citoxsonAvatar border
TS
citoxson
Kemana aja Polri,BIN,TNI? Yakuza & Mafia Narkoba Internasional Mulai Serang INDONESIA


Yakuza Menyerang Ekonomi Indonesia?
Minggu, 14 Juli 2013 | 20:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Tidak banyak yang mengetahui bahwa Yakuza (gangster Jepang) kini sudah menginvasi Indonesia. Tujuannya hanya satu, yaitu mencari uang secepat mungkin dengan cara apa pun dan kembali membawanya ke Jepang. Yakuza secara harfiah berarti 8-9-3, suatu kombinasi angka terburuk dalam permainan kartu hanafuda. Namun, Yakuza di sini berarti istilah tradisional untuk menyebut gangster Jepang. Dilihat dari sejarahnya, Yakuza berasal dari zaman Tokugawa atau zaman Edo (1603-1868). Saat itu, ada 500.000 samurai yang menganggur dan tidak ada pekerjaan yang cukup untuk mendukung jumlah mereka.

Banyak dari samurai ini bergabung dengan kelas pedagang (tekiya). Namun, mereka yang tidak bergabung lalu menjadi samurai tak bertuan atau tunawisma (ronin) serta harus menemukan cara lain untuk mendukung kehidupannya. Mereka banyak beralih ke metode sebagai penjudi (bakuto) hingga pencurian dan kriminal untuk mendukung kehidupan diri mereka sendiri. Pada hakikatnya, mereka berusaha kuat mencari penghasilan untuk melindungi dan memberi penghidupan bagi kesejahteraan keluarga mereka dan kota.

Lalu, bagaimana Yakuza bisa masuk ke Indonesia? Richard Susilo, penulis buku Yakuza Indonesia, menjelaskan, Yakuza menginvestasikan uangnya ke instrumen saham, pasar uang, hingga properti di Indonesia. Atau bisa saja masuk ke deposito di perbankan Tanah Air karena bunga deposito di perbankan Jepang hanya memberikan imbal hasil paling tinggi 1 persen per tahun. "Hasil perputaran uang tentu masuk ke bank di Indonesia, sementara saja. Tujuan akhir dijadikan yen dan kembali dibawa pulang ke Jepang," kata Richard saat peluncuran bukunya di Toko Buku Gramedia Pondok Indah Mall Jakarta, Minggu (14/7/2013).

Richard menambahkan, Yakuza tentu saja mendapatkan uang tersebut dari pemerasan, uang pembunuhan, uang judi, dan sebagainya. Misalnya, mereka membawa satu juta yen Jepang. Ini berarti mereka sudah membawa uang Rp 100 juta. Mereka membawa uang ini secara tunai dan bukan melalui rekening di tabungan mereka masing-masing. Sebab, Yakuza dilarang memiliki rekening tabungan di Jepang. Setelah dirupiahkan, uang hasil tukar tersebut dimasukkan ke perbankan Tanah Air sehingga mendapatkan bunga tinggi, sambil mencari tahu investasi mana yang paling menguntungkan. "Setelah diinvestasikan, terjadi perdagangan, uang menjadi 'bersih', ada bukti uang yang diperoleh nantinya merupakan hasil transaksi perdagangan dan bisnis. Bila ditransfer atau dibawa masuk ke Jepang, tidak ada masalah karena uang sudah jadi 'bersih' di Indonesia," tambahnya.

Masalahnya, aktivitas Yakuza di Indonesia tersebut membutuhkan "pelindung" transaksi. Misalnya, mencari aparat ataupun otoritas jasa keuangan sehingga Yakuza bisa aman dan tenang menjalankan transaksi di negara mana pun. "Siapa saja welcome, asalkan dia yakin akan sangat banyak menguntungkan kalau bermitra dengan orang itu," tambahnya. Lalu, apa indikasi Yakuza menyerang perekonomian Indonesia? Richard menjelaskan, saat Yakuza menginvestasikan dananya ke beberapa instrumen keuangan, seperti pasar uang, pasar modal, dan properti, maka indikator mudahnya adalah pasar modal Jakarta akan mendadak mencuat tinggi.

Berarti di sini ada arus dana asing masuk (capital inflow). Namun, beberapa saat, pasti ada masa bahwa pasar saham di Jakarta jeblok. Ini berarti uang mendadak hilang dari peredaran. Tentu saja, Yakuza melakukan spekulasi yang tujuan utamanya ingin mendapatkan keuntungan secepat mungkin. "Transaksi pasar modal benar-benar dipermainkan. Demikian pula perputaran uang di masyarakat dan di pasar uang yang sangat fluktuatif," tambahnya.
Semua hal tersebut tentu saja akan membingungkan banyak pelaku pasar (modal dan uang). Tetapi, Richard menambahkan bahwa pelaku pasar modal dan pasar uang tentunya bisa mencium aroma ada sesuatu yang aneh di pasar keuangan tersebut. "Fluktuasi naik turun ekonomi dan finansial Indonesia tersebut akan mengacaukan perekonomian Indonesia secara makro," jelasnya.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...omi.Indonesia.

Yakuza Invasi ke Indonesia
SENIN, 15 JULI 2013 | 13:40 WIB


Yakuza

TEMPO.CO, Jakarta - Sindikat terorganisasi, Yakuza, di Jepang mulai mencari peruntungan ke Indonesia. Ciri-cirinya, pencucian uang, perusahaan fiktif, dan main pasar modal. Mengkhawatirkan? Richard Susilo, 52 tahun, wartawan Indonesia yang menetap di Jepang sejak 1983 dan meneliti kehidupan Yakuza selama 20 tahun, mengungkapkan kisahnya dalam buku Yakuza Indonesia. Buku ini diluncurkan pada 14 Juli 2013 di toko buku Gramedia, Pondok Indah Mall, Jakarta Selatan.

Buku ini menampilkan sejarah, sepak terjang kelompok seperti mafia Italia ini di Jepang, dan wawancara dengan putra-putri pemimpin Yakuza. Dalam melakukan tugas jurnalistik, Richard pernah bertemu dengan perempuan Indonesia asal Pontianak yang mempunyai suami anggota Yakuza. ”Ia memiliki sumber berita yang banyak dan menarik ditulis,” kata Richard, yang menutup rapat siapa nama jelas sumbernya dengan alasan keamanan dirinya. Ia juga bertemu Manabu Miyazaki, penulis buku laris tentang Yakuza--salah satunya biografi Toppamono yang sudah dialihbahasakan dari bahasa Jepang ke bahasa Inggris, Cina, dan Korea.

Miyazaki juga putra petinggi Yakuza yang memberi tahu Richard bahwa Yakuza sudah sejak lama masuk ke Indonesia untuk mencari satu tujuan, mencari uang sebanyak mungkin. "Bahkan akan jauh lebih banyak masuk ke Indonesia karena perekonomian sangat baik, pengusaha Jepang semakin banyak berinvestasi,” kata Richard. Nantinya, Yakuza akan mencari selamat dengan mendekati pihak aparat sebagai backing dan menghindari pertengkaran dengan preman lokal. Invasi Yakuza ke Indonesia (juga ke Thailand dan Filipina) ini disebabkan posisi mereka di Jepang terjepit dengan adanya Undang-Undang Anti-Yakuza yang diberlakukan, sehingga mencari uang di Jepang sangat sulit.

Kelompok ini sudah ada sejak zaman Tokugawa atau zaman Edo, pada 1603–1868 masa Shogun. Pada era itu, ada 500 ribu samurai menganggur (ada yang menjadi pedagang dan ronin atau tunawisma). Sedangkan sisanya menjadi penjudi, pencuri, dan kriminal untuk mendukung kehidupan. Di Indonesia, Yakuza banyak datang ke Kalimantan untuk bisnis kayu dan tambang, seperti minyak dan batu bara. Juga bisnis energi (listrik dan batu bara) yang melibatkan modal dan uang besar. Di negeri bersangkutan, Yakuza akan mendekati perusahaan Jepang yang menjadi target mangsa bila mendapatkan ancaman dari preman setempat.

Menurut penelitian Richard, kebanyakan Yakuza Jepang di Indonesia melakukan praktek pencucian uang (money laundering) dan mendekati petinggi negara, seperti militer, polisi, dan parlemen. Dari data yang dia peroleh, sekitar Rp 2 triliun milik Yakuza sudah masuk ke Indonesia melalui metode pencucian uang. Di balik praktek kotor kalangan Yakuza, ada sisi sosial yang ditunjukkan Yakuza. Yakni ketika gempa bumi melanda Kobe, Jepang, pada Januari 1995 yang menelan 6.000 lebih jiwa dan gempa di Fukushima pada 2011. “Mereka membawa bantuan berupa air, makanan, obat sampai beberapa truk,” kata Richard.
http://www.tempo.co/read/news/2013/0...i-ke-Indonesia

Cerita Yakuza ribut dengan Preman di Bali
Minggu, 21 Juli 2013 09:01:00


Yakuza

Mulai tahun ini diramalkan bakal banyak anggota Yakuza keluar dari Jepang. Demikian laporan majalah mingguan Asahi Geino, 17 Januari 2013. Sementara penjahat asing juga semakin berani beraksi di Jepang. Nama Indonesia memang tidak disebut langsung, tapi beberapa hari terakhir banyak heroin di Jepang datang dari Malaysia, tetangga Indonesia. Berikutnya obat-obat perangsang dari Afrika. Di sisi lain, mafia-mafia asing dari Vietnam dan Pakistan mulai terorganisir di Jepang menjadi kelompok perampok dan maling di rumah-rumah warga. Mereka mencuri perhiasan dan berlian dari daerah Tohoku, lalu mengekspor hasil kejahatannya ke luar Jepang.

Catatan itu ditulis kembali oleh Richard Susilo dalam bukunya berjudul: "Yakuza Indonesia". Menurut dia, mencari uang di Jepang kini kian sulit bagi para Yakuza. Oleh sebab itu sekarang banyak di antara mereka yang melakukan ekspansi bisnis hitam ke luar negeri. Alasannya, di luar Jepang bisnis gelap mereka lebih menguntungkan. Bagi para Yakuza, beraksi di luar Jepang lebih bebas dan aman dari pada beraksi di dalam negeri. Sebab kini di pemerintah Jepang telah menerapkan undang-undang baru anti-Yakuza. Polisi, terus memelototi aktivitas mereka, sehingga tidak lagi bebas. Bila tak hati-hati mereka bakal ditangkap dengan ancaman penjara cukup lama.

Karena terus diburu polisi, belakangan para Yakuza membentuk markas di luar Jepang, dan mereka berhasil. Biasanya, mereka memiliki kekuatan finansial besar, dan memiliki koneksi baik dengan komunitas lokal, pejabat, polisi atau preman setempat. Apalagi rata-rata mereka juga sangat pintar dan berpengalaman. Seorang anggota kepolisian Jepang membenarkan kabar itu. Bahkan dia menyebut bahwa Indonesia kini sudah menjadi sasaran para Yakuza yang telah memiliki jaringan atau kelompok sendiri, khususnya di kalangan orang Jepang yang sudah lebih dulu tinggal di Indonesia, dan berhasil membaur sehingga identitasnya tidak lagi ketahuan. "Mereka ada di luar Jepang. Bila pintar tentu mereka akan kuat di sana, dan di Jepang mereka juga tetap memiliki shinoji (pendanaan) yang baik pula. Tetapi, bagi Yakuza yang tidak pintar biasanya akan tertahan di luar negeri, karena biasanya dia juga tidak punya uang."

Bagi yang berhasil dan memiliki uang, sebagai anggota Yakuza memiliki solidaritas tinggi kepada markasnya di Jepang dan biasanya akan memasok sebagian uangnya ke Jepang atau dengan cara dipanggil pulang oleh bosnya. Mereka juga akan mati-matian mempertahankan statusnya sebagai Yakuza di luar negeri secara diam-diam. Seorang anggota Yakuza sempat menuturkan, bagi para Yakuza yang tidak pintar berstrategi di luar negeri, biasanya akan terlibat bentrok dengan preman lokal setempat. Contohnya di Bali. Seorang polisi setempat sempat membenarkannya. Suatu waktu para Yakuza sempat bentrok dengan preman Bali, sehingga polisi menjadi kesal dan meminta para Yakuza kembali ke Jepang daripada ribut di Bali.

Mungkin ada yang bertanya-tanya, di mana sebenarnya Yakuza di Indonesia ini? Yang jelas, kata Richard, anggota Yakuza Jepang tidak akan mungkin ada di Pelabuhan Tanjung Priok, di Pasar, atau di tempat-tempat kumuh, tidak pula berada di tempat-tempat buruh, pekerja kasar, menjadi kuli bangunan atau semacamnya. Di Indonesia Yakuza sangat ekslusif. Mereka punya banyak uang, pintar, memiliki pengalaman banyak di Jepang, dan memiliki kesabaran tinggi, maupun hal-hal lain yang tidak dimiliki oleh orang-orang Indonesia. Yakuza di Indonesia akan susah dideteksi oleh orang awam yang tidak mengerti bahasa Jepang. Mereka memiliki kedekatan dengan para pebisnis di Indonesia, punya jaringan baik dengan orang kaya, dan berteman akrab dengan aparat. Intinya, mereka adalah penyamun, yang sulit dideteksi. Namun demikian, selama anda tidak mengganggu mereka, Yakuza juga diam. Yang pasti, Yakuza itu ada.
http://www.merdeka.com/peristiwa/cer...onesia-iv.html

Mafia Narkoba Internasional Rusak Generasi Muda
Gawat! Indonesia Target Empuk Mafia Narkoba Internasional
Sabtu, 30 Juni 2012 17:15 WIB



lensaindonesia..com: Jumlah pemuda pemudi Indonesia diprediksi berdasarkan data Kementerian Pemuda dan olahraga (Kemenpora), sebanyak 90 juta jiwa yang akan menjadi target sasaran empuk mafia narkoba Internasional. “Suatu jumlah yang fantastis, untuk itulah kita dari DPP Gerakan Anti Narkoba Nasional (Gannas) mengasumsikan jumlah tersebut berpotensi meningkat secara drastis dan akan menjadi ancaman serius untuk generasi mendatang karena negara kita sudah menjadi pangsa pasar yang potensial dari segi bisnis,” kata I Nyoman Adi Feri, Ketua Umum Gannas kepada LI.COM di markasnya, Jakarta, Sabtu (30/06/2012).

Menurut Nyoman, untuk mengantisipasi dan menjaganya harus dengan melakukan langkah-langkah yang strategis diantaranya untuk segera merevisi UU 39 tahun 2009 tentang narkotika, karena belum terakomodasinya penanganan terhadap korban penyalahgunaan narkoba beserta keluarganya secara komprehensif. Akan tetapi, sebelum diadakannya revisi UU tersebut diharapkan pihak Polri, Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung segera membuat SKB bersama untuk menggunakan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) terkait penyalahguna atau pecandu yang tertangkap. “Kami meminta Presiden SBY segera membentuk Staf Ahli Khusus dibidang narkoba untuk membantu presiden dalam melaksanakan perencanaan yang strategis dan komprehensif dalam rangka program Indonesia Bebas Narkoba 2015,” kata Nyoman yang juga berprofesi sebagai pengacara ini.

Diharapkan, imbuh Nyoman, presiden harus segera mengundang seluruh Ormas anti narkoba untuk melakukan dialog intensif secara langsung agar ditemukan solusi yang matang terkait pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika (P4GN
[url]http://www.lensaindonesia..com/2012/06/30/gawat-indonesia-target-empuk-mafia-narkoba-internasional.html[/url]




Indonesia Jadi Sasaran Narkoba Karena Lemahnya Hukum
Minggu, 3 Februari 2013 | 19:39

JAKARTA - Lemahnya penegakan hukum terkait kasus penyalahgunaan dan pengedaran narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) dinilai sebagai alasan Indonesia dipilih sebagai negara sasaran bagi para pengedar narkoba. "Kasus penggunaan narkoba beberapa tahun belakangan makin meningkat, yang menandakan masih maraknya peredaran narkoba di masyarakat. Pangkal masalahnya adalah penegakan hukum kasus narkoba yang masih lemah," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, penanganan hukum terhadap kasus penyalahgunaan dan pengedaran narkoba seringkali hanya menggunakan pasal yang 'minimalis'. "Misalnya, status mereka harusnya pengedar atau bandar, tapi akhirnya turun menjadi pemakai. Hal seperti ini yang membuat jaringan narkoba di Indonesia meningkat karena hukum lemah," ujarnya. Selanjutnya, dia menilai pemberian grasi pemerintah pada para terdakwa pemakai dan pengedar narkoba menjadi bukti lemahnya hukum dalam menangani kasus narkoba. "Jika terus ada grasi dalam kasus ini, Indonesia tak akan bebas dari narkoba. Tidak aneh jika pengguna narkoba terus meningkat tiap tahun. Kita agak permisif dan kondusif untuk para pengguna narkoba," kata Fadli.

Dia menambahkan, hingga saat ini, lebih dari 5,8 juta jiwa penduduk Indonesia mengonsumsi narkoba. Kemudian, kerugian negara atas maraknya kasus narkoba diperkirakan mencapai Rp40 triliun per tahun. "Sementara itu, perputaran uang dalam industri narkoba di Indonesia mencapai Rp23 triliun pertahun. Narkoba ini juga lebih berbahaya dari terorisme, karena data nasional menunjukkan, tiap satu jam dua orang mati karena overdosis ketika memakai narkoba," paparnya.

Selanjutnya, dia berpendapat, lemahnya penegakan hukum di Indonesia dibandingkan dengan di beberapa negara lain telah membuat mafia narkoba bebas beraksi. "Hukum di Indonesia lunak untuk mereka. Berbeda dengan Malaysia atau Singapura yang langsung menerapkan hukuman mati. Akibatnya sindikat internasional dari Iran, Malaysia, Belanda, dan Hongkong memandang Indonesia sebagai pasar potensial industri narkoba," katanya. Oleh karena itu, dia menyarankan kebijakan penanganan kasus penyalahgunaan dan pengedaran narkoba harus lebih bersifat preventif.

Dia juga menekankan agar Badan Narkotika Nasional (BNN) dan seluruh aparat penegak hukum dipastikan 'kebersihannya' dari intervensi para mafia narkoba. "Sehingga nantinya sanksi berat berupa hukuman mati bagi para bandar narkoba dapat dilaksanakan tanpa keraguan," ujar Fadli.
http://www.investor.co.id/home/indon...ya-hukum/53809

Agen BNN Curigai Asing Hancurkan RI dengan Narkoba
Minggu, 26 Mei 2013 , 19:51:00

JAKARTA - Penyidik senior di Badan Narkotika Nasional (BNN) Slamet Pribadi, mengungkapkan, ada indikasi negara asing yang tidak menginginkan negara Indonesia menjadi kuat dan besar. Dia menduga narkoba dijadikan "senjata" untuk menghancurkan generasi muda Indonesia. “Saat ini pola-pola penaklukan dan penjajahan dengan senjata sudah tidak dapat dilakukan khususnya untuk Indonesia. Bisa saja ada negara yang berkepentingan menghancurkan Indonesia, membanjiri wilayah kita dengan narkoba,” ujar Slamet di Jakarta, Minggu (26/5).

Pola tersebut menurutnya, mungkin tidak dilakukan secara langsung, namun dapat dilakukan dengan memiinjam tangan-tangan para sindikat untuk mengedarkan barang haram itu. Menghadapi kondisi yang ada, menurut Slamet butuh kepedulian semua pihak. Termasuk para Calon anggota Legislatif (Caleg) yang sebentar lagi menempati kursi parlemen. "Jadi para caleg juga kita harapkan dengan kewenangan jika terpilih menjadi anggota dewan nantinya, mau menyuarakan dan ikut memerjuangkan perang terhadap narkoba," katanya.

Namun para caleg menurut Slamet, perlu memahami, bahwa perang terhadap narkoba ditujukan untuk sindikat dan pengedar narkoba. "Sementara mereka yang masuk dalam kategori korban, harus kita selamatkan dan direhabilitasi,” katanya. Ditemui terpisah, Kepala Sub Direktorat Masyarakat BNN, Siti Alfiasih, menjelaskan bahwa semakin maraknya peredaran narkoba saat ini bisa juga merupakan indikasi masih kurangnya kemampuan masyarakat dalam menolak narkoba.

Upaya pemberantasan yang terus menerus tidak akan memberi hasil maksimal bila masyarakat juga kurang peduli. “Hal inilah yang membuat BNN juga berupaya sekuat tenaga memberi pemahaman yang benar atas bahaya narkoba. Kita bisa memerangi narkoba tapi lewat pola pikir yang benar. Kita juga bisa mencegah jangan sampai narkoba masuk dalam hidup kita,” ujar SIti
http://www.jpnn.com/read/2013/05/26/...engan-Narkoba-

--------------------------

Kemana lagi rakyat mengadu coba, kalau ada kecurigaan bahwa kekuatan asing yang terlatih, bermodal besar, memiliki teknologi senjata yang canggih, mulai menghancurkan sisi-sisi kehidupan ekonomi negeri ini dan generasi muda serta rakyat Indonesia? Lalu kenapa potensi Densus 88 POLRI dan kemampuan pasukan komando anti-teroris yang dimiliki TNI AD, AL dan AU yang terkenal itu, tak memungkinkan untuk didaya-manfaatkan sebelum kekuatan organisasi kejahatan multi nasional itu semakin berkembang dan menjadi besar?

Teroris di zaman internet sekarang ini, bukanlah sekedar terorist sekelas Obama bin Laden atau Amrozi cs semata. Teroris saat ini punya dimensi sangat luas, selain pelalu teror seperti Amrozi cs itu. Misalnya teroris Cyber, teroris ekonomi, teroris bisnis dan industri yang mulai dirambah organisasi kejahatan internasional spt yakuza dan tirinidad itu. Juga termasuk mafia narkoba internasional, yang bahkan menurut kecurigaan seorang agen BNN, bisa jadi levelnya sudah sekelas negara (asing).


emoticon-Turut Berduka
0
7.8K
43
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan