hadiytama1Avatar border
TS
hadiytama1
Surat Terbuka untuk Jenderal yang Mencalonkan Presiden Mendatang
Jenderal (Purn) Djoko Santoso, Tidak Terstigma Orde Baru dan Penculikan




Catatan Politik H. Tatang Istiawan

Spoiler for Foto:


Empat calon presiden RI periode 2014-2019, Sabtu pagi ini (29/6) akan memaparkan visi dan misinya untuk Indonesia ke depan. Pemaparannya yang diprakarsai oleh FKPPI (Forum Komunikasi Putra-Putri TNI-Polri) akan diselenggarakan di Gramedia Expo Surabaya. Tiga dari empat capres itu berasal dari militer, seperti Presiden yang sekarang, Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Soeharto, yang berkuasa selama 32 tahun. Masihkah Indonesia yang menuju masyarakat yang demokratis membutuhkan sosok kepala Negara dari latarbelakang militer. Siapa yang membutuhkan sosok militer menjadi Presiden yang juga kepala Negara. Kalau ada yang menolak, berapa persen dan dari mana. Berikut catatan politik saya.

Dalam sistem yang dianut oleh UUD 1945 termasuk hasil amandemen keempat, Presiden Republik Indonesia mempunyai kedudukan sebagai Kepala Negara dan sekaligus Kepala Pemerintahan. Disamping itu, Presiden juga memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara serta Kepolisian Negara Republik Indonesia.” (Pasal 10 dan 10a UUD 1945)”. Disamping itu, kewenangan seorang presiden juga menjalankan Undang-undang termasuk kekuasaan untuk menetapkan peraturan pemerintah (pouvoir reglementer).

Siapa yang berhak menjadi presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada naskah asli UUD 1945 dinyatakan bahwa Presiden adalah orang Indonesia asli. Aturan ini sekarang telah diadakan perubahan. Calon presiden era amandemen UUD 1945 adalah harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya. Artinya capres tidak pernah menerima kewarga negaraan lain. Termasuk pengertian baik karena kehendaknya sendiri maupun orang lain. Disamping itu ditentukan juga bahwa capres tidak pernah mengkhianati Negara. Kemudian, karena tugasnya sebagai kepala Negara dan pemerintahan, capres harus mampu secara jasmani dan rohani. Maka itu, persyaratan untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan Undang-undang. Penegasannya bahwa Presiden dan Wakil Presiden menjabat selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.

Nah, persoalan yang kini muncul dipermukaan adalah Presiden SBY yang sudah dua kali menjabat, akankah ia mencari capres yang telah dipersiapkan?. Benarkah capres yang akan menggantikannya nanti adalah sosok yang dipersiapkan oleh SBY atau figur yang benar-benar muncul dari rakyat yaitu capres merakyat yang lahir dari daerah sekitar Gunung Lawu.
Tahun terakhir ini, puncak Gunung Lawu dan kawasan lerengnya, dikenal banyak menyimpan sejarah dan mitos di zaman Kerajaan Majapahit akhir hingga Mataram. Puncak Gunung Lawu di ketinggian 3.265 meter di atas permukaan laut (dpl) dipercaya sebagai lokasi pelarian dan moksa (lenyap atau lepas dari dunia) raja terakhir Majapahit, Prabu Brawijaya V di abad ke-15. Saat itu, Brawijaya V yang waktu memeluk Hindu lari ke Lawu, karena dikejar pasukan Kerajaan Islam Demak yang dipimpin oleh anaknya sendiri, Raden Patah. Saat ini, disana masih ada sejumlah candi dan bangunan kuno lain yang dibangun sepanjang masa pelarian Brawijaya V.

Sejauh ini, Gunung Lawu, dikenal bersosok angker dan menyimpan misteri dengan tiga puncak utamanya yaitu Harga Dalem, Harga Dumilah dan Harga Dumiling. Tempat-tempat ini dimitoskan sebagai tempat sakral di Tanah Jawa, olah batin dan meditasi. Konon kabarnya gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa yang memiliki hubungan dekat dengan tradisi dan budaya keraton, semisal upacara labuhan yaitu setiap bulan Sura (muharam) oleh Keraton Yogyakarta.

Ketokohan yang Personal

Saya pikir, FKPPI Jawa Timur yang mengambil prakarsa mempertemukan capres periode 2014-2019 dari unsur sipil dan militer, pilihan cerdas. Saya bilang demikian, moment calon presiden 2014- 2019 adalah peristiwa yang dapat dikatagorikan periode pembaruan hukum, ekonomi dan budaya. Saya katakan demikian, karena pembaruan politik sudah cukup ‘’lama’’ yaitu sejak Orde Baru berakhir pada tahun 1998. Artinya perjalanan selama 15 tahun ini, suka atau tidak, perwujudan iklim yang demokratis telah dirasakan. Soal jumlah rakyat dan elite politik yang memaknai demokrasi sebagai alat atau tujuan, buat saya hanyalah terkait sudutpandang atau cara berpikir kita.

Persoalan bangsa ini sekarang dan ke depan adalah bagaimana mengelola NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) untuk kesejahteraan dan keadilan seluruh rakyat Indonesia. Saya mengatakan demikian, karena kesejahteraan dan keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia adalah cita-cita founding father Soekarno-Hatta. Bahkan telah dirumuskan dalam alinea ke 4 pembukaan UUD 1945. Pertanyaannya, benarkah presiden pasca tahun 1998 yang menyebut presiden reformis telah memaknai reformasi yang dihekendaki mahasiswa yang melakukan aksi-aksi menurunkan Presiden Soeharto. Pertanyaan kedua, apakah yang diturunkan ketika itu rezim otoriter yang pernah dijalankan presiden Soeharto selama 32 tahun ataukah baru sosok Soeharto, sebagai presiden.

Jujur saya mengatakan bahwa sampai kini, tradisi masyarakat dalam bernegara dan berpemerintahan masih belum tumbuh secara rasional dan impersonal. Saya menyebut, sampai diskusi empat capres digelar oleh FKPPI, akhir Juni 2013 ini, institusi politik dan hukum kita cenderung berhimpitan dengan konsep ketokohan yang bersifat personal. Presiden SBY, Megawati, Gus Dur dan Habibie, tak dapat dilepaskan dari ketokohan yang personal. Hal ini sering dikaitkan dengan mitos gunung Lawu, yang terletak di perbatasan Jawa Tengah-Jawa Timur.

Pertanyaannya, diantara capres yang berdebat di Surabaya kali ini, benarkah mereka memiliki kriteria itu. Apakah Aburizal Bakrie (Ical), yang berasal dari luar Jawa, layak dimasukkan dalam ketokohan yang multicultural yang dikehendaki oleh masyarakat Indonesia. Lalu apakah tiga Jenderal yang akan maju bersaing dengan Ical, juga telah masuk dalam kategori itu. Tiga jenderal itu terdiri Letjen Prabowo Subianto, Jenderal Wiranto dan Jenderal Djoko Santoso.

Salahkah sosok presiden RI sekarang dan lima tahun mendatang akan masih dikuasai oleh ketokohan yang bersifat personal. Suka atau tidak, corak kepemimpinan kharismatik masih diminati oleh sebagian masyarakat Indonesia. Terutama kelas menengah ke bawah. Terutama masyarakat di kota yang termarginalkan atau masyarakat di pedesaan yang ekonominya pas-pasan. Sebagai anak kelahiran campuran Jawa Tengah dan Madura, saya mengakui bahwa pemimpin nasional bersifat personal masih mendapat pengakuan luas dari pengikutnya. Kita lihat saja fenomena Jokowi, arek Solo yang sederhana, ceplas-ceplos dan tidak suka protokoler. Jokowi sama dengan Megawati dan Gus Dur, adalah sosok pemimpin yang menjalankan kepemimpinan yang bersifat paternalistik.

Saya mencatat, era kepemimpinan Presiden pasca 1998 mulai Habibie Gus Dur, Megawati dan SBY, acapkali dalam mengambil keputusan politik masig dipengaruhi oleh karakter personal atau kepribadiannya. Presiden SBY salah satu presiden dari latarbelakang militer sering dikritik bukan sosok sebenarnya militer, tetapi pria melankolis. Perilaku seperti ini sering ditampilkan di layar kaca yaitu selain sering mengeluh dan curhat, SBY suka menepuk dada, mengesankan dia mewakili elite yang santun.

Dalam surat terbuka ini saya menyoroti apa yang sebenarnya perlu disiapkan oleh capres dari latarbelakang militer. Ini perlu agar masyarakat, terutama aktivis dan pemilih pemula, tidak ditakutkan oleh presiden yang militeristik yaitu presiden yang menerapkan gaya militerisme. Presiden yang demikian, tidak selalu datang dari capres yang berangkat dari seorang prajurit, tetapi juga bisa dari capres sipil, termasuk capres dari Partai Golkar, Aburizal Bakrie.

Jenderal (Purn) Wiranto



Dari tiga capres berkarir sebagai prajurit di lingkungan militer, sosok Jenderal (Purn) Djoko Santoso, yang secara fisik paling muda. Mantan Panglima-TNI ini lahir Solo, Jawa Tengah, 8 September 1952 atau kini berusia 61 tahun. Sedangkan capres Jenderal (Purn) Wiranto, lahir Kota Yogyakarta, DIY, 4 April 1947; dan Letjen Prabowo Subianto Djojohadikusumo, lahir di Jakarta, pada tanggal 17 Oktober 1951

Dua dari tiga jenderal ini sama-sama pernah menjadi Panglima TNI/ABRI. Sedangkan Prabowo, jabatan terakhir adalah Pangkostrad Panglima Komando Cadangan Strategi TNI Angkatan Darat (1998). Wiranto, pensiun dari militer dengan jabatan terakhir Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab) RI pada tahun 1998, beberapa bulan setelah Orde Baru lengser. Dari ketiga jenderal ini, usia yang paling muda adalah Jenderal (Purn) Djoko Santoso dan tertua adalah Jenderal (Purn) Wiranto. Masihkah sosok seperti Wiranto, meski kelahiran dari Yogyakarta yang mewakili tokoh fungsionalis dan paternalistik dalam lima tahun ke depan masih kuat secara fisik dan rohani seperti persyaratan presiden. Mengingat kini, usia Wiranto sudah 66 tahun. Hal lain yang menjadi sorotan terhadap Wiranto, adalah dia mewakili jenderal yang pernah berada dalam rezim Orde Baru. Oleh karena itu, masih ada aktivis yang menyebut Wiranto, bagian dari system Orde Baru yang ditakuti oleh kalangan muda sebagai rezim yang menjalankan pemerintahan otoriter.

Image bahwa Wiranto, dekat dengan penguasa Orde Baru, tidak bisa dihindarkan. Mengingat, sebelum menjadi KSAD dan Panglima ABRI, Wiranto yang kini menjabat Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Partai Hanura), pada tahun 1987-1991 pernah menjadi ajudan/ADC Presiden Soeharto. Setelah empat tahun menjadi ajudan, Wiranto diangkat menjadi Kasdam Jaya, Pangdam Jaya, Pangkostrad, dan KSAD. Selepas KSAD, pada bulan Maret 1998, Wiranto, ditunjuk Presiden Soeharto menjadi Panglima ABRI (Pangab) (sekarang Panglima TNI). Beberapa bulan setelah itu, terjadi pergantian pucuk kepemimpinan nasional. Posisinya yang sangat strategis menempatkannya sebagai salah satu pemain kunci bersama Wakil Presiden B.J. Habibie. Oleh karena itu, meski presiden Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden, Wiranto, tetap dipertahankan oleh Presiden BJ Habibie, sebagai Pangab.

Letjen (Purn) Prabowo Subianto



Bagaimana dengan Letjen (Purn) Prabowo Subianto. Putra Begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo, oleh sejumlah elite politik dianggap capres jenderal yang memiliki kekayaan dalam bentuk materi yang terbesar dibanding capres Djoko Santoso dan capres Wiranto. Brand, demikian dalam teori marketing, Letjen (Purn) Prabowo, yang kini menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya), pernah disebut-sebut terkait dalam kasus penculikan aktivis mahasiswa pada saat Orde Baru. Ketika itu, Prabowo, dikenal juga sebagai menantu Presiden Soeharto.

Dari data yang terdapat dalam Wikipedia bahasa Indonesia, sebelum diisukan mendalangi penculikan dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis pro-Reformasi, Prabowo, pada tahun 1997, Prabowo, ketika masih berpangkat Kapten, yaitu pada tahun 1983, Prabowo diduga pernah mencoba melakukan upaya penculikan sejumlah petinggi militer, termasuk Jendral LB Moerdani. Upaya ini kabarnya digagalkan oleh Mayor Luhut Panjaitan, Komandan Den 81/Antiteror. Prabowo sendiri, saat itu adalah wakil Luhut. Dan pada tahun 1990-an, Prabowo juga diduga terkait dengan sejumlah kasus pelanggaran HAM di Timor Timur. Lima tahun kemudian, Prabowo, diduga menggerakkan pasukan ilegal yang melancarkan aksi teror ke warga sipil. Peristiwa ini membuat Prabowo nyaris baku hantam dengan Komandan Korem Timor Timur saat itu, Kolonel Inf Kiki Syahnakri, di kantor Pangdam IX Udayana.

Brand lain yang mengangkat harum namanya, terjadi pada tahun 1996. Sebagai Komandan Kopassus, Prabowo Subianto pernah ditugaskan memimpin operasi pembebasan sandera Mapenduma. Operasi ini berhasil menyelamatkan nyawa 10 dari 12 peneliti Ekspediti Lorentz '95 yang disekap oleh Organisasi Papua Merdeka.

Image sebagai pengusaha juga menjadi biografinya. Setelah meninggalkan karier militernya, Prabowo mengikuti jejak Hashim Djojohadikusumo, yang adalah adiknya. Prabowo, sebelum terjun ke politik, ia dikenal lebih dulu sebagai pengusaha. Usahanya antara lain membeli Kiani Kertas, yang dimiliki oleh sahabat Soeharto, Bob Hasan. Oleh karena itu, ketika Pilpres 2009, Prabowo tercatat sebagai cawapres terkaya. Total asset yang dimilikinya sebesar Rp 1,579 Triliun dan US$ 7,57 juta.

Pada bulan Mei 2008 Prabowo gencar tampil di televisi dalam bentuk iklan layanan masyarakat yang disponsori oleh HKTI, organisasi tani Indonesia yang digunakannya sebagai mesin politik untuk Pilpres 2009. Sebagai ketua umum organisasi tersebut dengan pesan untuk menggunakan produk dalam negeri. Pada 9 Mei 2008 Partai Gerindra menyatakan keinginannya untuk mencalonkan Prabowo menjadi calon presiden pada Pemilu 2009 saat mereka menyerahkan berkas pendaftaran untuk ikut Pemilu 2009 pada KPU [34]. Namun belakangan, setelah proses tawarmenawar yang alot, akhirnya Prabowo bersedia menjadi calon wakil presiden Megawati Soekarnoputri. Keduanya mengambil motto 'Mega-Pro'

Brand menurut pakar pemasaran Kotler, salah satu dari sembilan elemen marketing. Brand adalah trade merek yang dipakai oleh setiap produk. Didalam dunia pemasaran, brand adalah salah satu alat pengenal yang bisa menarik pembeli sebanyak-banyaknya. Artinya, semakin kreatif seorang marketer mengelola brandnya, maka semakin mudah konsumen mengenali produk yang ditawarkan. Berdasarkan terminology ini, maka brand bukan hanya sebatas tulisan nama produk yang ada dikemasan. Tetapi lebih dari itu yaitu sekaligus berkaitan dengan produk apa saja, termasuk dalam pencapresan dan pemilu legislative.

Jenderal (Purn) Djoko Santoso



Sedangkan Jenderal (Purn) Djoko Santoso, adalah pensiunan Panglima-TNI tahun 2010. Jabatan Panglima TNI diembannya sejak 28 Desember 2007 hingga 28 September 2010. Sebelumnya, Djoko menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat dari 18 Februari 2005. Selain itu, Djoko juga pernah menjabat sebagai Panglima Kodam (Pangdam) XVI/Pattimura & Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan (Pangkoopslihkam) 2002-2003. Sejak itu, jenderal lulusan S2 Manajemen Politik Universitas Terbuka Jakarta, karirnya meroket. Jerih payahnya ini diperoleh karena pria kelahiran Solo ini berhasil gemilang meredam konflik di Maluku. Dari Maluku, ia diangkat menjadi Pangdam Jaya Maret 2003 – Oktober 2003.

Pria sederhana ini, setelah pensiun menjadi militer, menerima banyak tawaran di berbagai perusahaan swasta dan BUMN. Diantaranya sebagai Komisaris Garuda dan jajaran pengurus Maspion Grup. Semuanya ditolak. Alasannya, satu, ia ingin mengabdi pada bangsa dengan tidak terikat pada urusan swasta. Oleh karena itu, pengabdiannya diluar militer adalah menjadi Ketua Dewan Penasihat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI), Ketua Dewan Pembina IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia), Ketua Dewan Penasehat Forum Sekretaris Desa Indonesia (Forsekdesi), Ketua Dewan Penasehat Pandu Petani Indonesia (Patani), Federasi Pekerja Informal Indonesia, Lembaga Insan Indonesia Sejahtera (LIIS), Pendiri, penasehat serta pembina Strategic Study Center dan kini Ketua Dewan Pembina Gerakan Indonesia ASA (Adil, Sejahtera, Aman).

Jabatan sebagai Ormas (Organisasi Kemasyarakatan ) ASA, digenggamnya sejak tanggal 20 Mei 2013, berkaitan dengan hari Kebangkitan Nasional. Ormas ini dibidani bersama Mayjen TNI (Purn) Kurdi Mustofa sebagai Sekretaris Dewan Pembina, dan Usamah Hisyam, wartawan senior yang pernah menjadi redaktur di Media Indonesia, ditunjuk sebagai Direktur Dewan Pengurus Harian.

Tekad Djoko Santoso yang selama ini tidak berpartai dan berbisnis, tetapi tiba-tiba mendeklarasi Gerakan Indonesia ASA, diilhami oleh semangat perkumpulan Boedi Oetomo dan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit yang kemudian mengalami masa kejayaan. Oleh karena itu, Gerakan Indonesia ASA, dijalankan dengan gerakan moral untuk mengajak bangsa Indonesia bangkit, bersatu, bekerja keras, dan bersama-sama maju.

Sebagai jenderal yang sederhana dan merakyat, Djoko prihatin dengan perjalanan reformasi yang sudah berjalan 15 tahun, masih belum ada presiden yang mampu menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN, korupsi, nepotisme dan kolusi. ‘’Saat ini bangsa Indonesia perlu melakukan konsolidasi nasional dengan menginventarisasi keberhasilan dan kekurangan selama ini, sekaligus melakukan reorientasi posisi Indonesia saat ini dan merencanakan perjalanan bangsa ke depan,’’ harap pria yang pernah makan indomie di trotoar yaitu ketika ia membezok orang sakit di Sukabumi.

Dari tiga jenderal yang kini mempersiapkan diri maju sebagai capres 2014-2019, hanya Jenderal (Purn) Djoko Santoso, yang tidak terstigma negative seperti capres Wiranto, dengan Orde Barunya dan Letjen (Purn) Prabowo Subianto, dengan stigma soal penculikan aktivis mahasiswa pro-Reformasi. Akankah tak lama lagi, ada partai politik (parpol) peserta pemilu yang mengajak Djoko Santoso bergabung, sehingga Jenderal merakyat ini memiliki kendaraan politik seperti Jenderal (Purn) Wiranto dan Letjen (Purn) Prabowo. Kita tunggu. (bersambung/tatangistiawan@gmail.com)

Sumber.......

Agan Yg Baca n Baik Mohon Di Komeng nya


emoticon-Ngakakemoticon-Ngakakemoticon-Ngakakemoticon-Ngakak


Lanutannya Ke-2 gan
Diubah oleh hadiytama1 02-07-2013 14:10
0
5.7K
34
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan