudik massal (seperti dari perusahaan-perusahaan dan komunitas/kelompok).
Kapitalisasi dana pemudik tersebut dipastikan akan dapat mendorong kehidupan ekonomi di desa-desa kampung halaman. Setidak-tidaknya selama tiga hari masa lebaran Idul Fitri perputaran uang dari kota menyemarakkan kehidupan warga di pedesaaan.. Sayang, kapitalisasi dana tersebut lebih banyak tertuju kegiatan konsumtif sehingga tidak mempunyai dampak apa-apa pada kondisi fisik kampung halaman. Meski kapitalisasi puasa dan mudik berulang saban tahun, namun hasilnya hanyalah ritualisasi pemborosan dan konsumerisme.
Sisi negatifnya, peningkatan konsumsi masyarakat akan mendorong harga-harga dan biaya transportasi, distribusi, dan jasa-jasa ikut naik. Sesuai hukum pasar, permintaan bertambah maka penawaran akan ikut meningkat..Apalagi di daerah-daerah yang banyak menggunakan sungai sebagai sarana transportasi, musim kering dan kabut asap akan menghambat transportasi dan memperpanjang rantai distribusi barang-barang kebutuhan masyarakat.
Puncak kenaikan biaya transportasi biasanya terjadi menjelang lebaran karena ditunjang oleh tradisi mudik lebaran, yang biasanya pula pemerintah terpaksa memberikan tuslag terhadap angkutan umum untuk menyesuaikan tarif.. Kenaikan harga-harga barang dan biaya transportasi dengan sendirinya akan mendorong laju inflasi ke tingkat lebih jauh. Oleh karena itu, bulan Agustus dan September merupakan periode rawan inflasi. Periode inflasi ini tampaknya akan berlanjut hingga akhir tahun. Karena setelah lebaran ada kenaikan harga gas elpiji, harga BBM non subsidi, tarif tol, dan musim haji. Kondisi ini kemudian dihadang oleh bulan-bulan natal dan tahun baru.
Pemerintah tidak bisa hanya berkata bahwa ‘persedian barang kebutuhan cukup’ tapi perlu memastikan ketersediannys benar-benar mencukupi masyarakat dan pendistribusiannya lancar, cepat, dan tepat. Pemerintah Daerah tidak bisa berpangku tangan menunggu dari pusat, tapi mesti berperan aktif dalam menjaga stabilitas harga pasar dan pengendalian distribusinya.
Kalau beras, mungkin sekarang tidak bermasalah karena Bulog memiliki stok penyangga lebih dari 3 juta ton. Tapi kebutuhan masyarakat bukan hanya beras. Minyak goreng dan gula pasir, adalah dua jenis barang kebutuhan pokok yang sering menjadi keluhan masyarakat, belakangannya seperti bergerak liar tanpa kendali. Tampaknya juga patut dikendalikan sedemikian rupa, mengingat gejalanya belakangan ini cenderung menjadi kartel lokal yang saling terkait dengan produsen minyak sawit (CPO). Setidak-tidaknya pemerintah bertindak tegas untuk menangkal usaha-usaha spekulasi yang bisa memainkan harga di pasar domestik.
Memperbanyak operasi pasar terbuka, penyelengaraan bazaar dan pasar murah Ramadhan dapat membendung laju kenaikan harga dan menutup peluang spekulasi untuk bermain di pasar. Pada gilirannya juga dapat berperan menjadi bumper inflasi,.
Ekonomi mudik lebaran merupakan ceremony tahunan, baik langsung maupun tidak langsung memberi dampak luar biasa bagi roda ekonomi domestik dan kehidupan rakyat. Plus-minus suatu tradisi, yang terwujud dari virus kapitalisme di tubuh ringkih masyarakat muslim Indonesia dalam ritualisasi puasa dan lebaran.. Wallahu’alam.
Marhaban ya Ramadhan.****
PEKAN-PEKAN ini kaum muslim sedang melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Sudah menjadi kelaziman di negeri ini, setiap bulan puasa konsumsi masyarakat meningkat berlipat-lipat dibandingkan dengan hari-hari biasa di luar bulan Ramadhan. Masa bulan puasa seakan menjadi suatu keharusan setiap muslim untuk berbelanja menenuhi hasrat makan-minum dengan boros. Meskipun tidak makan dan minum pada siang hari, tapi pada saat berbuka puasa dan sahur, orang merasa tidak afdhal kalau tidak melengkapi sajian buka puasa dengan menu istimewa. Begitupun hari raya Idul Fitri senantiasa ditandai dengan kebiasaan berpakaian serba baru, membuat makanan dan membikin kue khusus lebaran, serta pulang mudik ke kampong halaman.
Makanya setiap bulan puasa dan lebaran orang kebanyakan rela habis-habisan, sehingga setelah lebaran usai habis pula segala-galanya tidak tersisa. Suatu kebiasaan konsumtif yang sebenarnya kontradiktif dengan idealisme puasa. Puasa adalah sebuah idealisme yang mengayomi manusia agar mengendalikan diri dari segala hawa nafsu, berdisiplin, dan memiliki jiwa solidaritas sosial. Tapi idealisme puasa ini telah dijangkiti virus kapitalisme yang mendorong birahi konsumtif kaum muslim secara luar biasa, sehingga mengubah makna puasa dan hari raya Indul Fitri sekadar menjadi ritualisasi konsumerisme.Untungnya spiritualisasi lebaran masih menyisakan budaya silaturrahmi dalam masyarakat Indonesia.
Sikap konsumtif masyarakat tersebut tentu mempunyai sisi positif dan negatif, baik secara ekonomi maupun sosial-budaya. Sisi positfnya, peningkatan konsumsi masyarakat puasa setidaknya akan mendorong sektor riel bergerak. Karena pasar-pasar menjadi hidup, menyusul meningkatnya penawaran dan penjualan ikut teramgkat. Maka produktivitas menjadi aktif terutama industri makanan dan minuman, serta barang-barang kebutuhan pokok serta industri lainnya seperti kegiatan industri konveksi. Terlebih pada menjelang lebaran Idul Fitri, kebutuhan pokok masyarakat akan meningkat tajam seperti beras, gula, tepung terigu, mentega, minyak goreng, telur, ayam, dan daging, termasuk pula bumbu-bumbuan. Di samping kebiasaan membeli pakaian serba baru menyambut hari raya.
Kapitalisasi dana selama puasa Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri 1430 Hijriyah tahun 2009 ini diperkirakan mencapai lebih Rp50 triliun..Kapitalisasi ini berasal dari pembelanjaan konsumsi rumah tangga, biaya transportasi, biaya jasa-jasa, dan biaya telekomunikasi..Inilah kapitalisasi privat terbesar yang melibatkan negara. Inilah pula cermin sektor riel berbasis rakyat, sehingga periode puasa dan lebaran sering mereka sebut sebagai “masa panen tahunan.”
Kapitalisasi terbesar terjadi pada sektor mudik lebaran ke kampung halaman. Aktivitas transportasi terutama angkutan umum, baik di darat, laut, dan udara serta sungai meningkat pesat. Perusahaan-perusahaan bus menambah jumlah kendaraannya, kereta api menambah jumlah gerbong, pesawat udara menambah jadwal penerbangan, kapal laut menambah armada dan jadwal pelayaran. Sektor transportasi merupakan penyumbang kapitalisasi terbesar selama periode puasa dan lebaran.
Begitupun perusahaan-perusahaan penyewaan mobil dan dealer-dealer kendaraan bermotor tampak laris manis. Pemerintah memperkirakan jumlah pemudik yang menggunakan moda transportasi tahun ini meningkat, mencapai lebih16,3 juta orang, ditambah dengan pemudik yang menggunakan sepeda motor sekitar 2,2 juta orang, sehingga ada sekitar 18,5 juta pemudik.Dengan memperhitungkan biaya dan ongkos rata-rata terendah, misalnya, ongkos mudik pulang pergi per orang diasumsikan sebesar Rp600.000, sudah termasuk untuk ongkos ojek, makan dan minum, serta jasa lainnya, akan menghimpun dana sekitar Rp11 triliun. Lalu setiap pemudik diasumsikan membawa uang sangu untuk bekal selama di kampong rata-rata Rp1 juta dikalikan 18,5 juta pemudik akan terhimpun sekitar Rp18,5 triliun.
Di samping belanjaan pakaian baru, kue dan makanan lebaran, dana zakat fitrah, serta biaya pulsa telepon cellular tiap pemudik minimal Rp100 ribu. Dari perhitungan tersebut, maka kapitalisasi dana dari 18,5 juta pemudik tahun ini diperkirakan mencapai Rp52,17 triliun (lihat tabel). Angka ini belum termasuk pemudik dengan mobil pribadi dan pemudik massal (seperti dari perusahaan-perusahaan dan komunitas/kelompok).
Kapitalisasi dana pemudik tersebut dipastikan akan dapat mendorong kehidupan ekonomi di desa-desa kampung halaman. Setidak-tidaknya selama tiga hari masa lebaran Idul Fitri perputaran uang dari kota menyemarakkan kehidupan warga di pedesaaan.. Sayang, kapitalisasi dana tersebut lebih banyak tertuju kegiatan konsumtif sehingga tidak mempunyai dampak apa-apa pada kondisi fisik kampung halaman. Meski kapitalisasi puasa dan mudik berulang saban tahun, namun hasilnya hanyalah ritualisasi pemborosan dan konsumerisme.
Sisi negatifnya, peningkatan konsumsi masyarakat akan mendorong harga-harga dan biaya transportasi, distribusi, dan jasa-jasa ikut naik. Sesuai hukum pasar, permintaan bertambah maka penawaran akan ikut meningkat..Apalagi di daerah-daerah yang banyak menggunakan sungai sebagai sarana transportasi, musim kering dan kabut asap akan menghambat transportasi dan memperpanjang rantai distribusi barang-barang kebutuhan masyarakat.
Puncak kenaikan biaya transportasi biasanya terjadi menjelang lebaran karena ditunjang oleh tradisi mudik lebaran, yang biasanya pula pemerintah terpaksa memberikan tuslag terhadap angkutan umum untuk menyesuaikan tarif.. Kenaikan harga-harga barang dan biaya transportasi dengan sendirinya akan mendorong laju inflasi ke tingkat lebih jauh. Oleh karena itu, bulan Agustus dan September merupakan periode rawan inflasi. Periode inflasi ini tampaknya akan berlanjut hingga akhir tahun. Karena setelah lebaran ada kenaikan harga gas elpiji, harga BBM non subsidi, tarif tol, dan musim haji. Kondisi ini kemudian dihadang oleh bulan-bulan natal dan tahun baru.
Pemerintah tidak bisa hanya berkata bahwa ‘persedian barang kebutuhan cukup’ tapi perlu memastikan ketersediannys benar-benar mencukupi masyarakat dan pendistribusiannya lancar, cepat, dan tepat. Pemerintah Daerah tidak bisa berpangku tangan menunggu dari pusat, tapi mesti berperan aktif dalam menjaga stabilitas harga pasar dan pengendalian distribusinya.
Kalau beras, mungkin sekarang tidak bermasalah karena Bulog memiliki stok penyangga lebih dari 3 juta ton. Tapi kebutuhan masyarakat bukan hanya beras. Minyak goreng dan gula pasir, adalah dua jenis barang kebutuhan pokok yang sering menjadi keluhan masyarakat, belakangannya seperti bergerak liar tanpa kendali. Tampaknya juga patut dikendalikan sedemikian rupa, mengingat gejalanya belakangan ini cenderung menjadi kartel lokal yang saling terkait dengan produsen minyak sawit (CPO). Setidak-tidaknya pemerintah bertindak tegas untuk menangkal usaha-usaha spekulasi yang bisa memainkan harga di pasar domestik.
Memperbanyak operasi pasar terbuka, penyelengaraan bazaar dan pasar murah Ramadhan dapat membendung laju kenaikan harga dan menutup peluang spekulasi untuk bermain di pasar. Pada gilirannya juga dapat berperan menjadi bumper inflasi,.
Ekonomi mudik lebaran merupakan ceremony tahunan, baik langsung maupun tidak langsung memberi dampak luar biasa bagi roda ekonomi domestik dan kehidupan rakyat. Plus-minus suatu tradisi, yang terwujud dari virus kapitalisme di tubuh ringkih masyarakat muslim Indonesia dalam ritualisasi puasa dan lebaran.. Wallahu’alam.
Marhaban ya Ramadhan.****
Quote:
Wahai, manusia. Hiasilah hubungan dengan kerabatmu untuk mencari ridha Allâh Ta’ala. Dengan bersilaturahmi, keberkahan umur dan rizki akan di raih dan derajat mulia akan tercapai di sisi Allâh Ta’ala. Ketahuilah, silaturahmi dengan sanak kerabat dan famili merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allâh Ta’ala.
Dari Anas bin Malik radhiyallâhu’anhu, bahwa Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan ditambah umurnya,
maka hendaklah melakukan silaturrahmi. [hadist]
Silaturrahmi yang hakiki bukanlah menyambung hubungan baik terhadap orang-orang yang telah berbuat baik terhadap kita. Namun, silaturrahmi yang sebenarnya ialah menyambung hubungan dengan orang-orang yang telah memutuskan tali silaturahmi dengan kita.
Dari Abdullah bin Amr radhiyallâhu’anhu, Nabi Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
Sesungguhnya bukanlah orang yang menyambung silaturahmi
adalah orang yang membalas kebaikan,
namun orang yang menyambung silaturahmi adalah
orang yang menyambung hubungan
dengan orang yang telah memutuskan silaturahmi.[2]
Dari Anas bin Malik radhiyallâhu’anhu, bahwa Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan ditambah umurnya,
maka hendaklah melakukan silaturrahmi. [hadist]
Silaturrahmi yang hakiki bukanlah menyambung hubungan baik terhadap orang-orang yang telah berbuat baik terhadap kita. Namun, silaturrahmi yang sebenarnya ialah menyambung hubungan dengan orang-orang yang telah memutuskan tali silaturahmi dengan kita.
Dari Abdullah bin Amr radhiyallâhu’anhu, Nabi Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
Sesungguhnya bukanlah orang yang menyambung silaturahmi
adalah orang yang membalas kebaikan,
namun orang yang menyambung silaturahmi adalah
orang yang menyambung hubungan
dengan orang yang telah memutuskan silaturahmi.[2]
Silaturahmi bukanlah hal yang buruk, silaturahmi sangat dianjurkan dan sangat bermanfaat, Namun hendaknya setiap muslim menjalankan ibadah bukan saja karena baik, tapi juga karena di perintahkan untuk menjalankan. Beribadah yang baik dengan cara yang benar. Bukan yang penting melakukan hal yang baik, walaupun tidak selalu benar.
CMIIW
0
1.6K
Kutip
8
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan