Transperancy International adalah organisasi non-pemerintah yang memonitor dan mempublikasikan korupsi perusahaan dan politik dalam pembangunan internasional. Organisasi menerbitkan Indeks Persepsi Korupsi tahunan, daftar komparatif korupsi di seluruh dunia. Kantor pusat berlokasi di Berlin, Jerman
Organisasi ini mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan yang dipercayakan untuk keuntungan pribadi yang akhirnya merugikan semua orang yang tergantung pada integritas dari orang-orang dalam posisi otoritas
Transparency International memiliki cabang yang didirikan oleh organisasi setempat atau independen yang meneliti tingkat korupsi di masing masing wilayah. Dari suap kecil, penjarahan besar-besaran, korupsi berbeda dari satu negara ke negara lain.
Jika Anda melakukan praktik suap dalam setahun terakhir, Anda tidak sendirian. Menurut survei terbaru lembaga pemantau korupsi Transparency International, lebih dari seperempat orang di seluruh dunia membayar suap ketika berhadapan dengan pelayanan publik dalam 12 bulan terakhir.
Barometer Korupsi Global 2013 Transparency International didasarkan pada wawancara dengan 114.270 orang di 107 negara. Lembaga itu menggunakan survei opini publik untuk memperkirakan prevalensi korupsi di lembaga-lembaga nasional di seluruh dunia.
Laporan itu menyimpulkan, sebagaimana dilaporkan Huffington Post, Rabu (10/7/2013), meskipun suap merupakan masalah global, praktik itu tidak merata di seluruh dunia.
Berdasarkan laporan tersebut, kurang dari 5 persen responden di 16 negara mengaku memberikan suap, sementara lebih dari setengah orang-orang yang disurvei di 14 negara lain melaporkan bahwa mereka membayar suap kepada para pejabat publik. Dari 14 negara, 11 berada di Afrika. Negara-negara Afrika itu antara lain Libya pasca-Khadafy, dengan 62 persen responden melaporkan mereka telah membayar suap; dan Liberia, yang punya angka menakjubkan, yaitu 75 persen responden telah menyogok para pejabat. Di Kenya, yang para legislatornya baru-baru ini berupaya untuk menaikkan gaji mereka hingga 84 kali lipat dari rata-rata gaji orang Kenya, 70 persen responden mengatakan bahwa mereka telah memberi suap untuk para pejabat.
Denmark, Finlandia, Jepang, dan Australia termasuk negara-negara yang tergolong bersih dari korupsi. Hanya 1 persen responden di masing-masing negara itu yang mengaku telah membayar suap untuk pejabat publik.
Di Amerika Serikat, secara rata-rata 1 dalam 14 orang mengatakan bahwa mereka membayar suap kepada pejabat publik. Dari mereka yang membayar itu, 7 persen mengatakan mereka menyogok polisi, 11 persen mengatakan mereka menyuap penyidik, dan 15 persen mengatakan mereka menyuap hakim. Warga Amerika juga mengatakan melihat partai politik sebagai lembaga publik terkorup, dengan 76 persen responden menyatakan bahwa partai politik dicemari korupsi.
Di 36 negara, termasuk Indonesia, para responden menyebutkan bahwa kepolisian merupakan lembaga yang paling korup.
Data suap dari 12 negara lain tidak dapat dimasukkan dalam survei itu karena kekhawatiran terkait validitas data. Beberapa negara dalam kelompok ini sudah terkenal punya masalah korupsi, termasuk Rusia, Albania, dan Brasil. Di negara-negara tersebut, layanan publik yang buruk dan pajak yang tinggi telah mendorong protes massal pada Juni lalu. (Lihat peta di atas untuk mendapat gambaran tentang praktik korupsi di seluruh dunia.)
Menurut survei tahunan oleh organisasi berbasis di Berlin Transparency International, Somalia, Korea Utara, dan Afghanistan yang dianggap paling korup, Finlandia, Denmark, dan Selandia Baru yang dianggap negara paling korup di dunia. Untuk daftar negara-negara paling korup, lihat Negara Rusak Sedikitnya Dunia. Indeks mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan jabatan publik untuk kepentingan pribadi dan mengukur sejauh mana korupsi dianggap ada di antara pejabat publik suatu negara dan politisi. Ini merupakan indeks komposit, menggambar pada 13 ahli dan bisnis survei yang berbeda. Skor berkisar dari 100 (melengking bersih) ke nol (sangat korup). Sebuah skor 50 adalah nomor Transparency International menganggap sosok negara membedakan batas yang melakukan dan tidak memiliki masalah korupsi yang serius. Dalam survei 2012, dua pertiga dari negara mencetak di bawah 50.
Country
rank :
1. Somalia
2. North Korea
3. Afghanistan
4. Sudan
5. Myanmar
6. Uzbekistan
7. Turkmenistan
8. Iraq
9. Venezuela
10. Haiti
11. Chad
12. Burundi
13. Zimbabwe
14. Equatorial Guinea
15. Libya
17. Laos
18 Congo, Democratic Republic of
19. Tajikistan
20. Cambodia
Angola
Spoiler for "Di ASEAN, Tingkat Korupsi Indonesia Kian Memburuk":
Rilis yang dikeluarkan oleh Lembaga Transparency Internasional Indonesia (TII) melansir Indonesia berada di empat negara terbawah dalam urutan tingkat korupsi. Berdasarkan indeks persepsi korupsi yang dilansirnya Indonesia berada di angka 32. Indeks persepsi korupsi ini merupakan indikator gabungan yang mengukur tingkat persepsi korupsi dari negara-negara.
"Dibanding survey dua tahun lalu, Indonesia memburuk," ujar Dadang Trisasongko, Sekertaris Jenderal Transperancy internasional Indonesia kepada Tempo Rabu 10 Juli 2013. Dalam survey yang dilakukan TII Indonesia menempati urutan 118 dalam urutan negara terkorup, dan Indonesia berada di bawah Thailand (urutan 88) dan Filipina (urutan 108). Sedangkan tiga negara dibawah Indonesia antara lain Vietnam, Laos, Myanmar.
Survey yang dilakukan kepada 114 ribu orang di 107 negara mendapatkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap intitusi-intitusi negara di Indonesia semakin menurun terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Survey yang dirilis pada Selasa 8 Juli 2013 itu menyebutkan bahwa negara Kamboja mengalami perbaikan dalam hal pemberantasan korupsi. Dadang mengatakan "Kamboja sudah ada progress," mereka baru saja memulai dengan membuat Undang-undang tipikor, membenahi penegakan hukum. Ia menambahkan bahwa tingkat harapan publik masyarakat Kamboja menunjukkan hasil yang tinggi, berbeda dengan Indonesia yang malah mengalami penurunan tingkat harapan publik.[/url]
[I]sumber: http://www.tempo.co/read/news/2013/0...-Kian-Memburuk
Spoiler for "Polri Lembaga Terkorup":
Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar menanggapi hasil survei Transparency Internasional Indonesia (TII) yang menyatakan Polri merupakan salah satu lembaga pemerintahan terkorup di Indonesia. Menurutnya, penilaian itu lantaran Polri tidak serius menyelesaikan kasus korupsi di internal.
“Artinya tidak ada perbaikan secara serius dari pihak kepolisian untuk memperbaiki diri bahwa di lembaganya masih banyak korupsi. Itu belum terbenahi secara benar,” kata Bambang kepada wartawan, Kamis (11/7).
Menurut mantan Sespim Polri itu rilis TII seolah memperkuat penelitian siswa angkatan 9 Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Dalam penelitian PTIK 2004 lalu, pihaknya mendapat temuan yang menyatakan korupsi di lembaga Polri sudah menjalar dari bawah hingga petinggi aparat penegak hukum itu.
“Korupsi di kepolisian itu mulai dari bawah sampai ke atas itu merupakan hubungan yang saling terkait. Kalau ini tidak diperbaiki dan sampai sekarang dikatakan termasuk tertinggi ya bisa saja terjadi seperti itu,” ungkapnya.
Sebelumnya, survei TII menyebutkan dalam skala korupsi menurut kelembagaan di Asia Tenggara yang paling tinggi melakukan korupsi menurut responden adalah institusi Kepolisian dengan jumlah 3,9%. Kemudian, partai politik dengan jumlah 3,6% dan ketiga diisi oleh pejabat publik yang dianggap korup dengan jumlah 3,5%.
Adapun peradilan dengan jumlah 3,4%. Parlemen sendiri dianggap korup oleh 3,3% responden. Di urutan berikutnya ada bidang bisnis dengan jumlah 3,1%. Bidang kesehatan dan pendidikan dianggap korup oleh 2,9%.
Sedangkan, hasil survei Global Corruption Barometer (GBC) 2013 oleh TII menempatkan kepolisian sebagai lembaga paling korup di Indonesia yakni 4,5%. Masih dengan jumlah yang sama disusul oleh parlemen. Di urutan ketiga terkorup adalah peradilan sebesar 4,4% dan partai politik di 4,3%.