- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
TRADISI JELANG RAMADAN,, Balimau Bukan Ajaran Islam dan Budaya Minang
TS
tayabe
TRADISI JELANG RAMADAN,, Balimau Bukan Ajaran Islam dan Budaya Minang
Balimau yang telah menjadi tradisi menyambut Ramadan dinilai bukan budaya Minang dan tak dianjurkan di tempat terbuka oleh agama Islam. Balimau juga disebut dengan “mandi berjamaah”. Balimau saat kini lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya, serta penuh dosa.
Bagi umat Islam seantero dunia, bulan Ramadan adalah bulan yang sangat ditunggu-tunggu. Menjelang pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadan setiap tahunnya, ada banyak tradisi masyarakat Minangkabau yang sampai saat ini masih hidup, antara lain ziarah kubur, malamang, dan yang sangat massif adalah balimau.
Tradisi ini biasanya dilaksanakan menjelang puasa. Orang Minang memang memiliki sekian banyak tradisi yang khas dalam implementasi Islam.
Tradisi ini sungguh-sungguh merupakan tradisi indigenius atau khas, yang tidak dimiliki oleh masyarakat Islam di tempat lain, jika pun ada itu berupa kemiripan. Tradisi ini ditandai dengan upacara selamatan ala kadarnya untuk menandai akan masuknya bulan puasa Ramadan yang diyakini sebagai bulan yang suci dan khusus.
Sama dengan tradisi-tradisi lain di dalam Islam, maka tradisi ini juga tidak diketahui secara pasti siapa yang menciptakan dan mengawali pelaksanaannya. Tetapi tentu ada dugaan kuat bahwa tradisi ini diciptakan oleh nenek moyang orang Minang yang dulunya beragama Hindu. Memang hal ini baru sebatas dugaan, namun mengingat bahwa kreasi-kreasi tentang Islam Minang terutama yang menyangkut tradisi-tradisi baru akulturatif yang bervariatif tersebut kebanyakan datang dari pengaruh budaya Hindu-Budha, maka kiranya dugaan ini pun bisa dipertanggungjawabkan.
Salah satu kebiasaan yang kerap menyulut kontroversi adalah balimau karena identik dengan kebiasaan yang tak diajarkan Islam.
Dulu, balimau merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan di tepian mandi atau di pancuran. Warga, tentunya yang beragama Islam, membersihkan diri, dengan menggunakan sabun dan wewanginan dari bunga-bungaan. Bunga-bungaan itu diramu dari berbagai kembang, kemudian dibubuhi minyak harum (parfum) yang tidak mengandung alkohol.
Tujuannya, agar bisa memasuki bulan suci Ramadan dengan tubuh yang suci pula. Sebuah kebiasaan yang tidak ada salahnya, karena ajaran Islam mengajarkan agar penganutnya selalu bersih dan harum. Walau demikian, balimau bukanlah budaya Islam atau budaya Minang.
Akhir-akhir ini ada pergeseran cara balimau. Khusus bagi kawula muda, balimau dilakukan di tempat pemandian. Mereka datang bersama-sama, lelaki dan perempuan yang bukan muhrim. Lalu, di tepian mandi umum tersebut mereka mandi bersama. Ada yang menyebut dengan nada sinis, balimau seperti itu hanya untuk mandi berjamaah antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim.
Kebiasaan “balimau”, dalam bentuk “mandi berjamaah” bukanlah budaya Minang, maupun budaya Islam.
Penilaian itu dikatakan Ketua Majelis Ulama Islam (MUI) Kabupaten Agam, Dr Zulkifli Dja’far, MA Khatib Rumah Panjang, ketika dihubungi Haluan pekan lalu.
Balimau menjelang memasuki bulan suci Ramadan dalam Islam adalah aktivitas membersihkan jiwa. Maksudnya, balimau merupakan kegiatan bermaaf-maafan, dengan mendatangi orang tua dan karib kerabat. Bermaaf-maafan merupakan sebuah aktivitas membersihkan jiwa seorang muslim. Balimau juga dilakukan dengan membersihkan diri untuk memasuki Bulan Suci Ramadan. Membersihkan diri dengan cara mandi di tepian atau kamar mandi masing-masing. Usai mandi biasanya kaum muslimin dan muslimah memakai harum-harum, seperti harum-haruman dari bunga.
“Namun balimau ke tempat pemandian umum, atau ke water boom, tidak dianjurkan dalam ajaran adat maupun agama Islam,” ujar Zulkifli Dja’far. Balimau menjelang memasuki Ramadan ke tempat pemandian umum secara bersama-sama antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim, menurut Buya Zulkifli, bisa mengundang maksiat.
Oleh karena itu, sebaiknya dijauhi. Kepada para orang tua dan pimpinan kaum, diharapkan mencegah anak-kemenakan mereka pergi balimau dengan lelaki atau perempuan bukan muhrimnya. Daripada pergi balimau dengan cara “mandi berjamaah” itu, lebih tidak dilakukan. Bersihkan saja jiwa dan raga dengan cara Islam. “Jangan melakukan perbuatan dosa, berdalih untuk pergi balimau.”
Mengundang kaum kerabat untuk menghadiri hajatan (berdoa), untuk tujuan bermaaf-maafan, menurut Buya Zulkifli, merupakan kegiatan yang bagus. Apalagi dilakukan menjelang memasuki bulan suci Ramadan. Berkumpul-kumpul dengan tujuan yang baik merupakan kegiatan yang bermanfaat. Antara lain untuk meningkatkan silaturahim antar sesama.
Budaya Sesat
Sementara itu, Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kabupatn Agam, Drs Mardius Asmaan Dt. Saripado dengan tegas mengatakan balimau dalam bentuk “mandi berjamaah” merupakan budaya sesat. Dalam adat Minangkabau tidak ada anjuran untuk itu. Malah ia menyebut perbuatan seperti itu bukan menyucikan diri, tetapi malah menambah kotornya jiwa dan diri seseorang. Bagaimanapun, perbuatan tersebut diyakini akan memicu perbuatan dosa.
“Tidak ada perbuatan kotor akan menyucikan diri. Perbuatan seperti itu sebaiknya dijauhi. Bila memang hendak menyucikan diri, balimau saja di kamar mandi masing-masing. Itu lebih terpelihara dari perbuatan dosa,” ujar mantan pejabat teras Pemkab Agam tersebut.
Adat Minangkabau berlandaskan ajaran Islam. Dalam mamangan adat disebutkan “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.” Kitabullah itu adalah Alquran. Dari sanalah dasar adat Minangkabau, makanya tidak mungkin adat Minangkabau berlawanan dengan ajaran Islam. Dalam Islam, berduaan saja antara lelaki dengan perempuan yang bukan muhrim termasuk dosa, atau setidaknya bisa menyebabkan timbulnya perbuatan dosa.
Bila berduaan saja sudah dilarang, apalagi mandi bersama antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim. Justru itu ia menghimbau pimpinan kaum untuk mencegah anak-kemenakannya pergi balimau ke tempat pemandian umum bersama lelaki atau perempuan yang bukan muhrimnya.
Pernyataan keras senada disampaikan bendaharawan LKAAM Agam, yang juga Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Agam, H. Junaidi, SH, Dt. Gampo Alam Nan Hitam. Menurutnya, warga Agam jangan sampai terjebak dengan perilaku dan budaya yang tidak baik. Budaya balimau bersama antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrimnya, ke tempat pemandian umum, adalah budaya yang tidak benar. Makanya patut untuk dicegah. Alangkah memalukan bila anak Minangkabau melakukan perbuatan balimau bersama lelaki danperempuan yang bukan muhrimnya. Apalagi dilakukan di tempat pemandian umum.
“Balimau cukup di kamar mandi di rumah masing-masing. Untuk apa pergi jauh-jauh ke tempat pemandian umum,bila yang didapat adalah dosa,” ujarnya.
Pernyataan serupa mencuat dari salah seorang tokoh masyarakat Kecamatan Tanjung Mutiara, Nazirman. Menurut pensiunan Pegawai Pemkab Agam itu, balimau dengan cara yang salah, hanya akan menimbulkan dosa. Sebaiknya tidak dilakukan, apalagi bila hendak memasuki Bulan Suci Ramadan.
Pernyataan keras juga mengapung dari ketua LSM Komite Masyarakat Agam (KOMA), Anizur. Menurutnya, janganlah memasuki bulan Suci Ramadan dengan diri dan jiwa yang kotor. Sejatinya, masukilah bulan Suci Ramadan dengan jiwa dan diri yang bersih pula. Balimau dengan pola “mandi berjamaah” antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim, adalah perbuatan dosa.
“Orang Agam tidak layak melakukan acara balimau dengan mandi berjamaah seperti itu,” ujarnya, dengan nada keras. Bupati Agam H. Indra Catri Dt. Malako Nan Putiah juga mengimbau segenap lapisan masyarakat Agam untuk melakukan perbuatan yang bermanfaat, termasuk dalam hal balimau menjelang Ramadan. Menurutnya, balimau bersama ke tempat pemandian umum antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim, bukanlah budaya Minang. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan kawula muda, yang lebih banyak nilai hura-huranya daripa manfaatnya.
Sebagai orang Agam, yang menjunjung tinggi adat dan agama, janganlah sampai melalukan perbuatan yang tidak baik menurut ukuran adat dan agama. Karena balimau dengan cara “mandi berjamaah” antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim, adalah perbuatan tercela. Perbuatan seperti itu hanya akan mengundang dosa.
“Kalau mau memasuki bulan suci Ramadan, sebaiknya umat menyucikan diri, bukan mengotorinya dengan balimau seperti itu,” ujarnya mengingatkan.
gimana menurut agan.. benar apa salah dengan cara balimau seperti ini???
Bagi umat Islam seantero dunia, bulan Ramadan adalah bulan yang sangat ditunggu-tunggu. Menjelang pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadan setiap tahunnya, ada banyak tradisi masyarakat Minangkabau yang sampai saat ini masih hidup, antara lain ziarah kubur, malamang, dan yang sangat massif adalah balimau.
Tradisi ini biasanya dilaksanakan menjelang puasa. Orang Minang memang memiliki sekian banyak tradisi yang khas dalam implementasi Islam.
Tradisi ini sungguh-sungguh merupakan tradisi indigenius atau khas, yang tidak dimiliki oleh masyarakat Islam di tempat lain, jika pun ada itu berupa kemiripan. Tradisi ini ditandai dengan upacara selamatan ala kadarnya untuk menandai akan masuknya bulan puasa Ramadan yang diyakini sebagai bulan yang suci dan khusus.
Sama dengan tradisi-tradisi lain di dalam Islam, maka tradisi ini juga tidak diketahui secara pasti siapa yang menciptakan dan mengawali pelaksanaannya. Tetapi tentu ada dugaan kuat bahwa tradisi ini diciptakan oleh nenek moyang orang Minang yang dulunya beragama Hindu. Memang hal ini baru sebatas dugaan, namun mengingat bahwa kreasi-kreasi tentang Islam Minang terutama yang menyangkut tradisi-tradisi baru akulturatif yang bervariatif tersebut kebanyakan datang dari pengaruh budaya Hindu-Budha, maka kiranya dugaan ini pun bisa dipertanggungjawabkan.
Salah satu kebiasaan yang kerap menyulut kontroversi adalah balimau karena identik dengan kebiasaan yang tak diajarkan Islam.
Dulu, balimau merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan di tepian mandi atau di pancuran. Warga, tentunya yang beragama Islam, membersihkan diri, dengan menggunakan sabun dan wewanginan dari bunga-bungaan. Bunga-bungaan itu diramu dari berbagai kembang, kemudian dibubuhi minyak harum (parfum) yang tidak mengandung alkohol.
Tujuannya, agar bisa memasuki bulan suci Ramadan dengan tubuh yang suci pula. Sebuah kebiasaan yang tidak ada salahnya, karena ajaran Islam mengajarkan agar penganutnya selalu bersih dan harum. Walau demikian, balimau bukanlah budaya Islam atau budaya Minang.
Akhir-akhir ini ada pergeseran cara balimau. Khusus bagi kawula muda, balimau dilakukan di tempat pemandian. Mereka datang bersama-sama, lelaki dan perempuan yang bukan muhrim. Lalu, di tepian mandi umum tersebut mereka mandi bersama. Ada yang menyebut dengan nada sinis, balimau seperti itu hanya untuk mandi berjamaah antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim.
Kebiasaan “balimau”, dalam bentuk “mandi berjamaah” bukanlah budaya Minang, maupun budaya Islam.
Penilaian itu dikatakan Ketua Majelis Ulama Islam (MUI) Kabupaten Agam, Dr Zulkifli Dja’far, MA Khatib Rumah Panjang, ketika dihubungi Haluan pekan lalu.
Balimau menjelang memasuki bulan suci Ramadan dalam Islam adalah aktivitas membersihkan jiwa. Maksudnya, balimau merupakan kegiatan bermaaf-maafan, dengan mendatangi orang tua dan karib kerabat. Bermaaf-maafan merupakan sebuah aktivitas membersihkan jiwa seorang muslim. Balimau juga dilakukan dengan membersihkan diri untuk memasuki Bulan Suci Ramadan. Membersihkan diri dengan cara mandi di tepian atau kamar mandi masing-masing. Usai mandi biasanya kaum muslimin dan muslimah memakai harum-harum, seperti harum-haruman dari bunga.
“Namun balimau ke tempat pemandian umum, atau ke water boom, tidak dianjurkan dalam ajaran adat maupun agama Islam,” ujar Zulkifli Dja’far. Balimau menjelang memasuki Ramadan ke tempat pemandian umum secara bersama-sama antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim, menurut Buya Zulkifli, bisa mengundang maksiat.
Oleh karena itu, sebaiknya dijauhi. Kepada para orang tua dan pimpinan kaum, diharapkan mencegah anak-kemenakan mereka pergi balimau dengan lelaki atau perempuan bukan muhrimnya. Daripada pergi balimau dengan cara “mandi berjamaah” itu, lebih tidak dilakukan. Bersihkan saja jiwa dan raga dengan cara Islam. “Jangan melakukan perbuatan dosa, berdalih untuk pergi balimau.”
Mengundang kaum kerabat untuk menghadiri hajatan (berdoa), untuk tujuan bermaaf-maafan, menurut Buya Zulkifli, merupakan kegiatan yang bagus. Apalagi dilakukan menjelang memasuki bulan suci Ramadan. Berkumpul-kumpul dengan tujuan yang baik merupakan kegiatan yang bermanfaat. Antara lain untuk meningkatkan silaturahim antar sesama.
Budaya Sesat
Sementara itu, Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kabupatn Agam, Drs Mardius Asmaan Dt. Saripado dengan tegas mengatakan balimau dalam bentuk “mandi berjamaah” merupakan budaya sesat. Dalam adat Minangkabau tidak ada anjuran untuk itu. Malah ia menyebut perbuatan seperti itu bukan menyucikan diri, tetapi malah menambah kotornya jiwa dan diri seseorang. Bagaimanapun, perbuatan tersebut diyakini akan memicu perbuatan dosa.
“Tidak ada perbuatan kotor akan menyucikan diri. Perbuatan seperti itu sebaiknya dijauhi. Bila memang hendak menyucikan diri, balimau saja di kamar mandi masing-masing. Itu lebih terpelihara dari perbuatan dosa,” ujar mantan pejabat teras Pemkab Agam tersebut.
Adat Minangkabau berlandaskan ajaran Islam. Dalam mamangan adat disebutkan “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.” Kitabullah itu adalah Alquran. Dari sanalah dasar adat Minangkabau, makanya tidak mungkin adat Minangkabau berlawanan dengan ajaran Islam. Dalam Islam, berduaan saja antara lelaki dengan perempuan yang bukan muhrim termasuk dosa, atau setidaknya bisa menyebabkan timbulnya perbuatan dosa.
Bila berduaan saja sudah dilarang, apalagi mandi bersama antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim. Justru itu ia menghimbau pimpinan kaum untuk mencegah anak-kemenakannya pergi balimau ke tempat pemandian umum bersama lelaki atau perempuan yang bukan muhrimnya.
Pernyataan keras senada disampaikan bendaharawan LKAAM Agam, yang juga Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Agam, H. Junaidi, SH, Dt. Gampo Alam Nan Hitam. Menurutnya, warga Agam jangan sampai terjebak dengan perilaku dan budaya yang tidak baik. Budaya balimau bersama antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrimnya, ke tempat pemandian umum, adalah budaya yang tidak benar. Makanya patut untuk dicegah. Alangkah memalukan bila anak Minangkabau melakukan perbuatan balimau bersama lelaki danperempuan yang bukan muhrimnya. Apalagi dilakukan di tempat pemandian umum.
“Balimau cukup di kamar mandi di rumah masing-masing. Untuk apa pergi jauh-jauh ke tempat pemandian umum,bila yang didapat adalah dosa,” ujarnya.
Pernyataan serupa mencuat dari salah seorang tokoh masyarakat Kecamatan Tanjung Mutiara, Nazirman. Menurut pensiunan Pegawai Pemkab Agam itu, balimau dengan cara yang salah, hanya akan menimbulkan dosa. Sebaiknya tidak dilakukan, apalagi bila hendak memasuki Bulan Suci Ramadan.
Pernyataan keras juga mengapung dari ketua LSM Komite Masyarakat Agam (KOMA), Anizur. Menurutnya, janganlah memasuki bulan Suci Ramadan dengan diri dan jiwa yang kotor. Sejatinya, masukilah bulan Suci Ramadan dengan jiwa dan diri yang bersih pula. Balimau dengan pola “mandi berjamaah” antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim, adalah perbuatan dosa.
“Orang Agam tidak layak melakukan acara balimau dengan mandi berjamaah seperti itu,” ujarnya, dengan nada keras. Bupati Agam H. Indra Catri Dt. Malako Nan Putiah juga mengimbau segenap lapisan masyarakat Agam untuk melakukan perbuatan yang bermanfaat, termasuk dalam hal balimau menjelang Ramadan. Menurutnya, balimau bersama ke tempat pemandian umum antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim, bukanlah budaya Minang. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan kawula muda, yang lebih banyak nilai hura-huranya daripa manfaatnya.
Sebagai orang Agam, yang menjunjung tinggi adat dan agama, janganlah sampai melalukan perbuatan yang tidak baik menurut ukuran adat dan agama. Karena balimau dengan cara “mandi berjamaah” antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim, adalah perbuatan tercela. Perbuatan seperti itu hanya akan mengundang dosa.
“Kalau mau memasuki bulan suci Ramadan, sebaiknya umat menyucikan diri, bukan mengotorinya dengan balimau seperti itu,” ujarnya mengingatkan.
Spoiler for pict1:
Spoiler for pict2:
Spoiler for pict3:
Spoiler for pict4:
Spoiler for pict5:
Spoiler for sumber:
gimana menurut agan.. benar apa salah dengan cara balimau seperti ini???
Diubah oleh tayabe 20-07-2013 03:28
0
2.2K
12
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan