repioneAvatar border
TS
repione
Malaikat Tanpa Sayap


Malaikat Tanpa Sayap #1

Kupikir hari itu hanya akan menjadi sebuah hari yang biasa, hari-hari yang sama seperti hari-hari kemarin, hari yang kulalui tiap harinya. Hidupku yang terkesan selalu datar, dan jujur aku begitu menyukai kehidupanku sekarang, tapi semua berubah. Ya berubah sesaat gadis itu melompat masuk dalam kehidupanku, mengubah semuanya, mengubah arti hidupku. Dan menjadikan kehidupanku seperti sebuah cerita dongeng, cerita yang penuh dengan senyuman, tawa dan juga air mata.

Aku masih ingat hari itu, hujan di sore hari, awan gelap yang menggulung cahaya dan rintikan air hujan yang menyentuh bulat sisi jalanan yang mulai mengenang, hujan kecil yang memaksaku untuk meneduh di halte bus dekat sekolah. Aku dalam perjalanan menuju tempat bekerja-ku dengan motor Honda supra tua yang menemani hari-hariku 5 tahun ini, aku bekerja part time di sebuah gerai starbuck di sebuah mall yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari sekolahku juga. Tapi hujan sore itu cukup deras, dengan tas berisi buku-buku pelajaran yang kubawa. Aku memilih untuk berteduh dan menunggu hujan ini mereda.

Usiaku 18 tahun, kelas 3 SMU yang seharusnya belum memenuhi syarat usia untuk bekerja di gerai starbuck, tapi lagi-lagi hidupku yang memang selalu penuh dengan keberuntungan. Keberuntungan yang membuatku dapat bekerja di gerai itu paruh waktu, mungkin mereka mempertimbangkan juga tampangku yang memang lebih tua dari usiaku dan ditambah kemampuan bahasa inggrisku yang cukup baik.

Wajar kurasa mengenai kemampuan bahasa inggrisku yang cukup baik. Papaku orang Australia dan pernah bekerja sebagai pengajar di Indonesia, tepatnya di Palembang, tempat dia bertemu dengan Mama yang bekerja di bagian administrasi, tak lama mereka menikah dan melahirkanku sebagai anak mereka satu-satunya.

Ya, sebagian orang berfikir. Karena aku memiliki darah orang asing, kehidupanku selalu baik dan berkecukupan. Padahal semua jauh dari itu, Papa meninggal waktu aku berusia 6 tahun dan kemudian Mama menjadi tulang punggung yang menghidupi dan membiayai aku dan kakek yang sakit-sakitan, belum lagi biaya sekolahku yang cukup mahal untuk ukuran kantong keluarga kami.

Untuk itulah aku memilih bersekolah di Jakarta, selain karena mendapatkan beasiswa olahraga dari sekolahku sekarang. Disini aku belajar untuk mandiri dan membiayai kehidupanku sendiri. Pacar ? aku belum punya pacar dan tadinya aku berfikir untuk tidak pernah pacaran sampai aku cukup mapan untuk membiayai hubungan kami nantinya.

Tapi entah kenapa, gadis yang berdiri di sisi halte itu terus menarik perhatianku. Dia begitu cantik dengan rambutnya yang sedikit bergelombang dan satu titik di pipi kirinya membuatnya menjadi lebih cantik lagi. Sesekali aku mencuri pandang ke arahnya, melihat wajahnya yang terlihat gusar dan tak sabar sambil sesekali melihat handphonenya ataupun jam tangan di lengan kirinya.

Masih mengenakan pakaian SMA yang berarti usianya tidak jauh dariku, walau kami berbeda sekolah dan aku entah kenapa aku begitu yakin kalau tidak ada satupun gadis secantik itu di sekolahku. Dia terlihat begitu manis dengan kemeja putihnya, dasi kupu-kupu berwarna biru kotak-kotak yang masih melingkar di lehernya dan rok selututnya berwarna senada. Dia bukan tipe gadis manis, wajahnya terlihat berani kalau tidak mau dikatakan sedikit nakal. Bulu matanya lentik dengan segaris pensil alis, dan mascara yang membuat bulu matanya itu begitu lentik juga bibir tipisnya yang dilapisi lip gloss berwarna merah muda.

Dia tipikal gadis cantik yang modis, tipe gadis yang selalu kuimpikan namun tak pernah berani kujamah.

Aku menghela nafas panjang, sambil memeluk helm-ku yang basah. Tersenyum kecil sambil mentertawai pikiranku barusan, rasanya seperti orang bodoh yang tahu batasan dirinya sendiri, tapi berusaha melompatinya dengan konyol.

Kulihat jam di layar ponsel monocromeku yang menunjukan pukul 15 lebih 12 menit yang berarti aku sudah terlambat 12 menit dari shift kerjaku. Butir-butir hujan yang menetes membasahi genangan air di dekatku mulai berhenti berdecik.

Sebagian dari orang-orang di halte itu mulai tak sabar menunggu hujan mereda sempurna, beberapa menegadahkan tangannya merasakan berapa deras hujan yang jatuh tersisa, sebagian menarik tangannya kecewa karena hujan yang masih turun cukup deras , sementara yang lain mulai nekad membuka jok motor mereka, mengeluarkan jaket hujan dari bawah jok mereka dan mengenakannya.

Gak, aku gak punya barang seperti itu, harga jaket hujan itu lumayan untuk kantungku yang sangat pas-pasan apalagi aku sedang menabung untuk sebuah benda yang begitu kuinginkan selama ini, sedikit lagi. Cukup dua bulan lagi dan aku bisa mendapatkan barang yang sangat aku inginkan itu.

Sebuah sepatu basket !

Aku suka warnanya, merah hitam dan memiliki sistem pump yang membuatnya bisa melekat sempurna di kaki, ringan dan nyaman digunakan. Tapi yang terpenting aku memang ingin mengganti sepatu basket lamaku yang mulai rusak dan sedikit robek dibagian sisinya. Aku berharap sempat menggunakannya di babak final kejuaraan tahun ini.

Aku pun ikut melap jok motor-ku yang basah karena air hujan, mengenakan kembali helm yang kupeluk sejak tadi dan mulai menstater motor-ku saat seseorang iba-tiba melompat ke atas jok motorku dan berteriak panik. Sementara beberapa orang lain ikut berteriak dan berlari mengejar.

" Tolong, Kejar orang itu , Copet barang aku diambil !! " Katanya panik sambil menunjuk sebuah motor yang berjalan kencang di depan-ku.

Orang-orang di halte itu ikut panik sambil berusaha naik ke motor mereka, kejadian pencopetan itu berlangsung begitu cepat dan sekarang Sang Korban duduk di bangku belakang-ku, tanpa pikir panjang aku pun berusaha mengejar motor si pencopet bersama beberapa orang lainnya.
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.2K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan