- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Senyum dan Nasi Goreng, Amal Untuk Bandung
TS
FAJARE
Senyum dan Nasi Goreng, Amal Untuk Bandung
Ini ane maui nyeritain pengalaman ane pribadi gan jadi dijamin BUKAN Ceritanya sederhana sih gan tentang pengalaman ane jalan2 di Kota Kembang rada panjang dikit sih, tapi ane kasi apresiasi buat yang udah mau baca tulisan ane
Belakangan ini pemberitaan atas kejadian beraura negatif dan meresahkan makin marak di kota Bandung. Sebut saja geng motor, perampokan minimarket, sampai ulah para jambret yang senantiasa menghiasai halaman-halaman media cetak terutama yang berbasis di Bandung. Mulai dari kalangan intelektual, pemuka agama, sampai sosiolog seolah berlomba-lomba membuat berbagai macam teori dan solusi untuk menangani permasalahan yang selalu menjadi trending topic ini. Namun sayangnya dengan Bandung yang merupakan kota tujuan urbanisasi yang notabene banyak didatangi oleh kalangan yang kurang berpendidikan, teori yang sudah banyak dikemukakan seolah hanya menjadi penghias kertas semata karena mungkin bisa jadi penyajiannya yang terlalu RUMIT. Bagaimana mungkin seorang tukang parkir bisa memahami teori yang diajukan oleh guru besar sosiologi, atau seorang penganut Buddha mengerti teori yang diajukan pemuka agama Islam. Teori tentang permasalahan di Kota Bandung pun hanya tinggal menjadi teori karena sulit dipahami apalagi diubah menjadi solusi.
Pemikiran diataslah yang membuat saya sebagai mahasiswa teknik (bukan ilmu sosial) di Kota Bandung mencoba untuk mencari penyederhanaan solusi, dan telah mencoba untuk mempraktekan.
Dimulai ketika saya tidak bisa tidur padahal jam telah menunjukan pukul 00.12 WIB, dan tiba-tiba ngidam ingin melakukan sesuatu yang berguna untuk kota saya tercinta ini. Berangkat dari rumah saya di daerah Kiaracondong dengan berjalan kaki, saya mencoba tersenyum kepada semua orang yang saya lewati. Situasi yang saya alami saat berjalan, melewati Jalan Jakarta seakan menegaskan kembali bahwa Bandung semakin tidak nyaman untuk ditinggali. Berbagai tanggapan saya dapat dari orang-orang yang saya lewati dan saya beri senyuman. Namun yang paling banyak saya dapat adalah: orang yang saya beri senyuman malah menatap balik dengan tatapan bingung dan terkejut seolah-olah di dalam otaknya terbersit kata-kata “maneh aya kahayang naon senyum-senyum ka urang” (Kamu mau apa kok tahu-tahu senyum ke saya), walaupun pada akhirnya mereka membalas senyuman saya setelah pulih dari kebingungannya karena tentu saja tidak sopan kalau tidak dibalas. Memang reaksi tersebut wajar, mengingat tentu saja orang merasa kaget jika ada orang yang tak dikenal memberikan senyuman. Namun tentu saja ini kondisi yang memprihatinkan, mengingat nilai kekeluargaan yang diusung tinggi di negara ini. Para orang tua mengajarkan anaknya untuk bersikap sopan, namun mereka sendiri malah waspada seolah-olah orang tak dikenal yang mendadak tersenyum di jalan pasti ada maunya. Paradigma ini sayangnya telah tertanam di benak masyarakat kota besar yang cenderung menjaga jarak dari orang yang belum dikenalnya. Memang ini menunjukan kehati-hatian agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Tapi coba anda bayangkan jika situasi di kota besar, masih sama dengan situasi di desa-desa terpencil yang warganya selalu tersenyum bahkan menyapa setiap orang yang melewati rumahnya. Sungguh situasi yang membuat kita merasa aman dan nyaman di lingkungan tersebut.
Jika anda ingin kota yang anda tinggali terasa lebih aman, nyaman, dan tentram. Maka coba tersenyumlah kepada setiap orang yang anda temui. Senyuman anda akan menimbulkan efek berantai secara psikologis, dan membuat orang yang anda berikan senyuman secara tidak sadar juga akan memberikan senyuman kepada orang lain yang ditemuinya. Coba bayangkan jika senyuman yang anda mulai, akan menyebar dan membuat orang banyak saling tersenyum. Kota anda akan terasa nyaman dengan senyuman. Berandalan bermotor akan menjadi segan untuk berulah, jika semua orang yang dia temui memberikan senyuman. Penjambret niscaya akan membatalkan niatnya jika calon korbannya mendadak memberikan senyuman. Akan timbul rasa segan bagi orang yang berniat mencelakai orang lain, jika calon korbannya mendadak memberikan senyuman.
Mulailah tersenyum kepada setiap orang. Untuk kebaikan anda sendiri, kebaikan orang lain, dan juga kebaikan Kota Bandung.
Setelah mendapat berbagai tanggapan atas senyuman saya, saya meneruskan perjalanan saya. Hati saya kembali terusik saat saya melewati halte angkot yang terletak di dekat Gor KONI di Jl. Jakarta. Terdapat seorang gelandangan yang sedang tertidur di bangku halte tersebut. Sungguh pemandangan yang sangat tidak sedap. Awalnya saya menggerutu dan menyumpahi pemkot Kota Bandung yang bisa dibilang gagal menangani masalah gepeng (gelandangan dan penemis). Tapi di sisi lain saya juga merasa kasihan terhadap orang tersebut yang telah menjadi korban kelalaian pemerintah Kota Bandung.
Spontan saya menyambangi tukang nasi goreng yang kebetulan letaknya cukup dekat, dan memesan tiga porsi nasi goreng untuk dibungkus. Setelah membayar dan tidak lupa melayangkan senyuman pada tukang nasi goreng, saya bergegas kembali ke halte tersebut. Segera saya bangunkan gelandangan yang tadi dan saya berikan seporsi nasi goreng untuk dimakan. Awalnya terbersit dipikiran saya untuk mengajak ngobrol gelandangan itu, tapi setelah dipikir-pikir kasihan juga jika saya mengganggu waktu istirahatnya. Jadi setelah gelandangan itu berterima kasih, saya pun bergegas pergi.
Berbekal nasi goreng yang masih tersisa dua porsi, sayapun kembali meneruskan perjalanan. Tidak terasa saya sudah melangkah mendekati perempatan Cicadas, dan akhirnya saya memutuskan untuk berjalan lebih jauh menuju Jalan Supratman. Belum jauh menyusuri Jl. Supratman saya kembali menemukan gelandangan yang sedang duduk termenung di halte depan SMPN 22. Saya kembali memberikan seporsi nasi goreng kepadanya, dan lekas-lekas pergi karena beradasarkan pengamatan saya gelandangan tersebut sedikit mengalami gangguan mental. Atau memang dia orang gila yang terbiasa duduk disitu, saya tidak tahu.
Saya kembali berjalan menyusuri Jl. Supratman. Cukup lelah saya berjalan karena tidak kunjung menemukan orang yang layak saya berikan porsi terakhir dari nasi goreng yang telah saya beli. Sampai akhirnya saya menemukan orang yang tepat, berada di depan PUSDAI. Awalnya saya berjalan melewati gulungan terpal diatas trotoar yang saya kira sampah. Namun karena gulungan itu bergerak, saya tersadar jika itu adalah seorang gelandangan yang membungkus diringa dengan terpal supaya hangat. Segera saya berikan porsi terakhir dari nasi goreng itu. Setelah mengobrol sebentar, saya yang sudah cukup lelah dan mengantuk langsung menaiki angkot Cicaheum-Ciwastra untuk kembali ke kediaman saya di Kiaracondong.
Awalnya nasi goreng itu saya beli hanya sekadar untuk beramal kepada yang membutuhkan. Namun pada akhirnya saya menyadari, jika yang telah saya lakukan itu juga akan menimbulkan efek berantai sama seperti halnya senyuman. Nasi goreng itu seakan bisa menjadi simbol bahwa masih ada orang yang peduli dan mau berbagi di Kota Bandung. Gelandangan yang saya temui di depan PUSDAI terlihat masih cukup muda. Bukan tidak mungkin rasa frustrasi karena terus-menerus menjadi gelandangan tanpa ada orang yang peduli, akan membuat dia berpikiran melakukan tindakan kriminal di kemudian hari. Bukan tidak mungkin suatu hari nanti gelandangan itu mencopet atau menodong, karena bosan akan nasibnya yang buruk dan tidak ada orang lain yang peduli. Setidaknya sebungkus nasi goreng yang saya berikan akan mengingatkan dia akan masih adanya orang yang peduli padanya di Kota Bandung. Setidaknya jika suatu saat gelandangan itu menjelma menjadi seorang pencopet, akan timbul rasa tidak enak karena takut mencopet orang yang telah memberikannya seporsi nasi goreng.
Nasi goreng yang telah saya berikan, walaupun tampak remeh dan murah. Bisa menimbulkan efek yang berantai. Coba anda bayangkan, jika setiap orang mampu di Kota Bandung mau menyisihkan uangnya untuk sekadar memberikan seporsi nasi goreng bagi yang membutuhkan. Hal itu niscaya akan menimbulkan rasa segan bagi para gelandangan untuk bertindak kriminal di Kota Bandung.
Itulah sedikit dari ide dan pemikiran saya untuk menjadikan Kota Bandung yang saya cinta ini mejadi BERMARTABAT seperti semboyannya. Semoga bermanfaat bagi anda yang mau meluangkan waktunya untuk membaca curahan pikiran saya ini.
Makasih gan udah ma cape2 baca buat yang ngomong NO PICT = HOAX, masa itu gelandangan abis ane kasiin makan harus difoto sih kan ga sopan
Sekali lagi makasih berhubung bentar lagi bulan puasa kalo ada yang meu berbagi sangat ane tunggu gan
Spoiler for Ceritanya nih gan:
Belakangan ini pemberitaan atas kejadian beraura negatif dan meresahkan makin marak di kota Bandung. Sebut saja geng motor, perampokan minimarket, sampai ulah para jambret yang senantiasa menghiasai halaman-halaman media cetak terutama yang berbasis di Bandung. Mulai dari kalangan intelektual, pemuka agama, sampai sosiolog seolah berlomba-lomba membuat berbagai macam teori dan solusi untuk menangani permasalahan yang selalu menjadi trending topic ini. Namun sayangnya dengan Bandung yang merupakan kota tujuan urbanisasi yang notabene banyak didatangi oleh kalangan yang kurang berpendidikan, teori yang sudah banyak dikemukakan seolah hanya menjadi penghias kertas semata karena mungkin bisa jadi penyajiannya yang terlalu RUMIT. Bagaimana mungkin seorang tukang parkir bisa memahami teori yang diajukan oleh guru besar sosiologi, atau seorang penganut Buddha mengerti teori yang diajukan pemuka agama Islam. Teori tentang permasalahan di Kota Bandung pun hanya tinggal menjadi teori karena sulit dipahami apalagi diubah menjadi solusi.
Pemikiran diataslah yang membuat saya sebagai mahasiswa teknik (bukan ilmu sosial) di Kota Bandung mencoba untuk mencari penyederhanaan solusi, dan telah mencoba untuk mempraktekan.
Dimulai ketika saya tidak bisa tidur padahal jam telah menunjukan pukul 00.12 WIB, dan tiba-tiba ngidam ingin melakukan sesuatu yang berguna untuk kota saya tercinta ini. Berangkat dari rumah saya di daerah Kiaracondong dengan berjalan kaki, saya mencoba tersenyum kepada semua orang yang saya lewati. Situasi yang saya alami saat berjalan, melewati Jalan Jakarta seakan menegaskan kembali bahwa Bandung semakin tidak nyaman untuk ditinggali. Berbagai tanggapan saya dapat dari orang-orang yang saya lewati dan saya beri senyuman. Namun yang paling banyak saya dapat adalah: orang yang saya beri senyuman malah menatap balik dengan tatapan bingung dan terkejut seolah-olah di dalam otaknya terbersit kata-kata “maneh aya kahayang naon senyum-senyum ka urang” (Kamu mau apa kok tahu-tahu senyum ke saya), walaupun pada akhirnya mereka membalas senyuman saya setelah pulih dari kebingungannya karena tentu saja tidak sopan kalau tidak dibalas. Memang reaksi tersebut wajar, mengingat tentu saja orang merasa kaget jika ada orang yang tak dikenal memberikan senyuman. Namun tentu saja ini kondisi yang memprihatinkan, mengingat nilai kekeluargaan yang diusung tinggi di negara ini. Para orang tua mengajarkan anaknya untuk bersikap sopan, namun mereka sendiri malah waspada seolah-olah orang tak dikenal yang mendadak tersenyum di jalan pasti ada maunya. Paradigma ini sayangnya telah tertanam di benak masyarakat kota besar yang cenderung menjaga jarak dari orang yang belum dikenalnya. Memang ini menunjukan kehati-hatian agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Tapi coba anda bayangkan jika situasi di kota besar, masih sama dengan situasi di desa-desa terpencil yang warganya selalu tersenyum bahkan menyapa setiap orang yang melewati rumahnya. Sungguh situasi yang membuat kita merasa aman dan nyaman di lingkungan tersebut.
Jika anda ingin kota yang anda tinggali terasa lebih aman, nyaman, dan tentram. Maka coba tersenyumlah kepada setiap orang yang anda temui. Senyuman anda akan menimbulkan efek berantai secara psikologis, dan membuat orang yang anda berikan senyuman secara tidak sadar juga akan memberikan senyuman kepada orang lain yang ditemuinya. Coba bayangkan jika senyuman yang anda mulai, akan menyebar dan membuat orang banyak saling tersenyum. Kota anda akan terasa nyaman dengan senyuman. Berandalan bermotor akan menjadi segan untuk berulah, jika semua orang yang dia temui memberikan senyuman. Penjambret niscaya akan membatalkan niatnya jika calon korbannya mendadak memberikan senyuman. Akan timbul rasa segan bagi orang yang berniat mencelakai orang lain, jika calon korbannya mendadak memberikan senyuman.
Mulailah tersenyum kepada setiap orang. Untuk kebaikan anda sendiri, kebaikan orang lain, dan juga kebaikan Kota Bandung.
Setelah mendapat berbagai tanggapan atas senyuman saya, saya meneruskan perjalanan saya. Hati saya kembali terusik saat saya melewati halte angkot yang terletak di dekat Gor KONI di Jl. Jakarta. Terdapat seorang gelandangan yang sedang tertidur di bangku halte tersebut. Sungguh pemandangan yang sangat tidak sedap. Awalnya saya menggerutu dan menyumpahi pemkot Kota Bandung yang bisa dibilang gagal menangani masalah gepeng (gelandangan dan penemis). Tapi di sisi lain saya juga merasa kasihan terhadap orang tersebut yang telah menjadi korban kelalaian pemerintah Kota Bandung.
Spontan saya menyambangi tukang nasi goreng yang kebetulan letaknya cukup dekat, dan memesan tiga porsi nasi goreng untuk dibungkus. Setelah membayar dan tidak lupa melayangkan senyuman pada tukang nasi goreng, saya bergegas kembali ke halte tersebut. Segera saya bangunkan gelandangan yang tadi dan saya berikan seporsi nasi goreng untuk dimakan. Awalnya terbersit dipikiran saya untuk mengajak ngobrol gelandangan itu, tapi setelah dipikir-pikir kasihan juga jika saya mengganggu waktu istirahatnya. Jadi setelah gelandangan itu berterima kasih, saya pun bergegas pergi.
Berbekal nasi goreng yang masih tersisa dua porsi, sayapun kembali meneruskan perjalanan. Tidak terasa saya sudah melangkah mendekati perempatan Cicadas, dan akhirnya saya memutuskan untuk berjalan lebih jauh menuju Jalan Supratman. Belum jauh menyusuri Jl. Supratman saya kembali menemukan gelandangan yang sedang duduk termenung di halte depan SMPN 22. Saya kembali memberikan seporsi nasi goreng kepadanya, dan lekas-lekas pergi karena beradasarkan pengamatan saya gelandangan tersebut sedikit mengalami gangguan mental. Atau memang dia orang gila yang terbiasa duduk disitu, saya tidak tahu.
Saya kembali berjalan menyusuri Jl. Supratman. Cukup lelah saya berjalan karena tidak kunjung menemukan orang yang layak saya berikan porsi terakhir dari nasi goreng yang telah saya beli. Sampai akhirnya saya menemukan orang yang tepat, berada di depan PUSDAI. Awalnya saya berjalan melewati gulungan terpal diatas trotoar yang saya kira sampah. Namun karena gulungan itu bergerak, saya tersadar jika itu adalah seorang gelandangan yang membungkus diringa dengan terpal supaya hangat. Segera saya berikan porsi terakhir dari nasi goreng itu. Setelah mengobrol sebentar, saya yang sudah cukup lelah dan mengantuk langsung menaiki angkot Cicaheum-Ciwastra untuk kembali ke kediaman saya di Kiaracondong.
Awalnya nasi goreng itu saya beli hanya sekadar untuk beramal kepada yang membutuhkan. Namun pada akhirnya saya menyadari, jika yang telah saya lakukan itu juga akan menimbulkan efek berantai sama seperti halnya senyuman. Nasi goreng itu seakan bisa menjadi simbol bahwa masih ada orang yang peduli dan mau berbagi di Kota Bandung. Gelandangan yang saya temui di depan PUSDAI terlihat masih cukup muda. Bukan tidak mungkin rasa frustrasi karena terus-menerus menjadi gelandangan tanpa ada orang yang peduli, akan membuat dia berpikiran melakukan tindakan kriminal di kemudian hari. Bukan tidak mungkin suatu hari nanti gelandangan itu mencopet atau menodong, karena bosan akan nasibnya yang buruk dan tidak ada orang lain yang peduli. Setidaknya sebungkus nasi goreng yang saya berikan akan mengingatkan dia akan masih adanya orang yang peduli padanya di Kota Bandung. Setidaknya jika suatu saat gelandangan itu menjelma menjadi seorang pencopet, akan timbul rasa tidak enak karena takut mencopet orang yang telah memberikannya seporsi nasi goreng.
Nasi goreng yang telah saya berikan, walaupun tampak remeh dan murah. Bisa menimbulkan efek yang berantai. Coba anda bayangkan, jika setiap orang mampu di Kota Bandung mau menyisihkan uangnya untuk sekadar memberikan seporsi nasi goreng bagi yang membutuhkan. Hal itu niscaya akan menimbulkan rasa segan bagi para gelandangan untuk bertindak kriminal di Kota Bandung.
Itulah sedikit dari ide dan pemikiran saya untuk menjadikan Kota Bandung yang saya cinta ini mejadi BERMARTABAT seperti semboyannya. Semoga bermanfaat bagi anda yang mau meluangkan waktunya untuk membaca curahan pikiran saya ini.
Makasih gan udah ma cape2 baca buat yang ngomong NO PICT = HOAX, masa itu gelandangan abis ane kasiin makan harus difoto sih kan ga sopan
Sekali lagi makasih berhubung bentar lagi bulan puasa kalo ada yang meu berbagi sangat ane tunggu gan
0
1.3K
Kutip
5
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan