Seorang pengelola gedung bertingkat 5 sedang menjelaskan kepada seorang
teknisi listrik bahwa 5 saklar jenis SPDT (Single Pole Dual Throw) yang
terjejer rapi di dalam kotak listrik pada lantai dasar, sebutlah saklar-saklar
induk, yang tiap saklarnya terhubung dengan sebuah saklar SPDT juga di
tiap lantai, sebutlah saklar anak, telah salah pemasangan kabel-kabel
sambungannya, sehingga 5 saklar induk dalam keadaan tidak berurutan dan
hubungan pasangan saklar induk-anak juga tidak sesuai dengan perancangan
awalnya.

Kalau selama ini pasangan saklar induk-anak terhubung secara “seri”
sehingga pasangan saklar ini harus dalam keadaan “ON” dua-duanya, baru
bisa berfungsi untuk menyalakan alat-alat listrik pada lantai terkait.

Keadaan ini jelas paling tidak nyaman bagi penghuni di lantai 5, sebab
apabila saklar induknya lupa diaktifkan (posisi “ON”), maka penghuninya
harus melaporkan ke petugas dan menunggu, atau harus turun sendiri lagi ke
lantai dasar mengaktifkan saklar induknya. Itupun harus mengingat-ingat lagi
skalar induknya yang sesuai.

Oleh sebab itu, sang pengelola gedung menginginkan teknisi listrik
membetuli hubungan kabel-kabel yang terpasang antar saklar, agar
saklar induk teurut kembali dan pasangan saklar induk-anak berfungsi
sebagai “saklar hotel”, yangmana baik saklar induk ataupun saklar anak bisa
saling “bekerja sama” dalam mengaktifkan penyalaan alat-alat listrik
pada setiap lantai yang terkait.

Dengan tanpa pengukuran hubungan kabel-kabel antar saklar-saklarnya,
karena lupa membawa alat-ukurnya, bagaimana teknisi listrik itu mengerjakan
tugasnya agar tidak terlalu lelah bolak-balik dari tiap lantai ke lantai dasar?

Di depan “pintu” kotak listrik, biasanya disebut panel, selain voltmeter dan
wattmeter juga terdapat 5 lampu “pilot” yang menunjukan aktif atau tidaknya
pasangan saklar induk-anak dan satu lampu pilot ini sudah terbakar
(harus diganti bolam pilotnya baru bisa menyala kembali).