- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SENIN, 8 JULI 2013 (info BMKG)
TS
yopie37
INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SENIN, 8 JULI 2013 (info BMKG)
Selamat siang smua,
ijinkan ane share sedikit berita, dan semoga kagak repost.
v
v
v
cekidot,
original source
Selamat berpusing2 deh,TS slaku orang awam gak begitu paham pokoknya bulan tanggal sekian jam sekian teramati apa kagak.
tapi lumayan lah buat pengetahuan, dan baru TS baru tau kalau Sirius gak pake black bisa bikin rancu pengamatan ,
oke selamat menjalani ibadah Puasa bagi sodara2 se Indonesia.
TS gak mengharap angpau,TS cuma minta gini :
dan TS lagi alergi ama ginian :
matur nuwun
ijinkan ane share sedikit berita, dan semoga kagak repost.
v
v
v
cekidot,
Quote:
Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari memungkinkan manusia untuk mengetahui penentuan waktu. Salah satunya adalah penentuan awal bulan Hijriah, yang didasarkan pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi. Penentuan awal bulan Hijriah ini sangat penting bagi umat Islam, misalnya dalam penentuan awal tahun baru Hijriah, awal dan akhir shaum Ramadhan, hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha.Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)sebagai institusi pemerintah yang salah satu tupoksinya adalah pelayanan data tanda waktu tentu sangat berkepentingan dalam penentuan awal bulan Hijriah ini. Untuk itu, BMKG menyampaikan Informasi Hilal saat Matahari Terbenam, Senin, 8 Juli 2013 M: Penentu Awal Bulan Ramadhan 1434 H sebagai berikut :
Quote:
1. Waktu Konjungsi (Ijtima’) dan Terbenam Matahari
Konjungsi geosentrik atau konjungsi atau ijtima’ adalah peristiwa ketika bujur ekliptika Bulan sama dengan bujur ekliptika Matahari dengan pengamat diandaikan berada di pusat Bumi. Peristiwa ini akan kembali terjadi pada hari Senin, 8 Juli 2013 M, pukul 7 : 14 UT pukul 14 : 14 WIB atau 15: 14 WITA 16 : 14 WIT, yaitu ketika nilai bujur ekliptika Matahari dan Bulan tepat sama 106,299o.Pada saat konjungsi tersebut, jarak sudut Matahari dan Bulan (elongasi) adalah 4,440o. Elongasi ini lebih besar daripada jumlah semi diameter Bulan dan Matahari pada saat tersebut, yaitu 0,507o. Periode sinodis Bulan sendiri terhitung sejak konjungsi sebelumnya hingga konjungsi yang akan datang ini adalah 29 hari 15 jam 18 menit.Waktu terbenam Matahari dinyatakan ketika bagian atas piringan Matahari tepat di horizonteramati. Keadaan ini bergantung pada berbagai hal, yang di antaranya adalah semi diameter Matahari, efek refraksi atmosfer Bumi dan elevasi lokasi pengamat di atas permukaan laut (dpl). Dalam perhitungan standar penentuan waktu terbenam Matahari, semi diameter Matahari dianggap 16’, efek refraksi atmosfer dianggap 34’ dan elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl (Seidelmann, 1992). Berdasarkan hal ini Matahari terbenam di wilayah Indonesia pada tanggal 8 Juli 2013 paling awal terjadi pada pukul 17 : 33 WIT di Merauke dan paling akhir terjadi pada pukul 18 : 57 WIB di Sabang. Dengan memperhatikan waktu konjungsi dan Matahari terbenam, dapat dikatakan bahwa konjungsi terjadi sebelum Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013 di wilayah Indonesia. Dengan demikian, secara astronomis waktu pelaksanaan rukyat Hilal di wilayah Indonesia adalah setelah Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013.
Konjungsi geosentrik atau konjungsi atau ijtima’ adalah peristiwa ketika bujur ekliptika Bulan sama dengan bujur ekliptika Matahari dengan pengamat diandaikan berada di pusat Bumi. Peristiwa ini akan kembali terjadi pada hari Senin, 8 Juli 2013 M, pukul 7 : 14 UT pukul 14 : 14 WIB atau 15: 14 WITA 16 : 14 WIT, yaitu ketika nilai bujur ekliptika Matahari dan Bulan tepat sama 106,299o.Pada saat konjungsi tersebut, jarak sudut Matahari dan Bulan (elongasi) adalah 4,440o. Elongasi ini lebih besar daripada jumlah semi diameter Bulan dan Matahari pada saat tersebut, yaitu 0,507o. Periode sinodis Bulan sendiri terhitung sejak konjungsi sebelumnya hingga konjungsi yang akan datang ini adalah 29 hari 15 jam 18 menit.Waktu terbenam Matahari dinyatakan ketika bagian atas piringan Matahari tepat di horizonteramati. Keadaan ini bergantung pada berbagai hal, yang di antaranya adalah semi diameter Matahari, efek refraksi atmosfer Bumi dan elevasi lokasi pengamat di atas permukaan laut (dpl). Dalam perhitungan standar penentuan waktu terbenam Matahari, semi diameter Matahari dianggap 16’, efek refraksi atmosfer dianggap 34’ dan elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl (Seidelmann, 1992). Berdasarkan hal ini Matahari terbenam di wilayah Indonesia pada tanggal 8 Juli 2013 paling awal terjadi pada pukul 17 : 33 WIT di Merauke dan paling akhir terjadi pada pukul 18 : 57 WIB di Sabang. Dengan memperhatikan waktu konjungsi dan Matahari terbenam, dapat dikatakan bahwa konjungsi terjadi sebelum Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013 di wilayah Indonesia. Dengan demikian, secara astronomis waktu pelaksanaan rukyat Hilal di wilayah Indonesia adalah setelah Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013.
Quote:
2. Data Hilal dan Matahari untuk Beberapa Kota di Indonesia.
Pada Tabel tentang “Data Hilal dan Matahari saat Matahari Terbenam, Senin, 8 Juli 2013 M:
Penentu Awal Bulan Ramadhan 1434 H”, ditampilkan informasi astronomis Hilal dan Matahari untuk beberapa kota di Indonesia saat Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013 M. Informasi ini adalah informasi dasar penentu awal bulan Ramadhan 1434 H. Pada tabel tersebut, sebagaimana penentuan waktu terbenam Matahari, waktu terbenam Bulan dinyatakan saat bagian atas piringan Bulan tepat di horizon-teramati. Dalam perhitungan standar waktu terbenam Bulan, efek refraksi atmosfer dianggap 34’, elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl dan semi diameter Bulan adalah nilainya pada saat tersebut (Seidelmann, 1992). Azimuth adalah besar sudut yang dinyatakan dari titik Utara Geografis (True North) menyusuri bidang horizon ke arah Timur dan seterusnya hingga ke posisi proyeksi benda langit di bidang horizon. Benda langit yang dimaksud adalah Bulan atau Matahari. Tinggi Hilal dinyatakan sebagai ketinggian pusat piringan Bulan dari horizon-teramati dengan elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl dan efek refraksi atmosfer standar telah diikutsertakan dalam perhitungan. Elongasi adalah jarak sudut antara pusat piringan Bulan dan pusat piringan Matahari untuk pengamat dengan elevasi dianggap 0 meter dpl dan efek refraksi atmosfer Bumi diabaikan. Sementara FI Bulan adalah fraksi illuminasi Bulan, yaitu persentase perbandingan antara luas piringan Bulan yang tercahayai oleh Matahari dan menghadap ke pengamat di permukaan Bumi dengan luas seluruh piringan Bulan. Dari tabel tersebut di atas dapat juga diperoleh informasi umur Bulan dan lag. Umur Bulan adalah selisih waktu antara terbenam Matahari dengan waktu terjadinya konjungsi. Adapun lag adalah selisih waktu terbenam Bulan dengan waktu terbenam Matahari.Dalam perhitungan tinggi Bulan, efek tinggi lokasi pengamat di atas permukaan laut dapat diikutsertakan dengan menggunakan persamaan (1) berikut, yaitu : a a0 d , (1) dengan a adalah tinggi Bulan dari horizon-teramati dengan memperhitungkan efek tinggi lokasi pengamat dan ao adalah tinggi Bulan dari horizon-teramati tanpa efek tinggi lokasi pengamat. Adapun d pada persamaan (1) di atas adalah efek kerendahan horizon (dip) yang dinyatakan oleh 1) d 0,02917 h , (2) dengan h adalah tinggi lokasi pengamat di atas permukaan laut dalam satuan meter.Sebagai contoh untuk perhitungan di atas adalah ketinggian Bulan pada 8 Juli 2013 untuk pengamat di Pelabuhan Ratu dengan elevasi 52,685 meter dpl. Berdasarkan “Data Hilal dan Matahari saat Matahari Terbenam, Senin, 8 Juli 2013 M: Penentu Awal Bulan Ramadhan 1434 H”untuk lokasi Pelabuhan Ratu, diperoleh ao adalah 0,4281⁰. Berdasarkan persamaan (2) di atas, nilai d adalah 0,2117⁰. Setelah hasil ini diterapkan pada persamaan (1) di atas, diperoleh nilai a adalah
0,6398⁰. Dengan demikian, setelah memperhitungkan elevasinya, tinggi Bulan di Pelabuhan Ratu dari horizon-teramati saat Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013 adalah 0⁰ 38,39’. Prosedur yang sama dapat dilakukan untuk lokasi lainnya.
Pada Tabel tentang “Data Hilal dan Matahari saat Matahari Terbenam, Senin, 8 Juli 2013 M:
Penentu Awal Bulan Ramadhan 1434 H”, ditampilkan informasi astronomis Hilal dan Matahari untuk beberapa kota di Indonesia saat Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013 M. Informasi ini adalah informasi dasar penentu awal bulan Ramadhan 1434 H. Pada tabel tersebut, sebagaimana penentuan waktu terbenam Matahari, waktu terbenam Bulan dinyatakan saat bagian atas piringan Bulan tepat di horizon-teramati. Dalam perhitungan standar waktu terbenam Bulan, efek refraksi atmosfer dianggap 34’, elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl dan semi diameter Bulan adalah nilainya pada saat tersebut (Seidelmann, 1992). Azimuth adalah besar sudut yang dinyatakan dari titik Utara Geografis (True North) menyusuri bidang horizon ke arah Timur dan seterusnya hingga ke posisi proyeksi benda langit di bidang horizon. Benda langit yang dimaksud adalah Bulan atau Matahari. Tinggi Hilal dinyatakan sebagai ketinggian pusat piringan Bulan dari horizon-teramati dengan elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl dan efek refraksi atmosfer standar telah diikutsertakan dalam perhitungan. Elongasi adalah jarak sudut antara pusat piringan Bulan dan pusat piringan Matahari untuk pengamat dengan elevasi dianggap 0 meter dpl dan efek refraksi atmosfer Bumi diabaikan. Sementara FI Bulan adalah fraksi illuminasi Bulan, yaitu persentase perbandingan antara luas piringan Bulan yang tercahayai oleh Matahari dan menghadap ke pengamat di permukaan Bumi dengan luas seluruh piringan Bulan. Dari tabel tersebut di atas dapat juga diperoleh informasi umur Bulan dan lag. Umur Bulan adalah selisih waktu antara terbenam Matahari dengan waktu terjadinya konjungsi. Adapun lag adalah selisih waktu terbenam Bulan dengan waktu terbenam Matahari.Dalam perhitungan tinggi Bulan, efek tinggi lokasi pengamat di atas permukaan laut dapat diikutsertakan dengan menggunakan persamaan (1) berikut, yaitu : a a0 d , (1) dengan a adalah tinggi Bulan dari horizon-teramati dengan memperhitungkan efek tinggi lokasi pengamat dan ao adalah tinggi Bulan dari horizon-teramati tanpa efek tinggi lokasi pengamat. Adapun d pada persamaan (1) di atas adalah efek kerendahan horizon (dip) yang dinyatakan oleh 1) d 0,02917 h , (2) dengan h adalah tinggi lokasi pengamat di atas permukaan laut dalam satuan meter.Sebagai contoh untuk perhitungan di atas adalah ketinggian Bulan pada 8 Juli 2013 untuk pengamat di Pelabuhan Ratu dengan elevasi 52,685 meter dpl. Berdasarkan “Data Hilal dan Matahari saat Matahari Terbenam, Senin, 8 Juli 2013 M: Penentu Awal Bulan Ramadhan 1434 H”untuk lokasi Pelabuhan Ratu, diperoleh ao adalah 0,4281⁰. Berdasarkan persamaan (2) di atas, nilai d adalah 0,2117⁰. Setelah hasil ini diterapkan pada persamaan (1) di atas, diperoleh nilai a adalah
0,6398⁰. Dengan demikian, setelah memperhitungkan elevasinya, tinggi Bulan di Pelabuhan Ratu dari horizon-teramati saat Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013 adalah 0⁰ 38,39’. Prosedur yang sama dapat dilakukan untuk lokasi lainnya.
Quote:
3. Peta Ketinggian Hilal
Pada Gambar 1 ditampilkan peta ketinggian Hilal untuk pengamat di antara 60⁰
LU sampai dengan 60⁰ LS saat Matahari terbenam di masing-masing lokasi pengamat di permukaan Bumi pada tanggal 8 Juli 2013. Pada Gambar 1 tersebut ditampilkan pula ketinggian Hilal untuk pengamat yang berada di Indonesia. Adapun peta ketinggian Hilal saat Matahari terbenam di Indonesia pada tanggal 8 Juli 2013 lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2. Pada kedua gambar tersebut, tinggi Hilal dinyatakan sebagai ketinggian pusat piringan Bulan dari horizon-teramati dengan elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl dan efek refraksi atmosfer standar telah diikutsertakan dalam perhitungan. Sebagaimana terlihat pada Gambar 1, pada daerah dengan ketinggian Hilal kurang dari 0⁰, Hilal mustahil akan teramati karena saat Matahari terbenam, Hilal sudah di bawah horizon. Sebagaimana terlihat pada Gambar 2, ketinggian Hilal di Indonesia saat Matahari terbenam pada 8 Juli 2013 berkisar antara -0,96⁰ sampai dengan 0,45⁰.
Spoiler for "gambar 1":
Pada Gambar 1 ditampilkan peta ketinggian Hilal untuk pengamat di antara 60⁰
LU sampai dengan 60⁰ LS saat Matahari terbenam di masing-masing lokasi pengamat di permukaan Bumi pada tanggal 8 Juli 2013. Pada Gambar 1 tersebut ditampilkan pula ketinggian Hilal untuk pengamat yang berada di Indonesia. Adapun peta ketinggian Hilal saat Matahari terbenam di Indonesia pada tanggal 8 Juli 2013 lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2. Pada kedua gambar tersebut, tinggi Hilal dinyatakan sebagai ketinggian pusat piringan Bulan dari horizon-teramati dengan elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl dan efek refraksi atmosfer standar telah diikutsertakan dalam perhitungan. Sebagaimana terlihat pada Gambar 1, pada daerah dengan ketinggian Hilal kurang dari 0⁰, Hilal mustahil akan teramati karena saat Matahari terbenam, Hilal sudah di bawah horizon. Sebagaimana terlihat pada Gambar 2, ketinggian Hilal di Indonesia saat Matahari terbenam pada 8 Juli 2013 berkisar antara -0,96⁰ sampai dengan 0,45⁰.
Spoiler for "gambar 2":
Quote:
4. Peta Elongasi
Pada Gambar 3 ditampilkan peta elongasi untuk pengamat di Indonesia saat matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013. Elongasi adalah jarak sudut antara pusat piringan Bulan dan pusat piringan Matahari untuk pengamat dengan elevasi dianggap 0 meter dpl dan efek refraksi atmosfer Bumi diabaikan. Sebagaimana terlihat pada Gambar 3, elongasi saat Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013 di Indonesia berkisar antara 4,45⁰ sampai dengan 4,92⁰.
Pada Gambar 3 ditampilkan peta elongasi untuk pengamat di Indonesia saat matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013. Elongasi adalah jarak sudut antara pusat piringan Bulan dan pusat piringan Matahari untuk pengamat dengan elevasi dianggap 0 meter dpl dan efek refraksi atmosfer Bumi diabaikan. Sebagaimana terlihat pada Gambar 3, elongasi saat Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013 di Indonesia berkisar antara 4,45⁰ sampai dengan 4,92⁰.
Spoiler for "gambar 3":
Quote:
5. Peta Umur Bulan
Pada Gambar 4 ditampilkan peta umur Bulan saat Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013. Umur Bulan adalah selisih waktu antara terbenam Matahari dengan waktu terjadinya konjungsi. Sebagaimana terlihat pada Gambar 4, umur Bulan di Indonesia pada tanggal 8 Juli 2013 berkisar antara 1,31 jam sampai dengan 4,71 jam.
Pada Gambar 4 ditampilkan peta umur Bulan saat Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013. Umur Bulan adalah selisih waktu antara terbenam Matahari dengan waktu terjadinya konjungsi. Sebagaimana terlihat pada Gambar 4, umur Bulan di Indonesia pada tanggal 8 Juli 2013 berkisar antara 1,31 jam sampai dengan 4,71 jam.
Spoiler for gambar 4":
Quote:
6. Peta Lag
Pada Gambar 5 ditampilkan peta Lag untuk pengamat di Indonesia pada tanggal 8 Juli 2013. Lag adalah selisih waktu terbenam Bulan dengan waktu terbenam Matahari. Sebagaimana terlihat pada gambar tersebut, selisih waktu terbenam Bulan dengan Matahari di Indonesia pada tanggal 8 Juli 2013 berkisar antara -3,33 menit sampai dengan 3,38 menit.
Pada Gambar 5 ditampilkan peta Lag untuk pengamat di Indonesia pada tanggal 8 Juli 2013. Lag adalah selisih waktu terbenam Bulan dengan waktu terbenam Matahari. Sebagaimana terlihat pada gambar tersebut, selisih waktu terbenam Bulan dengan Matahari di Indonesia pada tanggal 8 Juli 2013 berkisar antara -3,33 menit sampai dengan 3,38 menit.
Spoiler for gambar 5":
Quote:
7. Peta Fraksi Illuminasi Bulan
Pada Gambar 6 ditampilkan peta Fraksi Illuminasi Bulan untuk pengamat di Indonesia pada tanggal 8 Juli 2013. Fraksi Illuminasi Bulan adalah perbandingan antara luas piringan Bulan yang tercahayai oleh Matahari dan menghadap ke pengamat di permukaan Bumi dengan luas seluruh piringan Bulan. Sebagaimana terlihat pada Gambar 6, Fraksi Illuminasi Bulan pada tanggal 8 Juli 2013 berkisar antara 0,150 % sampai dengan 0,185 %.
Pada Gambar 6 ditampilkan peta Fraksi Illuminasi Bulan untuk pengamat di Indonesia pada tanggal 8 Juli 2013. Fraksi Illuminasi Bulan adalah perbandingan antara luas piringan Bulan yang tercahayai oleh Matahari dan menghadap ke pengamat di permukaan Bumi dengan luas seluruh piringan Bulan. Sebagaimana terlihat pada Gambar 6, Fraksi Illuminasi Bulan pada tanggal 8 Juli 2013 berkisar antara 0,150 % sampai dengan 0,185 %.
Spoiler for gambar 6":
Quote:
8. Objek Astronomis Lainnya yang Berpotensi Mengacaukan Rukyat Hilal
Dalam perencanaan rukyat Hilal, perlu diperkirakan juga objek-objek astronomis selain Hilal dan Matahari yang posisinya berdekatan dengan Bulan dan kecerlangannya tidak berbeda jauh dengan Hilal atau lebih lebih cerlang daripada Hilal. Objek astronomis ini bisa berupa planet, misalnya Venus atau Merkurius, atau berupa bintang yang cerlang, seperti Sirius. Adanya objek astronomis lainnya ini berpotensi menjadikan pengamat menganggapnya sebagai Hilal.Pada tanggal 8 Juli 2013, dari sejak matahari terbenam hingga Bulan terbenam ada planet Merkurius dengan jarak sudut sekitar 1,5⁰ dari Bulan.
Dalam perencanaan rukyat Hilal, perlu diperkirakan juga objek-objek astronomis selain Hilal dan Matahari yang posisinya berdekatan dengan Bulan dan kecerlangannya tidak berbeda jauh dengan Hilal atau lebih lebih cerlang daripada Hilal. Objek astronomis ini bisa berupa planet, misalnya Venus atau Merkurius, atau berupa bintang yang cerlang, seperti Sirius. Adanya objek astronomis lainnya ini berpotensi menjadikan pengamat menganggapnya sebagai Hilal.Pada tanggal 8 Juli 2013, dari sejak matahari terbenam hingga Bulan terbenam ada planet Merkurius dengan jarak sudut sekitar 1,5⁰ dari Bulan.
original source
Selamat berpusing2 deh,TS slaku orang awam gak begitu paham pokoknya bulan tanggal sekian jam sekian teramati apa kagak.
tapi lumayan lah buat pengetahuan, dan baru TS baru tau kalau Sirius gak pake black bisa bikin rancu pengamatan ,
oke selamat menjalani ibadah Puasa bagi sodara2 se Indonesia.
TS gak mengharap angpau,TS cuma minta gini :
Spoiler for bukan angpau":
:
dan TS lagi alergi ama ginian :
Spoiler for hhiih":
matur nuwun
nona212 memberi reputasi
1
2.9K
Kutip
31
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan