Kaskus

News

karmilaAvatar border
TS
karmila
Pemilu 9 bulan lagi, tapi DPT masih amburadul. DPT buat Gonjang-ganjing Suksesi 2014?
Pemilu 9 bulan lagi, tapi DPT masih amburadul. DPT buat Gonjang-ganjing Suksesi 2014?

KPU Akui Data Pemilih Amburadul
Jumat, 19 Juli 2013, 03:16 WIB

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengakui data pemilih sementara luar negeri (DPS LN) masih berantakan. KPU mengakui banyak temuan tentang perbedaan DPS yang diumumkan KPU dengan kenyataan di lapangan. Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan, KPU akan menyinkronkan DPS dengan data yang dimiliki sejumlah instansi terkait sebelum menjadi daftar pemilih tetap (DPT). “Urusan WNI di luar negeri cukup rumit dan banyak instansi yang terkait,” kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay di Jakarta, Kamis (18/7).Menurutnya, banyaknya warga negara Indonesia (WNI) yang belum terdaftar sebagai pemilih disebut KPU karena kesulitan mengintegrasikan dalam penyusunan DPS. “Memang tidak mudah menyusun DPS di luar negeri sehingga hasil yang kami dapatkan masih punya banyak kesalahan,” ujarnya.

Kesulitan yang dialami panitia pemilihan luar negeri (PPLN) KPU, menurut Hadar, karena tidak memiliki akses data terbaru mengenai WNI yang berdomisili di luar negeri. Apalagi sumber data dimiliki oleh banyak instansi dan datanya cenderung berbeda satu sama lain, misalnya data yang dimiliki Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM), seperti Migrant Care. “Di situlah problemnya. Sehingga, data yang kami pegang mungkin tidak selengkap dengan data BNP2TKI atau data Imigrasi,” kata Hadar. Persoalan lainnya, dia melanjutkan, mobilitas WNI di luar negeri sangat tinggi sehingga sulit didata. Sebab, mobilitas tersebut hanya dipantau oleh instansi tertentu. Misalnya, kata Hadar, semua data TKI pasti diketahui oleh BN2PTKI, sedangkan data mahasiswa pasti diketahui oleh Kementerian Luar Negari dan Kemenkumham. Namun, data lengkap dan terbaru mengenai keberadaan WNI yang seharusnya didata sebagai pemilih, diakui Hadar tidak dimiliki PPLN. “Oleh karena itu, Sabtu (19/7), kami akan rapat dengan perwakilan BN2PTKI, Kemenkumham, LSM, dan Kemenlu,” ujar Hadar.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga saat ini masih belum bisa mengawasi data pemilih sementara luar negeri. Karena, lembaga pengawas pemilu itu belum mempunyai petugas pengawas di luar negeri. “Bawaslu memang belum punya petugas pengawas luar negeri. Sesuai UU Pemilu harusnya sudah dibentuk, tapi masih ada beberapa kendala,” kata Komisioner Bawaslu Endang Widhatiningtyas di Jakarta. Bawaslu, menurut Endang, memiliki keterbatasan anggaran untuk mengadakan petugas pengawas di luar negeri. Namun, karena telah diamanatkan UU dan memang diperlukan, Bawaslu dalam pekan ini akan melanjutkan pembicaraan dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Bawaslu berencana akan memberdayakan mahasiswa di luar negeri sebagai petugas pengawas. “Nanti segera kami koordinasikan dengan Kemenlu untuk mendapat data pemilih dan domisilinya di luar negeri,” ujarnya. Sebelumnya, KPU telah mengumumkan DPS LN berjumlah 2.040.368, sedangkan WNI di luar negeri yang tercatat di data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) luar negeri berjumlah 2.213.650. Sedangkan, Migrant Care merilis data pemilih luar negeri mencapai 6.5 juta jiwa sehingga DPS yang sudah diumumkan KPU dinilai tidak representatif dari sisi jumlah.
http://www.republika.co.id/berita/na...ilih-amburadul

Disinyalir Jutaan Pemilih Luar Negeri Belum Terdata di KPU !
Sun, 21/07/2013 - 20:18 WIB

RIMANEWS -- Tugas yang tidak ringan muncul untuk penyelenggara pemilu mendatang, pasca pertemuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan sejumlah lembaga soal data pemilih luar negeri, tampaknya hasil data pemilih sementara luar negeri (DPSLN) KPU ternyata mengindikasikan potensi masih adanya jutaan pemilih WNI yang belum tercatat. "KPU akan terus berupaya menyisir WNI di luar negeri," ujar Ferry Kurnia Rizkiyansyah, komisioner KPU bidang data dan informasi, saat dihubungi, Sabtu (20/7). Ferry menyatakan, KPU sengaja bertemu dengan sejumlah lembaga, antara lain, Migrant Care, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), dan Kementrian Luar Negeri, untuk memastikan hasil DPSLN.

Berdasar masukan yang muncul, DPSLN yang mencapai 2.160.253 dinilai masih memerlukan pendataan ulang. Menurut data yang disampaikan Migrant Care saja, diperkirakan sekitar 6,5 juta TKI tersebar di berbagai negara. Mendapatkan informasi tersebut, Ferry menyatakan bahwa KPU siap untuk memperbaiki DPSLN. "KPU akan melakukan sinkronisasi data dengan lembaga tersebut, khusus dengan TKI, berkoordinasi dengan pihak imigrasi, BNP2TKI, dan Kemenakertrans," ujarnya. Ferry menambahkan, selama ini KPU hanya mendasarkan proses pemutakhiran pemilih berdasar data pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri. Jumlah data yang disampaikan Kemendagri, baik daftar agregat kependudukan per kecamatan (DAK2) maupun daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4), tidak sampai pada jumlah yang disodorkan Migrant Care. "Data DAK2 ada sekitar 4 juta, sedangkan DP4 sekitar 2,1 juta," ujarnya. Selain itu, ada kesulitan tersendiri yang dialami panitia pemutakhiran pemilih luar negeri (PPLN) yang dibentuk KPU. Yakni, data pemilih yang disodorkan Kemendagri belum tentu sinkron dengan perkembangan WNI yang berada di luar negeri. "Arus masuk dan arus keluar WNI di luar negeri tidak terinfokan," ujar Ferry.

Ketua KPU Husni Kamil Manik menyatakan, KPU akan memperbaiki DPS jika memang masih ada masukan atau perbaikan dalam penyusunannya. KPU memiliki 130 perwakilan PPLN yang bertugas menyusun DPSLN. "Semua negara kita fokus karena tidak hanya mengakomodasi dominasi pemilih di satu negara, tapi orang per orang walau hanya 30 orang," ujar Husni sebelumnya. Menurut Husni, selain upaya dari PPLN, Husni berharap para WNI di luar negeri bisa proaktif mendatangi PPLN. Sementara itu, parpol menilai kualitas daftar pemilih sementara (DPS) yang diumumkan KPU saat ini masih mengkhawatirkan. Partai Nasdem menilai, diperlukan pengunduran tahap pemilu untuk memberikan kesempatan kepada KPU mengecek lagi data pemilih. "Kami akan meminta KPU supaya memperpanjang masa penetapan DPT (daftar pemilih tetap) untuk jangka waktu 30 hari," ujar Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Nasdem Ferry Mursyidan Baldan kemarin (20/7).

Ferry menilai, KPU belum bisa memastikan kualitas dan validitas data pemilih yang tersaji dalam DPS. Jika daftar pemilih tidak beres alias amburadul, itu berarti bangsa Indonesia belum mampu mengelola pelaksanaan demokrasi. "Karena daftar pemilih menjadi penentu terselenggaranya proses demokrasi," ujarnya. Selain itu, kelemahan data pemilih KPU selama ini mudah terlihat. Seorang pemilih yang terekam di satu tempat belum tentu berdomisili di daerah tersebut. Banyaknya jumlah warga Indonesia yang berpindah-pindah tempat tentu memengaruhi partisipasi pemilih itu sendiri. "Menyusun daftar pemilih TPS berbasis domisili memudahkan KPU untuk menemukan nama asing, nama fiktif, maupun nama orang yang sudah meninggal," ujar Ferry.

Dalam hal ini, bukan hanya KPU, parpol dan perangkat RT/RW pun bisa meminimalkan pemilih "abal-abal". Target pemilih yang tersusun harus benar-benar berdasar data riil dalam TPS terdekat pemilih itu berada. "Jajaran KPU diharapkan tidak memasang target jumlah pemilih, tapi lebih mengedepankan akurasi dan validitas daftar pemilih," ucapnya. Ferry menyatakan, akurasi dan validitas daftar pemilih akan memberikan gambaran bahwa potensi kecurangan seperti manipulasi perolehan suara dapat ditekan seminimal mungkin. Namun, jika daftar pemilih tetap amburadul, hasil pemilu dipastikan akan manipulatif dan tidak ada kepastian. "Daftar pemilih yang amburadul tentu menjadi titik nadir karena pemilu selalu terpuruk oleh hal yang sama setiap lima tahun sekali," ujarnya.

Ferry memberikan tolok ukur atas kualitas data pemilih yang dibutuhkan. Jika dalam daftar pemilih ditemukan pemilih fiktif lebih dari sepuluh persen atau masih ada lebih dari sepuluh persen warga yang tidak terdaftar, KPU harus segera melakukan perbaikan. Perbaikan itu dilakukan dengan memperpanjang masa penetapan DPT selama 30 hari. "Jika dalam masa perpanjangan tersebut tidak dilakukan langkah-langkah perbaikan, Partai Nasdem mengajak partai politik lainnya mempertimbangkan kemungkinan diundurnya hari H pemilu selama 30 hari," tandasnya. Penetapan DPT sebagaimana jadwal KPU ditetapkan selambat-lambatnya pada 23 Oktober 2013
http://www.rimanews.com/read/2013072...terdata-di-kpu

Pemilu 9 bulan lagi, tapi DPT masih amburadul. DPT buat Gonjang-ganjing Suksesi 2014?

Daftar Pemilih Tetap Pemilu 2014 Dinilai Buruk
Jumat, 12/07/2013 - 22:44

JAKARTA, (PRLM).- Kualitas daftar pemilih untuk Pemilu 2014 diprediksi akan bernasib sama dengan daftar pemilih di pemilu sebelumnya. Hal ini tak terlepas dari proses penyusunan daftar pemilih sementara (DPS) yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kamis (11/7/2013) kemarin. "Saya pesimis terhadap kualitas daftar pemilih pada Pemilu 2014. Dengan kualitas tersebut, karut-marut Daftar Pemilih Tetap (DPT) dinilai dapat terulang kembali pada Pemilu 2014," ucap Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin di Jakarta, Jumat (12/7/2013).

Said memaparkan, sedikitnya ada empat faktor yang menyebabkan kualitas DPS Pemilu 2014 sangat rendah. Pertama, Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang menjadi sumber data DPS terbukti berkualitas rendah. "Di mana pemilih yang telah meninggal dunia, anak-anak, dan telah berpindah tempat tinggal masih saja muncul dalam DP4. Meski pemilih-pemilih tersebut telah berulangkali dicoret oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) pada pemilu sebelumnya," katanya. Kemudian, apakah DP4 yang buruk itu semata kesalahan Pemerintah? Ia menjawab itu belum tentu. Sebab KPU juga turut bertanggungjawab atas hal itu. "Merujuk pasal 32 ayat (5) UU Pemilu, DP4 sesungguhnya adalah data hasil sinkronisasi dari Data Agregat Kependudukan per Kecamatan dan data WNI di luar negeri, yang pelaksanaannya dilakukan bersama-sama antara Pemerintah dengan KPU. Akibat proses sinkronisasi data yang tidak dilakukan secara optimal itulah DP4 menjadi bermasalah," ucapnya.

Kedua, lanjut Said, sistem daftar pemilih (Sidalih) terbukti gagal, karena penyelenggara Pemilu di tingkat bawah, seperti PPS tidak pernah disediakan sarana penunjang internet. "Seringkali PPS harus begadang semalam suntuk hanya untuk melihat keterangan pada layar bahwa sistem sedang dalam proses atau loading. Setelah menunggu untuk waktu yang sangat lama, proses pun berakhir dengan keterangan gagal atau failed," katanya. Hal itu membuat PPS menyusun DPS tanpa berpedoman pada asas kecermatan, ketelitian, dan kehati-hatian. Kualitas data pun, tidak lagi menjadi prioritas di mana PPS cenderung bekerja secara terburu-buru. Said menambahkan, tingkat keamanan data pada Sidalih juga sangat rendah. Di mana password yang diberikan kepada suatu PPS, juga diketahui pihak lain. Seperti PPS lain, PPK, KPU Kabupaten/kota, sampai dengan KPU pusat. Sehingga tidak terjamin kesahihannya.

Ketiga, ada kesan KPU seperti menyepelekan persoalan daftar pemilih, karena UU Pemilu memperbolehkan pemilih menggunakan KTP untuk memberikan suara apabila yang bersangkutan tidak terdaftar dalam DPT. Padahal, kata Said, DPT sesungguhnya adalah persoalan yang sangat-sangat serius, karena dari besaran DPT ditentukan berapa jumlah surat suara yang akan dicetak nantinya. Keempat, ditambahkan Said, yakni tidak adanya penghargaan KPU kepada petugas di level bawah. "Bayangkan, untuk ketua PPS di DKI Jakarta saja, KPU hanya memberikan honor 500 ribu rupiah. Itu pun masih harus dipotong pajak. Untuk Anggota PPS tentu mendapatkan honor yang lebih rendah lagi. Padahal, beban kerja dan tanggung jawab PPS begitu besar dalam Pemilu. Untuk Pelaksanaan Pemilukada DKI Jakarta tahun 2012 saja, mereka diberikan honor sekitar 1 juta rupiah. Dengan honor yang tidak wajar bahkan bisa disebut tidak manusiawi itu, tentu sulit diharapkan PPS bisa bekerja dengan sungguh-sungguh dan optimal," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa Daftar Pemilih Tetap (DPT) masih menjadi momok utama dalam pemilu 2014. Karena itu, pihaknya mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk bekerja purnawaktu, fokus, serta melakukan verifikasi secara menyeluruh terhadap Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang nantinya akan menjadi DPT. "Karena sekarang sudah diberikan dari pemerintah ke KPU sehingga tanggungjawabnya sekarang di tangan KPU, dan KPU tidak perlu tergantung pada data yang diserahkan oleh pemerintah," ujarnya. (A-194/A_88)
http://www.pikiran-rakyat.com/node/242502

Pemilu 9 bulan lagi, tapi DPT masih amburadul. DPT buat Gonjang-ganjing Suksesi 2014?

Penyebab Rendahnya Kualitas Daftar Pemilih Pemilu 2014
12/07/2013 09:26

KPU telah mengumumkan Daftar Pemilih Sementara (DPS) pada 10 Juli kemarin. Namun, kekhawatiran rendahnya kualitas daftar pemilih Pemilu 2014 dibanding sebelumnya kini mencuat. "Melihat proses penyusunan DPS yang telah ditetapkan kemarin, saya pesimis kualitas daftar pemilih Pemilu kita lebih baik dari pemilu sebelumnya. Bahkan, tidak mustahil karut-marut DPT (Daftar Pemilih Tetap) akan kembali terulang," ujar koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahuddin dalam pesan singkatnya, di Jakarta, Jumat (12/7/2013).

Menurut Said, ada 4 faktor yang menyebabkan kualitas DPS Pemilu 2014 sangat rendah. Pertama, Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang menjadi sumber data DPS terbukti berkualitas buruk. Pemutakhiran DPS dinilai tidak berjalan semestinya. "Pemilih yang telah meninggal dunia, anak-anak, pemilih yang sudah berpindah tempat tinggal, di mana kesemua pemilih itu nyata-nyata telah berulangkali dicoret oleh PPS pada pelaksanaan pemilu-pemilu sebelumnya, ternyata masih saja muncul dalam DP4," bebernya. Menurut Said, DP4 yang buruk ini bukan semata kesalahan pemerintah, sebab KPU turut bertanggungjawab. Merujuk Pasal 32 ayat 5 UU Pemilu, DP4 sesungguhnya data hasil sinkronisasi dari Data Agregat Kependudukan setiap kecamatan dan data WNI di luar negeri, yang pelaksanaannya dilakukan antara pemerintah dan KPU. "Akibat proses sinkronisasi data yang tidak dilakukan secara optimal itulah DP4 menjadi bermasalah," kata Said.

Kedua, lanjut dia, sistem daftar pemilih (Sidalih) yang kerap dibanggakan KPU, terbukti gagal. Dari hasil pemantauan ditemukan, penyelenggara pemilu di tingkat bawah, seperti Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang diminta untuk memproses data oleh KPU Kabupaten atau kota, ternyata tidak disediakan sarana penunjang internet. "Bagaimana mungkin petugas bisa bekerja optimal jika perangkatnya tidak disediakan? Andai pun PPS berinisiatif menggunakan jaringan internet milik pribadi atau coba memanfaatkan fasilitas warnet, misalnya, maka kerap muncul masalah pada sistem Sidalih KPU," paparnya. Ketiga, tambah Said, ada kesan KPU seperti menyepelekan persoalan daftar pemilih. Karena UU Pemilu memperbolehkan pemilih menggunakan KTP untuk memberikan suara apabila yang bersangkutan tidak terdaftar dalam DPT. "Mungkin KPU berpikir, dengan adanya aturan itu, maka DPT bukan lagi perkara besar. Kalau DPT bermasalah, toh pemilih tetap bisa menggunakan hak suaranya, mungkin begitu rumus KPU," katanya.

Padahal, tegas Said, DPT sesungguhnya persoalan yang sangat serius. Karena dari besaran DPT-lah ditentukan berapa jumlah surat suara yang akan dicetak nantinya. Selembar saja surat suara dicetak tidak sesuai aturan, maka berpotensi pidana. Keempat, sambung dia, tidak adanya penghargaan KPU kepada petugas di level bawah. Misalnya saja untuk ketua PPS di DKI Jakarta, KPU hanya memberikan honor Rp 500 ribu. Itu pun masih harus dipotong pajak. Sementara anggota PPS tentu mendapatkan honor yang lebih rendah. "Padahal, beban kerja dan tanggung jawab PPS begitu besar dalam Pemilu. Untuk Pelaksanaan Pemilukada DKI Jakarta 2012 saja, mereka diberikan honor sekitar Rp 1 juta. Dengan honor yang tidak wajar bahkan bisa disebut tidak manusiawi itu, tentu sulit diharapkan PPS bisa bekerja dengan sungguh-sungguh dan optimal," tandas Said.
http://news.liputan6.com/read/637237...ih-pemilu-2014

--------------------------------

Logikanya begini: bila daftar DPT amburadul, itu sangat berpotensi menimbulkan banyak kecurangan seperti Pemilu 2009 lalu. Tudingan adanya kecurangan Pemilu, akan membangkitkan kemarahan parpol-parpol yang merasa dirugikan dan dikadali dalam proses itu. Selanjutnya, karena tahun 2014 itu adalah tahun suksesi, kondisinya berbeda sekali dengan Pemilu tahun 2004 dan Pemilu 2009 lalu, dimana semua pemain pemilu akan berjuang mati-matian agar parpol dan golongannya menang. Atau setidaknya kalau pun mereka merasa kalah, kekalahan itu bukan karena dicurangi lawannya yang telah memanipulasi DPT itu. Ketidak-puasan parpol atau kelompok kepentingan dalam Pemilu 2014 kelak, tidak akan terpuaskan kalau sengketa pemilu hanya diselesaikan sampai tahap pengadilan di MK semata. Hal inilah yang bisa menjadi sangat rawan untuk menimbulkan konflik horizontal, karena provokator yang di sponsori parpol yang kalah dan kelompok "vested interest" yang dirugikan, pasti akan turun bermain. Makanya kepeduliaan terhadap kinerja KPU, seharusnya mulai dilakukan saat ini juga, sebab pemilu tinggal 9 bulan lagi.
0
1.3K
2
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan