- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
MP3EI: MASTERPLAN YANG PERLU DIMATANGKAN


TS
nanda.fajar
MP3EI: MASTERPLAN YANG PERLU DIMATANGKAN
MP3EI (Masterplan Percepatan dan Pemerataan Pembangunan Ekonomi Indonesia). Saya membutuhkan waktu lama untuk mencerna makna dibalik kata-kata tersebut. Grand konsep yang luar biasa indah. MP3EI berupaya mempercepat dan memeratakan pertumbuhan di Indonesia yang terdiri dari 34 provinsi (termasuk Kalimantan Utara). Selama ini bisa dikatakan hanya koridor Jawa, Sumatera dan Bali yang cepat pertumbuhannya. 
MP3EI membagi koridor ekonomi nusantara menjadi 6 bagian, yaitu: a) Koridor Sumatera: Sentra produksi & hasil bumi – Lumbung energi nasional; b) Koridor Jawa: Pendorong Industru dan Jasa Nasional; c) Koridor Kalimantan: Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang; d) Koridor Sulawesi: Pusat produksi dan Pengolahan Hasil Perikanan, Perkebunan, Pertanian, Migas dan Pertambangan Nasional; e) Koridor Bali dan Nusa Tenggara: Pariwisata dan Pangan Nasional; f) Pintu gerbang pariwisata dan pangan nasional; g) Papua dan Maluku: Pusat pangan, perikanan, energi dan pertambangan nasional.
1. Pemerintah kurang imbang mengalokasi anggaran pada tiap-tiap koridor. Melihat data alokasi anggaran MP3EI pada tahun 2011 - 2025, Untuk koridor Sumatera dialokasikan dana 334 Triliun, Jawa 491 Triliun, Kalimantan 31 Triliun, Sulawesi 5 Triliun, Bali dan NTT 14 Triliun, Papua dan Maluku 64 Triliun. Sulit berharap pemerataan pembangunan dapat tercipta bila alokasi anggaran terkonsentrasi di pulau Jawa. Selain itu, pemerintah hanya bisa menyediakan dana 10% dari kebutuhan dan sisanya membutuhkan dukungan pihak BUMN dan swasta. Sektor usaha pasti mencari koridor yang menguntungkan, yaitu pulau Jawa, Bali dan Sumatra yang notabene lebih maju.
2. Terdapat ketimpangan antara proyek yang harus diurus oleh swasta. Swasta mengeluhkan proyek-proyek yang bepotensi mendapatkan keuntungan besar harus diserahkan kepada pihak BUMN/ BUMD. Proyek yang ditawarkan pemerintah kepada swasta cenderung tidak menarik. Swasta pasti akan mencari proyek yang memiliki tingkat pengembalian modal yang cepat. Pemerataan pembangunan di lokasi terpencil seharusnya tetap menjadi domain pemerintah. Untuk koridor yang telah maju sebagian besar proyek diberikan saja kepada swasta.
3. MP3EI hanya diatur dalam Perpres No.32 tahun 2011 dan Perpres No.26 tahun 2012. Hal ini mengakibatkan konsistensi program dapat tidak berlanjut pada era kepemimpinan paska SBY. Payung hukum setidaknya dibuat pada tingkat selevel UU. Proyek infrastruktur membutuhkan studi yang lama. Bahkan porsinya bisa 3/4 waktu dari proyek itu sendiri.
4. Proyek nasional dan proyek provinsi dan kabupaten/ kota tidak berjalan sinkron. Sebagai contoh: jalan nasional yang didanai APBN sudah baik sekitar 94%. Sedangkan pengamatan di level 182 kabupaten/ kota, kualitas jalan yang baik hanya menembus angka 32%. Banyak UU yang harus direvisi untuk mempercepat infrastruktur, seperti UU No.38 tahun 2004 mengenai Jalan. Selain itu harus ada pemisahan antara proyek jembatan dan jalan sehingga proyek-proyek jembatanyang memakan dana besar bisa dibiayai APBN.
5. Kredit menjadi permasalahan dalam membiayai proyek-proyek besar. Akses kredit jangka panjang yang kompetitif tidak tersedia di Indonesia. Proyek BOT (Build Operate and Transfer) bisa menjadi alternatif bagi pembiayaan di Indonesia.
MP3EI memiliki misi yang mulia yaitu untuk pemerataan pembangunan. Pembangunan pun dilakukan tahap demi tahap dengan melakukan pergerakan strategis, seperti: 1) Membangun infrastruktur inti terlebih dahulu, yaitu konektivitas barang dan jasa (pelabuhan, jalan dan bandara); 2) Pemerintah dapat memperbaiki iklim bisnis dengan mempercepat penetapan RTRW di tingkat nasional maupun daerah; 3) Belanja pegawai yang sangat besar harus diturunkan agar alokasi dana untuk infrastruktur meningkat; 4) Pembangunan infrastruktur KPI (Kawasan Pendukung Investasi). KPI adalah salah satu atau beberapa kumpulan sentra produksi yang berada di area yang berdekatan. Tim Kerja Konektivitas dan Regulasi perlu membuat studi agar KPI dapat terbangun.

MP3EI membagi koridor ekonomi nusantara menjadi 6 bagian, yaitu: a) Koridor Sumatera: Sentra produksi & hasil bumi – Lumbung energi nasional; b) Koridor Jawa: Pendorong Industru dan Jasa Nasional; c) Koridor Kalimantan: Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang; d) Koridor Sulawesi: Pusat produksi dan Pengolahan Hasil Perikanan, Perkebunan, Pertanian, Migas dan Pertambangan Nasional; e) Koridor Bali dan Nusa Tenggara: Pariwisata dan Pangan Nasional; f) Pintu gerbang pariwisata dan pangan nasional; g) Papua dan Maluku: Pusat pangan, perikanan, energi dan pertambangan nasional.
1. Pemerintah kurang imbang mengalokasi anggaran pada tiap-tiap koridor. Melihat data alokasi anggaran MP3EI pada tahun 2011 - 2025, Untuk koridor Sumatera dialokasikan dana 334 Triliun, Jawa 491 Triliun, Kalimantan 31 Triliun, Sulawesi 5 Triliun, Bali dan NTT 14 Triliun, Papua dan Maluku 64 Triliun. Sulit berharap pemerataan pembangunan dapat tercipta bila alokasi anggaran terkonsentrasi di pulau Jawa. Selain itu, pemerintah hanya bisa menyediakan dana 10% dari kebutuhan dan sisanya membutuhkan dukungan pihak BUMN dan swasta. Sektor usaha pasti mencari koridor yang menguntungkan, yaitu pulau Jawa, Bali dan Sumatra yang notabene lebih maju.
2. Terdapat ketimpangan antara proyek yang harus diurus oleh swasta. Swasta mengeluhkan proyek-proyek yang bepotensi mendapatkan keuntungan besar harus diserahkan kepada pihak BUMN/ BUMD. Proyek yang ditawarkan pemerintah kepada swasta cenderung tidak menarik. Swasta pasti akan mencari proyek yang memiliki tingkat pengembalian modal yang cepat. Pemerataan pembangunan di lokasi terpencil seharusnya tetap menjadi domain pemerintah. Untuk koridor yang telah maju sebagian besar proyek diberikan saja kepada swasta.
3. MP3EI hanya diatur dalam Perpres No.32 tahun 2011 dan Perpres No.26 tahun 2012. Hal ini mengakibatkan konsistensi program dapat tidak berlanjut pada era kepemimpinan paska SBY. Payung hukum setidaknya dibuat pada tingkat selevel UU. Proyek infrastruktur membutuhkan studi yang lama. Bahkan porsinya bisa 3/4 waktu dari proyek itu sendiri.
4. Proyek nasional dan proyek provinsi dan kabupaten/ kota tidak berjalan sinkron. Sebagai contoh: jalan nasional yang didanai APBN sudah baik sekitar 94%. Sedangkan pengamatan di level 182 kabupaten/ kota, kualitas jalan yang baik hanya menembus angka 32%. Banyak UU yang harus direvisi untuk mempercepat infrastruktur, seperti UU No.38 tahun 2004 mengenai Jalan. Selain itu harus ada pemisahan antara proyek jembatan dan jalan sehingga proyek-proyek jembatanyang memakan dana besar bisa dibiayai APBN.
5. Kredit menjadi permasalahan dalam membiayai proyek-proyek besar. Akses kredit jangka panjang yang kompetitif tidak tersedia di Indonesia. Proyek BOT (Build Operate and Transfer) bisa menjadi alternatif bagi pembiayaan di Indonesia.
MP3EI memiliki misi yang mulia yaitu untuk pemerataan pembangunan. Pembangunan pun dilakukan tahap demi tahap dengan melakukan pergerakan strategis, seperti: 1) Membangun infrastruktur inti terlebih dahulu, yaitu konektivitas barang dan jasa (pelabuhan, jalan dan bandara); 2) Pemerintah dapat memperbaiki iklim bisnis dengan mempercepat penetapan RTRW di tingkat nasional maupun daerah; 3) Belanja pegawai yang sangat besar harus diturunkan agar alokasi dana untuk infrastruktur meningkat; 4) Pembangunan infrastruktur KPI (Kawasan Pendukung Investasi). KPI adalah salah satu atau beberapa kumpulan sentra produksi yang berada di area yang berdekatan. Tim Kerja Konektivitas dan Regulasi perlu membuat studi agar KPI dapat terbangun.
Sumber:
Menteri PPN Bapenas, Ketua Kadin, Wakil Gubernur Kalbar, Wakil Ketua DPD RI Komite II
Buat artikel lainnya yang menarik, silahkan kunjungin rumah saya di horizonation.blogspot.com
Diubah oleh nanda.fajar 15-07-2013 00:57
0
929
7


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan