- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Asal Usul Gelar Habib


TS
vpop
Asal Usul Gelar Habib
Agan/aganwati, karena sekarang lagi 'HOT' soal video kasus pemukulan dan penghinaan oleh salah seorang HABIB di Parung, Bogor, ane mau share nih soal asal usul gelar HABIB.
Thread ane bukan bermaksud
tapi cuma mau meluruskan sedikit soal gelar HABIB ini. biar kita jadi paham siapa yang pantas mendapat gelar atau julukan HABIB.
Cekidot gan :
1. Habib Ali Kwitang, Pendiri Majelis Ta’lim Kwitang, Jakarta.
2. Habib Ali Alatas, mantan menteri luar negri
3. Habib Rizieq, pendiri dan ketua FPI
4. Husein Ali Alhabsi, ulama tuna netra ketua Ikhwanul Muslimin Indonesia
5. Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf, Pemimpin Majelis Ta’lim Nurul Musthofa, Jakarta
6. Habib Munzir AlMusawa, Pemimpin Majelis Ta’lim Majelis Rasululloh SAW, Jakarta
7. Habib Nabil AlMusawa (adik Habib Munzir), wakil rakyat Kalimantan Selatan di DPR dari Partai Keadilan Sejahtera
8. Habib Aboe Bakar Alhabsi, wakil rakyat Kalimantan Selatan di DPR dari Partai Keadilan Sejahtera
10. Habib Salim Segaf Al-Jufri, Menteri Sosial Kabinet Indonesia Bersatu II
11. Habib Muhammad Ridwan Al-Jufrie, Qari & Hafidz Muda dari Jawa Barat yang Kuliah di Al-Azhar University Cairo.
Thread ane bukan bermaksud


Cekidot gan :
Spoiler for :
Tak banyak yang tahu darimana asal muasal sebutan Habib. Orang awam hanya paham, Habib identik dengan ustadz keturunan Arab dengan stereotip berjanggut tebal dan bersorban. Publik hanya mengetahui bahwa Habib adalah pendakwah yang harus dihormati.
Jika ditelisik dalam perspektif antropologis, munculnya Habib merupakan fenomena ‘penghormatan’ terhadap keturunan Nabi Muhammad SAW. Sebutan Habib itu dinisbatkan secara khusus terhadap keturunan Nabi Muhammad melalui Fatimah az-Zahra (berputra Husain dan Hasan) dan Ali bin Abi Thalib, atau keturunan dari orang yang bertalian keluarga dengan Nabi Muhammad (sepupu Nabi Muhammad).
Dari trah itulah muncul gelar khusus, yaitu Habib (yang tercinta), Sayid (tuan), Syarif (yang mulia), dan sebagainya. Gelar Habib terutama ditujukan kepada mereka yang memiliki pengetahuan agama Islam yang mumpuni dari golongan keluarga tersebut. Gelar Habib juga berarti panggilan kesayangan dari cucu kepada kakeknya dari golongan keluarga tersebut. (Sumber: Wikipedia)
Berdasarkan catatan Ar-Rabithah, organisasi yang melakukan pencatatan silsilah para habib, ada sekitar 20 juta orang di seluruh dunia yang menyandang gelar ini. Mereka yang juga disebut muhibbin itu terdiri dari 114 marga. Menurut Ar-Rabithah, hanya keturunan laki-laki saja yang berhak menyandang gelar Habib.
Di kalangan Arab-Indonesia, menurut catatan Ar-Rabithah, ada sekitar 1,2 juta orang yang ‘berhak’ menyandang sebutan Habib. Mereka memiliki moyang yang berasal dari Yaman, khususnya Hadramaut.
Dari merekalah tersusun silsilah yang menjuntai hingga belasan abad, dari Hadramaut (Yaman) hingga ke Tanah Abang (Jakarta). Yaitu sebuah silsilah keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis keturunan Fathimah ra, yang menikah dengan Ali bin Abi Thalib ra. “Sebutan yang paling populer untuk ‘menghormati’ para keturunan Nabi Muhammad dari jalur Fathimah ra ini adalah Habib atau Habaib (jamak),” demikian tertulis di situs Arrahmah.com.
Dalam perkembangannya, khususnya di kalangan masyarakat muslim Indonesia, gelar ini tidak hanya disandang oleh para da’i dari Yaman saja. Karena warga telah memuliakan para pendakwah sebagai pemimpin tanpa melihat asal-usul keturunan, dengan alasan seorang menjadi alim tidak diakibatkan oleh asal keturunannya.
Tentu tidak semua keturunan Arab bisa disebut Habib. Misalnya, Abu Bakar Ba’asyir mantan Amir Mujahidin MMI (Majelis Mujahidin Indonesia) yang kini memimpin Jama’ah Ansharut Tauhid. Menurut situs Arrahmah.com, meski keturunan Arab dari Yaman, Ba’asyir bukanlah tergolong Habib, dan tidak pernah mau disebut dan diperlakukan sebagai Habib. Sebab, menurut Ba’asyir, dirinya bukan keturunan Fathimah ra.
Komunitas keturunan Fathimah ra dikelompokkan ke dalam sejumlah famili (fam), yang kemudian tercermin dalam nama keluarga yang disandangnya, seperti Syihab, Shahab, Assegaf, dan sebagainya. Salah satu fam yang menonjol adalah Assegaf. Bahkan tiga sosok Habib yang cukup menghebohkan ‘dunia intelejen’ di Indonesia itu menyandang nama Assegaf. Mereka adalah Mahmud bin Ahmad Assegaf, Abdurrahman Assegaf dan Nur Hidayat Assegaf
Jika ditelisik dalam perspektif antropologis, munculnya Habib merupakan fenomena ‘penghormatan’ terhadap keturunan Nabi Muhammad SAW. Sebutan Habib itu dinisbatkan secara khusus terhadap keturunan Nabi Muhammad melalui Fatimah az-Zahra (berputra Husain dan Hasan) dan Ali bin Abi Thalib, atau keturunan dari orang yang bertalian keluarga dengan Nabi Muhammad (sepupu Nabi Muhammad).
Dari trah itulah muncul gelar khusus, yaitu Habib (yang tercinta), Sayid (tuan), Syarif (yang mulia), dan sebagainya. Gelar Habib terutama ditujukan kepada mereka yang memiliki pengetahuan agama Islam yang mumpuni dari golongan keluarga tersebut. Gelar Habib juga berarti panggilan kesayangan dari cucu kepada kakeknya dari golongan keluarga tersebut. (Sumber: Wikipedia)
Berdasarkan catatan Ar-Rabithah, organisasi yang melakukan pencatatan silsilah para habib, ada sekitar 20 juta orang di seluruh dunia yang menyandang gelar ini. Mereka yang juga disebut muhibbin itu terdiri dari 114 marga. Menurut Ar-Rabithah, hanya keturunan laki-laki saja yang berhak menyandang gelar Habib.
Di kalangan Arab-Indonesia, menurut catatan Ar-Rabithah, ada sekitar 1,2 juta orang yang ‘berhak’ menyandang sebutan Habib. Mereka memiliki moyang yang berasal dari Yaman, khususnya Hadramaut.
Dari merekalah tersusun silsilah yang menjuntai hingga belasan abad, dari Hadramaut (Yaman) hingga ke Tanah Abang (Jakarta). Yaitu sebuah silsilah keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis keturunan Fathimah ra, yang menikah dengan Ali bin Abi Thalib ra. “Sebutan yang paling populer untuk ‘menghormati’ para keturunan Nabi Muhammad dari jalur Fathimah ra ini adalah Habib atau Habaib (jamak),” demikian tertulis di situs Arrahmah.com.
Dalam perkembangannya, khususnya di kalangan masyarakat muslim Indonesia, gelar ini tidak hanya disandang oleh para da’i dari Yaman saja. Karena warga telah memuliakan para pendakwah sebagai pemimpin tanpa melihat asal-usul keturunan, dengan alasan seorang menjadi alim tidak diakibatkan oleh asal keturunannya.
Tentu tidak semua keturunan Arab bisa disebut Habib. Misalnya, Abu Bakar Ba’asyir mantan Amir Mujahidin MMI (Majelis Mujahidin Indonesia) yang kini memimpin Jama’ah Ansharut Tauhid. Menurut situs Arrahmah.com, meski keturunan Arab dari Yaman, Ba’asyir bukanlah tergolong Habib, dan tidak pernah mau disebut dan diperlakukan sebagai Habib. Sebab, menurut Ba’asyir, dirinya bukan keturunan Fathimah ra.
Komunitas keturunan Fathimah ra dikelompokkan ke dalam sejumlah famili (fam), yang kemudian tercermin dalam nama keluarga yang disandangnya, seperti Syihab, Shahab, Assegaf, dan sebagainya. Salah satu fam yang menonjol adalah Assegaf. Bahkan tiga sosok Habib yang cukup menghebohkan ‘dunia intelejen’ di Indonesia itu menyandang nama Assegaf. Mereka adalah Mahmud bin Ahmad Assegaf, Abdurrahman Assegaf dan Nur Hidayat Assegaf
Spoiler for Habib yang populer di Indonesia :
1. Habib Ali Kwitang, Pendiri Majelis Ta’lim Kwitang, Jakarta.
2. Habib Ali Alatas, mantan menteri luar negri
3. Habib Rizieq, pendiri dan ketua FPI
4. Husein Ali Alhabsi, ulama tuna netra ketua Ikhwanul Muslimin Indonesia
5. Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf, Pemimpin Majelis Ta’lim Nurul Musthofa, Jakarta
6. Habib Munzir AlMusawa, Pemimpin Majelis Ta’lim Majelis Rasululloh SAW, Jakarta
7. Habib Nabil AlMusawa (adik Habib Munzir), wakil rakyat Kalimantan Selatan di DPR dari Partai Keadilan Sejahtera
8. Habib Aboe Bakar Alhabsi, wakil rakyat Kalimantan Selatan di DPR dari Partai Keadilan Sejahtera
10. Habib Salim Segaf Al-Jufri, Menteri Sosial Kabinet Indonesia Bersatu II
11. Habib Muhammad Ridwan Al-Jufrie, Qari & Hafidz Muda dari Jawa Barat yang Kuliah di Al-Azhar University Cairo.
Spoiler for Pro kontra Habib di Indonesia :
Belakangan, gelar gelar Habib tercoreng oleh isu seorang Habib yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap jamaahnya sendiri. Hal itu terungkap dari laporan belasan anak, bersama orang tua mereka, yang mengadukan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya pada 16 Desember 2011 dengan nomor laporan polisi LP/4432/XII/2011/PMJ/Dit.Reskrimum.
Habib Hasan bin Ja’far Assegaf, pimpinan majelis Nurul Musthofa, yang dituding melakukan pelecehan seksual, kontan menjadi sorotan publik. Apalagi setelah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meresponnya dengan memanggil sang Habib untuk diklarifikasi. Sayangnya, Habib Hasan tidak memenuhi panggilan KPAI. Ia tidak bersedia pula melayani wawancara GATRA atas kasus yang menjerumuskan namanya ke dalam jurang kenistaan.
Siapakah Habib Hasan? Tidak banyak sumber yang bisa didapatkan terkaitkan sosok misterius itu. Yang jelas, beberapa kolega sesama habib mengakui, Hasan memang berilmu agama cukup mumpuni. Ia pun malang melintang di berbagai padepokan (baca: pesantren) yang dipimpin oleh para ulalam besar (Lihat: Perjalanan Hidup Habib Hasan). Namun, jika laporan para santri yang menuding Habib Hasan sebagai pelaku pelecehan seksual dan berperilaku menyimpang itu terbukti, maka Sang Habib telah menorehkan tinta merah dalam kesucian keturuanan nabi Muhammad.
Lalu ada nama Habib Mahmud Assegaf. Nama Mahmud bin Ahmad Assegaf adalah nama alias dari sosok bernama Omar Al-Farouq, kelahiran Kuwait 24 Mei 1971.
Menurut catatan majalah Tempo edisi 25 November – 1 Desember 2002, Al-Farouq merupakan tokoh kunci Al-Qaidah di Asia Tenggara yang berperan membekingi dana gerakan Jamaah Islamiyah (JI), dan merupakan tangan kanan Osama bin Laden yang oleh Geroge Bush disebut teroris. Al-Farouq juga diduga terlibat pada sejumlah aksi peledakan gereja di Indonesia pada malam Natal 2000, kerusuhan di Poso dan Ambon.
Di Indonesia, Al-Farouq punya beberapa buah KTP. Bahkan ia sempat menikahi Mira Agustina pada 26 Juli 1999, dan punya dua orang anak. Menurut Mira, suaminya itu meski sering dipanggil Abu Faruq, namun bernama asli Mahmud bin Ahmad Assegaf, keturunan Arab yang lahir di Ambon pada tanggal 24 Mei 1971 dan fasih berbahasa Indonesia dengan logat Ambon.
Menurut Manullang (mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Nasional), Al-Farouq adalah agen binaan badan intelejen Amerika Serikat (CIA), yang ditugaskan menyusup dan merekrut agen lokal melalui kelompok-kelompok Islam radikal. Karena tugasnya sudah selesai, dibuat skenario tertangkap.
Nama Habib Abdurahman Assegaf menjulang ketika terjadi pengerahan sejumlah massa ke markas Ahmadiyah di Parung pada hari Jum’at tanggal 15 Juli 2005, sekitar pukul 16:00 wib. Begitu juga ketika mencuat kasus aliran sesat Al-Qiyadah Al-Islamiyah, sosok Habib Abdurrahman Assegaf kembali menonjol dalam rangkaian aksi menghancurkan dan membakar gubuk tempat pertapaan Ahmad Mushaddeq (pemimpin Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang mengaku sebagai nabi) yang berlokasi di lereng kaki Gunung Salak Endah, Desa Gunung Bunder, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Selasa 30 Oktober 2007. Habib Abdurrahman Assegaf pada saat itu merupakan pemimpin atau koordinator GUII (Gerakan Umat Islam Indonesia). Sebelumnya, Al-Qiyadah Al-Islamiyah telah dinyatakan sesat oleh MUI pada 4 Oktober 2007.
Selanjutnya ada nama Habib Nur Assegaf. Salah satu tokoh pencetus kasus Talangsari ini adalah Nur Hidayat, mantan Karateka Nasional yang pernah menjadi bagian dari kelompok pengajian usroh Abdullah Sungkar. Sosok Abdullah Sungkar adalah salah satu tokoh DI/TII atau NII yang kemudian melepaskan diri dari NII dan membentuk Al-Jama’ah Al-Islamiyah (JI).
Dalam kasus Talangsari (Lampung, 1989), Nur Hidayat merupakan tokoh penting. Antara lain, ia menjadi Amir Musafir dan penentu bagi orang-orang yang akan ‘hijrah’ ke Talangsari. Bahkan setelah kasus Talangsari pecah, Nur Hidayat merencanakan sejumlah aksi teror lanjutan, sebagai perlawanan atau balasan terhadap penyerbuan aparat ke Talangsari. Yaitu, mengacaukan Jakarta dengan jalan membakar sejumlah pom bensin, membakar Pasar Pagi, Glodok dan Tanjung Priok. Hanya saja, rencana itu berhasil digagalkan aparat.
Beberapa tahun belakangan, Nur Hidayat melengkapi namanya dengan membubuhi nama fam Assegaf, dan berprofesi sebagai rohaniwan (ustadz, penceramah agama). Hal ini setidaknya bisa dilihat pada harian Republika edisi 30 Januari 2001 dalam serial tulisan bertajuk Melacak Bom di Malam Natal. Pada tulisan serial itu, Republika menuliskan nama Nur Hidayat dengan tambahan Assegaf. Padahal, menurut mantan isteri pertamanya, Nur Hidayat bukan keturunan Arab, apalagi bermarga Assegaf yang tergolong ahlul bait atau keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Fathimah ra.
Habib Hasan bin Ja’far Assegaf, pimpinan majelis Nurul Musthofa, yang dituding melakukan pelecehan seksual, kontan menjadi sorotan publik. Apalagi setelah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meresponnya dengan memanggil sang Habib untuk diklarifikasi. Sayangnya, Habib Hasan tidak memenuhi panggilan KPAI. Ia tidak bersedia pula melayani wawancara GATRA atas kasus yang menjerumuskan namanya ke dalam jurang kenistaan.
Siapakah Habib Hasan? Tidak banyak sumber yang bisa didapatkan terkaitkan sosok misterius itu. Yang jelas, beberapa kolega sesama habib mengakui, Hasan memang berilmu agama cukup mumpuni. Ia pun malang melintang di berbagai padepokan (baca: pesantren) yang dipimpin oleh para ulalam besar (Lihat: Perjalanan Hidup Habib Hasan). Namun, jika laporan para santri yang menuding Habib Hasan sebagai pelaku pelecehan seksual dan berperilaku menyimpang itu terbukti, maka Sang Habib telah menorehkan tinta merah dalam kesucian keturuanan nabi Muhammad.
Lalu ada nama Habib Mahmud Assegaf. Nama Mahmud bin Ahmad Assegaf adalah nama alias dari sosok bernama Omar Al-Farouq, kelahiran Kuwait 24 Mei 1971.
Menurut catatan majalah Tempo edisi 25 November – 1 Desember 2002, Al-Farouq merupakan tokoh kunci Al-Qaidah di Asia Tenggara yang berperan membekingi dana gerakan Jamaah Islamiyah (JI), dan merupakan tangan kanan Osama bin Laden yang oleh Geroge Bush disebut teroris. Al-Farouq juga diduga terlibat pada sejumlah aksi peledakan gereja di Indonesia pada malam Natal 2000, kerusuhan di Poso dan Ambon.
Di Indonesia, Al-Farouq punya beberapa buah KTP. Bahkan ia sempat menikahi Mira Agustina pada 26 Juli 1999, dan punya dua orang anak. Menurut Mira, suaminya itu meski sering dipanggil Abu Faruq, namun bernama asli Mahmud bin Ahmad Assegaf, keturunan Arab yang lahir di Ambon pada tanggal 24 Mei 1971 dan fasih berbahasa Indonesia dengan logat Ambon.
Menurut Manullang (mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Nasional), Al-Farouq adalah agen binaan badan intelejen Amerika Serikat (CIA), yang ditugaskan menyusup dan merekrut agen lokal melalui kelompok-kelompok Islam radikal. Karena tugasnya sudah selesai, dibuat skenario tertangkap.
Nama Habib Abdurahman Assegaf menjulang ketika terjadi pengerahan sejumlah massa ke markas Ahmadiyah di Parung pada hari Jum’at tanggal 15 Juli 2005, sekitar pukul 16:00 wib. Begitu juga ketika mencuat kasus aliran sesat Al-Qiyadah Al-Islamiyah, sosok Habib Abdurrahman Assegaf kembali menonjol dalam rangkaian aksi menghancurkan dan membakar gubuk tempat pertapaan Ahmad Mushaddeq (pemimpin Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang mengaku sebagai nabi) yang berlokasi di lereng kaki Gunung Salak Endah, Desa Gunung Bunder, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Selasa 30 Oktober 2007. Habib Abdurrahman Assegaf pada saat itu merupakan pemimpin atau koordinator GUII (Gerakan Umat Islam Indonesia). Sebelumnya, Al-Qiyadah Al-Islamiyah telah dinyatakan sesat oleh MUI pada 4 Oktober 2007.
Selanjutnya ada nama Habib Nur Assegaf. Salah satu tokoh pencetus kasus Talangsari ini adalah Nur Hidayat, mantan Karateka Nasional yang pernah menjadi bagian dari kelompok pengajian usroh Abdullah Sungkar. Sosok Abdullah Sungkar adalah salah satu tokoh DI/TII atau NII yang kemudian melepaskan diri dari NII dan membentuk Al-Jama’ah Al-Islamiyah (JI).
Dalam kasus Talangsari (Lampung, 1989), Nur Hidayat merupakan tokoh penting. Antara lain, ia menjadi Amir Musafir dan penentu bagi orang-orang yang akan ‘hijrah’ ke Talangsari. Bahkan setelah kasus Talangsari pecah, Nur Hidayat merencanakan sejumlah aksi teror lanjutan, sebagai perlawanan atau balasan terhadap penyerbuan aparat ke Talangsari. Yaitu, mengacaukan Jakarta dengan jalan membakar sejumlah pom bensin, membakar Pasar Pagi, Glodok dan Tanjung Priok. Hanya saja, rencana itu berhasil digagalkan aparat.
Beberapa tahun belakangan, Nur Hidayat melengkapi namanya dengan membubuhi nama fam Assegaf, dan berprofesi sebagai rohaniwan (ustadz, penceramah agama). Hal ini setidaknya bisa dilihat pada harian Republika edisi 30 Januari 2001 dalam serial tulisan bertajuk Melacak Bom di Malam Natal. Pada tulisan serial itu, Republika menuliskan nama Nur Hidayat dengan tambahan Assegaf. Padahal, menurut mantan isteri pertamanya, Nur Hidayat bukan keturunan Arab, apalagi bermarga Assegaf yang tergolong ahlul bait atau keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Fathimah ra.
0
38K
Kutip
54
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan