Kaskus

Entertainment

kebbabAvatar border
TS
kebbab
Benarkah tidak boleh taat pada pemerintah yg korup seperti ucapan Pak Din Syamsudin?
Suatu yang patut disyukuri, Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Agama diberi taufiq setiap tahunnya untuk menerapkan rukyatul hilal di sekian pos observasi hilal yang tersebar di berbagai penjuru di nusantara, guna menetapkan awal dan akhir Ramadhan.
Untuk tahun ini, Kementerian Agama menetapkan 1 Ramadhan 1434 Hijriah jatuh pada Rabu, 10 Juli 2013. “Keputusan ini dibuat berdasarkan pengamatan hilal dan rukyat di seluruh Indonesia,” kata Menteri Agama, dalam sidang itsbat penetapan 1 Ramadan 1434 Hijriah di kantor Kementerian Agama, Senin, 8 Juli 2013

Namun sayang, salah satu Ormas Islam di negeri ini, menentang keputusan tersebut. Bahkan lebih dari itu, berani lancang menyatakan keluar dari ketaatan kepada ulil amri. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Din Syamsudin menyatakan Kementerian Agama tak pantas dianggap sebagai ulil amri lantaran melakukan korupsi.
“Kalau kementerian agama dianggap sebagai ulil amri dan harus ditaati, mohon maaf sajalah, masa kita harus taat pada kementerian yang korup, Al-Qur’an pun mau dikorupsi. Itu tidak memenuhi syarat sebagai ulil amri. Bahkan ada hadits; janganlah mentaati manusia yang melakukan maksiat kepada Allah,” tegasnya. Senin, 08 Jul 2013.

Sungguh sangat kita sayangkan ucapan yang muncul dari Ketua Umum salah satu ormas Islam terbesar di negeri ini tersebut. Ucapan yang mengarah kepada aqidah dan cara-cara Khawarij, yaitu menyatakan keluar dari ketaatan kepada pemerintah yang dinilai telah banyak melakukan kezhaliman, kemaksiatan, dan berbagai kemungkaran lainnya. Jelas ini bertentangan dengan prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama’ah!

Memang kita tidak menutup mata adanya kezhaliman, kemungkaran, dan korup pada pemerintah kita. Namun dalam prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah hal tersebut tidak berarti kemudian merekomendasi untuk keluar dari ketaatan kepada ulil amri (pemerintah). Tentu kita semua mengharapkan pemerintah yang adil. Kita senantiasa mendoakan pemerintah Indonesia agar berjalan di atas bimbingan Al-Qur`an dan As-Sunnah, menghilangkan berbagai korupsi, kezhaliman, dan kemungkaran yang terjadi. Termasuk dalam hal ini kementrian agama. Ketaatan kita kepada pemerintah yang zhalim dan korup tidak berarti kita ridho terhadap kezhaliman dan kekorupannya. Namun pengingkaran kita terhadap berbagai kemungkaran pada pemerintah tersebut tidak berarti kita keluar dari ketaatan kepadanya.

PRINSIP AHLUS SUNNAH TERKAIT DENGAN KETAATAN KEPADA ULIL AMRI (Pemerintah Islam)


1. Ahlus Sunnah berkeyakinan wajibnya mentaati ulil amri

- Firman Allah Ta’ala :
{يَا أَيهَا الذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُم} [النساء: 59]
“Wahai orang-orang beriman, taatilah Allah dan Taatilah Rasul, serta ulil amri di antara kalian.” (An-Nisa’ : 59)
- Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
«اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنِ اسْتُعْمِلَ حَبَشِي كَأَن رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ»
“Dengar dan taatilah (ulil amri), meskipun yang diangkat adalah seorang budak habasyi seakan-akan kepalanya adalah biji anggur.” (HR. Al-Bukhari 693)
«أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسمْعِ وَالطاعَةِ، وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيا»
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah, dan mendengar dan taat (kepada ulil amri), meskipun (yang menjadi ulil amri) adalah seorang budak habasyi.” (HR. Abu Dawud 4607, At-Tirmidzi 2676)
[/SPOILER]

2. Ketaatan Kepada ulil amri tersebut wajib, baik dalam perkara yang kita sukai ataupun dalam perkara yang kita benci, selama ulil amri tersebut masih muslim
Spoiler for DALIL:


3. Ketaatan kepada ulil amri tersebut wajib, baik ulil amri itu adil maupun zhalim/banyak melakukan kemungkaran.
Spoiler for DALIL:


4. Tidak Boleh Taat kepada ulil amri ketika diperintah kepada Kemaksiatan
Spoiler for DALIL:


MENGKRITISI UCAPAN PAK DIN SYAMSUDDIN


Quote:


Perhatikan ucapan di atas!

["masa kita harus taat pada Kementerian yang korup"]

Memang kita tidak menutup mata adanya korup dan kemungkaran pada pemerintah Indonesia. Maka kita wajib mengingkari kemungkaran-kemungkaran tersebut. Namun bukan berarti kita menyatakan keluar dari ketaatan kepada ulil amri (pemerintah). Karena selama pemerintah masih muslim, maka ketaatan kepada mereka tetap wajib.

["Itu tidak memenuhi syarat sebagai ulil amri."]

Tidak demikian wahai Pak Din Syamsuddin. Memang benar korup merupakan tindak kemaksiatan. Namun kemaksiatan tersebut tidak berarti membuat status sebagai ulil amri gugur. Tidak demikian. Perhatikan sekali lagi hadits-hadits di atas.

Bahkan lebih para lagi, Din Syamsuddin mengatakan,
["Kalau ulil amri itu menurut pemahaman kami, ulil amri itu bukan pemerintah tetapi yang mempunyai otoritas masing-masing,"]

Ini merupakan pemahaman yang menyimpang dari prinsip Ahlus Sunnah.
["Bahkan ada hadits: 'Janganlah mentaati manusia yang melakukan maksiat kepada Allah".] Memang kita tidak boleh mentaati pemerintah yang memerintahkan kita untuk bermaksiat, namun tidak berarti menyatakan keluar dari ketaatan kepadanya secara total. Sikap tidak taat kita kepada salah satu perintah yang bersifat maksiat itu bukan kemudian merekomendasi kita untuk keluar dari ketaatan dari ulil amri secara total atau membolehkan kita untu menentang ulil amri secara provokatif dan demonstratif, yang demikian justru akan memperkeruh suasana dan melemahkan stabiltas keamanan.

Kemudian kita bertanya kepada bapak Din Syamsudin, “Kemaksiatan apakah yang diperintahkan kepadamu oleh ulil amri?”

Konteks permasalahan sehingga menyebabkan munculnya pernyataan Din di atas adalah permasalah polemik rukyah – hisab.
“Sidang isbat itu artinya penetapan, tapi dengan pendekatan sepihak, yang namanya rukyat, sementara yang menggunakan perhitungan (hisab) tidak dianggap, jadi tidak ada gunanya,” kata Din Syamsudin.
Ketika ulil amri meminta anda (dan ormas yang anda pimpin) untuk menghadiri sidang itsbat penetapan awal Ramadhan berdasarkan rukyah, apakah anda diperintah oleh ulil amri untuk bermaksiat? Ataukah itu adalah perintah untuk ketaatan, yaitu melaksanakan rukyatul hilal yang itu selaras dengan bimbingan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Tentu saja jawabannya: perintah tersebut adalah perintah ketaatan.

Kemudian, bukankah cara hisab yang selama ini anda serukan dan pertahankan, itu merupakan kemungkaran dan bid’ah yang jelas-jelas bertentangan dengan perintah baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Permasalahan ini telah kami jelaskan dalam tulisan kami berjudul “Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan dengan Ru’yatul Hilal atau Hisab Falaki?”)
Cara hisab yang anda serukan di samping merupakan kemungkaran dan bid’ah, juga merupakan sebab yang melanggengkan perpecahan umat, terkhusus dalam penentuan Ramadhan dan ‘Idul Fitri.
Maka sebagaimana ditegaskan oleh Asy-Syaikh Al-’Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, bahwa Umat Islam tidak akan bersatu dalam masalah Ramadhan dan Idul Fitri kecuali dengan dua hal,
Pertama, meninggalkan hisab falaki
Kedua, komitmen pada cara ru`yatul hilal dan istikmal.

وفق الله الجميع لما يحبه ويرضاه. وصلى الله على محمد وعلى آله وصحبه وسلم.

sumber
0
1.6K
17
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan