- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
HATI-HATI!! Penipuan Atas Nama Muallaf


TS
binauf
HATI-HATI!! Penipuan Atas Nama Muallaf
Permisi gan numpang nyampein aja... Repsol juga gpp yak... 
karena semakin banyak info, maka semakin cepat tersampaikan pada masyarakat...
bermula dari kisah di Republika Online
Namun melalui Pages FB Gene Nettodijelaskan mengenai keganjilan info tersebut.. DISINI LINKNYA dilanjutkan dengan yg INI
Ingat! : Ane hanya nyampein yg ane dapet yak...
kalopun nanti tim "Buru Sergap Kaskus" hadir lagi... ya monggo saja...
HATI-HATI!
#Sorry Tritnya Acak2an..

karena semakin banyak info, maka semakin cepat tersampaikan pada masyarakat...

bermula dari kisah di Republika Online
Spoiler for begini::
REPUBLIKA.CO.ID, Virgiawan Sentosa harus menjalankan puasanya tanpa sahur. Dia hanya menenggak air putih untuk membuat tubuh cekingnya bertahan. Pemuda itu harus berjuang hidup di Pasar Kemiri, Depok, menjual kantong plastik.
Vian, nama sapaannya, baru dua pekan ini resmi menjadi mualaf. Dia mengucap syahadat di Masjid Cut Meutia, Jakarta.
“Aku selalu berpikiran bahwa Allah tidak pernah memberi cobaan yang melampau kekuatan hambanya. Maka dari itu aku selalu percaya bahwa Allah akan selalu memberi jalan”, ujar Vian, saat diwawancara melalui telepon, di Jakarta, Senin (15/7)
Vian berasal dari Bandung. Kedua orangtuanya beragama Katolik. Sejak kecil, Vian pun dididik dengan tata cara Katolik. Hanya, kegelisahan melanda Vian duduk di bangku SD. Dia selalu merasakan kegelisahan dalam hatinya.
Menurutnya, ketika itu dia selalu merasa tidak tenang, sedih, dan bahkan menangis. Saat masuk SMP, dia pun sering bermain dengan temannya di belakang komplek. Mayoritas teman-temannya adalah seorang Muslim. Sehingga, dia sering diajak untuk ikut ke mushola pada saat teman-temannya melaksakan sholat.
Diam-diam, Vian sering memperhatikan ibadah kawan-kawan sepermainannya itu. Dia memperhatikan bagaimana gerakan-gerakan sholat, apa saja syarat untuk sholat dan sebagainya.
Tanpa sepengetahuan keluarga dan teman-temannya, gerakan-gerakan sholat ini dipraktikkan oleh Vian di rumahnya meski belum memahami apa saja bacaan-bacaannya.
Sejak SMP, Vian sering tidak masuk kegiatan ibadah di gereja meski mengaku kepada ibunya jika dia pergi ke Gereja. Dia mengaku, sudah tidak lagi ingin mempelajari tentang agama Katolik dan berniat meninggalkannya.
Di masa SMA hati Vian semakin mantap untuk terus mempelajari segala hal tentang Islam. Walaupun secara diam-diam, dia tidak pernah putus asa mencari tahu tentang agama Islam ini.
Dia juga sering mencari keterangan dari teman-temannya. Hanya saja caranya adalah dengan tidak terlalu ingin tahu tentang Islam sehingga teman-temannya memberi informasi tanpa curiga meski dengan semangat memberikan jawaban yang diinginkan oleh Vian.
Semakin hari kecintaanya terhadap Islam semakin besar hingga akhirnya ia lulus SMA dan di terima di peguruan tinggi Institut Teknologi Bandung di jurusan Teknik Mesin.
Namun, di tengah-tengah perkulihannya, ia tidak bisa diam-diam terus untuk mempelajari Agama Islam. Dia pun bertekad untuk berkata jujur kepada kedua orang tuanya. Resiko sebesar apapun siap ia hadapi demi menjadi seorang Muslim.
Akhirnya tekad itu pun bulat, dia berkata jujur kepada ketua orang tuanya mengenai hal yang selama ini dilakukan semenjak SD. Mengetahu hal tersebut, kedua orang tua Vian sangat murka dengan apa yang selama ini dilakukan oleh Vian.
Beberapa pukulan oleh ayahnya di didapatkan oleh Vian. Lalu akhirnya, orang tuanya memberikan pilihan kepada Vian untuk tetap melanjutkan perkuliahannya dan tetap bergama Katolik atau segera angkat kaki dari rumah.
Karena kecintaannya kepada Islam sangat besar, ia pun memilih untuk pergi dari rumah berbekal sepotong kaos dan celana. Vian lantas pergi ke daerah Depok. Ketika itu, dia belum mengucapkan syahadat.
Surat-surat penting seperti Ijazah tidak di perkenankan oleh orang tuanya untuk di bawa olehnya. Karena orang tua nya telah berpikiran, dengan seperti itu, anaknya tidak akan lama bertahan hidup di jalanan dan akan segera kembali ke rumah.
Namun tekad Vian sudah bulat dan tetap pergi ke Depok mencari tempat tinggal baru. Sesampainya di Depok, ia menginap di sebuah rumah temannya yang beragama Katolik. Hanya, saat mengetahui niat Vian menjadi mualaf, dia pun diminta pergi.
Vian kemudian pindah ke Masjid Al Huda yang masih berada di daerah Depok. Satu malam ia menginap di masjid itu dan bertanya kepada pengurus masjid, dimana ia bisa masuk Islam dan dibuatkan sertifikatnya.
Pengurus masjid memberi tahu bahwa di Masjid Cut Meutia yang berada di Jakarta Pusat, ia bisa masuk Islam dan mendapatkan sertifikat yang membuktikan bahwa ia adalah seorang yang beragama Islam.
Lalu ia pun langsung bergegas ke Masjid Cut Meutia tersebut. Sesampainya disana, ia mengutarakan maksud dari kedatangannya. Akhirnya, Vian pun menjadi seorang Muslim.
Bak telaga di tengah padang tandus, Vian mengucap syahadat. Dia tidak pernah menyesal telah memeluk agama Islam. Di tengah cobaan yang ia temui, ia selalu berpikir bahwa Allah tidak pernah memberi cobaan yang melampaui kekuatan hamba-NYA.
Setelah menjadi Muslim, Vian kembali ke Depok dan tinggal di mushola yang berada di terminal Depok. Kesehariannya adalah menjual beberapa lembar kantong plastik.
Maksimal dalam satu hari pendapatan yang ia hasilkan hanya sebesar Rp 7 Ribu . Walaupun tidak seberapa, namun ia tetap bersyukur dari apa yang ia dapatkan. Ia biasanya menjual-jual plastik tersebut dari jam 6 pagi hingga jam 11 siang.
Beberapa hari yang lalu, ia mendapatkan kabar bahwa ayahnya meninggal karena serangan jantung. Disaat itu dia tidak memiliki uang untuk kembali ke Bandung.
Namun ia mengingat Ustaz Abdul Latief, seorang saksi pada saat Vian masuk Islam sekaligus pengurus Masjid Cut Meutia. Dia menceritakan semuanya kepada Ustaz, dan tidak tahu apa yang harus di lakukan olehnya. Akhirnya Ustaz Abdul Latief memberikan ongkos kepada Vian dan akhirnya Vian bisa pulang ke Bandung dan ingin melihat ayahnya untuk terakhir kalinya.
Sesampainya rumah di Bandung, tetap tidak ada perubahan dari ibunya. Vian dituduh sebagai biang keladi kematian ayahnya. Sebentar, dia melihat ayahnya, kemudian pergi meninggalkan rumah atas permintaan ibunya.
Sebelum pergi, Vian mencoba memohon kepada ibunya agar memaafkannya dan memberikan surat-surat penting bagi Vian seperti ijazah. Namun, ibu Vian masih bersikeras dan tetap tidak memberikan surat itu.
Akhirnya Vian pun kembali ke Depok dengan tidak membawa apa-apa. Kecintaannya terhadap Islam dibuktikan dengan berbagai resiko yang ia dapatkan. Demi Islam, ia rela hidupnya terlunta-lunta di jalanan. Dia percaya, Allah akan selalu membantunya dengan berbagai cara
Vian, nama sapaannya, baru dua pekan ini resmi menjadi mualaf. Dia mengucap syahadat di Masjid Cut Meutia, Jakarta.
“Aku selalu berpikiran bahwa Allah tidak pernah memberi cobaan yang melampau kekuatan hambanya. Maka dari itu aku selalu percaya bahwa Allah akan selalu memberi jalan”, ujar Vian, saat diwawancara melalui telepon, di Jakarta, Senin (15/7)
Vian berasal dari Bandung. Kedua orangtuanya beragama Katolik. Sejak kecil, Vian pun dididik dengan tata cara Katolik. Hanya, kegelisahan melanda Vian duduk di bangku SD. Dia selalu merasakan kegelisahan dalam hatinya.
Menurutnya, ketika itu dia selalu merasa tidak tenang, sedih, dan bahkan menangis. Saat masuk SMP, dia pun sering bermain dengan temannya di belakang komplek. Mayoritas teman-temannya adalah seorang Muslim. Sehingga, dia sering diajak untuk ikut ke mushola pada saat teman-temannya melaksakan sholat.
Diam-diam, Vian sering memperhatikan ibadah kawan-kawan sepermainannya itu. Dia memperhatikan bagaimana gerakan-gerakan sholat, apa saja syarat untuk sholat dan sebagainya.
Tanpa sepengetahuan keluarga dan teman-temannya, gerakan-gerakan sholat ini dipraktikkan oleh Vian di rumahnya meski belum memahami apa saja bacaan-bacaannya.
Sejak SMP, Vian sering tidak masuk kegiatan ibadah di gereja meski mengaku kepada ibunya jika dia pergi ke Gereja. Dia mengaku, sudah tidak lagi ingin mempelajari tentang agama Katolik dan berniat meninggalkannya.
Di masa SMA hati Vian semakin mantap untuk terus mempelajari segala hal tentang Islam. Walaupun secara diam-diam, dia tidak pernah putus asa mencari tahu tentang agama Islam ini.
Dia juga sering mencari keterangan dari teman-temannya. Hanya saja caranya adalah dengan tidak terlalu ingin tahu tentang Islam sehingga teman-temannya memberi informasi tanpa curiga meski dengan semangat memberikan jawaban yang diinginkan oleh Vian.
Semakin hari kecintaanya terhadap Islam semakin besar hingga akhirnya ia lulus SMA dan di terima di peguruan tinggi Institut Teknologi Bandung di jurusan Teknik Mesin.
Namun, di tengah-tengah perkulihannya, ia tidak bisa diam-diam terus untuk mempelajari Agama Islam. Dia pun bertekad untuk berkata jujur kepada kedua orang tuanya. Resiko sebesar apapun siap ia hadapi demi menjadi seorang Muslim.
Akhirnya tekad itu pun bulat, dia berkata jujur kepada ketua orang tuanya mengenai hal yang selama ini dilakukan semenjak SD. Mengetahu hal tersebut, kedua orang tua Vian sangat murka dengan apa yang selama ini dilakukan oleh Vian.
Beberapa pukulan oleh ayahnya di didapatkan oleh Vian. Lalu akhirnya, orang tuanya memberikan pilihan kepada Vian untuk tetap melanjutkan perkuliahannya dan tetap bergama Katolik atau segera angkat kaki dari rumah.
Karena kecintaannya kepada Islam sangat besar, ia pun memilih untuk pergi dari rumah berbekal sepotong kaos dan celana. Vian lantas pergi ke daerah Depok. Ketika itu, dia belum mengucapkan syahadat.
Surat-surat penting seperti Ijazah tidak di perkenankan oleh orang tuanya untuk di bawa olehnya. Karena orang tua nya telah berpikiran, dengan seperti itu, anaknya tidak akan lama bertahan hidup di jalanan dan akan segera kembali ke rumah.
Namun tekad Vian sudah bulat dan tetap pergi ke Depok mencari tempat tinggal baru. Sesampainya di Depok, ia menginap di sebuah rumah temannya yang beragama Katolik. Hanya, saat mengetahui niat Vian menjadi mualaf, dia pun diminta pergi.
Vian kemudian pindah ke Masjid Al Huda yang masih berada di daerah Depok. Satu malam ia menginap di masjid itu dan bertanya kepada pengurus masjid, dimana ia bisa masuk Islam dan dibuatkan sertifikatnya.
Pengurus masjid memberi tahu bahwa di Masjid Cut Meutia yang berada di Jakarta Pusat, ia bisa masuk Islam dan mendapatkan sertifikat yang membuktikan bahwa ia adalah seorang yang beragama Islam.
Lalu ia pun langsung bergegas ke Masjid Cut Meutia tersebut. Sesampainya disana, ia mengutarakan maksud dari kedatangannya. Akhirnya, Vian pun menjadi seorang Muslim.
Bak telaga di tengah padang tandus, Vian mengucap syahadat. Dia tidak pernah menyesal telah memeluk agama Islam. Di tengah cobaan yang ia temui, ia selalu berpikir bahwa Allah tidak pernah memberi cobaan yang melampaui kekuatan hamba-NYA.
Setelah menjadi Muslim, Vian kembali ke Depok dan tinggal di mushola yang berada di terminal Depok. Kesehariannya adalah menjual beberapa lembar kantong plastik.
Maksimal dalam satu hari pendapatan yang ia hasilkan hanya sebesar Rp 7 Ribu . Walaupun tidak seberapa, namun ia tetap bersyukur dari apa yang ia dapatkan. Ia biasanya menjual-jual plastik tersebut dari jam 6 pagi hingga jam 11 siang.
Beberapa hari yang lalu, ia mendapatkan kabar bahwa ayahnya meninggal karena serangan jantung. Disaat itu dia tidak memiliki uang untuk kembali ke Bandung.
Namun ia mengingat Ustaz Abdul Latief, seorang saksi pada saat Vian masuk Islam sekaligus pengurus Masjid Cut Meutia. Dia menceritakan semuanya kepada Ustaz, dan tidak tahu apa yang harus di lakukan olehnya. Akhirnya Ustaz Abdul Latief memberikan ongkos kepada Vian dan akhirnya Vian bisa pulang ke Bandung dan ingin melihat ayahnya untuk terakhir kalinya.
Sesampainya rumah di Bandung, tetap tidak ada perubahan dari ibunya. Vian dituduh sebagai biang keladi kematian ayahnya. Sebentar, dia melihat ayahnya, kemudian pergi meninggalkan rumah atas permintaan ibunya.
Sebelum pergi, Vian mencoba memohon kepada ibunya agar memaafkannya dan memberikan surat-surat penting bagi Vian seperti ijazah. Namun, ibu Vian masih bersikeras dan tetap tidak memberikan surat itu.
Akhirnya Vian pun kembali ke Depok dengan tidak membawa apa-apa. Kecintaannya terhadap Islam dibuktikan dengan berbagai resiko yang ia dapatkan. Demi Islam, ia rela hidupnya terlunta-lunta di jalanan. Dia percaya, Allah akan selalu membantunya dengan berbagai cara
Namun melalui Pages FB Gene Nettodijelaskan mengenai keganjilan info tersebut.. DISINI LINKNYA dilanjutkan dengan yg INI
Spoiler for Begini katanya::
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Sepertinya kisah kemarin tentang muallaf bernama Virgiawan Sentosa (Vian) itu tidak benar, dan saya kuatir bahwa itu adalah bentuk penipuan. Katanya dia berasal dari Bandung, dan kuliah di ITB di Mesin Teknik, baru selesai semester 4. Saya tanya apa mau dibantu teruskan kuliah sampai selesai, dia bilang mau kerja. Saya tanya apa mau ditemani ustadz dari Bandung untuk datang ke rumah dan dapat KTP dari Ibu, dia tidak setuju. Saya tanya apa mau menginap di Darut-Tauhid (punya Aa Gym) karena ada teman saya di situ, dan ada program muallaf. Dia bilang tidak mau karena jauh. (Dia di Bandung Barat, tapi DT di selatan). Lebih mau menginap di musholla terminal bis di Depok katanya.
Saya tanya kenapa tidak ke rumah teman Muslim di Bandung, dia bilang tidak mau merepotkan mereka dan lebih mau mandiri. Bisa hidup dengan jualan plastik di pasar katanya. Lalu dia ceritakan untuk sahur hanya minum air, karena tidak ada uang untuk makan. Tapi kuat untuk puasa sehari penuh. Lalu dia bilang sudah coba jual jam tangannya, yang dia beli dengan harga 1,2 juta, tapi dibawa kabur sama orang itu. Lalu dia bilang sabtu kemarin, bapaknya wafat karena serangan jantung di Bandung (tapi dia tidak kedengaran sedih di telfon). Dia langsung pulang untuk melihat peti mayat bapak di sana. Keluarga salahkan dia karena masuk Islam dan bikin bapak stress, lalu dia dipukuli lagi, dan kabur lagi. Katanya sudah 3 kali pulang ke Bandung sejak kabur 2 minggu lalu (tapi tidak ada uang untuk sahur).
Dan Senin kemarin, adiknya kecelakaan mobil, dan masuk RS Hasan Sadikin dalam keadaan koma. Saya minta nama lengkap adiknya, dia bilang “Farah” saja, dan tidak mau kasih nama lengkap. Dia bilang sudah telfon ke RS Hasan Sadikin di Bandung, dan memang benar, adiknya koma di situ. Lalu saya telfon RS Hasan Sadikin, dan dapat bagian Admin. Saya ceritakan bahwa saya telfon dr Jakarta, karena mau bantu muallaf yang adiknya kecelakaan dan koma dari Senin kemarin. Kata Admin dengan suara tegas, “Jangan percaya Pak, kalau belum bicara dengan keluarga!! Ada banyak sekali penipuan seperti itu di sini. Semuanya mengaku butuh uang untuk saudara yang opname, tapi bohong.” Saya minta dia cek saja di daftar pasien. Katanya, dari 2011 sampai sekarang, tidak ada pasien menginap yang namanya Farah!!
Lalu tiba-tiba Vian sms dan bilang tidak usah kasih bantuan uang kepada dia, karena dia mau mandiri dan bisa hidup dengan jualan plastik di pasar. Saya minta nomor telfon rumah Ibunya, dia bilang tidak ada. Saya minta HP Ibunya, dia bilang lupa nomornya. Katanya, dompet, HP dan semua barang berharga milik dia disita oleh Ibu, jadi dia hanya bisa pergi dengan bawa 3 stel baju saja. Saya minta alamat rumah agar bisa kirim ustadz untuk bicara dengan Ibunya. Dia tidak kasih, dan bilang lagi tidak usah bantu dia karena mau mandiri saja.
Lalu Vian kirim sms lagi, dan bilang minta maaf telah mengganggu saya, dan minta saya hapus nomor Hp dia. Katanya, tidak usah bantu dia, karena dia mau mandiri, jualan plastik di pasar saja. Saya minta nama lengkap adiknya lagi. Dia minta maaf lagi, dan tetap tidak kasih. Saya kasih tahu dia tidak ada pasien koma yang namanya Farah di RS Hasan Sadikin. Dia bilang saya keliru, pasti ada.
Tiba-tiba dia menjadi tegas dan minta saya kirim 300 ribu secepatnya, karena katanya, dia merasa tidak enak kalau tidak jenuk adiknya. Dia bilang sudah menunggu seharian di depan ATM (pinjam kartu temannya dari musholla). Lalu dia tanya kok saya bisa begitu TEGA terhadap dia sebagai muallaf, kasih harapan lalu cabut kembali. Dia tanya apa benar saya seorang Muslim sampai bisa begitu tega terhadap dia. Dia minta dikirim uang 300 ribu, dan bilang harus segera ke Bandung. Akhirnya saya tidak balas sms dia lagi.
Saya cari namanya di Facebook, ada akun dengan nama itu, tanpa foto, dan ditulis lulusan Universitas Pancasila angkatan tahun 2000, dan ditulis ke mamanya bahwa dia mau jalankan puasa tahun ketiga sekarang, dan minta maaf pada mama atas suatu masalah besar yang tidak diterangkan. Jadi sepertinya itu memang dia, ada masalah keluarga, dan tidak jelas apa dia memang baru masuk Islam 2 minggu yang lalu. Ada terlalu banyak pernyataan yang kontradiktif dari dia. Jadi:
• dibantu lanjutkan kuliah di ITB tidak mau
• dibantu dapat penginapan di Bandung tidak mau
• diminta alamat rumah tidak dikasih.
• diminta nomor telfon rumah, tidak ada (padahal tinggal di kompleks)
• diminta nomor HP anggota keluarga dan teman, tidak dikasih
• diminta nama dia di Facebook (untuk lihat kegiatan dia dan teman), dia bilang sudah di dihapus
• diminta nama lengkap adiknya yang koma, tidak dikasih
• dan seterusnya.
Jadi, kesimpulan sementara adalah orang ini kurang jujur dan kurang terbuka. Saya tidak bisa buktikan bahwa dia bukan muallaf dan berbohong, tapi dari apa yang dia sampaikan, ada terlalu banyak yang mencurigakan. Padahal dari teman2 saya di Facebook dan email, ada yang siap kasih zakat, penginapan dan pekerjaan kepada dia. Penipuan atas nama muallaf itu memang ada, dan sudah banyak. Jadi kita yang mau membina muallaf yang harus sedikit waspada dan lakukan cek dan ricek terhadap kisah2 yang disampaikan. Kisahnya Vian ini terlalu mirip dengan adegan sinetron. Tapi suara di telfon sangat meyakinkan (di awalnya). Tadi sore saya berdoa dan minta Allah membuka kebenaran. Kalau dia benar2 muallaf, saya akan bantu. Kalau tidak, semoga dia bisa segera taubat. Dan sejak doa itu, sikap dia berubah dari baik hati dan mau mandiri saja, lalu dalam 10 minit menjadi marah kalau tidak segera dikasih 300ribu, dan dia tidak sms kepada saya lagi.
Semoga kita bisa ketemu muallaf yang lain, yang lebih jelas statusnya, dan lebih layak dapat bantuan kita.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
Sepertinya kisah kemarin tentang muallaf bernama Virgiawan Sentosa (Vian) itu tidak benar, dan saya kuatir bahwa itu adalah bentuk penipuan. Katanya dia berasal dari Bandung, dan kuliah di ITB di Mesin Teknik, baru selesai semester 4. Saya tanya apa mau dibantu teruskan kuliah sampai selesai, dia bilang mau kerja. Saya tanya apa mau ditemani ustadz dari Bandung untuk datang ke rumah dan dapat KTP dari Ibu, dia tidak setuju. Saya tanya apa mau menginap di Darut-Tauhid (punya Aa Gym) karena ada teman saya di situ, dan ada program muallaf. Dia bilang tidak mau karena jauh. (Dia di Bandung Barat, tapi DT di selatan). Lebih mau menginap di musholla terminal bis di Depok katanya.
Saya tanya kenapa tidak ke rumah teman Muslim di Bandung, dia bilang tidak mau merepotkan mereka dan lebih mau mandiri. Bisa hidup dengan jualan plastik di pasar katanya. Lalu dia ceritakan untuk sahur hanya minum air, karena tidak ada uang untuk makan. Tapi kuat untuk puasa sehari penuh. Lalu dia bilang sudah coba jual jam tangannya, yang dia beli dengan harga 1,2 juta, tapi dibawa kabur sama orang itu. Lalu dia bilang sabtu kemarin, bapaknya wafat karena serangan jantung di Bandung (tapi dia tidak kedengaran sedih di telfon). Dia langsung pulang untuk melihat peti mayat bapak di sana. Keluarga salahkan dia karena masuk Islam dan bikin bapak stress, lalu dia dipukuli lagi, dan kabur lagi. Katanya sudah 3 kali pulang ke Bandung sejak kabur 2 minggu lalu (tapi tidak ada uang untuk sahur).
Dan Senin kemarin, adiknya kecelakaan mobil, dan masuk RS Hasan Sadikin dalam keadaan koma. Saya minta nama lengkap adiknya, dia bilang “Farah” saja, dan tidak mau kasih nama lengkap. Dia bilang sudah telfon ke RS Hasan Sadikin di Bandung, dan memang benar, adiknya koma di situ. Lalu saya telfon RS Hasan Sadikin, dan dapat bagian Admin. Saya ceritakan bahwa saya telfon dr Jakarta, karena mau bantu muallaf yang adiknya kecelakaan dan koma dari Senin kemarin. Kata Admin dengan suara tegas, “Jangan percaya Pak, kalau belum bicara dengan keluarga!! Ada banyak sekali penipuan seperti itu di sini. Semuanya mengaku butuh uang untuk saudara yang opname, tapi bohong.” Saya minta dia cek saja di daftar pasien. Katanya, dari 2011 sampai sekarang, tidak ada pasien menginap yang namanya Farah!!
Lalu tiba-tiba Vian sms dan bilang tidak usah kasih bantuan uang kepada dia, karena dia mau mandiri dan bisa hidup dengan jualan plastik di pasar. Saya minta nomor telfon rumah Ibunya, dia bilang tidak ada. Saya minta HP Ibunya, dia bilang lupa nomornya. Katanya, dompet, HP dan semua barang berharga milik dia disita oleh Ibu, jadi dia hanya bisa pergi dengan bawa 3 stel baju saja. Saya minta alamat rumah agar bisa kirim ustadz untuk bicara dengan Ibunya. Dia tidak kasih, dan bilang lagi tidak usah bantu dia karena mau mandiri saja.
Lalu Vian kirim sms lagi, dan bilang minta maaf telah mengganggu saya, dan minta saya hapus nomor Hp dia. Katanya, tidak usah bantu dia, karena dia mau mandiri, jualan plastik di pasar saja. Saya minta nama lengkap adiknya lagi. Dia minta maaf lagi, dan tetap tidak kasih. Saya kasih tahu dia tidak ada pasien koma yang namanya Farah di RS Hasan Sadikin. Dia bilang saya keliru, pasti ada.
Tiba-tiba dia menjadi tegas dan minta saya kirim 300 ribu secepatnya, karena katanya, dia merasa tidak enak kalau tidak jenuk adiknya. Dia bilang sudah menunggu seharian di depan ATM (pinjam kartu temannya dari musholla). Lalu dia tanya kok saya bisa begitu TEGA terhadap dia sebagai muallaf, kasih harapan lalu cabut kembali. Dia tanya apa benar saya seorang Muslim sampai bisa begitu tega terhadap dia. Dia minta dikirim uang 300 ribu, dan bilang harus segera ke Bandung. Akhirnya saya tidak balas sms dia lagi.
Saya cari namanya di Facebook, ada akun dengan nama itu, tanpa foto, dan ditulis lulusan Universitas Pancasila angkatan tahun 2000, dan ditulis ke mamanya bahwa dia mau jalankan puasa tahun ketiga sekarang, dan minta maaf pada mama atas suatu masalah besar yang tidak diterangkan. Jadi sepertinya itu memang dia, ada masalah keluarga, dan tidak jelas apa dia memang baru masuk Islam 2 minggu yang lalu. Ada terlalu banyak pernyataan yang kontradiktif dari dia. Jadi:
• dibantu lanjutkan kuliah di ITB tidak mau
• dibantu dapat penginapan di Bandung tidak mau
• diminta alamat rumah tidak dikasih.
• diminta nomor telfon rumah, tidak ada (padahal tinggal di kompleks)
• diminta nomor HP anggota keluarga dan teman, tidak dikasih
• diminta nama dia di Facebook (untuk lihat kegiatan dia dan teman), dia bilang sudah di dihapus
• diminta nama lengkap adiknya yang koma, tidak dikasih
• dan seterusnya.
Jadi, kesimpulan sementara adalah orang ini kurang jujur dan kurang terbuka. Saya tidak bisa buktikan bahwa dia bukan muallaf dan berbohong, tapi dari apa yang dia sampaikan, ada terlalu banyak yang mencurigakan. Padahal dari teman2 saya di Facebook dan email, ada yang siap kasih zakat, penginapan dan pekerjaan kepada dia. Penipuan atas nama muallaf itu memang ada, dan sudah banyak. Jadi kita yang mau membina muallaf yang harus sedikit waspada dan lakukan cek dan ricek terhadap kisah2 yang disampaikan. Kisahnya Vian ini terlalu mirip dengan adegan sinetron. Tapi suara di telfon sangat meyakinkan (di awalnya). Tadi sore saya berdoa dan minta Allah membuka kebenaran. Kalau dia benar2 muallaf, saya akan bantu. Kalau tidak, semoga dia bisa segera taubat. Dan sejak doa itu, sikap dia berubah dari baik hati dan mau mandiri saja, lalu dalam 10 minit menjadi marah kalau tidak segera dikasih 300ribu, dan dia tidak sms kepada saya lagi.
Semoga kita bisa ketemu muallaf yang lain, yang lebih jelas statusnya, dan lebih layak dapat bantuan kita.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
Spoiler for dan ini::
Saya dapat dua pesan hari ini tentang artikel kemarin, mengenai orang yang mengaku muallaf dengan nama Virgiawan Sentosa, yang katanya diusir dari rumah karena masuk Islam, menginap di musholla terminal dan hidup dari jualan plastik di pasar. Setelah diperiksa, memang ini sebuah bentuk penipuan (seperti saya ceritakan kemarin). Dari cerita yang berbelit-belit, hingga hal yang lebih mirip adegan sinetron. Sekarang sudah diperiksa seorang teman di ITB. Memang tidak ada mahasiswa dengan nama itu di sana, dan orang lain yang cek ke musholla terminal dapat info yang lebih buruk lagi.
[pesan petama]:
Assalamu'alaikum wa Rahmatullah. Maaf, menyampaikan informasi saja. Setelah dicek data mahasiswa ITB, tidak ada nama mahasiswa aktif dan non-aktif dgn nama Virgiawan Sentosa baik untuk program S1, S2 ataupun S3 di semua jurusan di ITB.
[pesan kedua]:
Dear all,
For info, per kemarin saya berniat memberikan bantuan ke ybs lewat teman saya yang kebetulan domisili di depok. Tapi sebelumnya cari info dulu ke orang2 sekitar musholla alhuda terminal depok. Memang Vian pendatang baru di lingkungan itu, sering menghilang tapi kemudian datang lagi kesitu. Tapi pas teman saya datang semalam habis Isya, Vian sedang main BB sambil merokok dan secara penampilan juga bukan orang yang keliahatan hidup susah. Dan info dari anak2 yang sering nongkrong disitu, Vian juga tidak puasa, siang2 kedapatan merokok.
Banyak juga orang2 yang datang kesitu dan memberikan sumbangan.
Jadi akhirnya teman saya tidak jadi memberikan titipan saya … Alhamdulillah …..
Hati2 aja, banyak modus sebagai muallaf untuk menipu.
Ini ke2 kali saya berhubungan dengan orang yang mengaku muallaf tapi ternyata hanya memanfaatkan orang lain.
Mohon maaf kalau ada salah2 kata.
thanks & best regards,
[pesan petama]:
Assalamu'alaikum wa Rahmatullah. Maaf, menyampaikan informasi saja. Setelah dicek data mahasiswa ITB, tidak ada nama mahasiswa aktif dan non-aktif dgn nama Virgiawan Sentosa baik untuk program S1, S2 ataupun S3 di semua jurusan di ITB.
[pesan kedua]:
Dear all,
For info, per kemarin saya berniat memberikan bantuan ke ybs lewat teman saya yang kebetulan domisili di depok. Tapi sebelumnya cari info dulu ke orang2 sekitar musholla alhuda terminal depok. Memang Vian pendatang baru di lingkungan itu, sering menghilang tapi kemudian datang lagi kesitu. Tapi pas teman saya datang semalam habis Isya, Vian sedang main BB sambil merokok dan secara penampilan juga bukan orang yang keliahatan hidup susah. Dan info dari anak2 yang sering nongkrong disitu, Vian juga tidak puasa, siang2 kedapatan merokok.
Banyak juga orang2 yang datang kesitu dan memberikan sumbangan.
Jadi akhirnya teman saya tidak jadi memberikan titipan saya … Alhamdulillah …..
Hati2 aja, banyak modus sebagai muallaf untuk menipu.
Ini ke2 kali saya berhubungan dengan orang yang mengaku muallaf tapi ternyata hanya memanfaatkan orang lain.
Mohon maaf kalau ada salah2 kata.
thanks & best regards,
Ingat! : Ane hanya nyampein yg ane dapet yak...

kalopun nanti tim "Buru Sergap Kaskus" hadir lagi... ya monggo saja...

HATI-HATI!
#Sorry Tritnya Acak2an..

0
8K
Kutip
24
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan